PEMANFAATAN FLAVOR KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DALAM PEMBUATAN KERUPUK BERKALSIUM DARI CANGKANG RAJUNGAN (Portunus. Oleh:



dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

Gambar 1 Rajungan (Portunus sp.) Sumber: (Lee 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR. Oleh : Ismiwarti C

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KERUPUK UDANG ATAU IKAN

PENGEMBANGAN PRODUK MARSHMALLOW DARI GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.)

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM. Oleh : Ima Hani Setiawati C

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Ikan SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

Karakteristik mutu daging

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C

TELUR ASIN PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMBUATAN TELUR ASIN RASA BAWANG SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN NILAI JUAL TELUR BEBEK Oleh : Dr. Das Salirawati, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

PAPER BIOKIMIA PANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, pemenuhan zat gizi harus benar benar

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

I PENDAHULUAN. nugget yang relatif mahal. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif nugget yang

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

Transkripsi:

PEMANFAATAN FLAVOR KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DALAM PEMBUATAN KERUPUK BERKALSIUM DARI CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) Oleh: Ardyaning Estrida Jayanti C34104030 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pemanfaatan Flavor Kepala Udang Windu (Penaeus monodon) dalam Pembuatan Kerupuk Berkalsium dari Cangkang Rajungan (Portunus sp.) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Ardyaning Estrida Jayanti C34104030

RINGKASAN Ardyaning Estrida Jayanti. C34104030. Pemanfaatan Flavor Kepala Udang Windu (Penaeus monodon) dalam Pembuatan Kerupuk Berkalsium dari Cangkang Rajungan (Portunus sp.). dibimbing oleh DJOKO POERNOMO dan MALA NURILMALA. Limbah kepala udang merupakan limbah potensial yang biasanya diperoleh dari proses produksi udang beku terutama dalam bentuk headless (udang tanpa kepala) dan peeled (udang tanpa kulit kepala). Volume produksi udang windu pada tahun 2004 sebesar 410 kg/hektar tambak, kemudian meningkat menjadi 633 kg/hektar tambak pada tahun 2005. Peningkatan volume produksi ini otomatis meningkatkan limbah udang yang dihasilkan. Limbah industri potensial berupa kepala udang belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga dicobakan untuk membuat flavor cair dalam bentuk kaldu dan diaplikasikan dalam pembuatan kerupuk berkalsium. Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan limbah potensial berupa kepala udang sebagai flavor dalam bentuk filtrat cair (kaldu) dan menambahkannya pada pembuatan kerupuk berkalsium. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Tahap penelitian pendahuluan adalah pembuatan tepung cangkang rajungan dan pembuatan kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Penelitian utama adalah pembuatan kerupuk berkalsium terpilih dengan penambahan flavor dalam bentuk cair dari kepala udang windu. Pada pembuatan kaldu kepala udang, perbandingan udang dengan air yang digunakan adalah 1:1 (1 kg kepala udang : 1 liter air), 1:2 (1 kg kepala udang : 2 liter air), 1:3 (1 kg kepala udang : 3 liter air), 1:4 (1 kg kepala udang : 4 liter air). Komposisi terpilih pada penelitian pendahuluan adalah kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan 10%. Penambahan flavor cair kepala udang pada kerupuk berkalsium berpengaruh nyata terhadap parameter warna, penampakan, aroma dan rasa, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kerenyahan. Hasil pengujian organoleptik skala hedonik terhadap kerupuk berkalsium menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai aroma, warna dan kerenyahan pada kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata organoleptik tertinggi pada aroma yaitu 5,52 (suka), rasa 5,57 (suka) dan kerenyahan 5,28 (suka). Kerupuk berkalsium mentah dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2 mempunyai kadar air 10,69%, abu 5,22%, protein 2,58%, lemak 1,32%, karbohidrat 80,19%, kalsium 2435,05 mg/100 g bk, fosfor 123,3 mg/100 g bk. Kerupuk berkalsium matang dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2 mempunyai kadar air 1,97%, abu 3,24%, protein 1,08%, lemak 47,40%, karbohidrat 46,32%, kalsium 1803,65 mg/100 g bk dan fosfor 115,3 mg/100 g bk. Berdasarkan perhitungan per 100 gram kerupuk maka dihasilkan kalsium sebesar 1803,65 mg Ca. Jika diketahui berat per kerupuk adalah 3 gram, maka jumlah kalsium yang tersedia adalah 54,10 mg.

PEMANFAATAN FLAVOR KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DALAM PEMBUATAN KERUPUK BERKALSIUM DARI CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh : Ardyaning Estrida Jayanti C34104030 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Judul : PEMANFAATAN FLAVOR KEPALA UDANG WINDU (Panaeus monodon) DALAM PEMBUATAN KERUPUK BERKALSIUM DARI CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) Nama : Ardyaning Estrida Jayanti NRP : C34104030 Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Ir. Djoko Poernomo Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si NIP. 131 288 097 NIP. 132 315 793 Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799 Tanggal disetujui:

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Pemanfaatan Flavor Kepala Udang Windu (Penaeus monodon) dalam Pembuatan Kerupuk Berkalsium dari Cangkang Rajungan (Portunus Sp.) yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Ir. Djoko Poernomo dan Ibu Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, semangat kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Dadi R. Sukarsa dan Ibu Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji atas pengarahan, saran dan kritik selama penyusunan penulisan 3. Ibu Desniar, S.Pi, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama menjalani masa perkuliahan. 4. Papah dan Mamah atas doa dan kasih sayang yang tiada henti serta saudaraku Mas Alphin, Mbak Linda, Mas Edo, Elang dan keponakanku Quanesha Cyrilla atas dukungannya selama ini. 5. Mbah Kung, Ibu dan seluruh keluarga besar H. Soekiswo di Brebes terima kasih atas dukungan dan suasana kekeluargaan yang menyenangkan. 6. Seluruh staf dosen dan TU THP, Ibu Ema, Mas Zacky, Mas Ipul, Mbak Icha dan Mas Mail terima kasih atas kerjasamanya selama ini. 7. Ibu Rubiyah, atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Fandian Harsya, terima kasih untuk support, senyuman, kenangan, dan kasih sayang. Semoga impian kita bisa terwujud. 9. Sahabatku Al Deemi, Amel, Iis, Didie, Ulfah, Enif, Masikah, Ranti, Meiria, Ayu dan Vika. I hope this friendship is never end. 10. Teman-temanku di Batang, Dini, Lira, Arum, Astri, Guntur dan Revi tanpa kalian mungkin Batang akan terasa sepi. 11. Teman-teman THP 41, Eka, Anang, An im, Bojong, Glory, Nuzul, Ika, Nia, Arie, Windy, Sereli, Dilla, Rijal, Gilang, Yudha, Ubit, Hangga, Alif, Dery,

Dede, Opik, Nicho, Yugha, Andika, Sayt, Vera, Ima, Syeni, Fuji, Tetha, Dwi, Rini, Fahmi, Dhias, Rijan, Alim, Tomi, Fuji, Deslina dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas kebersamaan dan persahabatan yang indah selama ini. 12. Wili Rendanikusuma, S.Pi, terima kasih atas dukungan yang pernah diberikan. 13. Semua teman-teman THP 40 (khususnya Kak Hilman), 42, 43 dan semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Namun demikian, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukan. Bogor, Januari 2009 Penulis

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Ardyaning Estrida Jayanti, lahir di Brebes pada tanggal 20 November 1986 dari ayah Ir. Bambang Irianto dan ibu Srie Ningsih. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1992 di SDN Proyonanggan 9 Batang dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Batang dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Batang dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan melalui Jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB). Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis menjadi Asisten mata Kuliah Teknologi Pengolahan Tradisional Hasil Perairan 2007-2008 dan aktif dalam berbagai kegiatan dan kepanitiaan di kampus seperti Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) sebagai staf bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia periode 2006-2007 dan Fish Processing Club (FPC) sebagai anggota periode 2007/2008 Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan Flavor Kepala Udang Windu (Penaeus monodon) dalam Pembuatan Kerupuk Berkalsium dari Cangkang Rajungan (Portunus sp.) dibawah bimbingan Ir. Djoko Poernomo dan Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si.

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman 1. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian... 3 2. TINJAUAN PUSTAKA... 4 2.1 Udang Windu (Penaeus monodon)... 4 2.2 Limbah Udang... 5 2.3 Flavor... 6 2.4 Rajungan (Portunus sp.) dan Limbah Rajungan... 9 2.5 Kalsium... 11 2.5.1 Kegunaan kalsium pada manusia 12 2.5.2 Kebutuhan kalsium...... 13 2.5.3 Penyerapan kalsium...... 15 2.5.4 Sumber kalsium... 16 2.5.5 Dampak kekurangan dan kelebihan kalsium... 17 2.6. Kerupuk... 17 2.6.1 Kerupuk berkalsium... 18 2.6.2 Proses pembuatan kerupuk... 19 2.6.3 Bahan pembuatan kerupuk... 21 2.6.3.1 Tepung tapioka... 22 2.6.3.2 Bahan tambahan... 22 (1) Garam... 23 (2) Gula... 23 (3) Bawang putih... 24 (4) Soda kue... 24 3. METODOLOGI... 25 3.1 Waktu dan Tempat... 25 3.2 Bahan dan Alat... 25 3.2.1 Alat... 25 3.2.2 Bahan... 25 3.3 Metode Penelitian... 26 x xi xii

3.3.1 Penelitian pendahuluan... 26 3.3.2 Penelitian utama... 30 3.4 Proses pembuatan... 32 3.4.1 Proses pembuatan kaldu flavor kepala udang... 32 3.4.2 Proses pembuatan kerupuk... 33 3.5 Pengamatan... 33 3.5.1 Uji organoleptik... 33 3.5.2 Analisis fisik... 34 (1) Kekerasan... 34 (2) Uji kemekaran... 34 3.5.3 Analisis kimia... 34 (1) Kadar air... 34 (2) Kadar abu... 35 (3) Kadar protein... 35 (4) Kadar lemak... 35 (5) Kadar karbohidrat... 36 (6) Kadar kalsium... 36 (7) Kadar fosfor... 37 (8) Kadar merkuri... 38 3.6 Rancangan Percobaan dan Analisis Data... 39 4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 42 4.1 Penelitian Pendahuluan... 42 4.2 Penelitian Utama... 44 4.2.1 Penampakan... 44 4.2.2 Warna... 46 4.2.3 Aroma...... 47 4.2.4 Rasa... 49 4.2.5 Kerenyahan... 50 4.3. Kandungan Zat Gizi dan Sifat Fisika Kerupuk... 52 4.3.1 Kadar air... 53 4.3.2 Kadar abu... 54 4.3.3 Kadar protein..... 55 4.3.4 Kadar lemak... 57 4.3.5 Kadar karbohidrat... 58 4.3.6 Kadar kalsium 59 4.3.7 Kadar fosfor... 61 4.3.8 Uji kemekaran. 62 4.3.9 Tingkat kekerasan... 63 4.4. Informasi Nilai Gizi 64 5. KESIMPULAN DAN SARAN.. 67 5.1 Kesimpulan.. 67

5.2 Saran 68 DAFTAR PUSTAKA... 69 LAMPIRAN.. 74

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan gizi tepung cangkang rajungan... 11 2. Daftar kebutuhan kalsium... 14 3. Syarat mutu kerupuk udang berdasarkan Standar Nasional Indonesia. 18 4. Komposisi pembuatan kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan. 28 5. Nilai rata-rata organoleptik skala hedonik kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan. 43 6. Hasil analisis kimia kerupuk... 53 7. Informasi nilai gizi kerupuk berkalsium perlakuan penambahan flavor cair dengan perbandingan1:2 65 8. Jumlah gram kerupuk yang dianjurkan untuk dikonsumsi terhadap kebutuhan kalsium tubuh (per hari) tiap golongan umur... 66

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Udang windu (Penaeus monodon)... 5 2. Rajungan betina (Portunus pelagicus)... 10 3. Proses pembuatan kerupuk (Tababaka 2004). 21 4. Proses pembuatan tepung cangkang rajungan 27 5. Proses pembuatan kerupuk (Tababaka 2004 yang dimodifikasi).. 29 6. Proses penelitian utama. 31 7. Proses pembuatan kaldu flavor udang (Suptidjah et al. 1994 yang dimodifikasi) 31 8. Kerupuk matang dengan penambahan konsentrasi tepung cangkang rajungan 42 9. Diagram batang nilai rata-rata organoleptik skala hedonik kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan.. 43 10. Kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair kepala udang perlakuan perbandingan kepala udang dan air. 44 11. Diagram batang nilai rata-rata penampakan kerupuk 45 12. Diagram batang nilai rata-rata warna kerupuk.. 46 13. Diagram batang nilai rata-rata aroma kerupuk.. 48 14. Diagram batang nilai rata-rata rasa kerupuk. 50 15. Diagram batang nilai rata-rata kerenyahan kerupuk. 51 16. Kadar air kerupuk mentah dan kerupuk matang... 53 17. Kadar abu kerupuk mentah dan kerupuk matang. 55 18. Kadar protein kerupuk mentah dan kerupuk matang 56 19. Kadar lemak kerupuk mentah dan kerupuk matang.. 57 20. Kadar karbohidrat kerupuk mentah dan kerupuk matang. 59 21. Kadar kalsium kerupuk mentah dan kerupuk matang 60 22. Kadar fosfor kerupuk mentah dan kerupuk matang.. 61 23. Nilai uji kemekaran kerupuk.. 62 24. Nilai tingkat kekerasan kerupuk. 64

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Lembar penilaian (score sheet) uji organoleptik kerupuk.. 75 2a. Rekapitulasi uji organoleptik terhadap warna kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air.. 76 2b. Rekapitulasi uji organoleptik terhadap penampakan kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air.. 76 3a. Rekapitulasi uji organoleptik terhadap kerenyahan kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air... 77 3b. Rekapitulasi uji organoleptik terhadap aroma kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air.. 77 4. Rekapitulasi uji organoleptik terhadap rasa kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air... 78 5. Uji Kruskal Wallis terhadap warna, penampakan, kerenyahan, aroma dan rasa kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air... 79 6. Analisis ragam warna, penampakan, kerenyahan, aroma dan rasa kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air.. 80 7. Uji lanjut Tukey warna, penampakan, aroma dan rasa kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air... 81 8a. Uji homogen warna kerupuk... 83 8b. Uji homogen penampakan kerupuk 83 8c. Uji homogen aroma kerupuk.. 83 9a. Uji homogen rasa kerupuk. 84 9b. Data kadar air kerupuk mentah.. 84 9c. Data kadar air kerupuk matang.. 84 9d. Data kadar abu kerupuk mentah. 84 10a. Data kadar abu kerupuk matang 85 10b. Data kadar protein kerupuk mentah... 85 10c. Data kadar protein kerupuk matang... 85

10d. Data kadar lemak kerupuk mentah.. 85 11a. Data kadar lemak kerupuk matang.. 86 11b. Data kadar kalsium kerupuk mentah 86 11c. Data kadar kalsium kerupuk matang 86 11d. Data kadar fosfor kerupuk mentah.. 86 12a. Data kadar fosfor kerupuk matang... 87 12b. Data uji kemekaran... 87 12c. Data uji kekerasan 87 13. Analisis ekonomi kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2 dalam takaran saji 100 gram (secara kasar) 88

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Secara keseluruhan mencapai 65 juta ton yang terdiri dari 7,3 juta ton pada sektor perikanan tangkap dan 57,7 juta ton pada sektor perikanan budidaya (Dahuri 2004). Diantara potensi tersebut, udang merupakan sektor andalan bagi ekspor non migas. Hingga pertengahan tahun 2007 total ekspor udang sebanyak 92,647 ton atau senilai dengan US$ 603 ribu atau Rp 5,6 miliar. Jumlah ini cenderung menurun jika dibandingkan dengan jumlah ekspor tahun 2006 dimana total ekspor udang sebesar 169,329 ton atau senilai dengan US$ 1,11 juta atau Rp 10,2 miliar, sedangkan produk perikanan lainnya, seperti ikan tuna, cakalang dan tongkol sampai Juli 2006 sebesar 62,571 ton senilai US$ 162,7 ribu atau Rp 1,5 miliar (DKP 2007). Budidaya udang tambak saat ini telah berkembang pesat, karena udang merupakan salah satu komoditi ekspor yang memiliki potensi cerah. Produksi udang tambak, khususnya udang windu meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan ekspor. Menurut data statistik, pada tahun 2003 volume produksi udang windu yang dihasilkan sebesar 400 kg/hektar tambak. Pada tahun 2004, volume produksi meningkat menjadi 410 kg/hektar tambak, kemudian pada tahun 2005 terjadi peningkatan yang cukup tinggi yakni dengan volume produksi sebesar 633 kg/hektar tambak (DKP 2005). Produk olahan yang dihasilkan pada industri pembekuan udang, diantaranya dalam bentuk head on (udang utuh), head less (udang tanpa kepala) dan peeled (udang tanpa kepala dan kulit). Khusus produk head less (udang tanpa kepala) dan peeled (udang tanpa kepala dan kulit) dihasilkan limbah industri potensial berupa kepala dan kulit udang yang cukup besar, yakni dapat mencapai 36-49% untuk bagian kepala, sedangkan kulit sebesar 17-23% dari keseluruhan berat badan (Purwaningsih 2000). Selama ini limbah potensial tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh sebab itu, pemanfaatan kepala udang dalam bentuk flavor cair diharapkan dapat dijadikan alternatif dalam pembuatan produk karena mempunyai aroma yang kuat dan khas disamping itu filtrat cairnya (kaldu)

masih mengandung protein. Biasanya pemanfaatan limbah kepala udang digunakan sebagai campuran beberapa produk tradisional seperti terasi, petis dan kerupuk. Komoditas perikanan yang juga menghasilkan limbah adalah rajungan. Pemanfaatan rajungan biasanya hanya diambil bagian dagingnya. Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan (2005), ekspor rajungan beku sebesar 2813,67 ton tanpa cangkang dan rajungan tidak beku (bentuk segar maupun dalam kaleng) sebesar 4312,32 ton. Cangkang rajungan merupakan limbah potensial dari industri pasteurisasi daging rajungan, sedangkan pada industri pengalengan daging rajungan menghasilkan limbah proses yang terdiri dari 57% cangkang, 3% body reject (bagian yang tidak utuh) dan 20% whey (air rebusan). Golongan crustacea seperti rajungan pada umumnya mengandung 25% bahan padat dapat dimakan dan sekitar 50-60% hasil buangan (Angka dan Suhartono 2000). Bobot tubuh rajungan yang berkisar antara 100-350 gram, mengandung cangkang sekitar 50-177 gram. Hal ini menunjukkan bahwa bobot cangkang rajungan mengisi kurang lebih 50% atau setengah dari bobot tubuh rajungan (Multazam 2002). Limbah potensial tersebut selama ini belum dimanfaatkan secara optimal, padahal sebagian besar limbah potensial ini merupakan sumber mineral penting seperti kalsium dan fosfor yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kalsium merupakan salah satu makromineral, yaitu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg per hari. Kebutuhan mineral ini untuk manusia di segala kelompok umur sangat tinggi, untuk ukuran masyarakat Indonesia sekarang ini asupan tiap hari yang direkomendasikan selama masa kanak-kanak di bawah umur sepuluh tahun adalah 500 mg/hari, remaja 1000 mg/hari dan wanita hamil sebesar 1150 mg/hari, sedangkan untuk orang dewasa memerlukan kalsium sebanyak 800 mg/hari (Widyakarya Pangan dan Gizi 1998). Fungsi dari kalsium dalam tubuh manusia adalah sebagai mineral pembentuk tulang dan gigi, pengatur pembekuan darah, pengatur reaksi otot dan mineral yang mempengaruhi pertumbuhan tubuh (Guthrie 1975). Cangkang rajungan merupakan limbah yang mengandung kalsium tinggi. Cangkang rajungan bisa dimanfaatkan sebagai fortifikasi ke dalam campuran

produk dalam bentuk tepung. Hilman (2008) telah memanfaatkan tepung cangkang rajungan dalam pembuatan kerupuk sebagai alternatif produk berkalsium. Hasil penelitian Hilman (2008), kadar kalsium kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan adalah sebesar 15% cukup tinggi, tetapi pada pembuatan kerupuk tersebut kandungan protein yang terkandung dalam kerupuk mentah masih sedikit yaitu sebesar 1,87%. Oleh karena itu, penambahan flavor cair (kaldu) kepala udang diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein dalam kerupuk serta cita rasanya, disamping itu juga dapat meningkatkan penerimaan terhadap produk. 1.2. Tujuan penelitian Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah pemanfaatan limbah potensial kepala udang sebagai flavor dalam bentuk filtrat cair (kaldu) dalam pembuatan kerupuk berkalsium. Tujuan khusus Tujuan khusus dilakukannya penelitian mengenai pemanfaatan pemanfaatan flavor udang windu (Penaeus monodon) dalam pembuatan kerupuk berkalsium adalah : (1) Mempelajari pengaruh penambahan flavor dari kepala udang windu dalam bentuk filtrat cair (kaldu) terhadap kerupuk berkalsium dari cangkang rajungan (2) Mengevaluasi karakteristik kerupuk berkalsium yang meliputi uji organoleptik, fisik dan kimia

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Udang Windu (Panaeus monodon) Secara garis besar dan sesuai dengan habitatnya, udang dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu udang laut (tercakup di dalamnya udang tambak) dan udang tawar (Suwignyo 1990). Klasifikasi udang windu menurut Suwignyo (1990) adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Sub Filum : Mandibula Kelas : Crustacea Sub Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Sub Ordo : Natantia Famili : Penaidae Genus : Penaeus Spesies : Penaeus monodon Udang windu memiliki kulit badan keras, berwarna hijau kebiru-biruan dan berloreng-loreng besar. Namun anehnya udang yang mengalami dewasa usia di laut memiliki kulit merah muda kekuning-kuningan dengan ujung kaki renang berwarna merah. Adapun yang masih muda memiliki kulit dengan ciri khas totoltotol hijau. Kerucut bagian atas memiliki 7 buah gerigi dan bagian bawah 3 buah gerigi (Murtidjo 1991). Penaeus monodon yang hidup di laut, panjang tubuhnya bisa mencapai 35 cm dengan berat sekitar 260 gram, sedangkan yang dipelihara dalam tambak panjang tubuhnya hanya bisa mencapai 20 cm, dengan berat sekitar 140 gram. Meskipun demikian, udang ini cukup ekonomis dan potensial untuk dipelihara dalam tambak, terutama karena udang jenis ini memiliki daya tahan yang tinggi untuk hidup di dalam air payau yang memiliki salinitas 3-35 permil (Murtidjo 1991). Lokasi budidaya udang windu secara intensif adalah di sepanjang pantai, dari 81.000 km panjang pantai yang dimiliki Indonesia, sebagian bisa dimanfaatkan untuk budidaya udang, terutama di wilayah pesisir. Lokasi paling

potensial untuk budidaya udang windu adalah pesisir timur Pulau Sumatera (Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, dan Lampung), pesisir utara Pulau Jawa (pantura), pesisir Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, serta Papua (Dahuri 2001). Gambar udang windu (Penaeus monodon) dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Udang windu (Penaeus monodon) Sumber : (Anonim 2004) 2.2. Limbah Udang Secara umum limbah udang merupakan bagian-bagian dari tubuh udang yang tidak dimanfaatkan dalam suatu pengolahan. Limbah ini dapat dikategorikan dalam beberapa macam sesuai dengan pengolahan udangnya (Suptidjah et al. 1992) : a. Limbah berupa kepala udang, biasanya merupakan hasil samping dari pembekuan udang segar tanpa kepala. b. Limbah berupa kulit udang atau tanpa kepala, juga merupakan hasil samping dari industri udang beku yang berkualitas kedua atau industri pengalengan udang. c. Limbah campuran yaitu campuran antara kepala dan kulit yang biasanya merupakan hasil samping dari industri pengalengan udang. Di Indonesia saat ini ada sekitar 170 pengolahan udang dengan kapasitas produksi terpasang sekitar 500.000 ton per tahun. Proses pembekuan udang (cold storage) dalam bentuk udang beku headless atau peeled untuk ekspor, 60-70% dari berat udang jadi limbah (bagian kulit dan kepala). Diperkirakan, dari proses

pengolahan oleh seluruh unit pengolahan yang ada, akan dihasilkan limbah sebesar 325.000 ton per tahun. Limbah sebanyak itu, jika tidak ditangani secara tepat, akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sebab limbah tersebut dapat meningkatkan biological oxygen demand dan chemical oxygen demand, sedangkan selama ini pemanfaatan limbah cangkang udang hanya terbatas untuk campuran pakan ternak saja, seperti itik, bahkan sering dibiarkan membusuk (Prasetiyo 2006). Ada peluang besar dalam inovasi pengolahan limbah cangkang udang yang berbasis bioindustri perikanan dan kelautan. Sebab, limbah tersebut merupakan sumber potensial pembuatan kitin dan khitosan, yakni biopolimer yang secara komersial potensial dalam berbagai bidang dan industri (Prasetiyo 2006). Limbah kulit udang ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku berbagai industri, seperti industri farmasi, kosmetik, pangan, dan tekstil. Salah satu kandungan kulit udang yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku industri adalah kitin dan kitosan (senyawa turunan dari kitin). Kulit udang mengandung chitin 22-25% dari berat keringnya. Kulit udang mengandung chitin 22-25% dari berat keringnya. Pasar utama chitin di dunia adalah Jepang, Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman (Dahuri 2001). 2.3. Flavor Flavor adalah sensasi yang dihasilkan bahan makanan ketika diletakkan dalam mulut terutama yang ditimbulkan oleh rasa dan bau. Komposisi makanan dan senyawa-senyawa yang merupakan pemberi rasa dan bau berinteraksi dengan reseptor organ perasa dan penciuman menghasilkan signal yang dibawa menuju pusat susunan syaraf untuk memberi pengaruh dari flavor (Zuhra 2006). Menurut Winarno (1997), flavor adalah gabungan dari tiga komponen yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas yang dihasilkan secara keseluruhan selain rasa dan bau yaitu tekstur (kehalusan, kekesatan, butir-butiran dan viskositas). Perubahan viskositas dapat mengubah rasa atau bau yang timbul

karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur (Zuhra 2006). Berdasarkan proses pembuatannya, flavor ini dibedakan atas flavor natural atau alami, sintetis (buatan), dan natur identical (diolah dari bahan alami untuk menghasilkan flavor sintetis). Perasa alami dibuat atau diambil dari bahan-bahan alami, misalnya rasa bawang yang diambil dari ekstrak bawang, rasa ayam yang diperoleh dari sari ayam, rasa udang yang berasal dari kaldu udang, dan seterusnya. Perasa buatan dihasilkan dari bahan-bahan sintetis. Misalnya saja dari sintesis bahan-bahan kimia yang berasal dari turunan minyak bumi. Bahanbahan ini memiliki karakter seperti penyusun rasa tertentu. Misalnya butil cinamaldehid yang memiliki rasa mirip dengan bunga (melati dan lili), butil butirat yang memiliki rasa mirip buah-buahan pir dan nanas, dan seterusnya atau berbagai asam amino yang bisa menyerupai rasa daging atau ayam. Asam amino ini bisa disintesa dari bahan-bahan kimia. Bahan-bahan kimia tersebut merupakan bahan-bahan yang menyusun komponen flavor (Wahid 2006). Berdasarkan bentuk fisiknya flavor dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu bentuk cair (liquid flavourings), bentuk emulsi ( emulsion flavourings) dan bentuk pasta atau padat (paste or solid flavourings). Flavor ditimbulkan oleh adanya senyawa cita rasa (flavouring agent) yang terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam bahan pangan. Komponen struktural pada sel makhluk hidup yang meupakan sumber terbesar pembentuk flavor adalah protein, lemak, dan karbohidrat. Komponen pembentuk flavor dari produk hasil perikanan, lebih banyak ditemukan pada daging moluska dan krustase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daging remis, udang dan kepiting mempunyai aroma dan cita rasa yang lebih tinggi daripada daging ikan (Supran 1978 diacu dalam Damuningrum 2002). Flavor dan aroma pada daging ikan berhubungan erat dengan kesegarannya. Senyawa-senyawa yang bertanggung jawab atas terbentuknya flavor dan aroma adalah : turunan aldehid, keton, alkohol, asam amino dan lemak volatil yang terbentuk dengan adanya proses enzimatik dan aktivasitas mikroorganisme (Suptidjah et al. 1984).

Trimetil amin (TMA) berperan dalam aroma ikan dan udang, begitu pula dimetil amin (DMA) yang diproduksi karena terjadinya degradasi enzimatik dari trimetil amin oksid (TMAO), yang biasanya hanya ditemukan pada spesies ikan yang hidup di laut. Adapun sifat aroma ikan yang lainnya, dikarenakan adanya gugus karbonil, dimana ikan-ikan berlemak terjadi proses autooksidasi asam lemak tak jenuh menjadi senyawa-senyawa : 2,4 dekadienol, 2,4,7 dekatrienol dan C4 heptanol (Suptidjah et al. 1984). Penghancuran bahan diperkirakan dapat meningkatkan efektivitas ekstraksi, karena kerusakan sel sehingga memudahkan keluarnya senyawa flavor. Senyawa pembentuk flavor biasanya terdistribusi pada bahan yang sebagian terikat dalam bentuk ikatan lemak, protein dan air. Penghancuran menyebabkan permukaan bahan menjadi semakin luas sehingga rasio luas permukaan terhadap volume bahan semakin besar. Dengan demikian, kemampuan untuk melepas komponen flavornya semakin besar. Oleh sebab itu, filtrat yang dihasilkan dari kepala udang yang dihancurkan mempunyai aroma yang tajam (Saleh et al. 1996). Pemanasan pada suhu dan tekanan tinggi diperkirakan lebih baik daripada perebusan biasa, karena senyawa flavor akan lebih terekstraksi. Namun demikian suhu tinggi juga dapat berpengaruh buruk terhadap warna dan kualitas protein filtrat (Saleh et al. 1996). Proses pemanasan mengakibatkan terjadinya reaksi kimia sehingga terbentuk senyawa-senyawa volatil pembentuk flavor. Reaksi kimia pembentuk flavor yaitu reaksi maillard (reaksi antara gugus amina dan gugus karboksil), oksidasi lemak dan deproteinasi (Wong 1989). Berdasarkan hasil penelitian Astuti (2005), komposisi kimia flavor udang dengan perbandingan kepala udang dan air 1:3 mempunyai kadar air 5,71%, kadar abu 13,67%, kadar protein 10,90%, kadar lemak 3,86% dan karbohidrat 65,85%. 2.4. Rajungan (Portunus sp.) dan Limbah Rajungan Rajungan (Portunus sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Pada umumnya rajungan berbeda dengan kepiting (Scylla sp.) tanda khusus yang dapat membedakan jenis kepiting dan rajungan adalah dengan melihat karapas dan jumlah duri karapasnya. Rajungan dicirikan dengan karapas yang relatif lebih panjang dan memiliki duri

cangkang yang lebih panjang dibandingkan dengan kepiting bakau (BBPMHP 2000). Klasifikasi rajungan menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Sub Kelas : Malacostraca Ordo : Eucaridae Sub Ordo : Decapoda Famili : Potunidae Genus : Portunus sp. Rajungan (swimming crab) memiliki tempat hidup yang berbeda dengan jenis kepiting pada umumnya seperti kepiting bakau (Scylla serrata), tetapi memiliki tingkah laku yang hampir sama dengan kepiting. Coleman (1991) melaporkan bahwa rajungan (Portunus pelagicus) merupakan jenis kepiting perenang yang juga mendiami dasar lumpur berpasir sebagai tempat berlindung. Jenis rajungan ini banyak terdapat pada lautan Indo-Pasifik dan India. Sementara itu informasi dari panti benih rajungan milik swasta menyebutkan bahwa tempat penangkapan rajungan terdapat di daerah Gilimanuk (pantai utara Bali), Pengambengan (pantai selatan Bali), Muncar (pantai selatan Jawa Timur), Pasuruan (pantai utara Jawa Timur), daerah Lampung, daerah Medan, dan daerah Kalimantan Barat. Habitat rajungan adalah pada pantai bersubstrat pasir, pasir berlumpur, dan di pulau berkarang, juga berenang dari dekat permukaan laut (sekitar 1 m) sampai kedalaman 56 meter. Rajungan hidup di daerah estuaria kemudian bermigrasi ke perairan yang bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan telurnya, dan setelah mencapai rajungan muda akan kembali ke estuaria (Nybakken 1986). Rajungan banyak menghabiskan hidupnya dengan membenamkan tubuhnya di permukaan pasir dan hanya menonjolkan matanya untuk menunggu ikan dan jenis invertebrata lainnya yang mencoba mendekati untuk diserang atau dimangsa. Hewan ini mempunyai karapas yang sangat menonjol dibandingkan dengan abdomennya. Lebar karapas pada hewan dewasa dapat mencapai ukuran 18,5 cm. Abdomennya berbentuk segitiga (meruncing pada jantan dan melebar