Pendugaan Evaporasi Berdasarkan Konsep Neraca Energi Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 (Studi Kasus: Kabupaten Karawang)

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III. METODOLOGI 2.5 Pengindraan Jauh ( Remote Sensing 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert.

BAB III DATA DAN METODOLOGI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

Berkala Fisika ISSN : Vol. 17, No. 2, April 2014, hal 67-72

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

Tabel 3 Aliran energi dan massa III METODOLOGI. Variabel neraca energi. Vegetasi tinggi (MJm -2 hari -1 )

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PERHITUNGAN NILAI EVAPOTRANSPIRASI BERBASIS METODE KESETIMBANGAN ENERGI DI DAS TANGGUL KABUPATEN JEMBER

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

IV. PENGUAPAN (EVAPORATION)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.

KAJIAN KORELASI ANTARA KELEMBABAN TANAH DENGAN TATA GUNA LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT. (Studi Kasus Daerah Bandung dan Sekitarnya) IRLAND FARDANI

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

ABSTRAK. Kata kunci: Ruang Terbuka Hijau, Penginderaan Jauh, Citra Landsat 8, Indeks Vegetasi (NDVI, MSAVI2 dan WDRVI) vii

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)

PENENTUAN EVAPOTRANSPIRASI REGIONAL DENGAN DATA LANDSAT TM DAN NOAA AVHRR

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

POLA SUHU PERMUKAAN DAN UDARA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT MULTITEMPORAL

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KEBUTUHAN AIR SAWAH DAERAH SEKITAR PANEI TENGAH KABUPATEN SIMALUNGUN

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

PERUBAHAN KARAKTERISTIK BIOFISIK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PADA BERBAGAI UMUR MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT HIMMATUN KHOTIMAH

Analisis Rona Awal Lingkungan dari Pengolahan Citra Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus :Daerah Eksplorasi Geothermal Kecamatan Sempol, Bondowoso)

Kajian Hidro-Klimatologi Daerah Cirebon-Indramayu-Majalengka- Kuningan (Ciayu Majakuning)

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

,Variasi Spasial Temporal Suhu Permukaan Daratan Kota Metropolitan Bandung Raya Tahun

ix

Pemetaan Distribusi Spasial Konsentrasi Klorofil-a dengan Landsat 8 di Danau Towuti dan Danau Matano, Sulawesi Selatan

Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi Kesetimbangan Lingkungan Atmosfer Perkotan

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN INDEKS LUAS DAUN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT MULTI SPEKTRAL

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

LANDSAT 8 SEBAGAI DATA UNTUK ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI DENGAN MODEL KESEIMBANGAN ENERGI. Fazlurrahman Shomat

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ANALISIS PERUBAHAN ALBEDO, SUHU PERMUKAAN DAN SUHU UDARA SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT

IDENTIFIKASI SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN METODE KONVERSI DIGITAL NUMBER MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Uji Akurasi Produk Reflektan-Permukaan Landsat Menggunakan Data In situ di Danau Kasumigaura, Jepang

ANALISIS POTENSI ENERGI MATAHARI DI KALIMANTAN BARAT

Oleh : I.D.S Anggraeni *), D.K. Kalsim **)

HUBUNGAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) KOTA DEPOK DIKI SEPTERIAN SYAH

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

PENENTUAN DISTRIBUSI TIPE AWAN DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MTSAT IR1

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI

KATA PENGANTAR Aplikasi Penginderaan Jauh dalam Mendeteksi Kebakaran Hutan Menggunakan Citra Satelit Landsat

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

Gambar 1. Peta DAS penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum

DAMPAK PENGURANGAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERKOTAAN TERHADAP PENINGKATAN SUHU UDARA DENGAN METODE PENGINDERAAN JAUH

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

Perbandingan Pengaruh Koreksi Radiometrik Citra Landsat 8 Terhadap Indeks Vegetasi Pada Tanaman Padi

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

ABSTRAK. Kata Kunci: kebakaran hutan, penginderaan jauh, satelit Landsat, brightness temperature

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Siklus Hidrologi

Transkripsi:

Pendugaan Evaporasi Berdasarkan Konsep Neraca Energi Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 (Studi Kasus: Kabupaten Karawang) Evaporation Estimation Based on Energy Balance Concepts Using Landsat 8 Satellite Imagery (Case Study: Karawang District) Aryo Adhi Condro 1*) 1 Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor *) E-mail: aacondro@gmail.com ABSTRAK - Evaporasi merupakan proses penguapan air dari permukaan bumi menuju atmosfer. Evaporasi menjadi potensial ketika faktor pembatasnya hanya berasal dari faktor cuaca dan iklim saja tanpa mempertimbangkan jumlah air yang tersedia di permukaan. Berdasarkan konsep neraca air, evaporasi merupakan nilai kehilangan air permukaan sehingga parameter ini berperan penting dalam menduga kebutuhan air tanaman, penentuan cekaman air suatu tanaman, dan analisis kekeringan. Lisimeter digunakan untuk mengukur nilai evaporasi secara observatif. Namun, biaya operasional yang mahal dan hanya menghasilkan data titik menjadi masalah dalam analisis data evaporasi. Oleh karena itu, pemanfaatan data penginderaan jauh dilakukan dalam menduga nilai evaporasi sehingga pengukuran lebih efisien. Karakteristik evaporasi terhadap tutupan lahan tertentu pun dapat dianalisis apabila pendugaan dilakukan menggunakan citra satelit. Citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS digunakan dalam menduga nilai evaporasi. Kombinasi antara neraca radiasi dengan neraca energi digunakan dalam memperoleh nilai panas laten yang selanjutnya akan dikonversi menjadi nilai evaporasi. Karawang digunakan sebagai wilayah kajian karena daerah ini merupakan salah satu daerah penghasil padi yang berpengaruh di Jawa Barat sehingga informasi kebutuhan air sangat penting bagi wilayah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan nilai evaporasi minimum sebesar 1.2 mm hari -1 dan nilai evaporasi maksimum sebesar 15.4 mm hari -1 di wilayah Kabupaten Karawang secara umum pada tanggal 15 Agustus 2015. Nilai evaporasi pada tutupan lahan badan air berkisar antara 6.2 mm hari -1 hingga 15.4 mm hari -1, lahan terbangun berkisar antara 1.2 mm hari -1 hingga 3.1 mm hari -1, dan vegetasi berkisar antara 6.4 mm hari -1 hingga 10.4 mm hari -1. Hal ini berkaitan erat dengan karakteristik permukaan dalam menghambat evaporasi. Kata kunci: evaporasi, Landsat-8 OLI/TIRS, neraca energi, neraca radiasi, pendugaan cepat ABSTRACT - Evaporation is a physical process through which, water from the earth surface is vapoured and transmitted to the atmosphere. Evaporation is termed as potential, if it only considers weather and climate as the limiting factors without taking water quantity, available on the earth surface, into account. In a water balance model, evaporation is considered as the water loss from the earth surface thus, estimating the amount of water loss due to evaporation is therefore very crucial, in order to further assess: (1) crops water demand; (2) crops water stress; and (3) other impacts of drought. Lysimeter is conventionally used for measuring evaporation on the field however, since one lysimeter can only measure evaporation at one particular point of location; thus, in order to obtain and analyse evaporation data of a relatively large area using lysimeter is therefore cost-inefficient. Hence, estimating evaporation on a large area using remotely sensed data should offer a more efficient approach. In addition, remote sensing also offers a rapid method for assessing evaporation from various types of land cover. Landsat 8 satellite image OLI/TIRS used in predicting the value of evaporation. The combination between the radiation balance and the energy balance used to obtain the value of the latent heat which would then be converted into evaporation. Karawang used as a study area because this area is one of the influential producer of rice in West Java, so the information of the water needs for crop is very important for this region. Findings of the study indicated daily evaporation in Karawang as observed on 15 August 2015 was ranging from 1.2 mm day -1 to 15.4 mm day -1 which varied among various types of land cover i.e.: water body, built-up area, and vegetation of about 6.2-15.4 mm day -1, 1.2-3.1 mm day -1, and 6.4-10.4 mm day -1 respectively. It suggests that each land cover type has different surficial properties functioning as constraining factors to evaporation. Keywords: evaporation, Landsat-8 OLI/TIRS, energy balance, radiation balance, rapid assessment 1

Pendugaan Evaporasi Berdasarkan Konsep Neraca Energi Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 (Studi Kasus : Kabupaten Karawang) (Condro, A.A.) 1. PENDAHULUAN Evaporasi merupakan proses fisik yang terjadi di atas permukaan dimana air diubah menjadi uap air dan dipindahkan ke atmosfer dengan laju yang ditentukan oleh faktor-faktor cuaca. Proses fisik serupa terjadi pada vegetasi yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor fisiologis vegetasi tersebut. Dalam analisis neraca air, kedua parameter tersebut seringkali dikombinasikan dan disebut evapotranspirasi. Ketika nilai leaf area index (LAI) suatu wilayah rendah, proses evaporasi mengambil proporsi lebih banyak dibandingkan dengan transpirasi. Sebaliknya, ketika nilai LAI tinggi, proses transpirasi akan mengambil peran dominan terhadap kehilangan air dari permukaan suatu wilayah tersebut (Allen et al., 1998). Pendugaan nilai evaporasi dalam aplikasi neraca air menjadi sangat penting dalam melakukan kajian irigasi tanaman, pembangunan model kekeringan, analisis cekaman air terhadap suatu tanaman, serta kajian-kajian lainnya yang berhubungan dengan neraca air. Pengukuran evaporasi secara observatif dapat dilakukan menggunakan panci kelas A standar, atmometer, dan lisimeter. Lisimeter merupakan alat yang standar dalam pengukuran evaporasi karena proses transpirasi berdasarkan tanaman acuan dimasukkan ke dalam pengukuran. Namun, banyak ditemukan kesulitan dalam operasional lisimeter tersebut. Beberapa hambatan dalam pengukuran lisimeter secara observatif diantaranya: biaya perawatan dan operasional alat cukup mahal, sampel tanah pada lisimeter mudah terganggu sehingga pengisian air pada tanah harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghasilkan nilai evaporasi yang representatif dengan lingkungan, lisimeter dapat rusak akibat tutupan salju dan es pada musim dingin di wilayah subtropis, dan pengukuran nilai evaporasi potensial pada musim kering dan panas dapat menghasilkan data yang overestimate (Shaw, 2011). Pendekatan empiris dalam menduga nilai evaporasi digunakan untuk menghindari kesulitan yang dihadapi dalam melakukan observasi sehingga pendugaan evaporasi menjadi lebih efisien. Beberapa pendekatan empiris yang dapat digunakan antara lain: pendekatan neraca air, metode Penman atau metode kombinasi, transfer massa, korelasi eddy, dan neraca energi (Dingman, 2015). Penelitian ini menggunakan metode neraca energi dalam menduga nilai evaporasi dengan pendekatan penginderaan jauh. Absorpsi radiasi matahari dan pancaran radiasi gelombang panjang dari permukaan bumi merupakan faktor penggerak dinamika atmosfer sehingga akan mempengaruhi karakteristik dan proporsi energi di bumi. Satelit pasif seperti Landsat 8 dapat menangkap pancaran objek-objek dari permukaan bumi dalam bentuk reflektansi. Nilai reflektansi tersebut dapat dikonversi ke dalam parameter-parameter radiasi dan energi dengan metodemetode tertentu. Energi input ke dalam bumi (radiasi netto) terdistribusi dalam bentuk panas terasa, panas laten, panas tanah, dan sebagian kecil digunakan untuk proses fotosintesis. Panas laten merupakan energi yang dapat dikonversi menjadi nilai evaporasi sehingga citra satelit Landsat 8 dapat digunakan untuk mengestimasi nilai evaporasi di wilayah tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai evaporasi di wilayah kajian berdasarkan konsep neraca energi menggunakan citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS serta membandingkan distribusi nilai evaporasi di tutupan lahan tertentu di Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang memberikan kontribusi kebutuhan beras nasional rata-rata setiap tahunnya mencapai 865000 ton/tahun berdasarkan data RPJMD Kabupaten Karawang tahun 2011-2015. Pengaruh ketersediaan air bagi tanaman padi di wilayah kajian perlu diperhatikan sehingga pendugaan parameter neraca air menggunakan penginderaan jauh diharapkan mampu memberikan data secara efisien untuk pembangunan model neraca air. 2. METODE 2.1 Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan citra satelit Landsat 8 sensor OLI/TIRS dengan level koreksi L1T yang dapat diunduh secara dari laman (earthexplorer.usgs.gov). Path/Row wilayah kajian adalah 122/64 yang diakuisisi pada tanggal 15 Agustus 2015. Hanya citra satelit yang berasal dari kanal 2, 3, 4, 5, 6, 10, dan 11 yang digunakan dalam pengolahan data. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah seperangkat komputer, perangkat lunak Ms. Office 2016, ERDAS Imagine 9.1, serta ArcMap 10.3. 2.2 Lokasi Penelitian Kabupaten Karawang berada di bagian utara Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 1753.27 km 2 atau 174327 ha yang secara geografis terletak antara 107 o 02 107 o 40 BT dan 5 o 56 6 o 34 LS. Wilayah ini termasuk daerah daratan yang relatif rendah dengan variasi ketinggian wilayah antara 0 1279 m dpl. 2

2.3 Alur Penelitian 2.3.1 Klasifikasi tak terbimbing dan cloud removal Klasifikasi tak terbimbing merupakan metode pengelompokkan piksel pada citra menjadi beberapa cluster tutupan lahan yang memiliki karakteristik piksel yang mirip tanpa harus mengambil sampel training area. Algoritma yang biasa digunakan dalam melakukan klasifikasi tak terbimbing disebut iterative self-organizing data analysis atau ISODATA (Lillesand, 2004). Citra komposit kanal 654 digunakan dalam melakukan klasifikasi ke dalam tiga kelas berbeda. Hal ini didasari oleh karakteristik permukaan terhadap respon energi yang diterima. Kelas tutupan lahan terdiri dari badan air, vegetasi, dan lahan terbangun. Selain proses klasifikasi, cloud removal pada citra dilakukan sehingga piksel awan dihilangkan dari data raster. 2.3.2 Perhitungan suhu permukaan Suhu permukaan berguna untuk menentukan radiasi gelombang panjang yang keluar dari permukaan bumi. Kanal termal Landsat 8 dari sensor TIRS (kanal 10 dan kanal 11) digunakan dalam perhitungan suhu permukaan. Berikut merupakan langkah-langkah dalam menentukan nilai suhu permukaan. Nilai spektral radians diperoleh dari persamaan konversi yang terdapat dalam Landsat 8 Data users handbook. Berikut adalah persamaan spektral radians yang digunakan. Lλ = ML x Qcal + AL.(1) dimana L λ merupakan nilai spektral radians (W m -2 sr -1 μm -1 ), M L merupakan radiance multiplicative scaling factor kanal tertentu, Qcal merupakan nilai digital number kanal tertentu, dan A L merupakan radiance additive scaling factor kanal tertentu. Selanjutnya, suhu kecerahan dihitung berdasarkan persamaan berikut. Tb = K2 273.15...(2) ln( K1 +1) Lλ dimana Tb merupakan suhu kecerahan ( o C) yang merupakan suhu efektif yang ditangkap oleh satelit dengan asumsi emisivitas yang seragam di setiap permukaan, K1 dan K2 merupakan konstanta konversi termal untuk kanal tertentu, dan L λ merupakan nilai spektral radians (W m -2 sr -1 μm -1 ). Suhu permukaan diperoleh dengan mengoreksi suhu kecerahan dengan nilai emisivitas yang berbeda pada setiap tutupan lahan. Berikut adalah persamaan suhu permukaan (Weng, 2001). Ts = Tb 1+( λtb ) ln ε.....(3) dimana Ts merupakan suhu permukaan ( o C), Tb merupakan suhu kecerahan ( o C), λ merupakan panjang gelombang yang diemisikan (11.5 μm), merupakan hc σ yang bernilai 1.438x10-2 mk, dan ε merupakan nilai emisivitas permukaan. Badan air memiliki nilai ε sebesar 0.98, untuk vegetasi sebesar 0.95, dan non-vegetasi (lahan terbangun) sebesar 0.92 (Weng, 2001). 2.3.3 Perhitungan komponen neraca radiasi Pendugaan nilai radiasi netto merupakan tujuan utama dalam perhitungan komponen neraca energi. Berikut ini merupakan persamaan neraca radiasi. Qn = (RSin + RLin) (RSout + RLout)..(4) dimana Qn merupakan radiasi netto (W m -2 ), RSin merupakan radiasi gelombang pendek yang masuk menuju bumi (W m -2 ), RLin merupakan radiasi gelombang panjang yang masuk ke dalam bumi (W m -2 ), RSout merupakan radiasi gelombang pendek yang keluar dari bumi (W m -2 ), dan RLout merupakan radiasi gelombang panjang yang keluar dari permukaan bumi (W m -2 ). Berikut merupakan langkah-langkah dalam menentukan komponen neraca radiasi. 3

Pendugaan Evaporasi Berdasarkan Konsep Neraca Energi Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 (Studi Kasus : Kabupaten Karawang) (Condro, A.A.) Radiasi gelombang pendek yang keluar menuju atmosfer dan albedo dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut menggunakan citra kanal 4, kanal 3, dan kanal 2 (USGS, 2013). RSout = πx Lλ x d 2 x λ...(5) α = π.l.λ.d2 Esun.cos (θs)....(6) dimana d merupakan jarak bumi-matahari pada julian date tertentu, Esun merupakan exoatmospheric solar irradiance kanal tertentu (Wm -2 μm -1 ), dan θs merupakan sudut zenith matahari. Albedo dan radiasi gelombang pendek yang keluar tersebut digunakan untuk menghitung radiasi gelombang pendek yang masuk ke permukaan bumi. Berikut adalah persamaan radiasi gelombang pendek yang masuk. RSin = RSout. (7) α RLin memiliki nilai yang sangat kecil sehingga pada perhitungan neraca radiasi nilai radiasi gelombang panjang yang masuk ke bumi dapat diasumsikan bernilai nol. Selanjutnya, radiasi gelombang panjang yang keluar dari permukaan bumi dihitung berdasarkan hukum Stefan-Boltzmann. RLout = ε x σx Ts 4.(8) dimana σ merupakan konstanta Stefan-Boltzmann dengan nilai sebesar 5.67x10-8 W m -2 K -4, dan Ts merupakan suhu permukaan (K). 2.3.4 Pendugaan komponen neraca energi Neraca energi merupakan distribusi radiasi netto ke dalam bentuk energi lain yang berperan dalam proses kehidupan (Arya, 2001). Berikut ini merupakan persamaan umum dari neraca energi. Qn = H + G + LE + P (9) dimana H merupakan panas terasa (W m -2 ), G merupakan panas tanah (W m -2 ), P merupakan energi yang digunakan untuk fotosintesis (W m -2 ), dan LE merupakan panas laten (W m -2 ). Energi yang digunakan untuk fotosintesis sangat rendah sehingga dalam persamaan neraca energi dapat diasumsikan bernilai nol. Panas tanah diperoleh dari nilai radiasi netto, suhu permukaan, albedo, dan NDVI. Berikut adalah persamaan panas tanah yang digunakan (Allen et al., 2001). G = Ts (0.0038α + Qn α 0.0074α2 )(1 NDVI 4 )..(10) Panas terasa dan panas laten dapat diperoleh dengan menggunakan metode Bowen Ratio. Berikut adalah persamaan perhitungan panas terasa dan panas laten. H = β(qn G) (11) β+1 LE = (Qn G) β+1 atau LE = Qn G H...(12) Bowen ratio merupakan rasio antara panas terasa dengan panas laten. Rasio tersebut relatif konstan pada setiap tutupan lahan tertentu sehingga nilai β untuk badan air sebesar 0.1, nilai β untuk vegetasi sebesar 0.5, dan untuk lahan terbangun sebesar 4. 2.3.5 Pendugaan nilai evaporasi Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan satu kilogram air (L) digunakan dalam mengonversi nilai panas laten menjadi nilai evaporasi harian. Berikut ini merupakan persamaan latent heat vaporization. 4

L = 2.5x10 6 2400xTs.(13) Selanjutnya, nilai evaporasi harian dapat diestimasi menggunakan persamaan berikut. E = LE ρ L x1000x86400.....(14) dimana E merupakan evaporasi harian (mm hari -1 ), ρ merupakan kerapatan air sebesar 1000 kgm -3, dan L merupakan latent heat vaporization (J kg -1 ). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Klasifikasi tutupan lahan secara tak terbimbing dilakukan pada penelitian ini dengan iterasi sebanyak seratus kali. Recoding data hasil klasifikasi dilakukan untuk menggabungkan cluster ke dalam klasifikasi yang sama. Hasil klasifikasi tersebut tidak dapat merepresentasikan penggunaan lahan. Berikut adalah klasifikasi tutupan lahan di Kabupaten Karawang pada tanggal 15 Agustus 2015. Gambar 1. Tutupan Lahan di Kabupaten Karawang Berdasarkan Gambar 1, tutupan lahan di Kabupaten Karawang dibagi menjadi tiga: badan air, lahan terbangun, serta vegetasi. Kelas yang dibangun merupakan generalisasi dari tutupan lahan tertentu karena hanya diperlukan tutupan lahan dengan perbedaan karakteristik dan sifat permukaan yang signifikan. Wilayah utara Kabupaten Karawang didominasi oleh badan air. Lahan terbangun mendominasi wilayah selatan Kabupaten Karawang. Penggunaan lahan sawah bera dan lahan terbuka memiliki karakteristik yang relatif sama dengan lahan terbangun sehingga sawah bera dan lahan terbuka diklasifikasikan ke dalam lahan terbangun. Tabel 1. Luasan Tutupan Lahan di Kabupaten Karawang Tutupan Lahan Luas (%) Luas (ha) Badan air 39.2 68359 Lahan terbangun 38.2 66590 Vegetasi 22.6 39378 Total 100 174327 5

Pendugaan Evaporasi Berdasarkan Konsep Neraca Energi Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 (Studi Kasus : Kabupaten Karawang) (Condro, A.A.) Tutupan lahan di Kabupaten Karawang didominasi oleh badan air sebesar 39.2 % dari total wilayah Kabupaten Karawang. Lahan tambak dan sawah tergenang digolongkan ke dalam kelas badan air sehingga tutupan lahan badan air memiliki luasan yang cukup besar. Lahan terbangun memiliki luasan sebesar 38.2 % dari total wilayah, sedangkan vegetasi memiliki luas sebesar 22.6 % dari total wilayah. Perhitungan komponen neraca radiasi dilakukan untuk menghasilkan nilai radiasi netto sehingga nilai panas laten dan komponen energi lainnya dapat diketahui. Berikut ini adalah data komponen neraca radiasi, neraca energi, dan evaporasi harian di setiap tutupan lahan pada tanggal 15 Agustus 2015 di Kabupaten Karawang. Tabel 2. Komponen Neraca Radiasi di Kabupaten Karawang Tutupan Lahan Ts (ºC) Albedo RSout (W m-2) RSin (W m-2) RLout (W m-2) Badan air 22.6 0.8 0.119 0.02 107.1 12.8 901.8 17.5 425.1 4.7 Lahan terbangun 24.6 1.4 0.122 0.02 109.6 17.7 897.0 14.4 409.8 7.6 Vegetasi 22.2 0.9 0.098 0.01 89.2 7.0 912.9 12.0 410.1 4.8 Tabel 3. Komponen Neraca Energi dan Evaporasi Harian di Kabupaten Karawang Tutupan Lahan Qn (W m-2) G (W m-2) H (W m-2) LE (W m-2) E (mm hari-1) Badan air 369.6 28.7 39.0 2.3 30.1 2.4 300.6 24.4 10.6 0.9 Lahan terbangun 377.7 31.6 43.3 2.5 267.5 24.0 66.9 6.0 2.4 0.2 Vegetasi 413.5 18.2 40.8 1.8 124.3 5.9 248.5 11.8 8.8 0.4 Kelas tutupan lahan vegetasi memiliki nilai radiasi netto rata-rata yang paling tinggi dari tutupan lahan lainnya, yaitu sebesar 413.5 W m -2. Lahan terbangun memiliki radiasi netto rata-rata sebesar 377.7 W m -2 sedangkan badan air memiliki radiasi netto rata-rata sebesar 369.6 W m -2. Berdasarkan konsep neraca radiasi, nilai radiasi netto yang tinggi merepresentasikan lebih banyak radiasi yang diterima permukaan bumi dibandingkan dengan radiasi yang keluar dari bumi. Vegetasi memiliki albedo rata-rata terendah dari tutupan lahan lainnya sehingga radiasi gelombang pendek yang masuk ke dalam vegetasi sangat tinggi, yaitu mencapai 912.9 W m -2. Berbeda dengan lahan terbangun, albedo rata-rata dari lahan terbangun memiliki nilai yang paling tinggi sehingga nilai radiasi gelombang pendek yang masuk ke dalam lahan terbangun menjadi rendah, yaitu sebesar 897 W m -2. Albedo memiliki hubungan terbalik dengan radiasi gelombang pendek yang masuk ke permukaan bumi. Berdasarkan hukum Stefan-Boltzmann, suhu permukaan mempengaruhi besarnya radiasi gelombang panjang yang diemisikan melalui objek di permukaan bumi. Flux panas permukaan tanah (soil heat flux) memiliki nilai yang berkisar antara 39 43 W m -2. Lahan terbangun memiliki rata-rata fluks panas permukaan tanah tertinggi dan badan air memiliki rata-rata fluks panas permukaan terendah. Nilai fluks panas permukaan tanah relatif konstan sehingga karakteristik radiasi netto dan komponen energi lainnya biasanya dinyatakan dalam rasio per fluks panas permukaan tanah. Rasio tersebut dapat menggambarkan karakteristik energi pada tutupan lahan yang berbeda. Panas laten merupakan energi yang digunakan untuk proses evaporasi. Badan air memiliki nilai panas laten rata-rata tertinggi, yaitu sebesar 300.6 W m -2. Kandungan air pada badan air sangat melimpah sehingga sebagian besar energi atau radiasi netto (Qn) akan diubah menjadi panas laten (LE). Vegetasi memiliki nilai panas laten rata-rata sebesar 248.5 W m -2. Cadangan air yang cukup banyak pada vegetasi serta proses konduktivitas stomata menyebabkan nilai panas laten di tutupan lahan vegetasi juga cukup tinggi. Tumbuhan memperoleh CO 2(g) sebagai reaktan dalam proses fotosintesis dari stomata. Pembukaan stomata akan diikuti dengan masuknya CO 2(g) dan keluarnya H 2O dari dalam tumbuhan ke atmosfer sehingga akan terjadi proses transpirasi. Hal ini juga dipengaruhi oleh perbedaan nilai tekanan uap antara atmosfer dengan tumbuhan (Jones, 2014). Lahan terbangun memiliki nilai panas laten terendah, yaitu 66.9 W m -2. Potensi penguapan yang dimiliki tutupan lahan terbangun sangat rendah. Hal ini dipengaruhi oleh sifat permukaan dan ketersediaan air di lahan tersebut. Berikut ini merupakan persentase alokasi radiasi netto menjadi panas terasa, panas laten, dan panas permukaan tanah. 6

Gambar 2. Persentase Alokasi Energi. (a) Badan Air, (b) Lahan Terbangun, dan (c) Vegetasi Pie chart di atas merupakan persentase alokasi energi dari radiasi netto pada tutupan lahan berbeda. Panas laten memiliki alokasi energi tertinggi di tutupan lahan badan air dan vegetasi. Sedangkan, lahan terbuka memiliki persentase energi panas laten yang lebih rendah dibandingkan dengan kedua tutupan lahan lainnya. Radiasi netto pada lahan terbangun paling tinggi dialokasikan menjadi energi panas terasa sehingga pada tutupan lahan tersebut sering terjadi proses pemanasan lokal atau urban heat island. Gambar 3. Distribusi Evaporasi di Kabupaten Karawang pada Tanggal 15 Agustus 2015. Berdasarkan Gambar 3, dapat terlihat distribusi evaporasi di Kabupaten Karawang pada tanggal 15 Agustus 2015. Rentang nilai evaporasi berada di antara 1.2 15.4 mm hari -1 dengan variasi pada tutupan lahan yang berbeda. Nilai evaporasi pada tutupan lahan badan air berkisar antara 6.2-15.4 mm hari -1, lahan terbangun berkisar antara 1.2-3.1 mm hari -1, dan vegetasi berkisar antara 6.4-10.4 mm hari -1. Evaporasi tinggi di wilayah utara Kabupaten Karawang dan rendah di bagian selatan dan barat daya Kabupaten Karawang. Berdasarkan kelas tutupan lahan, wilayah utara Kabupaten Karawang didominasi oleh badan air berupa tambak dan sawah tergenang. Cadangan air di tutupan lahan tersebut relatif berlimpah sehingga potensi evaporasi di wilayah tersebut juga tinggi. Wilayah selatan dan barat daya Kabupaten Karawang didominasi oleh lahan terbangun sehingga memiliki nilai evaporasi yang relatif rendah dari wilayah Kabupaten Karawang lainnya. Karakteristik statistik nilai evaporasi di setiap tutupan lahan dapat dilihat dalam distribusi frekuensi. 7

Pendugaan Evaporasi Berdasarkan Konsep Neraca Energi Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 (Studi Kasus : Kabupaten Karawang) (Condro, A.A.) 8 Gambar 4. Histogram Nilai Evaporasi pada Setiap Tutupan Lahan di Kabupaten Karawang. Distribusi nilai evaporasi pada setiap tutupan lahan relatif menyebar secara normal. Perbedaan nilai rataan evaporasi pada setiap tutupan lahan terlihat dalam posisi histogram pada sumbu axis. Besarnya frekuensi merepresentasikan luasan tutupan lahan tertentu di Kabupaten Karawang. Badan air memiliki nilai evaporasi yang tinggi dengan luasan wilayah yang tinggi pula sehingga badan air menyumbangkan evaporasi terbesar di Kabupaten Karawang. Lahan terbangun memiliki nilai rataan evaporasi terendah tetapi memiliki luasan wilayah yang cukup tinggi. 4. KESIMPULAN Evaporasi harian pada tutupan lahan tertentu secara spasial dapat diduga menggunakan citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS. Rentang nilai evaporasi berada di antara 1.2 15.4 mm hari -1 dengan variasi pada tutupan lahan yang berbeda. Evaporasi rata-rata tertinggi berada di tutupan lahan badan air, yaitu sebesar 10.6 mm hari -1, evaporasi rata-rata di tutupan lahan vegetasi sebesar 8.8 mm hari -1, dan evaporasi rata-rata terendah berada di lahan terbangun, yaitu sebesar 2.4 mm hari -1. Perbedaan nilai evaporasi pada tutupan lahan yang berbeda sangat dipengaruhi oleh karakteristik permukaan seperti emisivitas permukaan, bowen ratio, dan cadangan air yang tersedia di permukaan. 5. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih saya haturkan kepada Bapak Idung Risdiyanto, S.Si., M.Sc. dan Bapak Dr. Yudi Setiawan, S.P., M.Sc., Ph.D. atas saran dan bimbingannya, serta rekan-rekan Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB angkatan 50 atas dukungannya selama penelitian ini. 6. DAFTAR PUSTAKA Allen, R. G., Morse, A., Tasumi, M., Bastiaansen, W. and Anderson, H. (2001). Evapotranspiration from Landsat (SEBAL) for water right management and compliance with ulti-state water compact: University of Idaho Kimberly. Allen, R. G., Pereira L. S., Raes, D., and Smith M. (1998). Crop Evapotranspiration Guidelines Computing Crop Water Requirements, FAO Irrigation and Drainage Paper No. 56, diunduh 10 Juni 2016 dari http://kimberly.uidaho.edu/water/fao56/fao56.pdf Arya, S. P. (2001). Intoduction to Micrometeorology, Second Edition: Academic Press. Bappeda Karawang. (2011). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun 2011-2015. Karawang: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Bappeda Karawang. Dingman, S. L. (2015). Physical Hydrology, Third Edition: Waveland Press, Inc. Dwijayanto, A. (2015). Intensitas Kebakaran Hutan dan Estimasi Heat Production Menggunakan Citra Landsat. (Skripsi), IPB (Bogor Agricultural University), Bogor. Jones, H. G. (2014). Plant and Microclimate: A Quantitative Approach to Environmental Plant Physiology, Third Edition: Cambridge University Press. Lillesand, T. M., Kiefer, R. W., and Chipman, J. W. (2004). Remote Sensing and Image Interpretation, Fifth Edition: John Wiley & Sons, Inc.

Setiawan, R. (2006). Metode Neraca Energi untuk Perhitungan Leaf Area Index (LAI) di Lahan Bervegetasi Menggunakan Data Citra Satelit. (Skripsi), IPB (Bogor Agricultural University), Bogor. Shaw, E. M., Beven, K. J., Chappell, N. A., and Lamb, R. (2011). Hydrology in Practice, Fourth Edition: Spon Press. [USGS] United State Geological Survey. (2013). Landsat 8 (L8) Data User Handbook, diunduh 19 April 2016 dari http://landsat.usgs.gov/documents/landsat8datausershandbook.pdf Weng, Q. (2001). A Remote Sensing: GIS Evaluation of Urban Expansion and Its Impact on Surface Temperature in The Zhujiang Delta, China. Int. J. Remote Sensing, 22(10), 1999-2014. Yudiansyah, T. R. (2010). Pendugaan Nilai Komponen Neraca Energi di Kanopi Hutan Tanaman Agathis Loranthifolia dengan Menggunakan Satelit Optik (Studi Kasus Hutan Gunung Walat Sukabumi). (Skripsi), IPB (Bogor Agricultural University), Bogor. 9