BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini menganalisis tentang gap atau kesenjangan dari kebijakan
|
|
- Sudirman Hermanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi ini menganalisis tentang gap atau kesenjangan dari kebijakan Pemerintah yang memungkinkan adanya ruang yang dapat disalahgunakan oleh masyarakat terkait peredaran obat keras yang mengandung hormon prostagladin di masyarakat dan pengggunasalahan obat tersebut sebagai media aborsi ilegal, khususnya di Yogyakarta. Tema ini penting mengingat secara teoritis jarang dibahas dan secara empiris fakta menunjukkan bahwa fenomena penyalahgunaan obat sebagai media aborsi ilegal tersebut sudah lama terjadi. Fakta menunjukkan bahwa 13% perempuan di Indonesia melakukan aborsi dengan menggunakan obat serta 14-16% perempuan di Asia Tenggara meninggal karena melakukan aborsi yang tidak aman 1. Obat merupakan salah satu unsur penting dalam pelayanan kesehatan, mulai dari upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan.obat itu sendiri menurut WHO adalah suatu zat kimia yang dapat mempengaruhi aktivitas fisik dan psikis. Sedangkan menurut Kebijakan Obat Nasional (KONAS), obat merupakan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau kondisi patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dari rasa sakit dan atau penyakit untuk meningkatkan kesehatan dan kontrasepsi. Oleh karena itu, secara umum 1 Sedgh G and Ball H, Abortion in Indonesia, In Brief, New York: Guttmacher Institute,2008, No. 2. 1
2 obat dapat dimaknai sebagai zat atau bahan yang digunakan dalam pelayanan kesehatan. Obat telah memberikan manfaat yang besar dalam proses pelayanan kesehatan. Obat telah menurunkan angka kematian dan angka kesakitan dengan cara menurunkan jumlah pasien dan meningkatkan kesehatan. Namun, hal itu terjadi hanya jika obat tersebut aman, berkhasiat dan bermutu serta digunakan dengan benar. Karena obat yang tidak aman, tidak bermutu, tidak berkhasiat dan tidak digunakan dengan benar dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti kegagalan pengobatan atau bahkan kematian. Di sisi lain, walaupun obat yang tersedia aman, berkhasiat dan bermutu, tetapi jika tidak digunakan secara benar maka akan tetap dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Oleh karena itu, pengetahuan yang benar tentang obat dan cara penggunaannya sangat diperlukan. Dengan pengetahuan yang benar, maka masyarakat dapat memperoleh manfaat semaksimal mungkin dari obat yang di konsumsinya serta dapat meminimalkan segala hal bentuk kerugian yang tidak diinginkan dari penggunaan obat tersebut, seperti kerugian kesehatan maupun finansial. Namun dewasa ini, terdapat sebagian kecil masyarakat yang mengetahui tentang obat, menggunakan obat dengan memanfaatkan efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Hal tersebut dikenal dengan istilah penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunasalahan obat (drug misuse) dimana suatu obat digunakan secara berlebihan tanpa tujuan medis ataupun indikasi tertentu. Penggunaan efek samping dari suatu obat merupakan hal yang irrasional karena obat yang digunakan tersebut dirancang memiliki efek terapi 2
3 yang besar tetapi memiliki efek samping yang ringan, atau dengan kata lain bahwasuatu obat memang tidak ditujukan untuk memberikan efek dari efek samping tersebut, karena justru efek samping itulah yang berusaha ditekan seminimal mungkin. Penggunaan obat yang berdasarkan pada efek sampingnya merupakan hal yang berbahaya, karena untuk menimbulkan suatu efek samping dari obat diperlukan dosis yang lebih tinggi daripada dosis normal dalam pengobatan. Hal tersebut tentulah beresiko tinggi bagi yang mengkonsumsinya. Sejauh ini setidaknya terdapat tiga golongan obat yang paling sering disalahgunakan 2, yaitu golongan analgesik opiate atau narkotik, contohnya adalah morfin. Kedua adalah golongan depressan sistem saraf pusat yang berfungsi untuk mengatasi kecemasan dan gangguan tidur. Ketiga yaitu golongan stimulan sistem saraf pusat.obat-obat tersebut bekerja pada sistem saraf, dan umumnya menyebabkan ketergantungan atau kecanduan. Selain itu, terdapat pula golongan obat lain yang digunakan dengan memanfaatkan efek sampingnya, yaitu obat yang digunakan bukan berdasarkan indikasi yang resmi dituliskan. Salah satu obat yang sering disalahgunakan dengan memanfaatkan efek sampingnya adalah obat yang memiliki kandungan sejenis hormon prostagladin 3. Obat ini biasanya memiliki bentuk fisik berupa tablet berwarna putih segi enam. Dalam dunia medis, obat yang memiliki kandungan hormon prostagladin digunakan untuk membantu penyembuhan luka lambung dan mengurangi gejala yang ditimbulkan. Karena pada dasarnya obat tersebut merupakan obat yang diperuntukkan untuk obat tukak lambung atau obat maag sehingga obat tersebut 2 Ikawati, Yulies Tinjauan Farmakoterapi Terhadap penyalahgunaan Obat. 3 Wibowo, Yosep Hari.2014.Praktik Penjualan Mengarah Aborsi Ilegal. Harian Tribun Jogja, 27 Maret
4 sering digunakan atau dijumpai dalam dunia kedokteran. Namun karena memiliki kontraindikasi atau efek samping pada kontraksi rahim atau uterus, maka banyak oknum-oknum yang menyalahgunakannya sebagai obat aborsi. Dimana untuk dosis kecil, penggunaan obat tersebut akan menyebabkan efek samping berupa kontraksi rahim sehingga darah akan keluar dari rahim yang biasanya ditandai dengan munculnya bercak-bercak darah. Sedangkan untuk dosis yang lebih besar, obat tersebut dapat menyebabkan keguguran karena menyerang kondisi janin yang masih muda, yaitu janin yang berumur antara 1 sampai 12 minggu 4. Tidak mengherankan apabila kemudian obat tersebut menjadi primadona bagi obatobatan sejenis yang digunakan untuk melakukan aborsi secara ilegal. Apabila dikategorikan, maka obat tersebut termasuk dalam peringkat 5 besar golongan obat keras yang marak dicari dan disalahgunakan secara ilegal. Suatu obat-obatan tentunya akan manjur atau berkhasiat apabila dipergunakan sebagaimana mestinya, namun tentunya akan menjadi berbahaya apabila disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Diduga, penggunaan dan peredaran obat yang mengandung hormon prostagladin tersebut melibatkan oknum apoteker dan mengabaikan resep dokter ahli. Dimana pada dasarnya obat yang mengandung hormon prostagladin masuk dalam golongan obat G (Gevaarlijk) yang artinya berbahaya (obat keras). Disebut obat keras karena apabila pemakai tidak memperhatikan aturan pakai, peringatan yang diberikan dan dosis pemakaian maka dapat menimbulkan efek yang berbahaya. 4 Ibid 4
5 Obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep dokter di apotek. Dalam kemasannya pun ditandai dengan lingkaran merah dengan huruf K ditengahnya 5. Di Indonesia sendiri, penggolongan obat dibagi menjadi lima berdasarkan Permenkes No.917 tahun Pertama, obat bebas, yaitu obat yang aman digunakan dalam batas dosis yang dianjurkan dan dapat digunakan tanpa resep dokter di apotek, toko obat dan warung.obat Bebas dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Kedua, obat bebas terbatas, yaitu disebut juga obat daftar W (berasal dari kata Waarschuwing yang berarti peringatan ) adalah obat yang juga relatif aman selama pemakaiannya mengikuti aturan pakai yang ada. Pada dasarnya, obat golongan ini masuk dalam golongan obat keras namun masih dapat dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan 6 (enam) tanda peringatan serta memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan aslinya dari pabrik atau pembuatnya, b. Pada penyerahanya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda peringatan. Tanda peringatan tersebut berarna hitam, berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut : 5 Permenkes No. 725a/1989tentang Penggolongan Obat Berdasarkan Keamanan 6 Ibid 5
6 Gambar 1.1 Peringatan obat bebas terbatas Sumber : SK Menkes No 2380 Tahun 1983 Sebagaimana obat bebas, obat ini juga dapat diperoleh tanpa resep dokter di apotek, toko obat atau di warung-warung. Sedangkan tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Ketiga, obat keras dan psikotropika. Obat keras yaitu obat yang jika pemakai tidak memperhatikan dosis, aturan pakai, dan peringatan yang diberikan, dapat menimbulkan efek berbahaya. Sedangkan Psikotropika, yaitu obat keras yang dapat mempengaruhi aktivitas psikis. Kedua jenis obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep dokter di apotek. Dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran merah dengan huruf K ditengahnya. Keempat, obat narkotika, yaitu kelompok obat yang paling berbahaya karena dapat menimbulkan addiksi (ketergantungan) dan toleransi. Obat ini hanya 6
7 dapat diperoleh dengan resep dokter. Karena berbahaya, dalam peredaran, produksi, dan pemakaiannya narkotika diawasi secara ketat. Obat jenis ini berasal dari tanaman dan bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menurunkan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan bahkan menimbulkan ketergantungan. Dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran merah dengan garis tepi berarna merah dan tanda + ditengahnya seperti yang telah diatur berdasarkan SK Menkes No tahun 1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebas terbatas berikut ini : Gambar 1.2 Penandaan Obat Penandaan Penandaan Penandaan Penandaan Obat Bebas Obat Bebas Obat Keras Narkotika Terbatas Sumber : SK Menkes No 2380 Tahun 1983 Maraknya penyalahgunaan obat yang mengandung hormon prostagladinyang dijadikan sebagai obat aborsi ilegal tersebut saat ini menyebabkan keresahan di masyarakat. Harian Antara menyebutkan bahwa aborsi telah dilakukan oleh 2,5 juta perempuan di Indonesia. 7 Hal ini disinyalir akibat semakin mudahnya akses terhadap praktik aborsi ilegal yang salah satunya adalah dengan menggunakan obat yang mudah didapat tersebut. Meskipun peraturan 7 Suryanto Kasus Aborsi di Indonesia 2,5 Juta Setahun. Harian Antara, 23 Februari
8 hukum mengenai aborsi sudah sangat jelas, yaitu telah diatur dalam Undangundang Kesehatan No 23 tahun 1992 pasal 15 yang berbunyi 8 Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tindakan aborsi secara ilegal tetap dilakukan. Dalam penjelasan UU tersebut pun telah dijelaskan bahwa tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun sebenarnya dilarang, karena bertentangan dengan norma agama, norma susila, dan norma kesopanan. Selain itu, tidak seperti aborsi yang aman dan legal, tindakan aborsi yang tidak aman dan ilegal dapat membahayakan kesehatan serta nyawa orang yang melakukannya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengestimasikan bahwa aborsi yang tidak aman bertanggung jawab terhadap 14% dari kematian ibu di Asia Tenggara 9. Dengan demikian, apabila hal tersebut tidak diawasi dengan baik, maka lambat laun akan terjadi degradasi moral di Indonesia pada umumnya dan di Yogyakarta pada khususnya. Penyalahgunaan obat yang mengandung hormon prostagladin juga dilatarbelakangi oleh adanya iklan yang gencar dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Di beberapa titik strategis seperti di tiang traffic light, tiang listrik dan pagar di pinggir jalan serta di media massa, baik koran maupun di situs internet sering dijumpai iklan obat pelancar haid. Iklan tersebut juga seakan telah mengakrabi pengguna jalan dan masyarakat di Yogyakarta, seperti di traffic light Jalan Colombo, C Simanjutak dan Taman Siswa. Tempat- 8 Indonesia. Departemen kesehatan, 2003 HimpunanPeraturan Perundang-undangan Kesehatan: UUNo.23 Tahun Jakarta. Koperasi SakunderBaMi Husada: p Badan Kesehatan Dunia (WHO) Aborsi Tidak Aman: Estimasi Globaldan Regional dari Insiden AborsiTidak Aman dan Kematian yangberkaitan pada tahun (UnsafeAbortion: Global and RegionalEstimates of the Incidence of UnsafeAbortion and Associated Mortality in2003), edisi kelima, Geneva:WHO. 8
9 tempat tersebut telah menjadi sarana iklan yang efektif dan strategis karena setiap pengguna jalan yang terkena lampu merah pasti akan memperhatikan traffic light sehingga secara tidak langsung pengguna jalan tersebut juga akan melihat iklan obat pelancar haid tersebut. Iklan tersebut pun bukan iklan yang mewah atau mahal, dan tentu saja bukanlah iklan yang resmi (ilegal). Karena iklan tersebut hanyalah sebuah pamlet liar yang dicetak oleh mesin fotokopi dengan format warna hitam-putih. Iklan tersebut juga sangat sederhana dimana hanya terdapat satu kalimat beserta nomor telepon yang dapat dihubungi oleh konsumen. Fenomena iklan obat pelancar haid tersebut sebenarnya sudah lama terjadi. Sudah menjadi rahasia umum pula bahwa sebenarnya iklan tersebut adalah iklan obat untuk aborsi atau pengguguran kandungan. Dengan kata lain bahwa iklan tersebut telah digunakan sebagai kamuflase atau kedok praktik aborsi ilegal. Karena berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 368 Tahun 1994 tentang pedoman Periklanan Makanan dan Minuman, iklan tentang obat aborsi bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama. Oleh karenanya oknum-oknum terkait menggunakan iklan obat pelancar haid sebagai kamuflase atau kedok sehingga dapat terhindar dari jerat hukum. Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh Tribun Jogja pun telah terungkap bahwa iklan tersebut mengarah pada upaya dan praktik aborsi 10. Hal tersebut tentunya sangat memprihatinkan di tengah pro-kontra tindakan aborsi di Indonesia. Bahkan dewasa ini, iklan yang berkedok obat pelancar haid tidak hanya dapat dijumpai di traffic light maupun koran semata. Namun dengan 10 Wibowo, Yosep Hari.2014.Praktik Penjualan Mengarah Aborsi Ilegal. Harian Tribun Jogja, 27 Maret
10 semakin canggihnya teknologi, iklan tersebut dapat dijumpai di media sosial seperti twitter, instagram, maupun website-website yang semakin menjamur dari hari ke hari. Dalam kasus tersebut, tentunya peran stakeholders terkait sangat diperlukan. Salah satu pihak yang berwenang dalam hal ini adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Kesehatan. BPOM sebagai suatu instansi yang mengawasi tentang obat, kosmetik dan makanan memiliki wewenang untuk menguasai, mengatur, mengawasi persediaan, pembuatan, penyimpanan, pemakaian dan peredaran obat seharusnya dapat mencegah atau bahkan menghentikan penyalahgunaan obat yang mengandung hormon prostagladin tersebut. Pemberian sanksi yang tegas bagi oknum apoteker atau apotek, bidan maupun pihak-pihak lain yang memperjualbelikan obat tersebut tanpa disertai dengan resep dokter ahli perlu dilakukan dengan cara memberikan surat peringatan, mencabut izin usaha atau bahkkan melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwajib, yaitu kepolisian sehingga memberikan efek jera bagi oknum pelaku tersebut. Dengan demikian praktik-praktik penyalahgunaan obat sebagai media aborsi ilegal dapat diminimalisir. Hal tersebut tentuya sedikit banyak telah turut serta mencegah adanya praktik-praktik aborsi ilegal di Indonesia pada umumnya dan di Yogyakarta pada khususnya. Namun sejauh ini, tidak terdengar gaung atau tindakan nyata dari stakeholders terkait, khususnya BPOM Yogyakarta dan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dalam rangka meminimalisir penyalahgunaan obat yang mengandung hormon prostagladin sebagai media aborsi ilegal tersebut. Baik berupa teguran, 10
11 sanksi maupun pidana bagi oknum pelaku peredaran ilegal dan penyalahgunaan obat tersebut. Dengan absennya BPOM dan Dinas Kesehatan tersebut tentunya tidak ada efek jera bagi oknum pelaku sehingga dikhawatirkan penyalahgunaan obat tersebut semakin marak dilakukan. Oleh karena itu, perlu adanya identifikasi bagaimana kebijakan dan sistem pengawasan yang dilakukan oleh BPOM dan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta pada khususnya dalam mengawasi obat secara umum, dan obat yang mengandung hormon prostagladin secara khususnya dan apakah terdapat ruang yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan obat tersebut oleh masyarakat luas sebagai media aborsi ilegal, khususnya di Yogyakarta. 1.2 Critical Review Penelitian tentang fungsi pengawasan BPOM Yogyakarta dan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dalam mengawasi peredaran dan penyalahgunaan obat keras yang mengandung hormon prostagladin yang digunakan sebagai obat aborsi ilegal secara umum adalah membahas mengenai pengawasan stakeholders terkait, khususnya BPOM dan Dinas Kesehatan dalam rangka meminimalisir penyalahgunaan obat yang mengandung hormon prostagladin sebagai media aborsi ilegal. Dalam penelitian ini, peneliti telah memperbandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang juga membahas tentang pengawasan BPOM dan Dinas Kesehatan dalam meminimalisir penyalahgunaan obat sebagai media aborsi ilegal. Adapun penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya diuraikan sebagai berikut, Pertama adalah penelitian yang ditulis oleh David Agustinus Purba (2013) dengan judul Pelaksanaan Fungsi Balai Besar 11
BAB VI PENUTUP. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : kepada oknum Dokter maupun Apoteker yang memang tidak mengindahkan
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : 1. Metode atau cara masyakarat untuk mendapatkan obat yang mengandung hormon prostagladin yang disalahgunakan sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat keberhasilan pembangunan suatu negara. Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk mencapai derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi (pengguguran kandungan). Maraknya aborsi dapat diketahui dari berita di surat kabar atau
Lebih terperinciResep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat
Resep Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal Kewenangan bidan dalam pemberian obat selama memberikan pelayanan kebidanan pada masa kehamilan,
Lebih terperinciOTC (OVER THE COUNTER DRUGS)
OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pilihan Pengobatan Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor perilaku seperti pergi ke apotek membeli obat dan non perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan salah satu unsur penting dalam pelayanan kesehatan. Diawali dari pencegahan, diagnosa, pengobatan dan pemulihan, obat menjadi salah satu komponen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sudah ada dan semakin berkembang dari waktu ke waktu, disamping itu pula kosmetik berperan penting untuk menunjang
Lebih terperinciPerpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN
LAMPIRAN- LAMPIRAN Perkiraan Biaya Istalasi dan Operasional Sistem Informasi akuntansi Berbasis Komputer Apotek Fatma Medika A. Investasi 1 Set Komputer Pentium IV Rp. 2.500.000,- 1 Set Printer Epson LX
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN
Lebih terperinciGerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa
Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa Samakah minum obat 3x1 dengan 1x3? Kadang masih ada pertanyaan dari masyarakat baik remaja maupun orang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
Lebih terperinci2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Menurut Setiyorini et al. (2015) meneliti aborsi pada siswa SMA mengemukakan bahwa setelah subjek melakukan berbagai upaya untuk melakukan aborsi, dari upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pendapat Ta adi, Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
Lebih terperinciHUBUNGAN DOKTER-APOTEKER APOTEKER-PASIENPASIEN SERTA UU KEFARMASIAN TENTANG OBAT
HUBUNGAN DOKTER-APOTEKER APOTEKER-PASIENPASIEN SERTA UU KEFARMASIAN TENTANG OBAT ETIKA perbuatan, tingkah laku, sikap dan kebiasaan manusia dalam pergaulan sesama manusia dalam masyarakat yang mengutamakan
Lebih terperinciBAB XX KETENTUAN PIDANA
Undang-undang Kesehatan ini disyahkan dalam sidang Paripurna DPR RI tanggal 14 September 2009 1 PASAL-PASAL PENYIDIKAN DAN HUKUMAN PIDANA KURUNGAN SERTA PIDANA DENDA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup modern sekarang ini menimbulkan dampak yang besar dalam kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam menjalankan aktifitasnya,
Lebih terperinciPENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING Oleh : Sri Tasminatun, M.Si., Apt NIK 173 036 PROGRAM STUDI PROFESI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495]
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 80 (1) Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap keberadaan dan ketahanan hidup manusia. Mengingat kadar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar karena berpengaruh terhadap keberadaan dan ketahanan hidup manusia. Mengingat kadar kepentingan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan
Lebih terperinciPenggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa
PENGGOLONGAN OBAT Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa penggolongan obat yang lain, dimana penggolongan
Lebih terperinciANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009
ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 SKRIPSI Oleh : ANGGA ALIT ANANTA YOGA K.100.040.182 FAKULTAS FARMASI
Lebih terperinci2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (
No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN
Lebih terperinciUU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA
UU 22/1997, NARKOTIKA Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN MAKSIAT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN MAKSIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOLOK SELATAN, Menimbang : Mengingat : a. bahwa berbagai
Lebih terperincipersepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika adalah zat adiktif yang menyebabkan kehilangan kesadaran dan ketergantungan bagi penggunanya. Narkotika meningkatkan daya imajinasi manusia dengan merangsang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA BAB I KETENTUAN UMUM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,
BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENGATURAN MINUMAN BERALKOHOL, PENYALAHGUNAAN ALKOHOL, OBAT- OBATAN DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA DENGAN
Lebih terperinci2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144
No.206, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN
Lebih terperinciLEBIH DEKAT DENGAN OBAT
BUKU PANDUAN LEBIH DEKAT DENGAN OBAT LAILATURRAHMI 0811012047 FAKULTAS FARMASI KKN-PPM UNAND 2011 Bab DAFTAR ISI Halaman I. Pengertian obat 2 II. Penggolongan obat 2 1. Obat bebas 2 2. Obat bebas terbatas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengertian sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit merupakan keluhan yang dirasakan seseorang (bersifat subjektif), berbeda dengan penyakit yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat adalah sebuah benda kecil yang mampu menyembuhkan sekaligus dapat menjadi bumerang bagi penderitanya. Benda kecil yang awalnya dijauhi ini kemudian berkembang menjadi
Lebih terperinciPENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA UMUM Pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, Kemauan,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS DENGAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]
UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063] BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 190 (1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu kejahatan dan pelanggaran hukum dalam bidang kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kejahatan dan pelanggaran hukum dalam bidang kesehatan yang marak terjadi pada saat ini adalah kejahatan dibidang farmasi. Sebab dalam dunia farmasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri 1. Definisi dan Peran Pengobatan sendiri atau swamedikasi yaitu mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau
Lebih terperinciBAB III ANALISA HASIL PENELITIAN
BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Prosedur tidak dapat melibatkan aspek financial saja tetapi aspek manajemen juga memiliki peranan penting. Maka setiap perusahaan memerlukan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat. Kesehatan merupakan hak asasi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi ilmiah sehingga diperlukan suatu produksi narkotika yang terus menerus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, manfaat, perlindungan dan diarahkan untuk dapat meningkatkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA [LN 1997/10, TLN 3671]
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA [LN 1997/10, TLN 3671] Pasal 59 (1) Barang siapa : a. menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) 1 ; atau b. memproduksi
Lebih terperinciFarmaka Volume 15 Nomor 4 1
Volume 15 Nomor 4 1 UPAYA PENGAWASAN BBPOM DI BANDUNG DALAM KEJADIAN POTENSI PENYALAHGUNAAN OBAT Silvi Wulandari, Resmi Mustarichie Progam Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG IZIN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciMisoprostol Cytotec Serly Dan Mifeprestone Mifeprex Obat Terlambat Haid
Misoprostol Cytotec Serly Dan Mifeprestone Mifeprex Obat Terlambat Haid OBAT TERLAMBAT HAID Misoprostol Cytotec Serly Dan Mifeprestone, Mifeprex dan Mifegen Misoprostol Cytotec serly adalah salah satu
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea Ke Empat yang menyebutkan bahwa tujuan pembentukan Negara Indonesia adalah melindungi segenap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan sendiri Pengobatan sendiri merupakan upaya masyarakat untuk menjaga kesehatan sendiri dan merupakan cara yang mudah, murah praktis untuk mengatasi gejala yang masih
Lebih terperinciBab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat
Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat Waktu memeriksa ke dokter menerangkan secara jelas beberapa hal dibawah ini 1.Menjelaskan
Lebih terperinciPELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI
1 PELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI (Studi Di Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi) Disusun Oleh : Agus Darmawan Pane, 10.10.002.74201.020,
Lebih terperinciMajalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni
Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 26 PENDAHULUAN Pengertian aborsi menurut hukum adalah tindakan menghentian kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa melihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika pada hakekatnya sangat bermanfaat untuk keperluan medis dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada umumnya mengatur secara
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan dapat menyediakan obat bagi pasien melalui pelayanan resep. Resep merupakan perwujudan akhir kompetensi dokter dalam medical
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. Pilihan untuk
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinci2016, No Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lemb
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1501, 2016 KEMENKES. Terapi Buprenorfina. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TERAPI BUPRENORFINA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya non tembakau dan alkohol) baik di tingkat global, regional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat dengan tujuan mengobati penyakit atau gejala sakit tanpa menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari semakin memprihatinkan terlebih di Indonesia. Narkotika seakan sudah menjadi barang yang sangat mudah
Lebih terperinciBUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELARANGAN MINUMAN BERALKOHOL, PENYALAHGUNAAN ALKOHOL, MINUMAN DAN OBAT OPLOSAN
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN ( Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 81 Tahun 1999 tanggal 5 Oktober 1999 ) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DISALAHGUNAKAN DALAM PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PERIJINAN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DAN SARANA KESEHATAN SWASTA DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 Tentang NARKOTIKA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 Tentang NARKOTIKA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangannya,narkotika berkembang sangat pesat. ketergantungan bahkan ada yang meninggal akibat Narkotika
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sitentis maupun semi sitentis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa suatu negara pada kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan Narkotika merupakan masalah yang kompleksitasnya memerlukan upaya penanggulangan secara menyeluruh. Upaya penanggulangan tersebut dilakukan dengan melibatkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak Pidana Narkotika merupakan salah satu tindak pidana yang cukup banyak terjadi di Indonesia. Tersebarnya peredaran gelap Narkotika sudah sangat banyak memakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat adalah salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Setiap orang pasti pernah merasakan jatuh sakit. Misalnya kepala pusing, batuk pilek, atau perut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pergaulan bebas (free sex) yang semakin marak di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aborsi saat ini dilakukan bukan hanya untuk menyelamatkan jiwa sang ibu namun dapat dilakukan karna ibu tidak menghendaki kehamilan tersebut. Kehamilan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan Yang Maha Esa memberikan anugerah kepada manusia yaitu sebuah kehidupan yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan oleh Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya penyakit mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga efisien dalam hal biaya. Berkenaan dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peredaran narkoba secara tidak bertanggungjawab sudah semakin meluas dikalangan masyarakat. Hal ini tentunya akan semakin mengkhawatirkan, apalagi kita mengetahui yang
Lebih terperinci2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot
No.906, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Kefarmasian. Puskesmas. Standar Pelayanan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
Lebih terperinciPERATURAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA NOMOR : 04/PU/REK/BAAK/XI/2004 TENTANG
PERATURAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA NOMOR : 04/PU/REK/BAAK/XI/2004 TENTANG PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Menimbang: a. Bahwa setiap pegawai dan
Lebih terperinciPENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA
PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh : Angga Indra Nugraha Pembimbing : Ibrahim R. Program Kekhususan: Hukum Pidana, Universitas Udayana Abstract: The rise of
Lebih terperinciPENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 MUHAMMAD AFIED HAMBALI Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta PROCEDDING A. Latar Belakang. Penyalahgunaan narkoba
Lebih terperinciPemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional
Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional disampaikan oleh: Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si, Apt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Faridlatul Hasanahdkk (2013), tentang profil penggalian informasi dan rekomendasi pelayanan swamedikasi oleh
Lebih terperinci- 1 - BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG
- 1 - SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN MINUMAN BERALKOHOL DAN PENYALAHGUNAAN OBAT OPLOSAN SERTA ZAT ADIKTIF LAINNYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil dan makmur, sejahtera, tertib dan
Lebih terperinciBUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK
BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung
Lebih terperinciPEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt
PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU
Lebih terperinciMata Kuliah - Etika Periklanan-
Mata Kuliah - Etika Periklanan- Modul ke: PP Terkait Periklanan Fakultas FIKOM Ardhariksa Z, M.Med.Kom Program Studi Marketing Communication and Advertising www.mercubuana.ac.id HUKUM POSITIF KU Perdata
Lebih terperinci