BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Swamedikasi merupakan salah satu elemen penting dalam usaha peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut Departemen Kesehatan (Depkes) (1993) adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala penyakit tanpa konsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan, dan biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhankeluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit, dan lain-lain (Muchid dkk., 2006). Swamedikasi yang baik dan bertanggungjawab dapat memberikan banyak manfaat bagi pasien. Selain dari efek produk obat yang digunakan pasien, pasien akan mendapatkan ketersediaan obat dan perawatan kesehatan yang lebih luas. Peran aktif pasien dalam perawatan kesehatannya sendiri juga akan meningkat. Secara ekonomi, petunjuk atau guideline dari World Health Organization (WHO) tahun 2000 menyatakan bahwa swamedikasi juga memberikan manfaat, karena dapat mengurangi biaya konsultasi medis pasien. Maka dari itu, biaya medis pasien dapat lebih difokuskan kepada produk farmasi yang digunakan untuk merawat kesehatannya. Pasar produk farmasi secara keseluruhan merupakan salah satu pasar yang cukup besar. Total pasar farmasi di Indonesia mencapai 7,6 miliar dolar 1

2 2 AS (Pharma Boardroom, 2013). Tingginya angka ini merupakan indikator bahwa bisnis farmasi merupakan salah satu bidang yang cukup tinggi aktivitasnya. Tiga puluh delapan persen dari pasar tersebut merupakan produk obat bebas atau Over-The-Counter (OTC) (World Bank, 2009). Banyak sekali variasi produk obat bebas yang dapat ditemukan di Indonesia, mulai dari suplemen makanan hingga obat untuk gejala-gejala penyakit ringan. Salah satu praktek swamedikasi yang biasa dilakukan masyarakat Indonesia adalah swamedikasi untuk pengobatan gejala flu atau pilek. Flu adalah suatu infeksi saluran pernafasan atas oleh virus seperti virus influenza atau rhinovirus (Muchid dkk., 2006). Influenza dan pilek biasa atau common cold disebabkan oleh virus yang berbeda, namun gejala yang ditimbulkan oleh kedua penyakit ini kurang lebih sama, contohnya demam, batuk, hidung berair atau tersumbat, atau sakit kepala, karena sebenarnya gejala-gejala ini sebagian besar diakibatkan oleh respon imun tubuh terhadap infeksi virus tadi (Eccles, 2005). Orang dengan daya tahan tubuh yang tinggi biasanya sembuh sendiri tanpa obat, tetapi jika keluhan dari penyakit tersebut berlangsung lama atau mengganggu aktivitas sehari-hari, maka masyarakat dapat mengonsumsi obatobat flu untuk mengurangi gejala/keluhan tersebut (Muchid dkk., 2006). Terdapat banyak sekali pilihan obat flu yang dijual secara bebas di toko dan apotek di Indonesia. Menurut data dari MIMS (2013), terdapat 316 merek obat yang diklasifikasikan sebagai Cough and Cold Preparations atau obat untuk batuk dan pilek yang tersedia di pasaran Indonesia. Market size dari obat flu dan batuk mencapai 700 miliar rupiah per tahunnya (Surabaya Pagi, 2012),

3 3 sehingga obat flu merupakan salah satu pasar produk farmasi yang besar. Obatobat tersebut tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, seperti tablet, kapsul, atau sirup. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi sektor industri farmasi, karena kompetisi yang dihadapi sangat banyak hanya untuk pasar obat flu ini. Semua kompetitor dalam industri farmasi dapat memproduksi obat dengan kandungan dan efek yang sama, dimana perbedaannya hanya terletak pada merek yang digunakan saja (Kartajaya dkk., 2011). Untuk menghadapi kompetisi ini, diperlukan terobosan dalam hal pengembangan jenis obat-obatan baru atau dalam hal pemasaran obat-obat yang sudah ada. Terobosan yang dilakukan produsen produk obat flu antara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pemasaran produk mereka. Untuk meningkatkan kualitas pemasaran tersebut, produsen produk obat akan mengembangkan suatu rumusan strategi pemasaran yang disebut dengan marketing mix atau bauran pemasaran. Bauran pemasaran ini tentunya dirumuskan oleh masing-masing produsen sesuai dengan kemampuannya untuk mencapai target penjualan produk. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui korelasi antara bauran pemasaran obat flu dengan pemilihan produk yang dilakukan oleh konsumen. Kecamatan Mlati, Ngaglik, dan Depok merupakan kecamatan yang berada di Kabupaten Sleman. Jumlah penduduk yang bertempat tinggal di kecamatan tersebut berjumlah jiwa yang merupakan 28 % dari total penduduk Kabupaten Sleman, dengan pembagian di Kecamatan Mlati sebanyak jiwa, Kecamatan Ngaglik jiwa, dan Kecamatan Depok

4 jiwa (Pemkab Sleman, 2013). Selain itu, menurut data dari situs resmi Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman yang diakses tanggal 4 Januari 2014, terdapat lebih dari 80 apotek yang beroperasi di kecamatan tersebut, yang merupakan 34 % dari total semua apotek yang beroperasi di Kabupaten Sleman. Adanya penelitian di ketiga kecamatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran awal mengenai pemasaran obat flu OTC di Kabupaten Sleman. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah merek produk obat flu OTC yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Kecamatan Mlati, Ngaglik, dan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Bagaimana bauran pemasaran produk obat flu OTC yang menjadi pilihan masyarakat Kecamatan Mlati, Ngaglik, dan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta? 3. Apakah ada keterkaitan antara bauran pemasaran dengan pemilihan merek produk obat flu OTC? C. Batasan Masalah Untuk lebih memfokuskan pembahasan dan kejelasan data yang akan dibahas dan dikumpulkan, maka penulis mengkhususkan penelitian dalam halhal sebagai berikut : 1. Pemilihan merek produk obat flu OTC oleh masyarakat.

5 5 2. Bauran pemasaran obat flu OTC tersebut, yang terdiri dari 4 P : Product, Place, Promotion, dan Price. 3. Keterkaitan bauran pemasaran dengan pemilihan merek produk obat OTC oleh masyarakat. D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui merek produk obat flu OTC yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Kecamatan Mlati, Ngaglik, dan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui bauran pemasaran produk obat flu OTC yang menjadi pilihan masyarakat Kecamatan Mlati, Ngaglik, dan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Untuk mengetahui keterkaitan bauran pemasaran dengan pemilihan merek produk obat flu OTC. E. Manfaat Penelitian Saat ini banyak sekali merek obat yang tersedia di pasaran dengan komposisi bahan aktif yang sama. Untuk memastikan bahwa produk obat dapat didistribusikan kepada pasien / konsumen produk obat, produsen farmasi harus memiliki faktor pembeda yang membuatnya unggul dibandingkan dengan produk lain yang sejenis. Perbedaan-perbedaan yang dapat diimplementasikan pada produk-produk tersebut terletak pada berbagai hal, mulai dari kadar zat aktif, kemasan, promosi dan iklan, nama merek produk, atau harga dari produk tersebut. Adanya penelitian ini diharapkan akan menemukan suatu faktor yang paling diperhatikan para konsumen dalam memilih produk obat yang akan

6 6 mereka gunakan, sehingga para pengusaha farmasi dapat memberi perhatian khusus kepada faktor tersebut untuk dimaksimalkan dalam pemasaran. Bagi penulis, penelitian ini merupakan kesempatan yang baik untuk mengetahui berbagai macam pendapat mengenai obat-obat bebas yang digunakan oleh masyarakat. Latar belakang masyarakat yang berbeda-beda akan menambah wawasan dari penulis untuk lebih mendalami peran produk obat di kehidupan masyarakat. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi pembaca dan dapat memberikan informasi bagi penelitian lain yang berkaitan dengan bidang pemasaran obat OTC. F. Tinjauan Pustaka 1. Swamedikasi Swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala penyakit tanpa konsultasi dengan dokter terlebih dahulu (Depkes, 1993), sehingga seseorang tersebut, dalam hal ini adalah pasien penyakit, menggunakan obat yang dibeli tanpa menggunakan resep dokter. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit, dan lainnya (Muchid dkk., 2006). Swamedikasi memiliki posisi penting dalam usaha peningkatan kesehatan masyarakat. Diperlukan adanya peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri, sehingga nantinya kemampuan

7 7 masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya dapat ditingkatkan. Swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan atau medication error karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaannya, maka dari itu apoteker dituntut untuk dapat memberi informasi yang tepat kepada masyarakat guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti penyalahgunaan obat (Muchid dkk., 2006). Menurut Permenkes Nomor 919 Tahun 1993, kriteria obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter adalah sebagai berikut : a. tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun, b. pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit, c. penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan, d. penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia, dan e. obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Melihat kriteria tersebut, golongan obat yang dapat digunakan dalam proses swamedikasi adalah obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat tradisional, dan suplemen makanan.

8 8 2. Bauran Pemasaran Bauran pemasaran, atau marketing mix, adalah variabel-variabel yang dapat dikendalikan oleh suatu perusahaan untuk memuaskan kelompok konsumen yang menjadi pasar target (Perreault dan McCarthy, 2002). Istilah bauran pemasaran itu sendiri pada awalnya disinggung oleh Profesor James Culliton pada tahun 1948 yang menggambarkan seorang eksekutif bisnis sebagai pengambil keputusan, seniman, serta peracik bumbu yang secara kontinyu terlibat dalam usaha pengembangan prosedur dan kebijakan pemasaran (Borden, 1964). Istilah marketing mix ini selanjutnya diberikan untuk mendefinisikan elemen-elemen dari program pemasaran (perencanaan produk, pengaturan harga, merek/branding, kanal distribusi, personal selling, periklanan, promosi, pengemasan, jasa, perawatan fisik dari barang, dan pencarian fakta/fact-finding) dan hal-hal yang mempengaruhi program tersebut, seperti sikap konsumen, persaingan, dan peraturan pemerintah (Borden, 1953). Konsep ini dikembangkan lebih jauh oleh McCarthy pada tahun 1960 dengan mempresentasikan konsep 4 P, yaitu Product, Place, Promotion, dan Price (Silverman, 1995). Empat elemen tersebut merupakan faktor terkendali yang harus diatur dan dikendalikan dalam lingkungan yang diisi oleh faktor-faktor yang tidak terkendali (McCarthy, 1960). Konsep bauran pemasaran sudah banyak dikembangkan dan saat ini memiliki banyak sekali versi menurut jenis usaha serta produk yang dipasarkan (Goi, 2009). Beberapa kritik yang ditujukan kepada konsep 4P

9 9 dari McCarthy antara lain menunjukkan bahwa konsep tersebut terlalu berorientasi pada produsen dan tidak berorientasi pada konsumen (Popovic, 2006). Konsep 4P tetap dianggap relevan untuk pemasaran pada tingkat awal (introductory marketing) serta consumer marketing meskipun konsep tersebut memiliki kelemahan dalam orientasinya (Rafiq dan Ahmed, 1995). Gambar 1. Konsep 4P dari McCarthy (1960) Product merupakan variabel yang menyangkut tentang barang atau jasa yang tepat untuk pasar target (Perreault dan McCarthy, 2008). Selain barang fisik dari produk itu sendiri, banyak elemen dari produk yang mungkin akan menarik perhatian dari konsumen, seperti kemasan, fitur, variasi pilihan produk, garansi, serta nama merek (Ehmke dkk., 2005). Place merupakan variabel yang menyangkut tentang hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan tempat distribusi produk (Perreault dan McCarthy, 2008). Produk dapat didistribusikan secara intensif, selektif, atau eksklusif, tergantung dari karakteristik produk yang akan didistribusikan (Ehmke dkk., 2005). Sebuah produk tidak dapat dikatakan baik apabila produk tersebut tidak tersedia pada waktu atau lokasi yang tepat (Perreault dan McCarthy, 2008). Bahasan Place akan banyak membahas mengenai kanal distribusi, yaitu individu atau perusahaan yang

10 10 berpartisipasi dalam penyaluran produk dari produsen hingga sampai pada konsumen. P yang ketiga, Promotion, merupakan variabel yang menyangkut usaha untuk menyebarkan informasi pada pasar target mengenai produk yang ditawarkan (Perreault dan McCarthy, 2008). Tujuan dari aktivitas promosi adalah untuk memberitahu konsumen apa produk yang dipasarkan, apa yang bisa dilakukan dengan produk tersebut, dan mengapa konsumen harus menggunakannya (Ehmke dkk., 2005). Komponen Promotion meliputi hal-hal seperti periklanan, hubungan masyarakat (public relations), personal selling, dan mass selling. Variabel terakhir dalam konsep 4 P pada bauran pemasaran adalah Price atau harga. Selain mengembangkan produk, lokasi dan waktu, dan promosi yang tepat, diperlukan pertimbangan tersendiri untuk menentukan harga yang tepat. Pengaturan harga harus mempertimbangkan kompetisi pada pasar target dan juga biaya dari semua bauran pemasaran yang sudah dilakukan (Perreault dan McCarthy, 2008). Harga suatu produk seharusnya menggambarkan posisi yang tepat produk tersebut di pasar dan juga dapat menutupi biaya tiap unit barang serta keuntungan yang diharapkan (Ehmke dkk., 2005).

11 11 Berikut beberapa contoh dari pertimbangan bauran pemasaran : Tabel I : Komponen Bauran Pemasaran 4 P dan Contoh Bahasannya Product Place Promotion Price Barang fisik Jenis penyaluran Salespeople Fleksibilitas Jasa Market exposure - Jenis Siklus produk Fitur Jenis distributor - Jumlah Faktor geografis Keuntungan/ Benefit Jenis/lokasi toko - Pemilihan Diskon Tingkat kualitas Transportasi - Pelatihan Bonus Aksesoris Tingkat jasa Periklanan Nilai produk Instalasi Penyimpanan - Sasaran Garansi - Jenis Kemasan - Media Branding Sumber : Perreault dan McCarthy, 2008 Masing-masing komponen bauran pemasaran adalah variabel yang dapat dikendalikan oleh produsen untuk mendapatkan pelanggan untuk bisnis produsen tersebut. Bauran pemasaran yang berbeda dengan yang lain (distinctive) merupakan indikator nilai produk tersebut di pasar (Boulding dan Lee, 1992), sehingga tentunya semua produsen harus mencoba untuk melakukan bauran pemasaran yang berbeda untuk memperoleh keunggulan dari produsen produk lain. 3. Obat Over-The-Counter (OTC) Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Obat dapat dibagi menjadi 4 golongan (IAI, 2010) : 1. Obat Bebas 2. Obat Bebas Terbatas

12 12 3. Obat Keras dan Psikotropika 4. Obat Narkotika Pembahasan kali ini difokuskan pada golongan pertama dan kedua. Obat Bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter, yang ditandai khusus dengan lingkaran hijau bergaris tepi hitam pada kemasan dan etiket obatnya. Obat Bebas Terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan dan ditandai lingkaran biru bergaris tepi hitam (Muchid dkk., 2006). Obat Over-The-Counter atau OTC adalah obat selain obat keras yang dapat diperoleh di apotek-apotek atau toko obat tanpa resep dokter, sehingga menurut definisi ini, yang dapat digolongkan sebagai obat OTC adalah golongan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Obat-obat seperti ini dapat diserahkan kepada masyarakat tanpa resep dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat tersebut dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan (Depkes, 1993). Obat OTC pada umumnya ditujukan untuk mengatasi gejala penyakit yang ringan, contohnya untuk menurunkan panas karena demam, meredakan batuk, atau meredakan hidung tersumbat. Peringatan tetap ada pada golongan obat bebas terbatas walaupun obat tersebut aman digunakan untuk pengobatan sendiri, karena keamanan obat tersebut tergantung dari takaran spesifik yang sudah ditentukan.

13 13 4. Flu Flu adalah suatu infeksi saluran pernafasan atas. Flu ditandai dengan demam, sakit kepala, nyeri otot, mata atau hidung berair, batuk, bersin, dan sakit tenggorokan (Muchid dkk., 2006). Pengertian flu sering digunakan untuk 2 jenis penyakit : selesma atau common cold, dan influenza, karena gejala yang disebabkan keduanya hampir sama. Flu disebabkan oleh infeksi virus Rhinovirus, Coronavirus, dan virus Influenza (Eccles, 2005). Flu yang disebabkan oleh virus Influenza menyebabkan kombinasi gejala batukbatuk dan demam, yang membedakannya dengan penyakit flu lainnya. Gambar 2. Virus Influenza Flu disebabkan oleh virus, sehingga tidak bisa disembuhkan dengan obat-obat antibiotik (Simasek dan Blandino, 2007). Penyebab dari penyakit itu sendiri tidak bisa diobati secara langsung, maka dari itu fokus pengobatan flu adalah untuk meredakan gejalanya, seperti batuk dan hidung tersumbat (Simasek dan Blandino, 2007). Gejala yang dialami oleh penderita flu pada awalnya disebabkan oleh virus yang menyerang jaringan di saluran pernafasan seperti hidung dan tenggorokan. Adanya organisme asing dalam jaringan tubuh manusia akan direspon oleh tubuh dengan mengaktifkan berbagai sistem imun yang

14 14 ada, salah satunya adalah dengan inflamasi atau peradangan. Inflamasi pada saluran pernafasan ini akan menyebabkan peningkatan aliran darah ke lokasi serangan organisme, yang menghasilkan pembengkakan dan produksi mukus. Gejala-gejala flu seperti hidung tersumbat dan batuk terjadi karena mukus ini menghalangi aliran udara di saluran pernafasan. Selain pembengkakan, inflamasi juga akan meningkatkan suhu tubuh sehingga menyebabkan demam (Derrer, 2013). Obat-obat yang dapat digunakan untuk mengatasi gejala tersebut antara lain obat antihistamin, tetes hidung, dekongestan oral, antitusif/ekspektoran, dan antipiretik/analgesik (Muchid dkk., 2006). Obat dekongestan bekerja dengan mengurangi pembengkakan yang terjadi di saluran pernafasan, yang nantinya akan membantu melancarkan pernafasan (Ratini, 2012). Obat batuk antitusif bekerja dengan mengurangi frekuensi batuk, sedangkan obat batuk ekspektoran bekerja dengan membantu mengeluarkan mukus penyebab batuk (Muchid dkk., 2006). Obat antipiretik/analgesik digunakan untuk meredakan sakit kepala serta demam yang mungkin juga terjadi pada penderita flu (Muchid dkk., 2006). Obat antihistamin tidak diketahui mekanisme pastinya dalam mengobati gejala flu (Ratini, 2012), tetapi efek sedatif yang dimiliki beberapa obat antihistamin dapat membantu penderita flu untuk beristirahat. Selain dengan mengonsumsi obat flu, hal-hal yang dapat dilakukan pasien untuk mempercepat penyembuhan adalah dengan istirahat yang cukup, meningkatkan gizi makanan, minum air yang banyak, dan makan

15 15 buah segar yang mengandung vitamin (Muchid dkk., 2006), karena infeksi flu bersifat self-limiting disease, yang berarti penyakit tersebut dapat sembuh dengan sendirinya (Arroll, 2011). G. Landasan Teori dan Hipotesis 1. Landasan Teori Bauran pemasaran merupakan alat utama pihak produsen untuk mendapatkan posisi yang kuat dalam pasar sasaran (Kotler dan Armstrong, 2008), sehingga hal ini akan menjadi fokus produsen dalam memasarkan produknya. Penelitian Prasad dan Ring (1976) mengenai pengaruh variabel promosi dan harga pada bauran pemasaran produk TV membuktikan bahwa penetapan harga mempengaruhi penjualan. Bauran pemasaran yang berbeda dengan produk lain yang sejenis (distinctive) juga dapat digunakan sebagai indikator nilai produk di pasar (Boulding dan Lee, 1992). Produk obat flu OTC yang banyak dipilih masyarakat tentu akan memiliki bauran pemasaran yang berbeda dibandingkan dengan produk lain, baik dalam hal produk itu sendiri, tempat distribusi, promosi yang dilakukan, atau harga yang ditetapkan. 2. Kerangka Pemikiran Bauran Pemasaran Produk Tempat Promosi Pemilihan Produk Harga Gambar 3. Kerangka Pemikiran

16 16 3. Hipotesis Hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah bahwa bauran pemasaran yang dimiliki oleh obat flu OTC pilihan masyarakat Kec. Mlati, Ngaglik, dan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki keterkaitan atau korelasi dengan pemilihan merek produk obat flu tersebut. Keterangan empirik yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah gambaran mengenai apa saja merek produk obat flu OTC yang menjadi pilihan masyarakat serta bauran pemasaran yang dilakukan dalam pemasaran produk obat flu OTC tersebut..

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan keluhan yang dirasakan seseorang dan bersifat subjektif, sedangkan penyakit berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dalam Undang-Udang Nomor 36 tahun 2009 didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang mencapai keadaan sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akhir 2015 mencapai USD 21,7 miliar tumbuh sekitar 6% dari tahun 2014 (Binfar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akhir 2015 mencapai USD 21,7 miliar tumbuh sekitar 6% dari tahun 2014 (Binfar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar produk farmasi secara keseluruhan merupakan salah satu pasar yang cukup besar. Total belanja kesehatan di Indonesia sendiri diperkirakan hingga akhir 2015

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat keberhasilan pembangunan suatu negara. Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. Pilihan untuk mengupayakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batuk adalah refleks pertahanan tubuh ketika saluran nafas sedang dimasuki oleh benda asing yang mengiritasi atau bersentuhan dengan dinding saluran nafas. Refleks tersebut

Lebih terperinci

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING Oleh : Sri Tasminatun, M.Si., Apt NIK 173 036 PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat adalah sebuah benda kecil yang mampu menyembuhkan sekaligus dapat menjadi bumerang bagi penderitanya. Benda kecil yang awalnya dijauhi ini kemudian berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan hasil Susenas tahun 2009, BPS mencatat bahwa 66% orang sakit di Indonesia melakukan swamedikasi sebagai usaha pertama dalam menanggulangi penyakitnya. Persentase

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri 1. Definisi dan Peran Pengobatan sendiri atau swamedikasi yaitu mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau

Lebih terperinci

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Influenza (flu) adalah penyakit pernapasan menular yang disebabkan oleh virus influenza yang dapat menyebabkan penyakit ringan sampai penyakit berat (Abelson, 2009).

Lebih terperinci

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 SKRIPSI Oleh : ANGGA ALIT ANANTA YOGA K.100.040.182 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swamedikasi adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan tanpa resep atau intervensi dokter (Shankar, et al., 2002). Di Indonesia obat yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pilihan Pengobatan Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor perilaku seperti pergi ke apotek membeli obat dan non perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

Lebih terperinci

By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim

By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim Flu adalah suatu infeksi saluran pernapasan atas. Orang dengan daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. IKLAN OBAT Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk melindungi masyarakat akibat dari promosi iklan yang bisa mempengaruhi tindakan pengobatan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaanya self medication dapat menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun praktiknya telah berkembang secara luas dan menjadi tren di masyarakat. Pengobatan sendiri menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya penyakit mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga efisien dalam hal biaya. Berkenaan dengan

Lebih terperinci

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN Ernita ¹; Eka Kumalasari, S.Farm., Apt ²; Maria Sofyan Teguh, S.Farm., Apt ³ Berkembangnya penyakit sekarang

Lebih terperinci

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek 2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek Cilacap. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Focus Group Discusion

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan sendiri Pengobatan sendiri merupakan upaya masyarakat untuk menjaga kesehatan sendiri dan merupakan cara yang mudah, murah praktis untuk mengatasi gejala yang masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu permasalahan kesehatan utama di Indonesia yang mempengaruhi tingginya angka mortalitas dan morbiditas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk memuaskan kebutuhan konsumen atau pelanggannya akan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, manfaat, perlindungan dan diarahkan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

PEMILIHAN OBAT SECARA AMAN PADA KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN MASYARAKAT Oleh : Astri Widiarti

PEMILIHAN OBAT SECARA AMAN PADA KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN MASYARAKAT Oleh : Astri Widiarti 35 PEMILIHAN OBAT SECARA AMAN PADA KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN MASYARAKAT Oleh : Astri Widiarti ABSTRAK Untuk meningkatkan kesehatan sosial masyarakat diperlukan adanya upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit. Ketersediaan obat yang mudah diakses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 persentase jumlah penduduk berdasarkan usia di pulau Jawa paling banyak adalah

Lebih terperinci

CARA BIJAK MEMILIH OBAT BATUK

CARA BIJAK MEMILIH OBAT BATUK Penyakit batuk merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja, bahkan bayi yang baru lahir pun akan mudah terserang batuk jika disekelilingnya terdapat orang yang batuk. Penyakit batuk ini terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. promosi / iklan obat melalui media massa dan tingginya biaya pelayanan kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. promosi / iklan obat melalui media massa dan tingginya biaya pelayanan kesehatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran dan farmasi diikuti dengan semakin meningkatnya kecerdasan masyarakat, semakin gencarnya promosi / iklan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. suatu usaha dalam pemilihan dan penggunaan obat obatan oleh individu UKDW

BAB I LATAR BELAKANG. suatu usaha dalam pemilihan dan penggunaan obat obatan oleh individu UKDW BAB I LATAR BELAKANG A. Pendahuluan Self medication atau biasa disebut dengan swamedikasi merupakan suatu usaha dalam pemilihan dan penggunaan obat obatan oleh individu ataupun keluarga untuk mengobati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat dengan tujuan mengobati penyakit atau gejala sakit tanpa menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai pemasaran, distribusi, resep, dan penggunaan obat-obatan dalam masyarakat, dengan penekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. Pilihan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat saat ini sudah tidak pasif lagi dalam menanggapi situasi sakit maupun gangguan ringan kesehatannya. Mereka sudah tidak lagi segan minum obat pilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam hal kelangsungan hidup. Dalam hal ini, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan dari pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk sehingga dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT KEPALA PADA KONSUMEN YANG DATANG DI ENAM APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT KEPALA PADA KONSUMEN YANG DATANG DI ENAM APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT KEPALA PADA KONSUMEN YANG DATANG DI ENAM APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI Oleh: INDAH KUSUMANINGRUM K 100050029 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN Trias Apriliani, Anita Agustina, Rahmi Nurhaini INTISARI Swamedikasi adalah mengobati segala keluhan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu. ketika anak terserang penyakit (Widodo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu. ketika anak terserang penyakit (Widodo, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu merupakan peran penting dalam menjaga kesehatan anak. Tidak bisa dipungkiri anak anak mudah sakit.

Lebih terperinci

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa Samakah minum obat 3x1 dengan 1x3? Kadang masih ada pertanyaan dari masyarakat baik remaja maupun orang

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Swamedikasi (Pengobatan Sendiri). Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seseorang atas inisiatifnya sendiri (FIP, 1999). Dasar hukum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman tentang perilaku konsumen dapat memberikan penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman tentang perilaku konsumen dapat memberikan penjelasan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis dewasa ini semakin ketat, hal ini terjadi akibat adanya globalisasi dan perdagangan bebas. Perusahaan dituntut untuk memenangkan persaingan

Lebih terperinci

Heru Sasongko, M.Sc.,Apt. 3/24/2015 Farmasi UNS

Heru Sasongko, M.Sc.,Apt. 3/24/2015 Farmasi UNS Heru Sasongko, M.Sc.,Apt. 1 Ilmu Etika Praktik Kefarmasian Hukum 2 PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI (MANAGERIAL) PELAYANAN FARMASI KLINIK PROMOSI DAN EDUKASI 3 Resep datang Skrining resep Resep diberi harga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kebutuhan masyarakat terhadap produk multivitamin belakangan ini sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kebutuhan masyarakat terhadap produk multivitamin belakangan ini sangat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan masyarakat terhadap produk multivitamin belakangan ini sangat besar dikarenakan banyaknya kegiatan yang dilakukan masyarakat sehingga perlu adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144 No.206, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat generik sering diasumsikan sebagai obat dengan kualitas yang rendah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama yang

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN SWAMEDIKASI SELESMA PADA ANAK DI KELURAHAN GROBOGAN PURWODADI NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN SWAMEDIKASI SELESMA PADA ANAK DI KELURAHAN GROBOGAN PURWODADI NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN SWAMEDIKASI SELESMA PADA ANAK DI KELURAHAN GROBOGAN PURWODADI NASKAH PUBLIKASI Oleh : MELLA MAHESWARI K 080 079 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kunci pokok suksesnya sistem kesehatan. Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat selama ± 2 minggu dari tanggal 12-25 Juni tahun 2013. Dengan jumlah sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi yang berkembang pesat saat ini mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi yang berkembang pesat saat ini mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi yang berkembang pesat saat ini mengakibatkan manusia setiap kali akan mengalami perubahan, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu, tetapi juga oleh komunitas atau kelompok, bahkan oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu, tetapi juga oleh komunitas atau kelompok, bahkan oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh individu, tetapi juga oleh komunitas atau kelompok, bahkan oleh masyarakat. Menurut UU

Lebih terperinci

INTISARI PROFIL SWAMEDIKASI OBAT BATUK PILEK BEBAS PADA ANAK DI APOTEK AMANDIT FARMA BANJARMASIN

INTISARI PROFIL SWAMEDIKASI OBAT BATUK PILEK BEBAS PADA ANAK DI APOTEK AMANDIT FARMA BANJARMASIN 1 INTISARI PROFIL SWAMEDIKASI OBAT BATUK PILEK BEBAS PADA ANAK DI APOTEK AMANDIT FARMA BANJARMASIN Rianisa Hasty Agustiani 1, Ratih Pratiwi Sari 2, Maria Ulfah 3 Gencarnya promosi obat bebas melalui iklan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan penggunaan obat baik itu obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN LAMPIRAN- LAMPIRAN Perkiraan Biaya Istalasi dan Operasional Sistem Informasi akuntansi Berbasis Komputer Apotek Fatma Medika A. Investasi 1 Set Komputer Pentium IV Rp. 2.500.000,- 1 Set Printer Epson LX

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin berkembang. Hal tersebut terjadi seiring dengan pengaruh

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin berkembang. Hal tersebut terjadi seiring dengan pengaruh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dewasa ini, kondisi dunia bisnis telah berkembang menjadi semakin kompetitif, bergerak dengan cepat serta semakin sulit untuk diprediksi. Konsumsi masyarakat terhadap

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan sebagai swamedikasi. Tindakan swamedikasi telah menjadi pilihan alternatif masyarakat

Lebih terperinci

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT BUKU PANDUAN LEBIH DEKAT DENGAN OBAT LAILATURRAHMI 0811012047 FAKULTAS FARMASI KKN-PPM UNAND 2011 Bab DAFTAR ISI Halaman I. Pengertian obat 2 II. Penggolongan obat 2 1. Obat bebas 2 2. Obat bebas terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Priestley, seorang ilmuwan dari Amerika Serikat menemukan bahwa CO2 yang

BAB I PENDAHULUAN. Priestley, seorang ilmuwan dari Amerika Serikat menemukan bahwa CO2 yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sejalan dengan semakin pesatnya pertumbuhan dan perubahan ekonomi serta kegiatan bisnis, maka dibutuhkan strategi untuk menarik dan mempertahankan konsumen dan pelanggan.

Lebih terperinci

Karateristik Masyarakat Yang Melakukan Swamedikasi Di Beberapa Toko Obat Di Kota Makassar. Program Studi Diploma III Farmasi Yamasi.

Karateristik Masyarakat Yang Melakukan Swamedikasi Di Beberapa Toko Obat Di Kota Makassar. Program Studi Diploma III Farmasi Yamasi. Karateristik Masyarakat Yang Melakukan Swamedikasi Di Beberapa Toko Obat Di Kota Makassar Rusli *), Muh Tahir **),Restu ***) *) Poltekes Kemenkes Makassar **) Akademi Farmasi Yamasi Makassar ***) Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran sering diartikan oleh banyak orang sebagai kegiatan atau aktivitas dalam menjual beli barang di pasaran. Sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya

Lebih terperinci

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot No.906, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Kefarmasian. Puskesmas. Standar Pelayanan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi kokoh, sejak Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi kokoh, sejak Undang-Undang Dasar Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Memasuki era global saat ini, perkembangan di dunia khususnya di bidang ekonomi sudah mengarah pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. tersebut untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, ransangan, atau kombinasi halhal tersebut untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan tempat

Lebih terperinci

Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat

Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat Waktu memeriksa ke dokter menerangkan secara jelas beberapa hal dibawah ini 1.Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. Pemasaran adalah proses sosial dan dengan proses itu individu dan

BAB II KERANGKA TEORITIS. Pemasaran adalah proses sosial dan dengan proses itu individu dan BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Teori Tentang Bauran Pemasaran 2.1.1. Pengertian Bauran Pemasaran Pemasaran adalah proses sosial dan dengan proses itu individu dan kelompok mendapat apa yang mereka butuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Swamedikasi 1. Definisi Swamedikasi Pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam sistem pelayanan kesehatan. Termasuk di dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengertian sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit merupakan keluhan yang dirasakan seseorang (bersifat subjektif), berbeda dengan penyakit yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan adalah ilmu dan seni penyembuhan dalam bidang keilmuan ini mencakup berbagai praktek perawatan kesehatan yang secara kontinu terus berubah untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Demografi Responden. Distribusi responden berdasarkan umur seperti pada tabel 3.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Demografi Responden. Distribusi responden berdasarkan umur seperti pada tabel 3. 2 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Umur Responden A. Demografi Responden Distribusi responden berdasarkan umur seperti pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Dalam Pengumpulan

Lebih terperinci

Survey Pola Konsumsi Obat untuk Swamedikasi Selama Triwulan Akhir 2015

Survey Pola Konsumsi Obat untuk Swamedikasi Selama Triwulan Akhir 2015 Prosiding Farmasi ISSN: 2460-6472 Survey Pola Konsumsi Obat untuk Swamedikasi Selama Triwulan Akhir 2015 Consumption Pattern Medicine Survey on Swamedikasi for The Last Triwulan ( Three Months) in 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi komunitas merupakan salah satu bagian penting karena sebagian besar apoteker melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sakit merupakan gangguan psikososial yang dirasakan seseorang, berbeda dengan penyakit yang menyerang langsung pada organ tubuh berdasarkan diagnosis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan serta didukung dengan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi memunculkan tantangan dan harapan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat adalah salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Setiap orang pasti pernah merasakan jatuh sakit. Misalnya kepala pusing, batuk pilek, atau perut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan dapat menyediakan obat bagi pasien melalui pelayanan resep. Resep merupakan perwujudan akhir kompetensi dokter dalam medical

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam perkembangan produk makanan ringan. Sejalan dengan hal itu tidak heran

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam perkembangan produk makanan ringan. Sejalan dengan hal itu tidak heran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Kemajuan dibidang ekonomi dewasa ini telah banyak membawa perkembangan yang cukup signifikan dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam perkembangan produk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari 1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada tahun 2005 United States Food and Drug Administration mengeluarkan peringatan terhadap potensi penyalahgunaan obat, setelah lima remaja meninggal

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan dambaan setiap manusia. Kesehatan menjadi syarat utama agar individu bisa mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kesehatan

Lebih terperinci

REKOMENDASI ALTERNATIF KEBIJAKAN PEMASARAN. pemasaran, adapun strategi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan bertujuan

REKOMENDASI ALTERNATIF KEBIJAKAN PEMASARAN. pemasaran, adapun strategi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan bertujuan VII. REKOMENDASI ALTERNATIF KEBIJAKAN PEMASARAN Hasil analisis perilaku konsumen berimplikasi terhadap strategi bauran pemasaran, adapun strategi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan bertujuan untuk

Lebih terperinci

Oleh : HP :

Oleh : HP : Oleh : HP : 081328051450 PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PEMASARAN BAGI UMKM Produktivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan bagaimana baiknya sumber daya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Manajemen, Pemasaran, dan Manajemen Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran sering diartikan oleh banyak orang sebagai kegiatan atau aktivitas dalam menjual

Lebih terperinci

EVALUASI WAKTU LAYANAN RESEP DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA dr. S. HARDJOLUKITO YOGYAKARTA

EVALUASI WAKTU LAYANAN RESEP DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA dr. S. HARDJOLUKITO YOGYAKARTA EVALUASI WAKTU LAYANAN RESEP DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA dr. S. HARDJOLUKITO YOGYAKARTA Andri Purnamawati Akademi Manajemen Administrasi Dharmala ABSTRAK Saat ini pada kenyataannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri Farmasi Di Indonesia. Industri farmasi merupakan industri yang berbasis riset di mana produknya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri Farmasi Di Indonesia. Industri farmasi merupakan industri yang berbasis riset di mana produknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum 1.1.1. Latar Belakang Industri Farmasi Di Indonesia Industri farmasi merupakan industri yang berbasis riset di mana produknya diatur secara ketat baik pada tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang

Lebih terperinci