Efek Pasca Antibiotik Ciprofloxacin terhadap Staphylococcus aureus ATCC dan Escherichia coli ATCC 25922

dokumen-dokumen yang mirip
UJI-UJI ANTIMIKROBA. Uji Suseptibilitas Antimikrobial. Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu

Analisis Hayati KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA. Oleh : Dr. Harmita

LAPORAN HASIL PENELITIAN PENENTUAN POTENSI JAMU ANTI TYPHOSA SERBUK HERBAL CAP BUNGA SIANTAN

ABSTRAK AKTIVITAS ANTIMIKROBA MADU IN VITRO TERHADAP ISOLASI BAKTERI DARI LUKA

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Sampel

ABSTRAK. EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli SECARA IN VITRO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian terapan dengan menggunakan

2011, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republ

LAMPIRAN A SKEMA KERJA PEMBUATAN SUSPENSI BAKTERI

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN BUNGUR (LANGERSTROEMIA SPECIOSA (L.) PERS)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik.

PENUNTUN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. baik bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Tanaman obat

UJI EFEKTIVITAS PENGAWET ANTIMIKROBA. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

25 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010).

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik untuk menguji

ABSTRAK. Pembimbing I : Widura, dr., MS. Pembimbing II : Yenni Limyati, dr., Sp.KFR., S.Sn., M.Kes. Selly Saiya, 2016;

Daya Antibakteri Ekstrak Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete L.)Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila

ABSTRAK AKTIVITAS TEH HIJAU SEBAGAI ANTIMIKROBA PADA MIKROBA PENYEBAB LUKA ABSES TERINFEKSI SECARA IN VITRO

BAB 3 METODE PENELITIAN

Lampiran 1.Identifikasi tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit

BAB III. A. Jenis Penelitian. Penelitian ini termasuk ke dalam metoda penelitian eksperimental dimana

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG METODE ANALISIS KOSMETIKA

Penentuan Parameter Farmakokinetika Salisilat dengan Data Urin

ABSTRAK. AKTIVITAS ANTIMIKROBA INFUSA DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) TERHADAP Escherichia coli SECARA IN VITRO

AKTIVITAS ANTIBAKTERI SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi Linn.) TERHADAP BAKTERI PSEUDOMONAS AERUGINOSA DAN STAPHYLOCOCCUS EPIDERMIDIS

Y ij = µ + B i + ε ij

BAB 4 METODE PE ELITIA

BAB III METODE PENELITIAN. Asam Jawa (Tamarindus indica L) yang diujikan pada bakteri P. gingivalis.

BAB IV. PENETAPAN HAYATI DENGAN MIKROBIA

BAB III. METODE PENELITIAN

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. D. Alat dan bahan Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

BAB 3 METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Hasil identifikasi bunga lawang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. untuk meningkat setiap tahun (Moehario, 2001). tifoid dibandingkan dengan anak perempuan (Musnelina et al., 2004).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental yaitu penelitian

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

PENGAMBILAN SAMPEL MAKANAN UNTUK PARAMETER MIKROBIOLOGI, PENGIRIMAN, PEMERIKSAAN DAN INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN SAKRIANI

ABSTRAK. AKTIVITAS ANTIMIKROBA AIR PERASAN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) TERHADAP Escherichia Coli SECARA IN VITRO

METODELOGI PENELITIAN. Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam waktu 4

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH

METODE PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dilaksanakan

Kata kunci: Infusa Siwak, Staphylococcus aureus, konsentrasi, waktu kontak.

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan : Cara Kerja :

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN KATUK (SAUROPUS ANDROGYNUS L.) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS SECARA IN VITRO

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan post test only control group design. Penelitian

PENGARUH EKSTRAK METANOL DAUN SIRSAK (ANNONA MURICATA) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI SALMONELLA TYPHI SECARA IN VITRO. Putu Nanda Pramadya P.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di Kabupaten

MATERI DAN METODE. Prosedur

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

Uji Potensi Bakteri dan Resistensi terhadap Antibiotik

Teknik Isolasi Bakteri

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. MIPA dan Laboratorium Universitas Setia Budi Surakarta. B.

BAB III METODE PENELITIAN

DAYA HAMBAT DEKOKTA KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP BAKTERI ESCHERICHIA COLI. Muhamad Rinaldhi Tandah 1

UJI KUALITAS MIKROBIOLOGI MAKANAN BERDASARKAN ANGKA LEMPENG TOTAL KOLONI BAKTERI

BAB III METODE PENELITIAN

PENGERTIAN ISOLASI MIKROORGANISME

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus

APPLICATION OF STAR ANISE

BAB III METODE PENELITIAN. observasi kandungan mikroorganisme Coliform dan angka kuman total pada susu

Kata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam

ANALISIS POTENSI ANTIBIOTIKA SECARA HAYATI

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) ASAL KOTA WATAMPONE. St. Maryam, Saidah juniasti, Rachmat Kosman

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB IV METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental laboratories dengan rancangan. penelitian The Post Test Only Control Group Design.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. Yogyakarta dan bahan uji berupa ekstrak daun pare (Momordica charantia)

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimental

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

Transkripsi:

JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA, September 2009, hal. 99-03 ISSN 693-83 Vol. 7, No. 2 Efek Pasca Antibiotik Ciprofloxacin terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922 SHIRLY KUMALA *, AMEILIA Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jln. Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, 2640. Diterima 25 Mei 2009, Disetujui 23 Juli 2009 Abstract: Post antibiotic effect is the period required by bacteria to physiologically recover after exposure to antibiotics at certain concentrations and exposure time. This study investigated the post antibiotic effect of ciprofloxacin, one of quinolon derivative with broad spectrum antibiotic activity and highest sensitivity towards both Gram positive and Gram negative bacteria, Staphylococcus aureus ATCC 2593 and Escherichia coli ATCC 25922. Lorian gel membrane filtration technique was used and bacteria were exposed to the antibiotic at a concentration of 0 times of the minimum inhibition concentration (MIC) for 2 hours. The findings demonstrated strongly that post-antibiotic effect of the two bacterial strain were different. The Staphylococcus aureus (ATCC 25923) had shorter recovery time within 2 3 hours when compared to the Escherichia coli (ATCC 25922) which recovered from the post-antibiotic effect within 3 4 hours. Keywords: post antibiotic effect, ciprofloxacin, Staphylococcus aureus, Escherichia coli. PENDAHULUAN MASYARAKAT telah lama mengenal penggunaan antibiotik sebagai obat anti infeksi. Suatu antibiotik dianggap efektif menghambat bakteri tertentu bila antibiotik tersebut mampu menembus masuk dan berikatan dengan binding site bakteri di jaringan yang terinfeksi. Kadar antibiotik pada tempat yang terinfeksi harus cukup tinggi dan bertahan cukup lama untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Namun penggunaan antibiotik yang berlebihan dan kurang terkontrol mendorong terjadinya resistensi bakteri di masyarakat. Dengan timbulnya resistensi bakteri pada antibiotik tertentu, dapat terjadi kegagalan dalam penanggulangan berbagai jenis penyakit infeksi. Untuk mengatasi masalah resistensi tersebut telah diupayakan berbagai macam strategi, di antaranya dengan menciptakan antibiotik baru. Namun cara ini ternyata belum dapat memecahkan masalah, karena setiap ditemukan antibiotik baru selalu saja diikuti oleh munculnya galur bakteri yang resisten. Karena itu diperlukan pengamatan yang cermat dan * Penulis korespondensi, Hp. 082902682 e-mail: fskumala@yahoo.com berkesinambungan tentang perkembangan resistensi agar pengobatan terhadap penyakit infeksi dapat dilakukan secara rasional (,2). Salah satu pengamatan penting adalah penentuan dosis penggunaan yang tepat. Teori baru dalam menentukan dosis yang tepat adalah EPA (efek pasca antibiotik). EPA menggambarkan penghentian perkembangan bakteri setelah terpaparnya bakteri secara singkat oleh antibiotik yang berlangsung selama waktu tertentu. Banyak faktor yang mempengaruhi EPA, baik yang terkait mikroorganisme, antibiotik maupun kondisi percobaan. Namun variabel yang paling penting adalah jenis mikroorganisme dan golongan antibiotik. Selain itu, ukuran inokulum, kadar antibiotik, jenis medium dan lamanya paparan antibiotik juga akan mempengaruhi EPA (3). Dalam penelitian ini diamati waktu EPA, yaitu waktu yang diperlukan oleh bakteri Staphylococcus 25922 dalam media Mueller Hinton Broth untuk pulih kembali setelah terpapar antibiotik ciprofloxacin (ciprofloxacin) dengan konsentrasi 0 x KHM (konsentrasi hambat minimum) selama 2 jam. Dengan mengetahui waktu EPA 9. kumala 99-03.indd /4/2009 2:47:34 PM

00 KUMALA, ET AL diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang interval waktu pemberian antibiotik yang tepat dan pemberian dosis yang optimal dari suatu antimikroba, sehingga mampu dicegah terjadinya resistensi pada masyarakat. BAHAN DAN METODE BAHAN. Antibiotik ciprofloxacin (diperoleh dari PT Metiska Farma), Staphylococcus aureus turunan dari ATCC 25923, Escherichia coli turunan dari ATCC 25922, Mueller Hinton Broth, Mueller Hinton Agar, larutan natrium klorida 0,85% dingin (suhu 8 5ºC), membran filter steril diameter pori 0,2 mm dan air suling steril. METODE. Pengenceran biakan mikroorganisme uji 0 7 CFU/ml dipaparkan dengan antibiotik ciprofloxacin dengan konsentrasi 0 x KHM selama 2 jam, kemudian diukur selisih waktu yang dibutuhkan oleh mikroorganisme uji yang terpapar antibiotik dan bakteri kontrol untuk meningkatkan kepadatannya log 0 yang dapat dihitung segera setelah paparan terhadap antibiotik dihilangkan. Penetapan EPA (menggunakan teknik membran agar Lorian). Medium agar lempeng (Mueller Hinton Agar) yang mengandung antibiotik ciprofloxacin dibuat dengan konsentrasi 0 x KHM, lalu diinkubasi pada suhu 37 O C. Kemudian disiapkan inokulum mikroba uji ~ 0 7 0 8 CFU/ml. Disiapkan pula filter membran steril (diameter pori 0,2 mm) yang diletakkan dalam medium agar lempeng yang tidak mengandung antibiotik dan diamkan pada suhu ruangan selama 5 0 menit untuk membasahi membran. Setelah dilakukan pengenceran, bakteri dengan kepadatan 0 7 CFU/ml 00 ml ditempatkan pada membran dan disebar dengan batang kaca bentuk L. Membran yang telah diinokulasi tersebut diletakkan di atas medium agar lempeng, lalu diinkubasi pada 37 O C selama 3 jam untuk memperoleh pertumbuhan logaritmik. Setelah itu, membran dipindahkan dengan pinset ke medium yang mengandung antibiotik dan diinkubasi pada suhu 37 O C. Setelah inkubasi selama 2 jam, membran ditransfer ke medium yang tidak mengandung antibiotik dan didiamkan selama 0 menit agar obat berdifusi dari membran ke agar lempeng. Prosedur ini diulangi sekali lagi. Setelah proses pencucian ini selesai, membran diletakkan pada agar lempeng yang tidak mengandung antibiotik, diinkubasi pada suhu 37 O C. Membran diambil sebagai sampel setiap jam. Pada setiap pengambilan sampel membran diletakkan dalam tabung reaksi yang mengandung 0 ml larutan 0,85% NaCl dingin (8 5 O C), kemudian divortex sampai membran bersih dari mikroorganisme. Sebanyak 0 ml larutan 0,85% NaCl ini kemudian dipipet, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia dimasukkan ke dalam cawan Petri, ditambahkan 5-20 ml Mueller Hinton Agar dengan suhu ± 45 O C, dihomogenkan, dan dibiarkan memadat (metode pour-plate). Setelah itu dilakukan inkubasi pada suhu 37 O C (dalam keadaan terbalik) selama 8-48 jam dan dihitung jumlah koloninya. Perhitungan EPA dilakukan dengan menggunakan rumus: EPA = T - C T = waktu yang dibutuhkan oleh bakteri yang terpapar antibiotik untuk bertambah kepadatannya log 0 segera setelah paparan terhadap antibiotik dihilangkan; C = waktu yang dibutuhkan oleh bakteri kontrol (blanko) yang tidak terpapar dengan antibiotik untuk bertambah kepadatannya log0 segera setelah selesai dilakukan prosedur yang sama dengan percobaan yang dilakukan terhadap bakteri yang terpapar dengan antibiotik. Terhadap membran dengan organisme kontrol dilakukan prosedur yang sama, kecuali prosedur No. 5 di mana membran ditransfer ke medium yang mengandung antibiotik. Percobaan dilakukan sebanyak dua kali, masing masing untuk menentukan EPA dari Staphylococcus 25922 (3). HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan efek pasca-antibiotik (EPA). Berdasarkan penelitian efek pasca-antibiotik dari antibiotik ciprofloxacin terhadap Staphylococcus 25922 dengan dosis antibiotik sebesar 0 x KHM dan lama paparan selama 2 jam, diperoleh jumlah koloni yang tampak pertumbuhannya pada membran Tabel. Jumlah koloni blanko Escherichia coli ATCC 25922 pada jam ke-0 sampai dengan jam ke-6. Jumlah koloni (CFU/ml) 0 89 2048 2 3096 3 ~ 4 ~ 9. kumala 99-03.indd 2 /4/2009 2:47:34 PM

Vol 7, 2009 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 0 setiap jam waktu pengambilan sampel seperti yang disajikan pada Tabel. Pada blanko Escherichia coli ATCC 25922, terlihat pertumbuhan bakteri pada jam ke-0 sampai jam ke-6, namun pertumbuhan bakteri pada jam ke-3 sampai dengan jam ke-6 sangat banyak sehingga tidak dapat dihitung (~). Pada bakteri Escherichia coli ATCC 25922 yang terpapar antibiotik, tidak terlihat pertumbuhan bakteri pada jam ke- sampai jam ke-3. Hal ini dikarenakan pertumbuhan bakteri dihambat oleh paparan antibiotik ciprofloxacin. Pada jam ke-4, mulai terlihat pertumbuhan bakteri (Tabel 2). Tabel 2. Jumlah koloni Escherichia coli ATCC 25922 dengan paparan antibiotik ciprofloxacin pada jam ke-0 sampai dengan jam ke-6. Jumlah koloni (CFU/ml) 0 2 0 3 0 4 47 5 888 6 2656 Pada blangko Staphylococcus aureus ATCC 25923, terlihat pertumbuhan bakteri pada jam ke-0 sampai jam ke-. Pertumbuhan bakteri pada jam ke-2 sampai dengan jam ke-6 sangat banyak sehingga tidak dapat dihitung (~) (Tabel 3). Pada baketri Staphylococcus aureus ATCC 25923 yang terpapar antibiotik, tidak terlihat Tabel 3. Jumlah koloni blangko Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada jam ke-0 sampai dengan jam ke-6. Jumlah koloni (CFU/ml) 0 24 2838 2 ~ 3 ~ 4 ~ pertumbuhan bakteri pada jam ke-. Hal ini dikarenakan pertumbuhan bakteri dihambat oleh paparan antibiotik ciprofloxacin. Pertumbuhan bakteri baru mulai terlihat pada jam ke-2, dan pada jam ke-5 sampai dengan jam ke-6 pertumbuhan bakteri tersebut sangat banyak sehingga tidak dapat dihitung (~) (Tabel 4). Tabel 4. Jumlah koloni Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan paparan antibiotik ciprofloxacin pada jam ke-0 sampai dengan jam ke-6. Jumlah koloni (CFU/ml) 0 2 5 3 227 4 2344 Berdasarkan jumlah koloni (CFU/ml) dan waktu (jam) pada Tabel 4, dibuat kurva semilogaritmik untuk melihat peningkatan pertumbuhan bakteri sebanyak log0. Kurva pertumbuhan disajikan pada Gambar. Kurva di atas menunjukkan bahwa waktu EPA Escherichia coli ATCC 25922 adalah 3 4 jam dan waktu EPA Staphylococcus aureus ATCC 25923 adalah 2 3 jam. Waktu EPA Escherichia coli ATCC 25922 tersebut sedikit lebih panjang daripada waktu EPA Staphylococcus aureus ATCC 25922. Pada tahap awal percobaan dilakukan uji penentuan KHM (konsentrasi hambat minimum) dari ciprofloxacin terhadap bakteri uji, karena setiap bakteri memiliki kepekaan yang berbeda terhadap ciprofloxacin (4). Nilai KHM yang diperoleh ini digunakan dalam menentukan EPA (efek pasca antibiotik), karena dalam menentukan EPA bakteri uji dipaparkan dengan antibiotik ciprofloxacin dengan dosis 0 x KHM dengan lama paparan selama 2 jam. Dipilih dosis 0 x KHM karena pada penelitian awal yang menggunakan dosis 5 x KHM perhitungan CFU/ml sangat besar sehingga menyulitkan perhitungan EPA. Hal ini disebabkan karena efek pembunuhan bakteri oleh antibiotik ciprofloxacin sangat tergantung pada konsentrasi antibiotik tersebut (5). Setelah pengamatan, dilakukan hitung jumlah koloni bakteri, kemudian dibuat grafik semilogaritmik 9. kumala 99-03.indd 3 /4/2009 2:47:35 PM

02 KUMALA, ET AL Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia a b c d Gambar. Kurva hubungan jumlah koloni (CFU/ml) dan waktu (jam). Keterangan: a: blangko Staphylococcus aureus b: blangko Escherichia coli c: sampel Staphylococcus aureus d: sampel Escherichia coli untuk melihat peningkatan jumlah bakteri sebanyak log0 (0 kali lipat), yang kemudian digunakan untuk menghitung EPA dengan menggunakan rumus EPA = T C. Setelah peningkatan jumlah bakteri sebanyak log 0, pertumbuhan bakteri masih terus meningkat namun tidak diamati lagi karena dalam menentukan EPA pengamatan hanya dilakukan sampai terjadi peningkatan jumlah bakteri sebanyak log0 (0 kali lipat) (3). Dari hasil pengamatan, sekali lagi, diperoleh hasil bahwa waktu EPA ciprofloxacin terhadap Escherichia coli ATCC 25922 adalah 3 4 jam dan waktu EPA ciprofloxacin terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 adalah 2 3 jam. Waktu EPA ciprofloxacin terhadap Escherichia coli ATCC 25922 yang lebih lama dibanding terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 menunjukkan bahwa antibiotik ini lebih aktif terhadap bakteri Gram negatif dibandingkan dengan bakteri Gram positif (6). Ciprofloxacin bekerja dengan menghambat enzim DNA-girase, dan aktivitas enzimatik dari suatu bakteri ditentukan oleh jumlah lipid dan lipoprotein yang dikandung oleh bakteri tersebut. Bakteri Gram negatif memiliki komposisi lipid 22%, sementara bakteri Gram positif hanya memiliki komposisi lipid 4%, sehingga ciprofloxacin lebih efektif dalam membunuh bakteri Gram negatif (7,8). Pada percobaan yang dilakukan oleh Craig (3), diperoleh hasil bahwa waktu EPA Escherichia coli ATCC 25922 dengan konsentrasi ciprofloxacin 4 5 x KHM dan lama paparan selama 2 jam adalah 2, jam dan waktu EPA Staphylococcus aureus ATCC 6538P dengan konsentrasi ciprofloxacin 4 5 x KHM dan lama paparan selama jam adalah 2,0 jam. 9. kumala 99-03.indd 4 /4/2009 2:47:35 PM

Vol 7, 2009 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 03 Hasil percobaan yang berbeda disebabkan karena teknik percobaan yang berbeda; Craig (3) menggunakan teknik pengenceran bakteri, sementara pada percobaan ini digunakan teknik membran agar Lorian. Konsentrasi antibiotik yang digunakan juga berbeda, Craig menggunakan ciprofloxacin 4 5 x KHM dan pada percobaan ini digunakan ciprofloxacin 0 x KHM. Dari hasil percobaan yang berbeda ini dapat diperoleh gambaran bahwa efek pembunuhan bakteri oleh antibiotik ciprofloxacin tergantung pada konsentrasi dari antibiotik tersebut. Pemberian dosis besar akan memberikan efek terapi serupa atau sedikit lebih besar bila dibandingkan dengan pemberian dosis kecil yang berulang. Bila pada penelitian ini digunakan dosis ciprofloxacin yang sama seperti yang dilakukan oleh Craig kemungkinan akan diperoleh waktu EPA yang serupa. Parameter farmakodinamik, seperti kecepatan dan jumlah bakteri yang dibunuh, dapat memberikan gambaran yang lebih akurat terhadap lamanya aktivitas suatu antibiotik pada KHM, menjadi dasar yang lebih rasional dalam penentuan dosis yang optimum, dan memperpanjang jarak waktu pemberian obat dalam pengobatan (5). Parameter farmakokinetik (seperti waktu paruh, bioavailibilitas, konsentrasi maksimal di dalam darah, volume distribusi, serta eliminasi renal) juga berperan-serta dalam penentuan interval dosis dari antibiotik. Antibiotik harus dapat berada di dalam tubuh untuk waktu yang cukup lama serta dengan konsentrasi yang cukup tinggi dan stabil untuk dapat menghambat pertumbuhan bakteri (,9). Untuk ciprofloxacin, saat ini interval waktu penggunaan yang diberikan adalah 2 jam (pemakaian 2 x sehari). Untuk antibiotik ini diduga waktu EPA (yang jauh lebih pendek) tidak berpengaruh terhadap penentuan interval dosis. Waktu paruh ciprofloxacin yang cukup lama (3 5 jam) dan kemampuannya untuk berada di dalam urin selama minimal 2 jam dengan konsentrasi melampaui KHM menjadi keunggulan antibiotik ini untuk mengatasi infeksi pada saluran kemih yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri Gram negatif dan Pseudomonas aeruginosa (,6). Untuk penerapan EPA, perlu dilakukan uji secara in vivo, karena secara in vivo antibiotik akan mengalami proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi (ADME). Diduga waktu EPA pada uji secara in vivo lebih pendek dibandingkan waktu EPA pada uji secara in vitro (3,5). SIMPULAN Waktu efek pasca antibiotik ciprofloxacin terhadap Escherichia coli ATCC 25923 adalah 3 4 jam dan waktu efek pasca-antibiotik ciprofloxacin terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 adalah 2 3 jam.waktu efek pasca antibiotik ciprofloxacin terhadap Escherichia coli ATCC 25922 lebih lama dari pada waktu efek pasca antibiotik ciprofloxacin terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923, karena ciprofloxacin lebih aktif terhadap bakteri Gram negatif.. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. DAFTAR PUSTAKA Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan terapi. Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 995. hal. 57 2, 62 30, 682 5. Zhanel GG, Cramton J, Kim S, Nicole LE, Davidson R.J, and Hoban DJ. Antimicrobial activity of sub inhibitory concentrations of ciprofloxacin against Pseudomonas aeruginosa as determined by killing curve method and the post antibiotic effect. Antimicrobial Agents and Chemotherapy. 992.38:388 94. Craig WA, Gudmundsson S. Post antibiotic effect. In V.Lorian 4th edition. Antibiotic in laboratory medicine. Baltimore: William and Wilkins; 996. p. 296 325. Amsterdam D. Susceptibility testing of antimicrobial in liquid media. In V.Lorian 4 th edition. Antibiotic in laboratory medicine. Baltimore: William and Wilkins: 996. p. 52 06. Kumala S. Efek pasca antibiotik. Makalah. Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Pancasila; 994. hal. 0. AHFS, Drug Information. 2003. p. 762 80. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran; 995. hal. 5 34, 48 5. Jawetz E. Mikrobiologi untuk profesi kesehatan. Edisi XVI. Diterjemahkan oleh Bonang G. Jakarta: EGC Penerbit buku kedokteran; 986. hal. 60 3, 239 4, 45 48. http://ciprofloxacin.werhost.com. Diakses tanggal 20 April 2007. 9. kumala 99-03.indd /4/2009 2:47:35 PM