BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

dokumen-dokumen yang mirip
Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT MAAG PADA KONSUMEN YANG DATANG DI APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT KEPALA PADA KONSUMEN YANG DATANG DI ENAM APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini, semakin berkembangnya perekonomian telah memunculkan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 1995, WHO Global School Health Initiative telah melakukan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURVEI PENGGUNAAN OBAT GENERIK UNTUK SWAMEDIKASI PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN PEMALANG KABUPATEN PEMALANG PROVINSI JAWA TENGAH SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK KELURAHAN WONOKARTO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2007 TENTANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya

PEMILIHAN OBAT SECARA AMAN PADA KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN MASYARAKAT Oleh : Astri Widiarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB II A. TINJAUAN PUSTAKA. obat atau farmakoterapi. Tidak kalah penting, obat harus selalu digunakan secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 949/MENKES/PER/VI/2000 TENTANG REGISTRASI OBAT JADI MENTERI KESEHATAN,

Sri Hariati Dongge,S.Farm,Apt,MPH Dinas Kesehatan Kab. Konawe Sulawesi Tenggara

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini menganalisis tentang gap atau kesenjangan dari kebijakan

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pembuatan Obat. Penerapan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi terutama dalam proses penyembuhan penyakit atau kuratif (Isnaini,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sakit merupakan kondisi yang tidak menyenangkan mengganggu aktifitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGELOLAAN OBAT DAN PENYULUHAN OBAT KEPADA MASYARAKAT. Lecture EMI KUSUMAWATI., S.FARM., APT

PERMENKES No.949 Th 2000

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN HK TENTANG PEMASUKAN OBAT JALUR KHUSUS KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA

Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional, Perundangan Obat. Tri Widyawati_Wakidi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan pemulihan (Menteri Kesehatan RI,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman tentang perilaku konsumen dapat memberikan penjelasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obatadalah sediaan atau paduan yang siap digunakan untuk

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2011, No Tentang Registrasi Obat dan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika perlu menetapkan Peraturan Kepal

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KEBUTUHAN TAHUNAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Semua usaha yang dilakukan dalam upaya kesehatan tentunya akan

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 632/MENKES/SK/III/2011 TENTANG HARGA ECERAN TERTINGGI OBAT GENERIK TAHUN 2011

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. medis dokter dan tenaga medis lainnya. cara sendiri misalnya dengan membeli obat di toko-toko ataupun apotik

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat keberhasilan pembangunan suatu negara. Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk mencapai derajat kesehatan bagi masyarakat yang maksimal. Upaya peningkatan kesehatan tidak dilakukan oleh satu pihak saja, tetapi harus dilakukan secara bersama-sama baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Sesuai dengan tujuan tersebut, maka masyarakat harus berupaya untuk mendapatkan kesehatannya sendiri yang setinggi-tingginya (Depkes, 1992). Salah satu usaha masyarakat dalam mengobati dirinya sendiri dikenal dengan istilah swamedikasi. Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli secara bebas di apotek atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa resep dokter (Tjay dan Raharja, 1993). Sementara itu, peran pengobatan sendiri adalah untuk menanggulangi secara cepat dan efektif keluhan yang tidak memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban pelayanan kesehatan pada keterbatasan daya dan tenaga, serta meningkatkan keterjangkauan masyarakat yang jauh dari pelayanan kesehatan, konsumen juga bebas menentukan pilihannya dalam memilih obat yang akan dibeli (Richard, 1988). Profil kesehatan Indonesia tahun 2006 menunjukan bahwa dari penduduk yang memiliki keluhan kesehatan, sebanyak 71,44% memilih melakukan pengobatan sendiri. Jumlah ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 69,88% (Depkes, 2007). 1

2 Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan. Obat generik merupakan obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (International Non-Propietary Names) dari WHO (World Health Organization) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Nama generik ini ditempatkan sebagai judul dari monografi sediaan-sediaan obat yang mengandung nama generik tersebut sebagai zat tunggal (misal : Metformin) (Yohana et al, 2009). Beberapa konsumen berasumsi bahwa kualitas obat generik lebih rendah dibandingkan obat paten. Beberapa faktor yang mendukung asumsi tersebut di antaranya adalah harga obat generik yang murah sehingga terkesan murahan, kurangnya iklan sebagai alat informasi kepada masyarakat (Depkes, 2010). Kecamatan Pemalang terdiri atas 20 Kelurahan dengan luas wilayah 10.193,02 hektar, dengan kepadatan penduduk 1.901 km 2. Sebanyak 7,6% sebagai petani, 5,5% sebagai nelayan, dan 16,6% sebagai pengusaha baik besar maupun kecil. Sementara itu wilayah Kecamatan Pemalang berbatasan dengan Kecamatan lain, yaitu: sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Taman, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tegal, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bantarbolang dan sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa (Wibowo, 2011). Dari hasil wawancara dengan beberapa apotek di wilayah Kecamatan Pemalang masyarakat yang melakukan tindakan swamedikasi sebesar kurang lebih 20 orang per hari (Ayu, 2011). Mengingat cukup besarnya masyarakat yang melakukan tindakan pengobatan sendiri dan semakin menurunnya kepercayaan konsumen terhadap obat generik,

3 maka peneliti ingin mengetahui bagaimana penggunaan obat generik untuk swamedikasi pada konsumen di Kecamatan Pemalang. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, dapat dirumuskan masalah yaitu : Bagaimana penggunaan obat generik untuk swamedikasi pada masyarakat di Kecamatan Pemalang? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan obat generik untuk swamedikasi pada masyarakat di Kecamatan Pemalang, berdasarkan karakteristik responden, meliputi: prosentase jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan responden serta perilaku pribadi responden, meliputi: prosentase sumber informasi, alasan tidak menggunakan obat generik, nama obat generik, alasan memilih obat generik oleh pengguna obat generik. D. Tinjauan Pustaka 1. Swamedikasi Swamedikasi menurut WHO merupakan aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesehatan, mengatasi penyakit dan memulihkan kesehatan. Tindakan ini diawali oleh individu atas inisiatif sendiri atau rekomendasi oleh tenaga kesehatan (Berardi et al.,2004).

4 Swamedikasi dalam hal ini dibatasi hanya untuk obat-obat modern, yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas. Keuntungan swamedikasi dalam menggunakan obat bebas dan obat bebas terbatas antara lain: aman bila digunakan sesuai dengan aturan, efektif untuk menghilangkan keluhan (karena 80% keluhan sakit bersifat self-limiting), efisiensi biaya, efisiensi waktu, bisa ikut berperan dalam mengambil keputusan terapi, dan meringankan beban pemerintah dalam keterbatasan jumlah tenaga dan sarana kesehatan di masyarakat (Holt dan Edwin, 1986). 2. Obat dan Penggolongannya Obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (Depkes, 1992). Obat dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: a. Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Penanda golongan obat dapat dilihat pada gambar 1. Contoh: Parasetamol. b. Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai

5 dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Penanda golongan obat dapat dilihat pada gambar 1. Contoh: CTM. c. Obat Keras Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Penanda golongan obat dapat dilihat pada gambar 1. Contoh: asam mefenamat. d. Psikotropika dan Obat Narkotika Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Penanda golongan obat dapat dilihat pada gambar 1. Contoh: Diazepam, Phenobarbital. Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Penanda golongan obat dapat dilihat pada gambar 1. Contoh: Morfin, Petidin.

6 A B C Gambar 1. Penanda Golongan Obat (Tjay dan Raharja, 2007 ). 3. Obat Generik Obat generik merupakan obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (International Non-Propietary Names) dari WHO (World Health Organization) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Nama generik ini ditempatkan sebagai judul dari monografi sediaan-sediaan obat yang mengandung nama generik tersebut sebagai zat tunggal (misal : Metformin) (Yohana et al.,2009). Dalam pengertian lain disebutkan bahwa obat generik dibagi menjadi 2, yaitu obat generik berlogo (OGB) atau yang biasa dikenal dengan nama obat generik yaitu obat yang menggunakan nama zat aktifnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksinya pada kemasan obat, untuk memudahkan konsumen OGB dikenali dari logo lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan tulisan Generik dibagian tengah lingkaran. Sedangkan obat generik bermerek lebih dikenal dengan istilah obat bermerek yaitu obat yang diberi merek dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya (Tjay dan Raharja, 2007). Konsumsi obat generik di Indonesia secara total pada 2007 hanya 14,7% jauh dibawah Amerika Serikat yang mencapai 57% dan Taiwan yang mencapai 78,2%. Fakta di lapangan, obat generik yang berbahan baku sama dengan obat bermerek, tidak laku dan ketersediaannya di lapangan masih sulit (Ambong, 2010).

7 Pemerintah menegaskan, dokter yang bertugas di fasilitas pelayanan pemerintah wajib menuliskan resep obat generik bagi semua pasien sesuai indikasi medis. Kewajiban ini tertuang secara tegas dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor HK.02.02/Menkes/068/1/2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah (Ine, 2010). 4. Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dari dalam maupun dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi perilaku konsumen meliputi: kebudayaan, kelas sosial, kelompok-kelompok sosial, dan keluarga. Motivasi, pengalaman, belajar, kepribadian, dan konsep diri, dan sikap merupakan faktorfaktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumen (Notoatmodjo, 2003). 5. Kecamatan Pemalang Kecamatan Pemalang merupakan pusat pemerintahan (ibu kota) Kabupaten Pemalang, yang memiliki 20 kelurahan yaitu: Banjarmulya, Bojongnangka, Bojongbata, Mengori, Paduraksa, Kramat, Surajaya, Saradan, Sugihwaras, Mulyoharjo, Danasari, Kebondalem, Lawangrejo, Pegongsoran, Pelutan, Sewaka,

8 Widuri, Sungapan, Tambakrejo, dan Wanamulya. Luas wilayah Kecamatan Pemalang adalah 10.193,02 hektar, dengan kepadatan penduduk 1.901 km 2. Sebanyak 7,6% sebagai petani, 5,5% sebagai nelayan, dan 16,6% sebagai pengusaha baik besar maupun kecil. Sementara itu wilayah Kecamatan Pemalang berbatasan dengan kecamatan lain yaitu: sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Taman, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tegal, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bantarbolang dan sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa (Wibowo, 2011).