Agros Vol.16 No.1 Januari 2014: 7-18 ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
YIELD ABILITY AND SOME AGRONOMIC CHARACTERS EXPRESSION FOR SIX INDICA HYBRID RICE IN LOWLAND RICE IRRIGATION. Bambang Sutaryo 1

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

EKSPRESI HASIL GABAH DAN ANALISIS LINTASAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI GRAIN YIELD EXPRESSION AND PATH ANALYSIS OF SEVERAL NEW RICE VARIETIES

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

EKSPRESI HASIL GABAH DAN ANALISIS LINTASAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI SLEMAN

PERTUMBUHAN DAN HASIL DUA VARIETAS PADI SAWAH PADA SISTEM JAJAR LEGOWO. Growth and Yield of Two Varieties of Wetland Rice with Jajar Legowo System

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI LAMPUNG SELATAN

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI

KARAKTERISASI PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS PADI AKIBAT PENGATURAN JARAK TANAM YANG BERBEDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

SISTEM TANAM DAN UMUR BIBIT PADA TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) VARIETAS INPARI 13

PENGARUH SISTEM TANAM LEGOWO DAN KONSENTRASI PUPUK PELENGKAP CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI. Abstrak

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM TANAM PADI JAJAR LEGOWO

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. RIWAYAT HIDUP... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... vi. DAFTAR ISI...

1) Dosen Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon 2) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kuningan

KAJIAN KERAGAAN VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) PADI DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS SULAWESI SELATAN ABSTRAK PENDAHULUAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat Jl. Raya Padang-Solok Km 40 Sukarami, Telp ; Fax ABSTRACT

PENGARUH AKSESI DAN KEPADATAN POPULASI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

AGRITECH : Vol. XV No. 2 Desember 2013 : ISSN :

Respons Pertumbuhan dan Hasil Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Jarak Tanam dan Waktu Penyiangan Gulma

HASIL DAN PEMBAHASAN

RESPON 15 VARIETAS UNGGUL BARU PADI TERHADAP TUJUH METODE TANAM UNTUK HASIL DAN KOMPONEN HASIL

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

Pengaruh Beberapa Jarak Tanam terhadap Produktivitas Jagung Bima 20 di Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR

PENGARUH SISTEM TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI SAWAH VARIETAS IR-66 DI SUMATERA BARAT

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS GALUR HARAPAN PADI (ORYZA SATIVA L.) HIBRIDA DI DESA KETAON KECAMATAN BANYUDONO BOYOLALI

PENGARUH DOSIS BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS PADI. The Effect of Bokashi Dosages on Growth and Yield of Three Varieties of Rice

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS INPARI 17

STUDI TINGGI PEMOTONGAN PANEN TANAMAN UTAMA TERHADAP PRODUKSI RATUN. The Study of Cutting Height on Main Crop to Rice Ratoon Production

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

KAJIAN FISIOLOGI KOMPETISI ANTARA TANAMAN PADI SAWAH DENGAN GULMA Echinochloa crus-galli

III. BAHAN DAN METODE

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN KOMPONEN HASIL EMPAT VARIETAS UNGGUL BARU PADI INPARA DI BENGKULU ABSTRAK

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

DAYA HASIL TIGA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI KEBON AGUNG BANTUL THE POTENTIAL YIELD OF THREE NEW PADDY VARIETIES AT KEBON AGUNG BANTUL

Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida Sl-8-SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan

KERAGAAN HASIL GABAH DAN KARAKTER AGRONOMI SEPULUH VARIETAS PADI UNGGUL DI SLEMAN, YOGYAKARTA

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2)

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO JAGUNG HIBRIDA UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI LAHAN INCEPTISOLS GUNUNGKIDUL

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

POTENSI PENGEMBANGAN PADI SAWAH VARIETAS UNGGUL BARU DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PENDAHULUAN Latar Belakang

KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI PENANGKARAN SEBAGAI BENIH SUMBER DI LAMPUNG

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

KERAGAAN HASIL GABAH DAN KARAKTER AGRONOMI SEPULUH VARIETAS PADI UNGGUL DI SLEMAN, YOGYAKARTA

Budidaya Padi Organik dengan Waktu Aplikasi Pupuk Kandang yang Berbeda dan Pemberian Pupuk Hayati

Oleh: Totok Agung Dwi Haryanto Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto (Diterima: 25 Agustus 2004, disetujui: 27 September 2004)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan

Jurnal Cendekia Vol 11 No 3 Sept 2013 ISSN

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

PENGARUH PUPUK NITROGEN TERHADAP PENAMPILAN DAN PRODUKTIVITAS PADI INPARI SIDENUK

KAJIAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI LAHAN PASANG SURUT KABUPATEN SERUYAN. Astri Anto, Sandis Wahyu Prasetiyo

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan ABSTRAK PENDAHULUAN

KAJIAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADI GOGO (Oryza sativa L.) DENGAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.)

Keywords: assistance, SL-PTT, rice Inpari, increased production

Padi hibrida merupakan tanaman F1 yang berasal dari

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI VARIETAS MEKONGGA TERHADAP KOMBINASI DOSIS PUPUK ANORGANIK NITROGEN DAN PUPUK ORGANIK CAIR

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL

KERAGAAN 12 VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) DAN VARIETAS UNGGUL HIBRIDA (VUH) DALAM USAHA PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KEC

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

KERAGAAN TANAMAN PADI BERDASARKAN POSISI TANAMAN TERHADAP KOMPONEN HASIL PADA SISTEM TANAM LEGOWO 4:1 ABSTRAK

KEUNTUNGAN DAN KELEBIHAN SISTEM JARAK TANAM JAJAR LEGOWO PADI SAWAH

Keragaan Beberapa Varietas Unggul Baru Padi pada Lahan Sawah di Kalimantan Barat

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa)

KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

APLIKASI SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH APPLICATION OF JAJAR LEGOWO PLANTING SYSTEM TO INCREASE PADDY YIELD

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ana Tri Lestari, Jaenudin Kartahadimaja *, dan Nurman Abdul Hakim

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial

PENGARUH JARAK TANAM DAN JUMLAH BENIH PER LUBANG TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI GOGO (Oryza sativa L.) KULTIVAR INPAGO 6

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Badan Litbang Pertanian telah melepas lebih dari 200 varietas padi sejak

Transkripsi:

Agros Vol.16 No.1 Januari 2014: 7-18 ISSN 1411-0172 KERAGAAN ENAM PADI F1 DAN TIGA PEMBANDING PADA EMPAT POPULASI TANAMAN BERBEDA SIX F1 RICE PERFORMANCE AND THREE CHECKS ON FOUR DIFFERENT PLANT POPULATION Bambang Sutaryo *) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRACT Research performance six rice genotypes and three checks on four level of plant density conducted at Wironanggan, Gatak, Sukoharjo 115 m above sea level, Regosol soil type, November 2010 to March 2011.Experiment design split plot three replications. Main plot six F1 rice, i.e. Y-Super 101, Y-Super 202, Y1-1, H Basmatic- 1, Y1-6, Y1-7, three checks: Hibrindo R1, Intani 2, Ciherang. Subplot was four plant population density: 160,000; 250,000; 213,300; 256,000 plant per ha or spacing 25cm x 25cm; 20cm x 20cm; legowo 2:1 with spacing 25cm x 12,5cm x 50cm, and legowo 4:1 with spacing 25cm x 12,5cm x 50cm. Seedling with 17 days age planted in four level plant population density with one seedling per hill, in plot size 4m x 5m. Result: highest yield 8.35; 8.04, 7.96 t per ha obtained by Y-Super 101, Y-Super 202, Y1-7, on population density 256,000; 250,000; 213,300 plant per ha. Panicle number per hill for above three F1 rice mentioned 17.72; 17.05, 16.54. Plant population density 256,000; 250,000, 213,300 per ha for Y-Super 101, Y-Super 202, Y1-7 gave higher number filled grain and longer panicle length compared with density of 213.300 per ha. Earliest maturity obtained by Y1-1, Y1-6, Intani 2 at 160,000; 250,000; 256,000 population density, of 105.2; 104.7; 106.8 days. Total grain per panicle and 1000-grain weight did not influence by plant population density. Key- words: Performance, F1 rice, population density. INTISARI Penelitian keragaan enam padi F1 dan tiga pembanding pada empat tingkat populasi dilaksanakan di Wironanggan, Gatak, Sukoharjo, 115m dpl, tipe tanah regosol, November 2010 hingga Maret 2011. Rancangan petak terpisah tiga ulangan. Petak utama enam padi F1: Y-Super 101, Y-Super 202, Y1-1, H-Basmatic 1, Y1-6, Y1-7, tiga pembanding: Hibrindo R1, Intani 2, Ciherang. Anak petak empat tingkat populasi: 160.000; 250.000; 213.300; 256.000 per ha, berjarak 25cm x 25cm; 20cm x 20cm; legowo 2:1 (25cm x 12,5cm x 50cm), legowo 4:1 (25cm x 12,5cm x 50cm). Bibit 17 hari ditanam empat tingkat kepadatan, satu bibit per lubang, 4m x 5m. Hasil: hasil gabah tertinggi 8,35; 8,04, 7,96 t per ha: Y-Super 101, Y-Super 202, Y1-7, tingkat populasi 256.000; 250.000; 213.300 per ha. Jumlah malai per rumpun tiga padi F1:17,72; 17,05, 16,54. Tingkat populasi 256.000; 250.000, 213.300 per ha untuk Y-Super 101, Y-Super 202, Y1-7 jumlah gabah isi per malai dan panjang malai lebih banyak dibanding 213,300 per ha. Umur genjah diraih Y1-1, Y1-6, Intani 2 pada populasi 160.000; 250.000; 256.000 per ha umur 105,2; 104.7; 106,8 hari. Jumlah gabah total per malai dan bobot 1000 butir tidak dipengaruhi tingkat populasi. Kata kunci: Keragaan, padi F1, populasi tanaman. *) Alamat peneliti untuk korespondensi : Bambang Sutaryo, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Jln. Stadion Maguwoharjo No. 22, Karangsari, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta. Email : b_sutaryo@yahoo.com. No. HP. 081227502729.

8 Agros Vol.16 No.1 Januari 2014: 7-18 PENDAHULUAN Padi F1 hasil persilangan dua tetua yang dikenal sebagai padi hibrida, telah banyak dimanfaatkan melalui fenomena gejala heterosis dalam upaya meningkatkan produktivitas padi. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa padi F1 memberikan produktivitas yang lebih tinggi 20 hingga 30 persen di atas varietas padi inbrida (Satoto et al. 2007; Sutaryo et al. 2008). Namun demikian, padi F1 akan mampu mengekspresikan produktivitasnya secara maksimal bila dibudidayakan dengan menggunakan teknologi budidaya berbasis Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) antara lain dengan penggunaan populasi tanaman yang tepat, pengairan tepat, dan pemberian pupuk berimbang (Suyamto 2006). Pengaturan populasi tanaman secara optimum melalui pengaturan jarak tanam dan teknik tanam jajar legowo (tajarwo) mampu meningkatkan produktivitas tanaman padi. Dengan penggunaan tajarwo maka semakin tinggi populasi tanaman akan semakin banyak jumlah malai per satuan luas sehingga berpeluang meningkatkan produktivitas (Irianto 2009). Tajarwo merupakan salah satu cara untuk meningkatkan populasi tanaman dan cukup efektif mengurangi serangan hama tikus, keong mas, dan keracunan besi. Tajarwo adalah pengosongan satu baris tanaman setiap dua atau lebih baris dan merapatkan dalam barisan tanaman, sehingga dikenal dengan tajarwo 2:1, atau tajarwo 4 : 1 apabila satu baris kosong diselingi empat baris tanaman. Dengan tajarwo maka pertumbuhan tanaman akan menjadi sehat seragam yang dapat menutup permukaan tanah sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma, memudahkan pemupukan, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit, serta meningkatkan produktivitas sampai 10 hingga 15 persen (Badan Litbang Pertanian 2007). Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari keragaan enam padi F1 dan tiga pembanding pada empat tingkat populasi tanaman yang berbeda, sehingga dapat dipilih padi F1 yang mampu memberikan produktivitas maksimal pada populasi tanaman yang sesuai. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di desa Wironanggan, Gatak, Sukoharjo, 115 meter di atas permukaan laut (m dpl), dengan tipe tanah Regosol, dari bulan November 2010 hingga Maret 2011, tanaman sebelumnya adalah padi dengan sistem pengairan teknis. Percobaan dirancang menggunakan Rancangan Split Plot dengan tiga ulangan, ukuran plot 4 m x 5 m. Sebagai petak utama adalah enam padi F1, yaitu: Y- Super 101, Y-Super 202, Y1-1, H- Basmatic 1, Y1-6, dan Y1-7, dan tiga pembanding, yaitu Hibrindo R1, Intani 2, dan Ciherang. Sebagai anak petak adalah empat populasi tanaman (PT), yaitu 160.000 (PT1); 250.000 (PT2), 213.300 (PT3), dan 256.000 (PT3) tanaman per ha atau masing-masing pada jarak tanam 25 cm x 25 cm; 20 cm x 20 cm; legowo 2 : 1 (jarak tanam 25 cm x 12,5 cm x 50 cm), dan legowo 4 : 1 (jarak tanam 25 cm x 12,5 cm x 50

Keragaan enam padi F1 (Bambang Sutaryo) 9 cm). Bibit dengan jumlah satu per lubang tanam dengan umur bibit 17 hari ditanam pada empat tingkat populasi tanaman tersebut. Pemupukan dilakukan berdasarkan pada saat aplikasi, jenis dan dosis pupuk sebagai berikut. 1) pada saat tujuh Hari Setelah Tanam (HST) sebanyak 150 kg Phonska + 50 kg Urea + 50 kg SP36; 2) pada saat 21 HST sebanyak 150 kg Phonska + 50 kg Urea; dan 3) pada saat 35 HST sebanyak 100 kg Urea. Karakter yang diamati adalah: Hasil gabah kering giling per hektar. Data yang diambil dari tiap plot adalah dengan membuang dua baris keliling pinggiran tanaman. Panen dilakukan per petak kemudian ditimbang berat kering panen dan diukur kadar airnya. Data hasil gabah kering giling per hektar diperoleh dengan cara konversi dari hasil gabah kering panen per petak ke hektar pada kadar air 14 persen menggunakan rumus: (100 KA GKP) 10.000 m² GKG = x GKP x (100 14) luas petak yang dipanen Data komponen hasil diambil berdasarkan rata-rata 10 tanaman contoh tiap petak dengan membuang dua baris keliling pinggiran tanaman, meliputi: (1) Jumlah malai per rumpun; (2) Jumlah gabah isi per malai; (3) Jumlah gabah total per malai; (4) Panjang malai; (5) Tinggi tanaman; (6). Umur tanaman; dan (7) Bobot 1000 butir. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 menyajikan sidik ragam dan koefisien keragaman hasil gabah, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah total per malai, panjang malai, tinggi tanaman, umur tanaman, dan bobot 1000 butir. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa padi F1 dan tiga pembanding berpengaruh secara nyata terhadap hampir semua karakter yang diuji, populasi tanaman juga berpengaruh secara nyata terhadap semua karakter yang diuji, kecuali panjang malai dan bobot 1000 butir. Interaksi antara padi F1 dan tiga pembanding dengan populasi tanaman berpengaruh terhadap semua karakter, kecuali panjang malai dan bobot 1000 butir. Dengan demikian dapat diketahui kombinasi antara padi F1 dan tiga pembanding yang mampu memperagakan hasil gabahnya pada populasi tanaman tertentu. Pada Tabel 2 dapat dilihat, bahwa hasil gabah dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan padi F1 dan tiga pembanding yang diuji, demikian pula populasi tanaman juga berpengaruh terhadap nilai jumlah gabah isi per malai. Julfiquar et al. (2001) melaporkan bahwa genotipe yang beragam akan memperagakan hasil gabah yang berbeda, dan karakter hasil gabah ini merupakan karakter yang dikendalikan oleh multi gen atau bersifat kuantitatif. Sementara itu Hasil gabah tiap satuan luas yang tinggi diperoleh pada tingkat populasi tanaman yang sedang, karena terjadi penggunaan cahaya secara maksimum selama pertumbuhan vegetatif. Pada kondisi tersebut masing-masing tanaman secara individu akan memanfaatkan cahaya, hara, dan air secara optimal, sehingga seluruh tanaman dan bagian tanaman mengalami peningkatan ukuran. Sarjito (2005) melaporkan, bahwa pada sistem tumpangsari jagung kedelai, terjadi penurunan hasil kedelai sebesar 27,94 persen.

10 Agros Vol.16 No.1 Januari 2014: 7-18 Pada Tabel 2 dapat terlihat Y-Super 101, Y-Super 202, dan Y1-7 memberikan hasil gabah lebih tinggi pada populasi 256.000 dan 250.000 tanaman per ha dibandingkan dengan hasil gabah yang diperoleh pada populasi 213.300 dan 160.000 tanaman per ha genotipe lainnya. Hasil gabah yang diraih oleh Y-Super 101 adalah 8,35 t per ha pada populasi 256.000 tanaman per ha. Y-Super 202 menghasilkan gabah 8,04 t per ha pada populasi 250.000 tanaman per ha. Y1-7 memberikan hasil gabah 7,96 t per ha pada populasi 213.300 tanaman per ha. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah malai per rumpun dari tiga padi F1 unggul tersebut berturutturut sebanyak 17,72; 17,05, dan 16,54 batang masing-masing untuk Y-Super 101, Y-Super 202, dan Y1-7 dan masing-masing pada populasi 256.000; 250.000; dan 213.300 tanaman per ha. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa jumlah malai per rumpun dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan dari enam padi F1 dan tiga pembanding yang diuji, demikian pula populasi tanaman juga berpengaruh terhadap nilai jumlah malai per rumpun. Julfiquar et al. (2001) melaporkan bahwa jumlah malai per rumpun genotipe padi adalah malai yang produktif dan terdiri atas tiga variasi, yaitu jumlah malai sedikit, sedang, dan banyak. Dilaporkan pula bahwa jumlah malai per rumpun makin berkurang dengan meningkatnya populasi tanaman, tetapi jumlah malai per hektar (dihitung dari jumlah malai per rumpun kali jumlah populasi per hektar) makin banyak dengan makin padatnya populasi tanaman. Pada populasi yang makin padat, jumlah malai per rumpun akan makin tidak produktif (Julfiquar et al. 2001). Pada Tabel 3 terlihat jumlah gabah isi per malai dari Y-Super 101, Y- Super 202, dan Y1-7 berturut-turut sebanyak 357,48; 341,18; dan 338.08 butir. Jumlah gabah isi per malai pada tiga padi F1, ditemukan pada populasi tanaman 256.000; 250.000, dan 213.300 tanaman per ha, dan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah gabah isi dari genotipe lainnya. Jumlah gabah isi per malai tiga padi F1 tersebut dan tiga pembanding (Hibrindo R1, Intani-2, dan Ciherang) dipengaruhi secara nyata oleh tingkat populasi tanaman. Tingkat populasi tanaman yang makin padat dapat menyebabkan terjadinya persaingan air yang mengakibatkan penurunan fotosintat, sehingga jumlah fotosintat yang ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman berkurang (Guswara et al. 2011). Sementara itu, nilai karakter jumlah gabah isi per malai dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan genotipe yang diuji, demikian pula kepadatan tanaman juga berpengaruh terhadap nilai jumlah gabah isi per malai. Dilaporkan pula bahwa perbedaan genotipe yang diuji akan menyebabkan terjadinya jumlah gabah isi per malai, karakter ini merupakan karakter penting dalam menentukan hasil gabah. Pada Tabel 3 juga dapat dilihat nilai jumlah gabah total per malai, merupakan penjumlahan jumlah gabah isi dengan jumlah gabah hampa per malai. Yuan (2001) menyatakan bahwa tiap genotipe akan mengekspresikan jumlah gabah total yang berbeda tergantung pada sifat genetik dari genotipe itu sendiri. Sementara itu populasi tanaman juga berpengaruh terhadap nilai jumlah gabah hampa per malai. Dilaporkan pula bahwa populasi

Keragaan enam padi F1 (Bambang Sutaryo) 11 Tabel 1. Sidik ragam dan koefisien keragaman hasil gabah, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah total per malai, panjang malai, tinggi tanaman, umur tanaman, dan bobot 1000 butir Sumber Keragaman Db Hasil Gabah Jumlah malai per rumpun Jumlah gabah isi per malai Kuadrat Tengah Jumlah gabah total per malai Panjang malai Tinggi tanaman Bobot 1000 butir Umur tanaman Ulangan 2 31,04 3,42 2,02 3,14 61,44 96,44 19,98 47,77 Genotipe 8 89,26 * 5,86 * 8,17 * 9,39 * 99,02 * 180,63 * 90,54 * 99,28 * Galat a 16 20,07 4,03 3,43 3,01 30,42 75,66 13,06 37,42 Populasi 3 71,42 * 6,65 * 7,64 * 8,22 * 41,11 149,41 * 11,57 90,83 * Genotipe x Populasi 24 50,92 * 6,82 * 6,28 * 6,85 * 38,54 139,46 * 10,94 81,66 * Galat b 54 19,98 4,06 3,31 3,23 21,59 67,54 13,00 29,72 KK (%) (a) (b) 9,04 12,83 10,35 11,44 9,65 11,62 10,88 11,46 Keterangan : *, dan ** menunjukkan beda nyata pada tingkat masing-masing 5% dan 1%. KK (a dan b) masing-masing menunjukkan koefisien keragaman yang disebabkan oleh galat a dan b. 12,45 13,96 12,67 13,00 9,86 10,81 11,43 13,56 tanaman akan menyebabkan terjadinya perbedaan jumlah gabah hampa per malai. Pada populasi tanaman yang makin pada, jumlah gabah hampa per malainya makin banyak, karena adanya penurunan unsur hara, air, dan cahaya. Perbedaan populasi tanaman dilaporkan dapat menyebabkan terjadinya perbedaan jumlah gabah hampa per malai. Pada populasi tanaman yang makin padat, jumlah gabah hampa per malainya makin banyak, karena adanya penurunan unsur hara, air dan cahaya (Sutaryo & Suprihatno 1992). Jumlah gabah total per malai terbanyak dimiliki oleh Y- Super 101 sebanyak 381,62 butir pada populasi 256.000 tanaman per ha, dan diikuti oleh Y1-7 sebanyak 378,26 butir pada populasi 213.300 tanaman per ha, Y1-1 sebanyak 372,15 butir pada populasi 250.000 tanaman per ha, dan Y1-6 sebanyak 342,20 butir pada populasi 160.000 tanaman per ha. Bila jumlah gabah total dilihat dari tingkat populasi, maka secara umum populasi 256.000 tanaman per ha memberikan jumlah gabah total terbanyak, dan diikuti oleh populasi 213.300; 250.000; dan 160.000 tanaman per ha, namun peningkatan jumlah gabah total tidak selalu diikuti oleh peningkatan jumlah gabah hampanya, bahkan yang terjadi adalah peningkatan jumlah gabah isinya. Pada Tabel 4 dapat dilihat, bahwa karakter panjang malai dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan dari enam padi F1 dan tiga pembanding yang diuji, namun demikian populasi tanaman tidak berpengaruh terhadap panjang malai. Julfiquar et al (2001) menyatakan panjang malai lebih dipengaruhi oleh perbedaan genotipe dibandingkan dengan pengaruh dari faktor lingkungan. Y-Super 202 memberikan panjang malai terpanjang

12 Agros Vol.16 No.1 Januari 2014: 7-18 dibandingkan dengan padi F1 dan pembanding lainnya, yaitu pada populasi 160.000 dan 250.000 tanaman per ha, masing-masing 28,64 dan 28,21 cm. Sementara itu, Y-Super 101 memiliki panjang malai terpanjang daripada padi F1 dan pembanding yang diuji, pada populasi 213.300 tanaman per ha, yaitu 28,84 cm. Adapun Y1-1 menunjukkan panjang malai terpanjang di atas genotipe lainnya pada populasi 256.000 tanaman per ha, yaitu 28,31 cm. Secara umum perbedaan populasi tanaman memberikan panjang malai yang tidak berbeda nyata. Sutaryo & Tri Sudaryono (2012) menyatakan bahwa terjadi perbedaan panjang malai sebagai akibat adanya perbedaan populasi tanaman. Pada Tabel 4 juga dapat dilihat bahwa enam padi F1 dan tiga pembanding yang diuji menunjukkan adanya perbedaan nilai karakter tinggi tanaman, demikian pula populasi tanaman juga berpengaruh terhadap nilai karakter tinggi tanaman. Yuan (2001) menyatakan bahwa genotipe tanaman terbagi menjadi tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, dan pendek. Dengan demikian makin beragamnya genotipe tanaman yang diuji akan menampilkan perbedaan tinggi tanaman. Adapun dengan populasi tanaman yang meningkat akan terjadi pengurangan radiasi matahari yang diterima oleh tanaman dan menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak sempurna, bentuk tanaman tinggi serta kurus. Populasi tanaman yang tinggi menyebabkan daun antar-tanaman padi saling bersinggungan sehingga tanaman tumbuh memanjang karena aktivitas auxin. Heddy (1986) menyatakan bahwa auxin bekerja efektif dalam kondisi gelap, sehingga tinggi tanaman yang dalam keadaan gelap menjadi lebih tinggi. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman tertinggi terdapat pada Y1-6 setinggi 123,64 cm dan diikuti oleh Ciherang dan Intani 2 berturut-turut setinggi 123,56 dan 123,43 cm, semuanya ditemukan pada populasi 256.000 tanaman per ha. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa antar-enam padi F1 dan tiga pembanding yang diuji memberikan pengaruh nyata pada karakter bobot 1000 butir, sedangkan populasi tanaman tidak berpengaruh terhadap bobot 1000 butir. Virmani (2001) melaporkan, bahwa bobot 1000 butir adalah karakter yang lebih didominasi oleh sifat genetis. Bobot 1000 butir terberat ditemukan pada Y- Super 101 pada populasi 250.000 tanaman per ha (27,80 g), dan diikuti oleh Y1-7 (27,70 g) pada populasi 160.000 tanaman per ha, Y1-1 (27,65 g) pada populasi 250.000 tanaman per ha, dan Y1-6 seberat 27,60 g pada populasi 213.300 tanaman per ha. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa antar-enam padi F1 dan tiga pembanding yang diuji berpengaruh nyata pada umur tanaman, populasi tanaman juga berpengaruh terhadap umur tanaman. Julfiquar et al (2001) melaporkan bahwa umur tanaman sangat ditentukan oleh sifat genetis, faktor lingkungan makro dan mikro. Suatu genotipe dengan umur tanaman yang lebih genjah bisa terhindar dari gangguan cekaman biotik dan abiotik (Yuan 2001). Populasi tanaman yang berpengaruh secara nyata terhadap umur tanaman ditemukan pada Y-Super 101, Y-Super 202, Y1-1, Y1-6, dan Y1-7. Pada H Basmatic, Hibrindo R1, dan

Keragaan enam padi F1 (Bambang Sutaryo) 13 Ciherang populasi tanaman tidak berpengaruh secara nyata. Umur tanaman paling genjah ditemukan pada Y1-6 pada populasi 256.000; 250.000; dan 213.300 tanaman per ha berturutturut dengan umur 102,56; 105,17, dan 106,48 hari. KESIMPULAN 1. Hasil gabah tertinggi sebanyak 8,35; 8,04, dan 7,96 t per ha masingmasing diraih oleh Y-Super 101, Y- Super 202, dan Y1-7, berturut-turut pada tingkat populasi 256,000; 250,000; dan 213,300 tanaman per ha. Jumlah malai per rumpun tiga padi F1 tersebut masing-masing adalah 17,72; 17,05, dan 16,54. 2. Tingkat populasi 256.000; 250.000, dan 213.300 tanaman per ha untuk Y-Super 101, Y-Super 202, dan Y1-7 memberikan jumlah gabah isi per malai dan panjang malai yang lebih banyak dibandingkan dengan populasi 213,300 tanaman per ha. Umur genjah diraih oleh Y1-1, Y1-6, dan Intani 2 berturut-turut pada populasi 160.000; 250.000; dan 256.000 tanaman per ha masingmasing dengan umur 105,2; 104.7; dan 106,8 hari. 3. Jumlah gabah total per malai dan bobot 1000 butir tidak dipengaruhi oleh tingkat populasi tanaman. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak Suharno, Desa Wironanggan, Gatak, Sukoharjo, atas bantuan pelaksanaan di lapangan dalam pengamatan, pengumpulan data pertumbuhan, dan perkembangan tanaman. DAFTAR PUSTAKA Badan Litbang Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah irigasi. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Guswara, A., Satoto, & Y.Pieter. 2011. Peningkatan ekspresi produktivitas padi hibrida melalui cara pemberian air dan beberapa teknik budidaya. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi Nasional 2010. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Hal. 939-950. Heddy, S. 1986. Hormon Pertumbuhan. Rajawali Pers. Jakarta. Irianto, G. S. 2009. Pengantar Pedoman Umum. PTT padi. Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengemabangan Pertanian. Julfiquar, A.W., S.S. Virmani, M.M. Haque, M.A. Mazid, & M.M. Kamal. 2001. Hybrid rice in Bangladesh: opportunities and challenges. Rice Research for Food Security and Poverty Alleviation. Edited by S.Peng and B. Hardy. IRRI. p. 167-177. Sarjito, A. 2005. Laju fotosintesis, serapan nitrogen dan hasil tiga varietas kedelai pada sistem tumpangsari jagungkedelai. Agrin. Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian. 9(2):78-86. Satoto, M. Diredja, Sudibyo TWU, Indrastuti AR, & Yuni Widyastuti. 2007. Hipa 5 Ceva dan Hipa 6 Jete

14 Agros Vol.16 No.1 Januari 2014: 7-18 hibrida berdaya hasil tinggi aromatik dan tahan wereng cokelat. Warta Litbang. Vol. 29 No.5 : 1-3. Sutaryo, B. & B. Suprihatno. 1992. Pengaruh kerapatan tanaman terhadap hasil dan komponen hasil beberapa hibrida turunan IR54752A. Buletin Pertanian UISU. 11(1). 1992. Sutaryo, B., Sudibyo, Satoto, S. Yudi Hartono, S.S. Mawardi, Susanto & N. Hoenedi. 2008. Usulan pelepasan varietas padi hibrida Sembada B-3, Sembada B-5 dan Sembada B-8. PT Biogene Plantation. 216 hal. Sutaryo, B & Tri Sudaryono. 2012. Tanggap sejumlah genotipe padi terhadap tiga tingkat kepadatan tanaman. AGROS. Jurnal Ilmiah Ilmu Pertanian.Fakultas Pertanian Universitas Janabadra. 14 (1) : 48-58. Suyamto. 2006. Pengantar Tanya Jawab PTT. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 30 hal. Virmani, S.S. 2001. Opportunities and challenges of developing and using hybrid rice technology in the tropics. Rice Res. for Food Security and Poverty Alleviation. Edited by S. Peng & B. Hardy. IRRI. p. 151-166. Yuan, L.P. 2001. Breeding of super hybrid rice. Rice Research for Food Security and Poverty Alleviation. Edited by S.Peng and B. Hardy. IRRI. P. 151-166.

Keragaan enam padi F1 (Bambang Sutaryo) 15 Tabel 2. Pengaruh interaksi antara populasi tanaman dan genotipe tanaman terhadap hasil gabah dan jumlah malai per rumpun Hasil gabah (t/ha) Jumlah malai per rumpun Perlakuan PT 1 PT 2 PT 3 PT4 PT 1 PT 2 PT 3 PT 4 Y-Super 101 7,75 a 7,00 b 7,80 a 8,35 a 14,35 b 15,45 a 16,73 a 17,72 a A B A A A A A A Y-Super 202 7,82 a 8,04 a 7,66 a 7,72 a 15,52 a 17,05 a 16,32 a 16,04 a Y1-1 7,90 a 7,70 a 6,90 b 6,85 b 13, 26 b 16,51 a 16,00 a 15,40 a A A B B B A A A H-Basmatic 1 7,34 a 6,95 a 6,80 a 7,24 a 15,28 a 16,43 a 16,14 a 15,32 a A B B B A A A A Y1-6 6,84 a 7,25 a 7,34 a 7,40 a 15,34 a 16,70 a 16,46 a 15,61 a B A A A A A A A Y1-7 7,67 a 7,52 a 7,96 a 7,70 a 14,84 a 16,52 a 16,54 a 15,42 a Hibrindo R1 7,62 a 7,53 a 7,30 a 7,58 a 15,24 a 15,76 a 16,32 a 14,65 a A A A A A A A B Intani 2 7,85 a 7,80 a 7,64 a 7,49 a 16,07 a 16,44 a 16,25 a 15,32 a Ciherang 7,05 a 6,90 a 7,00 a 6,45 a 16, 51 a 16,72 a 16,34 a 15,61 a A B A B A A A A Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dan angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada P = 0,05. PT (Populasi Tanaman) 1 = 160.000 tanaman/ha; PT 2 = 250.000 tanaman/ha;pt 3 = 213.300 tanaman/ha; PT 4 = 256.000 tanaman/ha

16 Agros Vol.16 No.1 Januari 2014: 7-18 Tabel 3. Pengaruh interaksi antara populasi tanaman dan genotipe tanaman terhadap jumlah gabah isi dan jumlah gabah total per malai Jumlah gabah isi per malai (butir) Jumlah gabah total per malai (butir) Perlakuan PT 1 PT 2 PT 3 PT 4 PT 1 PT 2 PT 3 PT 4 Y-Super 101 337,00 a 325,65 a 304,53 b 357,45 a 362,14 a 332,46 b 329,61 b 381,62 a A A A A A A B A Y-Super 202 290,41 b 341,18 a 316,42 a 320,73 a 304,74 b 357,74 a 356,51 a 362.42 a A A A A B A A A Y1-1 316,40 a 336,42 a 323,24 a 318,54 a 318,04 b 372,15 a 374,90 a 351,06 a A A A A B A A A H-Basmatic 1 278,42 a 275,72 a 252,84 b 305,42 a 308,62 a 306,40 a 286,73 b 321,47 a B B B A B B C B Y1-6 319,08 a 312,30 a 317,65 a 331,25 a 342,20 b 331,46 a 330,95 a 353,81 a A A A A A B B A Y1-7 307,60 a 329,52 a 338,08 a 274,28 b 332,96 a 367,84 a 378,26 a 321,56 b A A A B A A A B Hibrindo R1 268,50 b 289,67 a 306,53 a 320,64 a 287,37 b 302,03 a 323,51 a 329,64 a B A A A C C B B Intani 2 303,42 a 326,42 a 298,80 a 286,78 a 314,32 a 332, 36 a 307,46 a 299,84 b A A A B B A B C Ciherang 301,52 a 245,62 b 298,44 a 303,66 a 322,42 a 268,64 b 318,32 a 334,73 a A B A B B C B B Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dan angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada P = 0,05. PT (Populasi Tanaman) 1 = 160.000 tanaman/ha; PT 2 = 250.000 tanaman/ha; PT 3 = 213.300 tanaman/ha; PT 4 = 256.000 tanaman/ha

Keragaan enam padi F1 (Bambang Sutaryo) 17 Tabel 4. Pengaruh interaksi antara populasi tanaman dan genotipe tanaman terhadap panjang malai dan tinggi tanaman Panjang malai (cm) Tinggi tanaman (cm) Perlakuan PT 1 PT 2 PT 3 PT 4 PT 1 PT 2 PT 3 PT 4 Y-Super 101 28,02 a 27,94 a 28,84 a 27,98 a 116,84 b 118,46 b 117,05 b 121,45 a A A A A B B B A Y-Super 202 28,64 a 28,26 a 27,16 a 27,84 a 115,96 c 119,25 b 118,72 b 122,62 a A A A A B A A A Y1-1 27,06 a 28,14 a 27,28 a 28,31 a 119,98 b 120,75 a 119,50 b 122,75 a H-Basmatic 1 26,52 a 27,05 a 27,24 a 27,17 a 114,85 c 118,10 a 117,32 b 120,98 a B A A A C B B B Y1-6 26,43 a 27,05 a 27,30 a 26,16 a 120,76 b 121,34 a 119,25 b 123,64 a B A A B A A A A Y1-7 26,64 a 26,42 a 27,55 a 27,32 a 116,94 b 118,28 a 117,70 b 120,58 a B B A A B A B B Hibrindo R1 27,71 a 26,34 a 26,24 a 27,05 a 117,35 b 119,06 a 118,28 b 121,47 a A B B A B A A A Intani 2 26,44 a 27,64 a 27,76 a 26,11a 118,86 c 120,15 b 119,25 b 123,43 a B A A B A A A A Ciherang 25,98 a 26,39 a 27,00 a 26,02 a 119,45 b 121,06 a 120,20 b 123,56 a B B A B A A A A Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dan angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada P = 0,05. PT (Populasi Tanaman) 1 = 160.000 tanaman/ha; PT 2 = 250.000 tanaman/ha; PT 3 = 213.300 tanaman/ha; PT 4 = 256.000 tanaman/ha

18 Agros Vol.16 No.1 Januari 2014: 7-18 Tabel 5. Pengaruh interaksi antara populasi tanaman dan genotipe tanaman terhadap bobot 1000 butir dan umur tanaman Bobot 1000 butir (gram) Umur tanaman (hari) Perlakuan PT 1 PT 2 PT 3 PT 4 PT 1 PT 2 PT 3 PT 4 Y-Super 101 27, 08 a 27,80 a 26,90 a 27,57 a 119,04 a 114,52 a 115,06 a 112,45 b Y-Super 202 25,85 a 25,76 a 25,55 a 26,74 a 118,52 a 115,04 a 116,65 a 111,42 b B B B A A A A A Y1-1 27,30 a 27,65 a 27,27 a 27,06 a 119,65 a 116,53 a 117,42 a 112,22 b H-Basmatic 1 26,70 a 25,90 a 27,00 a 27,15 a 111,04 a 113,42 a 114,71 a 113,58 a A B A A B B A A Y1-6 27,15 a 27,50 a 27,60 a 27,04 a 109,96 a 105,17 a 106,48 a 102,36 b A A A A B C B B Y1-7 27,70 a 27,00 a 26,90 a 26,97 a 118,54 a 116,02 a 114,75 a 111,00 b Hibrindo R1 26,85 a 26,25 a 26,30 a 27,42 a 116,05 a 117,50 a 117,00 a 114,35 a Intani 2 26,90 a 25,90 a 26,25 a 27,35 a 118,43 a 119,55 a 119,40 a 112,65 b A B A A A A A A Ciherang 26,90 a 27,24 a 27,30 a 26,86 a 118,75 a 116,40 a 115,65 a 114,35 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dan angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada P = 0,05. PT (Populasi Tanaman) 1 = 160.000 tanaman/ha; PT 2 = 250.000 tanaman/ha; PT 3 = 213.300 tanaman/ha; PT 4 = 256.000 tanaman/ha