Oleh : Febrianto Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Pengaruh Suhu dan KONSENTRASI KLORIDA Terhadap Aspek Korosi Material INCONEL 690 sebagai tube pembangkit uap REAKTOR PWR ABSTRAK

KAJIAN KEHANDALAN MATERIAL KOMPONEN BAGIAN DALAM BEJANA TEKAN REAKTOR AIR BERTEKANAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat

DESAIN PROSES LAS PENGURANG PELUANG TERJADINYA KOROSI. Abstrak

KAJIAN TERHADAP PENGARUH PENAMBAHAN LIOH PADA PWSCC KOMPONEN BEJANA TEKAN REAKTOR PWR

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

ANALISIS KEKUATAN TARIK DAN KARAKTERISTIK XRD PADA MATERIAL STAINLESS STEEL DENGAN KADAR KARBON YANG BERBEDA

DAFTAR TABEL. 1. Tabel 3.1. Metoda penentuan tingkat kerawanan akibat thinning... 23

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK

PERSYARATAN KETANGGUHAN PATAH MATERIAL BEJANA REAKTOR DALAM EVALUASI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR DAYA

FENOMENA KOROSI PADA SISTEM PENDINGIN PRIMER REAKTOR PENELITIAN

AKTIVITAS SDM UJI TAK RUSAK-PTRKN UNTUK MENYONGSONG PLTN PERTAMA DI INDONESIA

Stainless and Heat-Resisting Crude Steel Production (in 000 metric tons)

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI

Jurnal Sains & Teknologi KOROSI PADA LASAN BAJA ANTIKARAT AISI 316 L. Sumaryono

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK

DUPLEX STAINLESS STEEL

PENGENDALIAN KOROSI. STT Dr.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA IWAN PONGO,ST, MT

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR

Ir. Hari Subiyanto, MSc

ANALISIS TEGANGAN TERMAL PADA DINDING BEJANA TEKAN REAKTOR PWR. Elfrida Saragi, Roziq Himawan Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir - BATAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA

PENGARUH INTRUSI AIR LAUT TERHADAP KETAHANAN KOROSI WADAH GELAS - LIMBAH DALAM PENYIMPANAN LESTARI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang paling berbahaya., karena tidak ada tanda-tanda sebelumnya. Biasanya

ANALISIS KEGAGALAN AKIBAT KOROSI DAN KERETAKAN PADA PIPA ALIRAN GAS ALAM DI NEB#12 PETROCHINA INTERNATIONAL JABUNG LTD

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR)

Pengaruh Parameter Post Weld Heat Treatment terhadap Sifat Mekanik Lasan Dissimilar Metal AISI 1045 dan AISI 304

LAJU DAN BENTUK KOROSI PADA BAJA KARBON MENENGAH YANG MENDAPAT PERLAKUAN PADA SUHU AUSTENIT DIUJI DI DALAM LARUTAN NaCl 3 N

DAFTAR STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN TENAGA NUKLIR

BAB I PENDAHULUAN. memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan

MEKANISME REAKSI ASAM BORAT DENGAN PRODUK RADIOLISIS AKIBAT RADIASI SINAR- PADA TEMPERATUR 25 O C

PENGARUH PERLAKUAN ANIL TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA Z 2201

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

PENGARUH VARIASI SUHU PREHEAT TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL SA 516 GRADE 70 YANG DISAMBUNG DENGAN METODE PENGELASAN SMAW

KAJIAN DAMPAK GAS PENGOTOR PENDINGIN PRIMER TERHADAP INTEGRITAS MATERIAL STRUKTUR R G T T

PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KETAHANAN KOROSI BATAS BUTIR BAJA TAHAN KARAT TIPE 316

BAB II LANDASAN TEORI

DISTRIBUSI TEMPERATUR SAAT PEMANASAN DAN PENDINGINAN PER- MUKAAN SEMI-SPHERE HeaTING-03 BERDASARKAN TEMPERATUR AWAL

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS

ANALISIS VISUAL PENDINGINAN ALIRAN DUA FASA MENGGUNAKAN KAMERA KECEPATAN TINGGI ABSTRAK ABSTRACT

1 BAB IV DATA PENELITIAN

Analisa Kegagalan Pipa Udara A312 Tipe 304H pada Line A (25P2J) Unit Amonia PT. Petrokimia Gresik

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH DERAJAT DEFORMASI TERHADAP STRUKTUR MIKRO, SIFAT MEKANIK DAN KETAHANAN KOROSI BAJA KARBON AISI 1010 TESIS

BAB IV HASIL PENELITIAN

RISET KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR PADA SAAT REAKTOR MENGALAMI FLUKTUASI DAYA

BAB IV DATA DAN ANALISA

Volume 13 No.1 Maret 2012 ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VISKOSITAS OLI SEBAGAI CAIRAN PENDINGIN TERHADAP SIFAT MEKANIS PADA PROSES QUENCHING BAJA ST 60

MENINGKATAN KETAHANAN KOROSI PADA SAMBUNGAN LONGITUDINAL LAS RESISTENSI LISTRIK PIPA BAJA API 5L X 46 DENGAN PERLAKUAN PANAS PASKA PENGELASAN ABSTRAK

Korosi H 2 S dan CO 2 pada Peralatan Statik di Industri Minyak dan Gas

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA TAHAN KARAT MARTENSITIK AISI 431 TERHADAP LAJU KOROSI DAN STRUKTUR MIKRO

Studi sensitasi baja tahan karat tipe 316 sebagai bahan kelongsong dan struktur fast breeder reactors

POLITEKNOSAINS VOL. XI NO. 1 Maret 2012

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

METALURGI FISIK. Heat Treatment. 10/24/2010 Anrinal - ITP 1

BAB IV DATA. Gambar Grafik kekerasan yang dihasilkan dengan quenching brine water

PROSES THERMAL LOGAM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN X STUDI LITERATUR PENGEMBANGAN NANOFLUIDA UNTUK APLIKASI PADA BIDANG TEKNIK DI INDONESIA

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGUJIAN KEANDALAN PEMBANGKIT UAP

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT.

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION

STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC)

KEBUTUHAN SDM UJI TAK RUSAK UNTUK INSPEKSI PRE- SERVICE PADA PEMBANGUNAN PLTN PERTAMA DI INDONESIA

FAQ tentang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Skema pressurized water reactor ( September 2015)

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

PENGARUH HEAT TREATMENT

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

KERENTANAN KOROSI BATAS BUTIR BAJA TAHAN KARAT TIPE 316 DENGAN METODE ELEKTROKIMIA ROHMATULLOH NABHANI

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

Transkripsi:

Kajian Parameter yang Mempengaruhi IGSCC (Inter Granular Stress Corrosion Cracking) pada Material Bejana Tekan Reaktor tipe PWR (Pressurized Water Reactor) Oleh : Febrianto Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir ABSTRAK Bejana tekan merupakan satu bagian dari reactor coolant pressure boundary, dan integritasnya sangat penting dijaga untuk keselamatan operasi dari reaktor. Inter Granular Stress Corrosion Cracking (IGSCC) merupakan mekanisme degradasi penting yang perlu dipertimbangkan untuk keselamatan komponen nuklir yang terbuat dari stainless steel, khususnya pada daerah terpengaruh panas (heat affected zones). Kerusakan akibat IGSCC terjadi pada material yang rentan, dalam lingkungan yang korosif dan dengan adanya temperatur operasi yang tinggi dan residual stres. IGSCC terjadi akibat kombinasi faktor lingkungan (air pendingin yang agresif), material yang sensitif dan stress yang terjadi pada material secara bersamaan. Dari data operasi reaktor di USA, pengelolaan kimia air yang baik dapat menurunkan impak korosi dengan meningkatnya faktor kapasitas reaktor dari 71,7 % pada 1989 menjadi 88,7 % di tahun 1999. Pengendalian kimia air bisa menurunkan resiko dari IGSCC dan meningkatkan kehandalan sistem. Tujuan kajian ini untuk mengetahui parameter yang mempengaruhi IGSCC dan cara pengendaliannya. Untuk mengantisipasi terjadinya IGSCC harus dipahami dengan seksama interaksi antara material struktur dan pendingin. Pengendalikan IGSCC pada material dan komponen reaktor nuklir adalah dengan menurunkan daya oksidasi air pendingin reaktor. Daya oksidasi air pendingin berkurang bila konsentrasi oksigen dalam air pendingin sekitar 20 ppb. Hal ini dapat dicapai dengan penambahan hidrogen kedalam air pendingin. Penambahan hidrogen untuk menurunkan konsentrasi oksigen dikenal dengan Hydrogen Water Chemistry (HWC). Kata kunci : reactor coolant pressure boundary, degradasi material struktur, radiasi ABSTRACT Pressure vessel is a part of reactor coolant pressure boundary, and its integrity is very important to assure reactor safety operation. Inter Granular Stress Corrosion Cracking (IGSCC) is an important degradation mechanism to be considered for safety assessment of nuclear components made of austenitic steels, especially in the heat-affected zones. Damage due to IGSCC occurs in a susceptible material, in a corrosive environment, in the presence of high temperature and residual stresses. From USA s reactor operation data, good water chemistry controlling can reduce corrosion impact through increasing reactor capacity factor from 71.7 % in 1989 to 88.7 % in 1999. Water chemistry controlling can increase system reliability and reduce material IGSCC. The purpopes of this paper is to understand the parameter that have an effect to IGSCC and the way to control it. To anticipate IGSCC, it is important to understand the interaction between material and reactor coolant. Material and reactor component IGSCC can be controlled by reducing reactor coolant water oxidation power. Reactor coolant water oxidation power can be reduced by reducing oxygen concentration in reactor coolant to around 20 ppb. This condition can be achieved by hydrogen addition to reactor coolant. Hydrogen addition to reduce oxygen concentration is called Hydrogen Water Chemistry (HWC). Key words : reactor coolant pressure boundary, structure material degradation, radiation 140

I. PENDAHULUAN Bejana tekan merupakan suatu bagian dari reactor coolant pressure boundary, integritasnya sangat penting untuk keselamatan operasi reaktor. Dari pengalaman operasi reaktor, IGSCC merupakan salah satu penyebab degradasi material struktur yang bisa menyebabkan menurunnya kehandalan sistem dan meningkatnya resiko radiasi yang diterima karyawan saat pemeriksaan dan perawatan instalasi. Sejak awal pengoperasian PLTN baik reaktor jenis PWR maupun BWR banyak ditemui permasalahan korosi pada bejana tekan. Hal ini disebabkan oleh faktor stress material, beban operasional dan lingkungan air pendingin yang korosif. Korosi merupakan suatu proses alamiah yang tidak bisa dicegah tetapi hanya bisa dikendalikan. Berkurang atau hilangnya salah satu dari tiga faktor di atas dapat mengurangi problem IGSCC. Dari faktor gabungan di atas, lingkungan yang agresif dalam hal ini sistem pendingin reaktor merupakan faktor yang dapat diperbaiki setelah reaktor dibangun dan dioperasikan. Kontrol kimia air bisa meningkatkan kehandalan sistem serta menurunkan IGSCC pada material dan komponen. Untuk mengantisipasi terjadinya IGSCC harus dipahami dengan seksama interaksi antara material struktur dan pendingin sehingga terjadinya IGSCC dapat diprediksi dengan baik (1). Dampak korosi memberikan kontribusi sangat besar terhadap peningkatan biaya operasional dan pemeliharaan instalasi. Dampak korosi juga dapat memperpanjang waktu pemeliharaan dan inspeksi. Dari data operasi reaktor di USA, pengelolaan kimia air yang baik dapat menurunkan dampak korosi dengan meningkatnya faktor kapasitas reaktor dari 71,7 % pada 1989 menjadi 88,7 % di tahun 1999 (2). Penggunaan hidrogen untuk menurunkan tingkat oksigen dalam air pendingin dikenal dengan Hydrogen Water Chemistry (HWC) (3,4,5). HWC efektif untuk mengatasi IGSCC, tetapi mempunyai efek yang tidak diingini dengan meningkatnya tingkat radiasi sampai 4 5 kali lipat pada jalur uap utama (main steam line). Peningkatan radiasi ini akan menyebabkan kenaikan dosis paparan radiasi yang diterima personel baik saat reaktor beroperasi maupun saat pekerjaan pemeliharaan instalasi. Kenaikan tingkat radiasi pada jalur uap utama akan berbeda untuk setiap reaktor. Kenaikan ini disebabkan perubahan bentuk kimia NO 3 yang stabil menjadi bentuk yang volatil (NO x atau NH 3 ). Bentuk N-16 yang volatil terdistribusi ke dalam fasa uap dan menghasilkan kenaikan tingkat radiasi pada jalur uap utama. Radiasi yang disebabkan N-16 pada jalur uap meningkat pada kondisi HWC karena spesies nitrogen yang terbentuk dalam kondisi reduktif lebih volatil daripada yang terbentuk pada kondisi lingkungan yang oksidatif (4,5,6,7). Selama dekade terakhir HWC banyak digunakan pada reaktor BWR juga terakhir ini reaktor PWR mulai menggunakan HWC untuk mengatasi IGSCC material. 141

II. TEORI IGSCC merupakan bentuk korosi yang terjadi relatif cepat dan lokal yang berhubungan dengan cacat mikrostruktur akibat terjadinya presipasi karbida. Bila baja austenit di ekspos pada rentang temperatur 425 sampai 850 C atau bila material dipanaskan sampai temperatur lebih tinggi dan di dinginkan secara perlahan (pengelasan dan annealing), krom dan karbon bergabung membentuk partikel krom karbida di sepanjang batas butir material. Material dalam kondisi seperti ini disebut dengan sensitisasi (sensitized). Terjadinya krom karbida tergantung pada kandungan karbon dan temperatur. Daerah temperatur yang paling kritis adalah sekitar 700 C dan karbon 0.06%, krom karbida akan terjadi dalam 2 menit tetapi bila kandungan karbon kurang dari 0,02% C, material relatif imun terhadap terjadinya CrC. Material struktur yang dipanaskan diatas 1000 C bisa di quenching untuk menjaga Cr dan C tetap dalam larutan sehingga tidak membentuk CrC. Untuk komponen dan material struktur yang secara operasional tidak bisa di beri perlakuan panas maka disaat desain awal, material telah ditambahkan elemen penstabil. Stainless steel 321 di stabilkan dengan penambahan Titanium (Ti) dan SS 347 dengan Niobium (Nb) untuk meningkatkan ketahanan terhadap IGSCC. Ti dan Nb mempunyai afinitas yang lebih tinggi membentuk karbida dibanding Cr sehingga akan mencegah terbentuknya krom karbida. Cara lain untuk menurunkan resiko IGSCC adalah dengan membuat material dengan kandungan karbon, kecil dari 0,02%, seperti pada 316L dan 304L 142 (8). Pembentukan krom karbida di sepanjang batas butir akan menurunkan ketahanan terhadap korosi. Korosi intergranular terjadi akibat segregasi impuritas atau terjadinya deplesi unsur pasivasi seperti khrom pada batas butir. Deplesi khrom menyebabkan daerah sekitar yang kekurangan khrom menjadi rentan terhadap korosi. Material yang dilaku-panaskan bisa menyebabkan krom karbida pada batas butir, deplesi khrom atau sensitisasi terhadap IGSCC. Akibat segregasi atau terdeplesinya khrom, batas butir menjadi daerah tempat tumbuhnya korosi sehingga apabila ada beban, akan terjadi retak batas butir. Semakin rendah konsentrasi karbon, semakin lama waktu untuk terjadinya sensitisasi. Pada gambar 1. dapat dilihat, bagian bulat hitam merupakan krom karbida yang terbentuk dan bagian yang diarsir merupakan daerah deplesi krom. Gambar 1. Skematis presipitasi karbida pada batas butir

METODOLOGI Metodologi pada kegiatan ini adalah pengumpulan literatur yang membahas dan menjelaskan mekanisme dan parameter penyebab IGSCC pada material bejana tekan reaktor serta cara pengendaliannya. Kemudian dilanjutkan dengan analisis permasalahan dan evaluasi. IV. HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN Dari gambar 2, terlihat bahwa terjadinya IGSCC merupakan gabungan beberapa faktor dan juga dapat dilihat beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menurunkan resiko IGSCC. Setiap reaktor mempunyai strategi yang berbeda dalam hal mengurangi resiko IGSCC ini tetapi yang paling sering dilakukan adalah pengendalian kimia air pendingin reaktor. Walaupun faktor lainnya dari aspek material dan penghilangan stress relatif jarang dilakukan karena memerlukan biaya yang besar dan pekerjaan yang sulit. Di reaktor Fugen, November, 1980, pertama kali inter granular stress corrosion cracking ditemukan pada emergency core cooling system (ECCS) dan pipa-pipa stainless steel 304 dari residual heat removal system (RHS) pada shutdown yang direncanakan. Cracks terdeteksi di daerah las lasan (HAZ) pada lower header dari residual heat removal system yang berada di dalam pengungkung bejana reaktor (reactor containment vessel). Untuk mengatasi hal ini dilakukan dengan metoda IHSI (Induction Heating Stress Improvement) dimana material yang mengalami stress diberikan pemanasan ulang. Metoda IHSI tidak bisa dilakukan pada komponen yang besar dan komponen dengan posisi/geometri yang sulit tetapi hanya bisa dilakukan untuk komponen-komponen yang kecil. Di reaktor Fugen seperti reaktor reaktor lainnya mempunyai lebih dari 10.000 bagian las-lasan. Selain metoda IHSI di reaktor Fugen juga dilakukan penggantian material SS 304 dengan SS 316 L yang mempunyai kandungan karbon yang lebih rendah (9). Walaupun penelitian dan pengembangan kimia air terus dilakukan sejak dekade 1970-an untuk mengatasi SCC pada reaktor jenis PWR maupun BWR (Boiling Water Reactor). Kualias air pendingin reaktor secara perlahan terus diperbaiki dan sejak 1980 an mulai menggunakan Hydrogen Water Chemistry tetapi hal ini masih belum bisa mengatasi secara tuntas SCC yang terjadi. Mulai tahun 1990-an dengan semakin banyaknya cracking (retak) yang terjadi pada bagian dalam teras menyebabkan peningkatan konsentrasi hidrogen yang digunakan untuk melindungi bejana reaktor (reactor vessel). Penggantian material dengan yang lebih rendah kandungan karbonnya atau material yang telah ditambahkan elemen penstabil sering dilakukan, seperti Ti untuk SS 321 dan Nb untuk SS 347. Hal ini disebabkan dengan tingginya kandungan karbon akan menyebabkan pembentukan krom karbida di sepanjang batas butir yang akan menurunkan ketahanan terhadap korosi. Deplesi khrom pada daerah tersebut menjadikan material rentan terhadap korosi. Akibat segregasi atau terdeplesinya khrom menjadi material rentan terhadap korosi atau sensitisasi terhadap IGSCC. Daerah batas butir menjadi daerah tempat tumbuhnya korosi sehingga apabila ada beban, akan terjadi retak batas butir. 143

Semakin rendah kandungan karbon, semakin lama waktu untuk terjadinya sensitisasi. Pada gambar 3 dapat dilihat hubungan konsentrasi Cr dengan laju korosi, terlihat bahwa ada konsentrasi minimal Cr dalam material untuk mengurangi laju korosi. Konsentrasi Cr yang lebih kecil dari 8 % membuat kecenderungan laju korosi jauh lebih besar. IGSCC sering terjadi pada HAZ (Heat Affected Zone) dari material yang mengalami pengelasan. Setelah pengelasan, derajat sensitivitas masih rendah tetapi akan bertambah akibat faktor operasi seperti: tekanan dan temperatur operasi. Peningkatan sensitivitas merupakan fungsi waktu. Sensitivitas mikro struktur dan stress material tidak bisa dihindari maka alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan mengendalikan lingkungan operasional. IGSCC dapat dikontrol dengan menurunkan nilai ECP (Electrochemical Potential) material menjadi lebih kecil dari 230 mv SHE. Pada kondisi normal konsentrasi oksigen dalam air pendingin reaktor berkisar 100 300 ppb dan ECP stainless steel sekitar 100 dan + 100 mv SHE. Untuk mencapai nilai ECP material menjadi kecil dari 230 mv SHE, konsentrasi oksigen harus kecil dari 20 ppb (4). ECP dari suatu logam adalah potensial logam tersebut bila direndam dalam suatu media berair. Semakin tinggi nilai ECP semakin mudah suatu logam mengalami proses korosi. Harga ECP ini akan berubah dengan berubahnya tingkat atau daya oksidasi dari suatu media. Harga ECP stainless steel dalam sistem pendingin ditentukan oleh konsentrasi lokal produk radiolisis pengoksidasi (O 2, dan H 2 O 2 ) dan ion- ion logam terlarut seperti ion tembaga. 10 Laju korosi (arbitrary unit) 8 6 4 2 Gambar 2. Parameter yang mempengaruhi 0 0 4 8 12 16 20 Gambar 3. Hubungan antara laju korosi 144

Penggunaan hidrogen untuk menurunkan tingkat oksigen dalam air pendingin dikenal dengan Hydrogen Water Chemistry/HWC (kimia air berhidrogen) (5,6,7). HWC efektif untuk mengatasi IGSCC, tetapi mempunyai efek yang tidak diingini dengan meningkatnya tingkat radiasi sampai 4 5 kali lipat pada jalur uap utama 5,6). Pengendalian terhadap korosi bisa dilakukan dengan memilih material yang cocok dengan lingkungan dimana suatu material itu berada atau dengan menjaga agar lingkungan tempat material itu berada tidak agresif sehingga bisa mengurangi laju korosi material tersebut. Fungsi pengendalian korosi bertujuan untuk meningkatkan keselamatan dan kehandalan serta menurunkan laju paparan radiasi reaktor nuklir. KESIMPULAN Penyebab IGSCC adalah faktor lingkungan (air pendingin yang agresif), material yang sensitif dan stress yang terjadi pada material secara bersamaan. Kontrol kimia air bisa meningkatkan kehandalan sistem dan menurunkan IGSCC. Untuk mengantisipasi terjadinya IGSCC harus dipahami dengan seksama interaksi antara material struktur dan pendingin sehingga terjadinya IGSCC dapat diprediksi dan di antisipasi dengan baik. Pengendalikan IGSCC pada material dan komponen reaktor nuklir dapat dilakukan dengan metoda HWC. HWC dapat menurunkan daya oksidasi air pendingin reaktor. Untuk mengendalikan IGSCC pada material dan komponen reaktor, ECP material harus kecil dari 230 mv SHE dengan konsentrasi O 2 sekitar 20 ppb. Tingkat ECP yang rendah (konsentrasi oksigen dalam air pendingin rendah), hal ini dapat dicapai dengan penambahan hidrogen kedalam air pendingin. Cara lain untuk mengatasi IGSCC adalah dengan pemberian panas pada material yang rentan terhadap IGSCC, cara ini telah diterapkan pada reaktor Fugen yang dikenal dengan metoda Induction Heat Stress Improvement (IHSI). IHSI dilakukan pada material yang secara geometri mudah dilakukan. Dari hasil evaluasi penerapan IHSI di Fugen, dapat memperbaiki kinerja dan memperpanjang masa pakai komponen. Selain itu pengendalian IGSCC juga dapat dilakukan dengan penggantian material dengan material yang mempunyai kandungan karbon yang lebih rendah dan material yang telah ditambahkan elemen penstabil Ti dan Nb pada SS 321 dan SS 347. PUSTAKA : 1. Wood, C.J., Developments in Nuclear Power Plant Water Chemistry, Proc, of 8 th Int. Conf. on Water Chemistry of Nuclear Reactor System, Bournemouth, Vol.1, BNES, 2000 2. Millet, P.J and Wood C.J, Recent Advances in Water Chemistry Control at US PWRs WATER CHEMISTRY 98, 1998 JAIF International Congference on Water Chemistry in Nuclear Power Plants, Kashiwazaki, Japan,1998 3. Fruzzeti K, and Wood C.J, Development in Nuclear Power Plant Water Chemistry, Int. Conf. On Water Chemistry of Nuclear Reactor Systems, Jeju island, Korea, Oct, 2006. 145

4. Berge,Ph, What Are Todays Choise For PWRs Water Chemistry? WATER CHEM- ISTRY 98, 1998 JAIF International Congference on Water Chemistry in Nuclear Power Plants, Kashiwazaki, Japan,1998 5. Nordman,F, Efficient, Sustable, and Economical Plant Operation, Int. Conf. On Water Chemistry of Nuclear Reactor Systems, Jeju island 6. R.W.,COWAN., BWR Water Chemistry Delicate Balance,Proc, of 8 th Int, Conf. On Water Chemistry of Nuclear Reactor System, Bournemouth, Vol 1, BNES, 2000. 7. EPRI. PWR Primary Water Chemistry Guidelines: EPRI NP-4762-SR Special Report, 1986. 8. Seifedine Kadry, Corrosion Analysis of Stainless Steel, European Journal of Scientific Research, ISSN 1450-216X Vol.22 No.4 (2008), pp.508-516 9. Japan Nuclear Cycle Developments Institute, FUGEN Nuclear Power Station, JNC TN 3410 2001-003 146