BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) kematian merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Kematian menurut World Health Organization (WHO) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup (WHO). Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) kematian merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan jaman. Oleh karena itu ilmu kedokteran forensik bermanfaat bagi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan mengalami kematian. Undang-Undang Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. Kematian merupakan fase akhir dalam kehidupan tiap manusia. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran forensik sering digunakan untuk penentuan kematian seseorang

PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN GINJAL PADA KELINCI

PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN GINJAL PADA KELINCI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. dengan panas, api, bahan kimia, listrik, atau radiasi. 1. mortalitas yang tinggi, terutama pada usia dibawah 40 tahun.

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011

PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN PARU-PARU PADA KELINCI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN HEPAR PADA KELINCI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1

PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN PARU-PARU PADA KELINCI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia (Lembaga penelitian IPB dan Dirjen Peternakan Republik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

MATI. Mati : penghentian penuh menyeluruh dari semua fungsi vital tanpa kemungkinan dihidupkan lagi Ada beberapa istilah :

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Dalam proses hukum untuk kasus kecelakaan lalu. lintas, peran dokter sangat penting, baik itu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Asam format yang terakumulasi inilah yang menyebabkan toksik. 2. Manifestasi klinis yang paling umum yaitu pada organ mata, sistem

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP

BAB I PENDAHULUAN. lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa

Tanda Kematian Tidak Pasti Tanda Kematian Pasti Lebam Mayat ( Livor Mortis )

Pendinginan dan Pembekuan. Kuliah ITP

BAB I PENDAHULUAN. ialah muatan listrik yang bergerak dari tempat yang berpotensial tinggi

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi panas. 1 Kerusakan yang timbul

Pengawetan bahan pangan

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

Manfaat Minum Air Putih

PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN HEPAR PADA KELINCI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 6 PEMBAHASAN. tingkat waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan

PENGARUH LAMA WAKTU KEMATIAN TERHADAP KEMAMPUAN PERGERAKAN SILIA NASOPHARYNX HEWAN COBA POST MORTEM YANG DIPERIKSA PADA SUHU KAMAR DAN SUHU DINGIN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kedokteran forensik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang

PERBEDAAN KECEPATAN LISIS SEL HEPAR PADA TIKUS WISTAR DALAM MEDIA AIR TAWAR DAN TANAH : BERDASARKAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH PERBEDAAN KECEPATAN LISIS SEL HEPAR PADA TIKUS WISTAR DALAM MEDIA AIR TAWAR DAN TANAH : BERDASARKAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

PENGARUH PERBEDAAN SUHU DAN LAMA WAKTU KEMATIAN TERHADAP KEMAMPUAN PERGERAKAN SILIA CAVITAS NASI HEWAN COBA POST MORTEM

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Muatan positif merupakan hasil pembentukan dari kation dalam larutan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. 50% dari jumlah korban sengatan listrik akan mengalami kematian. 1 Banyaknya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

2

TINGKAT ORGANISASI KEHIDUPAN

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB 1 PENDAHULUAN adalah 32 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan target Millenium

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terbakar, bahan kimiawi, nutrisi, dan imunologik. 1. superior cavum abdominis, berperan pada berbagai fungsi metabolisme,

BAB I PENDAHULUAN. sektor kehidupan seperti gangguan sosioekonomi, dampak politik dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB I PENDAHULUAN. dengan kadar yang melebihi nilai ambang batas (NAB), yang diperkenankan

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

PRINSIP BIOENERGETIKA PADA HEWAN

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum IRTP (Industri Rumah Tangga Pangan)

I. PENDAHULUAN. yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi

SISTEM HEMATOLOGI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28

BAB I PENDAHULUAN. lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Kation ekstraseluler utama adalah natrium (Na + ), sedangkan kation

SISTEM SIRKULASI PADA HEWAN AIR

CREATIVE THINKING. MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

ANATOMI DAN FISIOLOGI

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Denyut Jantung Itik Cihateup Fase Grower

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Hipoglikemia atau kadar gula darah di bawah nilai. normal, bila terjadi berlarut-larut dan berulang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa dihindari. Lanjut usia (lansia) menurut Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. bahwa dengan berakhirnya kehidupan seseorang, mikro-organisme. tidak diwaspadai dapat ditularkan kepada orang orang yang menangani

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) merupakan cairan kehidupan (living fluid) yang

BAB I PENDAHULUAN. lahir sejak lama telah menjadi masalah, khususnya di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. mellitus meluas pada suatu kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) merupakan anugerah dari Tuhan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan cairan dalam tubuhnya (Suriawiria, U., 1996). Sekitar 70 % tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Temperature merupakan keadaan udara pada waktu dan tempat. pertukaran panas diantara tubuh dan lingkungan sekitar.

METODE Formaldehid adalah suatu senyawa kimia berbentuk gas dan baunya sangat. Nabil Bahasuan 1, Muhammad Rafif Amir 1

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seluruh makhluk biologis akan mengalami kematian. dengan cara yang bermacam macam yang pada dasarnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) kematian merupakan hilangnya tanda kehidupan secara permanen yang terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 117 menyatakan : Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi system jantung, sirkulasi, dan system pernafasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan. 1 Kematian menurut ilmu kedokteran terbagi memiliki dua dimensi yaitu kematian sebagai individu dan sebagai kumpulan dari berbagai macam sel. Oleh sebab itu kematian manusia dapat dilihat dari kedua dimensi tadi, dengan catatan bahwa kematian sel (cellular death) akibat ketiadaan oksigen baru akan terjadi setelah kematian manusia sebagai individu (somatic death). Setelah terjadinya kematian akan segera tampak perubahan-perubahan yang segera terlihat segera setelah mati. Beberapa saat setelahnya akan terjadi proses pembusukan pada mayat, dimana proses ini terjadi kurang lebih 24 jam pada daerah tropis setelah kematian dan menjadi salah satu proses penting yang terjadi setelah manusia ditetapkan mati. 2 1

2 Pembusukan adalah suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh mengalami dekomposisi baik yang disebabkan oleh karena adanya aktivitas bakteri, maupun karena autolisis. Autolisis yaitu perlunakan dan pencairan jaringan tubuh yang terjadi dalam kondisi steril, tanpa pengaruh bakteri. Hal tersebut dikarenakan adanya aktivitas enzimatik, yang berasal dari sel itu sendiri yang dilepaskan setelah kematian. Aktivitas enzim yang menyebabkan autolisis dapat dihambat dengan jalan menaruh jaringan tersebut di dalam suatu tempat yang suhunya sangat rendah sekali. 3 Terdapat beberapa faktor yang memepengaruhi kecepatan pembusukan mayat yang dibagi menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pembusukan mayat dari luar tubuh mayat, sedangkan faktor internal berasal dari mayatnya sendiri. Faktor eksternal yaitu, mikroorganisme, suhu sekitar mayat dan tekanan atmosfer, kelembapan udara dan medium dimana mayat berada. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi yaitu, umur, keadaan mayat, sebab kematian dan jenis kelamin. 2 Salah satu faktor eksternal yang dibahas dalam penelitian ini adalah suhu, dimana tekanan atmosfer dan suhu yang tinggi akan mempercepat dekomposisi. Pada temperatur yang optimal akan membantu dekomposisi yang optimal dengan pemecahan kimiawi dari jaringan dan perkembangan mikroorganisme yang membantu pembusukan. Suhu optimum untuk terjadi pembusukan adalah antara 21,1 o -37,8 o C dan proses pembusukan dihambat pada suhu dibawah 10 o C dan pada

3 suhu di atas 37,8 o C. Media dimana mayat berada juga memegang peranan penting dalam menentukan kecepatan pembusukan mayat. 4 Pembusukan organ tubuh juga memiliki kecepatan yang berbeda-beda. Organ dalam yang cepat membusuk yaitu otak, lien, lambung, usus, renal, hepar, uterus gravid, uterus post partum, dan darah. Organ yang termasuk lambat membusuk yaitu paru-paru, jantung, otot, dan diafragma. Sedangkan organ yang paling lambat membusuk yaitu kelenjar prostat dan uterus non gravid. Dalam penelitian ini peneliti ingin meneliti pada organ paru-paru pada kelinci karena memiliki metabolisme tidak jauh dari manusia. 2,3 Permasalahan yang terjadi adalah apabila mayat yang harus segera diautopsi belum teridentifikasi maka kita harus menunggu prosedur autopsi selama 2x24 jam. Maka dari itu salah satu solusi untuk menghambat pembusukan adalah dengan adanya pendinginan mayat. Sampai saat ini penelitian yang membahas tentang lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan mayat untuk menilai proses pembusukannya masih sangat jarang, oleh karena itu pembuktian bahwa dengan adanya penelitian mengenai lamanya pembekuan mayat yang akan mempengaruhi terhambatnya proses pembusukan mayat harus diteliti. 4 Penelitian pendahulu tentang tinggi rendahnya suhu yang dapat mempengaruhi cepat lambatnya proses pembusukan menyatakan bahwa pada suhu yang lebih tinggi akan terjadi puncak atau mempersingkat proses pembusukan dan pada suhu rendah akan memperlambat terjadinya pembusukan. Jenis tanah juga mempunya efek yang penting terhadap proses pembusukan.

4 dimana dilakukan dengan tikus yang dikubur pada media tanah yang berbedabeda pada suhu yang berbeda (29 o C, 22 o C, 15 o C) menyatakan pada suhu tertinggi menghasilkan proses pembusukan yang lebih cepat dari pada suhu yang rendah dimana pada suhu yang rendah terjadi penurunan hilangnya masa otot, penurunan microbial biomass carbon, penurunan aktivitas enzim dan pencapaian ph (8-8,1) lebih lambat. 5 Suhu sekitar yang rendah terbukti dapat menghambat terjadinya proses pembusukan mayat, oleh karena itu peneliti ingin memanfaatkan adanya hal tersebut agar dengan adanya pembekuan mayat yang memperlambat proses pembusukan dapat memperpanjang waktu yang dapat digunakan untuk memeriksa mayat tanpa atau dengan adanya pembusukan mayat yang minimal. 4 Peneliti ingin membandingkan lamanya pembekuan mayat yang dibutuhkan dengan proses pembusukan yang akan terjadi pada mayat. Sehingga pada penelitian ini peneliti memberikan interversi yaitu proses pembusukan yang terjadi pada mayat yang diletakan pada suhu normal dengan mayat yang dibekukan dalam beberapa hari. Diharapkan setelah mayat dibekukan dalam kurun waktu tertentu jaringan sel masih seperti pada mayat yang baru saja meninggal, Sehingga sebab kematian tidak tersamar. Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai Perbandingan Antara Durasi Waktu Pembekuan Terhadap Terjadinya Pembusukan Pada Paru-Paru Kelinci sebagai alternatif dalam memperkirakan lamanya waktu pembekuan yang paling efektif dalam menurunkan terjadinya proses pembusukan pada mayat.

5 1.2 Permasalahan Penelitian Apakah lamanya pembekuan dapat berpengaruh terhadap terjadinya pembusukan jaringan paru-paru pada kelinci? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah lamanya pembekuan dapat berpengaruh terhadap proses terjadinya pembusukan paru-paru pada kelinci. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Melihat gambaran histopatologi jaringan paru-paru pada kelompok kontrol dan melihat gambaran histopatologi jaringan paru-paru pada kelompok yang diberi perlakuan pembusukan. 2. Melihat gambaran histopatologi jaringan paru-paru yang diberi perlakuan pembekuan selama 1 hari dan melihat gambaran histopatologi jaringan paru-paru yang telah dibekukan 1 hari lalu diletakkan pada suhu kamar selama 1 hari dan 2 hari. 3. Melihat gambaran histopatologi jaringan paru-paru yang diberi perlakuan pembekuan selama 2 hari dan melihat gambaran histopatologi jaringan paru-paru yang telah dibekukan 2 hari lalu diletakkan pada suhu kamar selama 1 hari dan 2 hari.

6 4. Membandingkan gambaran histopatologi jaringan paru-paru antara kelompok yang diberi perlakuan pembekuan selama 1 hari dengan kelompok yang diberi perlakuan pembekuan 1 hari lalu diletakkan pada suhu ruang selama 1 hari. 5. Membandingkan gambaran histopatologi jaringan paru-paru antara kelompok yang diberi perlakuan pembekuan selama 1 hari dengan kelompok yang diberi perlakuan pembekuan 1 hari lalu diletakkan pada suhu ruang selama 2 hari. 6. Membandingkan gambaran histopatologi jaringan paru-paru antara kelompok yang diberi perlakuan pembekuan selama 2 hari dengan kelompok yang diberi perlakuan pembekuan 2 hari lalu diletakkan pada suhu ruang selama 1 hari. 7. Membandingkan gambaran histopatologi jaringan paru-paru antara kelompok yang diberi perlakuan pembekuan selama 2 hari dengan kelompok yang diberi perlakuan pembekuan 2 hari lalu diletakkan pada suhu ruang selama 2 hari. 8. Membandingkan gambaran histopatologi jaringan paru-paru antara kelompok kontrol dengan kelompok yang diberi perlakuan pembekuan selama1 hari dan 2 hari. 9. Membandingkan gambaran histopatologi jaringan paru-paru antara kelompok yang diberi perlakuan pembusukan dengan kelompok yang diberi perlakuan pembekuan selama 1 hari lalu diletakkan pada suhu kamar selama 1 hari.

7 10. Membandingkan gambaran histopatologi jaringan paru-paru antara kelompok yang diberi perlakuan pembusukan dengan kelompok yang diberi perlakuan pembekuan 1 hari lalu diletakkan pada suhu kamar selama 2 hari. 11. Membandingkan gambaran histopatologi jaringan paru-paru antara kelompok yang diberi perlakuan pembusukan dengan kelompok yang diberi perlakuan pembekuan 2 hari lalu diletakkan pada suhu kamar selama 1 hari. 12. Membandingkan gambaran histopatologi jaringan paru-paru antara kelompok yang diberi perlakuan pembusukan dengan kelompok yang diberi perlakuan pembekuan 2 hari lalu diletakkan pada suhu kamar selama 2 hari. 1.4 Manfaat Penelitian Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi: 1. Peneliti lain sebagai tambahan informasi untuk penelitian selanjutnya sehubungan dengan pembekuan yang akan berpengaruh terhadap terjadinya pembusukan dalam ruang lingkup kedokteran forensik. 2. Institusi Rumah Sakit sebagai tambahan informasi dengan melakukan pembekuan proses identifikasi jadi lebih mudah dilakukan karena organ lebih lambat membusuk. 3. Masyarakat sebagai tambahan informasi mengenai gambaran histopatologi jaringan yang dilakukan pembekuan dengan gambaran histopatologi

8 jaringan yang masih baru memberikan hasil yang hampir sama sehingga dapat menentukan sebab kematian. 1.5 Keaslian Penelitian Penulis telah berupaya melakukan penelusuran daftar pustaka dan tidak menjumpai adanya penelitian/publikasi sebelumnya yang telah menjawab permasalahan penelitian. Akan tetapi dijumpai penelitian yang mirip dalam segi variable penelitian, yaitu: Tabel 1. Orisinalitas penelitian No Orisinalitas Metode Penelitian Hasil 1. C David, Y Jenis penelitian: Dari penelitian tersebut David, T mark. eksperimental diperoleh bahwa pada suhu Temperature Affects Desain: eksperimental Subjek penelitian: tikus yang lebih tinggi akan terjadi puncak atau Microbial Variabel bebas: suhu dan mempersingkat proses Decomposition tanah pembusukan dan pada suhu Of Cadavers Variabel terikat: proses rendah akan memperlambat (Rattus rattus) pembusukan mayat terjadinya pembusukan. In Contrasting Jenis tanah juga Soils. 2008, 188:129-137 5 mempunyai efek yang penting terhadap proses pembusukan. 2 Miller RA. The Jenis penelitian: Dari penelitian tersebut Affects of observasional diperoleh bahwa pada

9 Clothing on Human Desain: observasional Subjek penelitian: manusia mayat yang memakai pakaian akan lebih lambat Decomposition: Variabel bebas: pakaian membusuk dibandingkan Implications for Estimating Time Since Death.Master s Thesis, University of Tenessee, 2002 6 Variabel terikat: proses pembusukan mayat dengan mayat yang telanjang. Pada musim panas mayat yang memakai pakaian lebih lambat membusuk akan tetapi pada musim dingin pada mayat yang memakai pakaian ataupun telanjang proses pembusukan yang terjadi hampir sama. Perbedaan dalam penelitian ini adalah peneliti menggunakan subjek penelitian berupa kelinci sebagai hewan coba. Variabel bebas penelitian adalah lamanya pembekuan dengan variabel terikat adalah proses pembusukan organ paru-paru pada kelinci, dimana lamanya pembekuan adalah selama 1 hari dan 2 hari.