1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri hulu minyak dan gas bumi (migas) telah memainkan peran utama bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan fiskal secara keseluruhan. Indikator kerentanan fiskal yang dihadapi adalah meningkatnya

... Hubungi Kami : Studi Prospek dan Peluang Pasar MINYAK DAN GAS BUMI di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu

Peran KESDM Dalam Transparansi Lifting Migas

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

BAB I PENDAHULUAN. sektor minyak dan gas bumi. Pengusahaan kekayaan alam ini secara konstitusional

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero)

Ringkasan ; Media Briefing Penyimpangan Penerimaan Migas, ICW; Kamis, 19 Juni 2008

BAB I PENDAHULUAN. Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

PERAMALAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DALAM RAPBN TAHUN 2018

ANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

OPTIMALISASSI PENERIMAAN PPh MIGAS

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136,

Yudi Iskandar *)1, Bambang Juanda **), dan Suwinto Johan ***)

ERA BARU MIGAS INDONESIA:

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia mengakibatkan perkembangan ekonomi Indonesia

Kebijakan Perpajakan Terkait Importasi Barang Migas KKKS

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

PERMEN ESDM NO. 08 TAHUN 2017 KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT BAGIAN HUKUM DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

KOMERSIALITAS. hasil ini, managemennya seluruhnya dipegang oleh BP migas, sedangkan

PRINSIP-PRINSIP KONTRAK PRODUCTION SHARING. Oleh: KUSWO WAHYONO

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah

9 Fenomena Hulu Migas Indonesia, Peluang Memperbaiki Iklim Investasi dengan Kontrak Migas Gross Split

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kal

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

PENDAHULUAN Latar Belakang

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar

Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

PENGHITUNGAN PENERIMAAN NEGARA DARI SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI. Oleh: Bambang Rusamseno

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. dinilai cukup berhasil dari segi administrasi publik, namun dari sisi keuangan

Faktor Minyak & APBN 2008

patokan subsidi (Mean of Pajak BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Biro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

5^nu MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Kondisi Perekonomian Indonesia

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ReforMiner Quarterly Notes

Perekonomian Suatu Negara

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

ANALISIS ASUMSI HARGA MINYAK DAN LIFTING MINYAK APBN 2012

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar valuta asing atau foreign exchange market (valas, forex, FX,

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

RINGKASAN PENGARUH DAYA SAING REGIONAL TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI INDONESIA: ANALISIS DATA PANEL

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang. dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

DATA POKOK APBN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017

Analisa dan Diskusi. Neraca gas bumi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisa faktor..., Esther Noershanti, FT UI, 2009

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

BAB I. Pendahuluan. Pengukuran keluaran agregat pada akun pendapatan nasional disebut

Transkripsi:

Juta US$ 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia saat ini masuk sebagai negara net importir migas, meskipun sebelumnya sempat menjadi salah satu negara eksportir migas dan menjadi anggota dari Organization Petroleum Exporting Countries (OPEC). Indonesia resmi keluar dari keanggotaan OPEC pada tahun 2008. Jika melihat tren ekspor impor migas selama 8 tahun terakhir (2007 2014) sebagaimana Gambar 1, terlihat Indonesia belum ada tanda - tanda akan keluar sebagai negara net importir migas, bahkan untuk 3 tahun terakhir, rentang antara ekspor dan impor migas semakin melebar. Ekspor/impor memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap cadangan devisa negara (Febriyenti et al. 2013), oleh karena itu permasalahan posisi Indonesia sebagai negara net importir migas perlu ditemukan solusinya secepat mungkin agar tidak membebani cadangan devisa. 50,000.00 40,000.00 Impor 30,000.00 Ekspor 20,000.00 10,000.00 - (10,000.00) Surplus/ (Defisit) (20,000.00) 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Ekspor 22,088.60 29,126.25 19,018.30 28,039.60 41,477.00 36,977.25 32,633.25 30,331.90 Impor 21,932.82 30,552.90 19,007.70 27,355.50 40,701.70 42,565.70 45,269.00 43,459.90 Surplus/(Defisit) 155.78 (1,426.65) 10.60 684.10 775.30 (5,588.45) (12,635.75 (13,128.00 Sumber : Kemenperin (2014) dan Kemendag (2014) (diolah) Gambar 1 Ekspor - Impor Migas Tahun 2007 2014 Apabila dilihat dari sisi penerimaan dan belanja negara, penerimaan migas (PPh Migas dan PNBP Migas) jika dibandingkan dengan belanja subsidi energi (subsidi BBM, BBN, LPG dan Listrik), terlihat tren penerimaan migas dari tahun 2004-2014 mengalami kenaikan dan tahun 2015 mengalami penurunan. Dari sisi belanja subsidi energi, dari tahun 2004-2014 belanja subsidi energi juga mengalami tren yang sama, bahkan pada tahun 2012-2014, tren kenaikan belanja subsidi energi telah melebihi penerimaan migas yang diperoleh negara. Pada tahun 2015, meskipun terjadi penurunan yang signifikan atas belanja subsidi energi akibat dari kebijakan Pemerintah menghapus dan mengurangi subsidi pada beberapa jenis BBM, namun belanja subsidi energi masih lebih besar dari pada penerimaan migas. Penerimaan migas pada tahun 2015 mengalami penurunan yang signifikan diakibatkan terjadinya penurunan yang tajam terhadap harga

MBOPD Triliun Rp 2 minyak mentah. Tren penerimaan migas dan belanja subsidi energi Tahun 2004-2015 dapat dilihat pada Gambar 2. 400 350 Subsidi Energi 300 250 200 Pen. Migas 150 100 50 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015* Subsidi Energi 71.3 112.1 94.6 116.9 223.0 94.6 140.0 255.6 306.5 309.9 341.8 158.4 Pen.Migas 108.2 138.9 201.3 168.8 202.8 261.7 211.6 266.6 214.7 224.1 295.6 146.6 Sumber : Kemenkeu (2014) dan Kemenkeu (2015) Gambar 2 Tren Penerimaan Migas dan Belanja Energi Tahun 2004 2015 Penerimaan migas ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu; lifting, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP), nilai tukar rupiah terhadap US dolar (Kurs), dan cost recovery (biaya). Produksi/lifting, harga minyak mentah, nilai tukar rupiah terhadap US dolar berkorelasi positif terhadap penerimaan migas, sedangkan cost recovery (biaya) berkorelasi negatif terhadap penerimaan (Kemenkeu 2010). Pada kurun waktu 2004-2015, data realisasi lifting menunjukan tren yang menurun, sedangkan harga minyak mentah (ICP), nilai tukar(rupiah/1usd), dan biaya (cost recovery) menunjukan tren meningkat. Dalam hal ini hanya faktor lifting dan cost recovery yang performanya tidak baik terhadap penerimaan. Tren tersebut digambarkan pada Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6. 2,500 LIFTING 2,250 2,000 Tot. Migas 1,750 1,500 1,250 1,000 750 Gas Oil Oil Gas Tot. Migas Linear (Tot. Migas) Sumber : SKK Migas (2014) dan Kemenkeu (2015) (diolah) Gambar 3 Tren realisasi lifting Tahun 2004 -. 2015

RUPIAH/ 1 US$ US$/BBL MILIAR US$ 3 18.0 16.0 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0-5.6 7.7 8.1 COST RECOVERY 15.4 15.6 15.9 16.1 14.1 10.9 9.3 8.7 9.0 CR Linear (CR) Sumber : SKK Migas (2014) dan Kemenkeu (2015) (diolah) Gambar 4 Tren realisasi cost recovery Tahun 2004-2015 120 ICP 100 101.3 109.7 113.1 105.8 100.5 80 60 40 37.17 51.84 63.9 69.7 78.1 58.6 60.0 20 0 ICP Linear (ICP) Sumber : Kementerian ESDM (2014) dan Kemenkeu (2015) (diolah) Gambar 5 Tren Indonesia Crude Price (ICP) Tahun 2004-2015 KURS 12,500 11,500 10,500 9,500 8,500 12,500 11,869 10,408 10,445 9,711 9,691 9,638 9,1649,140 8,935 9,078 8,742 7,500 KURS Linear (KURS) Sumber : Kemenkeu (2014) dan Kemenkeu (2015) Gambar 6 Tren realisasi kurs rata - rata Tahun 2004-2015

4 Faktor harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan nilai tukar (Rupiah/1 USD) lebih banyak dipengaruhi oleh faktor global. Perhitungan ICP mengikuti formula tertentu yang merupakan harga rata- rata tertimbang dari sumber sumber yang kompeten dalam pencatatan transaksi minyak internasional, yaitu Platts dan RIM (Lubiantara 2012). Terkait nilai tukar, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Benazir dan Achsani (2008) disebutkan bahwa yang menjadi leading indicators pergerakan nilai tukar di Indonesia adalah ekspor riil, impor riil, foreign currency deposits, dan forex banks demand deposits in foreign currency. Sedangkan yang menjadi coincident indicators adalah foreign assets, interbank call money rate 1 day, indeks saham Jerman, dan indeks saham Amerika Nasdaq. Tren penurunan lifting migas dan kenaikan cost recovery di Indonesia lebih disebabkan rata - rata usia sumur migas di Indonesia yang sudah tua. Seiring dengan diproduksinya minyak ke permukaan, maka tekanan di reservoir secara alamiah akan mengalami penurunan, konsekuensinya produksi juga akan menurun (Lubiantara 2012). Dalam rangka menekan penurunan produksi secara alamiah tersebut dilakukan metode dan teknologi yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, oleh karena itu cost recovery akan cenderung meningkat, namun dalam posisi yang masih tetap ekonomis. Dengan melihat faktor - faktor tersebut, guna merespon dinamika perubahan energi global (eksternal), menjamin ketersediaan energi (internal) dan meningkatkan penerimaan migas dalam jangka pendek dan jangka panjang, maka salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan investasi dalam operasi hulu migas untuk dapat menemukan cadangan migas baru dan meningkatkan produksi. Indonesia saat ini masih memiliki potensi yang cukup bagus di bidang migas. Pertama, cekungan hidrokarbon belum seluruhnya di lakukan eksplorasi, terutama di wilayah timur Indonesia. Kedua, terdapat cadangan hidrokarbon yang belum dikembangkan karena faktor keekonomian. Ketiga, terdapat lapangan migas yang sudah tua yang masih dapat diberdayakan kembali dengan penerapan teknologi EOR (Enhance Oil Recovery), dan terakhir adalah tingginya permintaan konsumsi gas domestik (Kementerian ESDM Ditjen Migas 2010). Peta cekungan migas Indonesia digambarkan pada Gambar 7. Kegiatan investasi hulu migas, merupakan jenis investasi yang unik, Bisnis hulu migas merupakan bisnis yang sangat beresiko, tingkat ketidakpastian pengembalian (return) dalam melakukan investasi pada bisnis ini sangat besar, mengandung risiko sampai 100%. Disatu sisi modal yang dibutuhkan dalam bisnis hulu migas sangat besar, memerlukan peralatan dan teknologi yang canggih serta tenaga ahli dibidangnya. Secara garis besar industri hulu migas memiliki empat karakter utama, yaitu: 1. Pendapatan baru diterima setelah bertahun-tahun pengeluaran direalisasikan. 2. Industri ini memiliki risiko dan ketidakpastian tinggi serta melibatkan teknologi canggih. 3. Industri hulu migas memerlukan investasi yang sangat besar 4. Menjanjikan keutungan yang sangat besar. Berkenaan dengan investasi migas, dengan memperhatikan jangka waktu operasi hulu migas dari yang relatif lama (eksplorasi dan eksploitasi), pemerintah berdasarkan Undang - Undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

mengatur mengenai jangka waktu kontrak migas adalah selama 30 tahun (10 tahun eksplorasi dan 20 tahun ekploitasi) dan perpanjangan kontrak selama 20 tahun (Kementerian ESDM 2001). 5 Sumber : Kementerian ESDM Ditjen Migas (2011) Gambar 7 Peta Cekungan Migas Indonesia Tingkat rata rata pengembalian investasi (return on investment/roi) kegiatan usaha hulu migas di Indonesia periode 2008-2013 berdasarkan 5 besar wilayah kerja pertambangan (WKP) yang telah beroperasi adalah sebesar 325%. Tingkat rata rata ROI tersebut dihitung berdasarkan rata- rata selisih total gross revenue dibagi total investasi. Untuk melihat rincian tingkat ROI per WKP dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Return On Investment (ROI) Tahun 2008-2013 No. Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 TOTAL Return On Invesment (%) 1 ROKAN BLOCK, ONS. CENTRAL SUMATERA 714% 412% 387% 346% 354% 292% 386% 2 SOUTH NATUNA SEA BLOCK "B", OFF 445% 229% 510% 446% 388% 155% 336% 3 ATTAKA BLOCK, OFF. EAST KALIMANTAN 475% 316% 470% 540% 395% 332% 418% 4 MAHAKAM BLOCK, OFF. EAST KAL. 498% 322% 497% 554% 412% 340% 433% 5 PERTAMINA EP 188% 139% 158% 195% 154% 115% 156% TOTAL 450% 279% 354% 365% 310% 234% 325% Sumber : SKK Migas (2014) (diolah) Untuk dapat meningkatkan produksi/lifting migas secara jangka pendek maupun jangka panjang, maka operasi hulu migas sangat perlu untuk ditingkatkan. Namun dengan kondisi keuangan negara saat ini, dan dengan memperhatikan resiko investasi dari operasi hulu migas serta kemampuan teknologi yang belum sepenuhnya dikuasai dalam negeri, negara saat ini hanya

6 dapat melakukan investasi secara terbatas melalui Badan Usaha Milik Negara yaitu PT Pertamina (Persero) melalui anak perusahaannya yaitu PT Pertamina EP dan PT Pertamina Hulu Energi. Oleh karena itu, saat ini negara masih membutuhkan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) untuk meningkatkan operasi hulu migas di Indonesia. Pemerintah dalam hal ini perlu membuat suatu kebijakan yang dapat menarik FDI pada industri hulu migas. Untuk melihat gambaran mengenai investasi hulu migas di Indonesia tahun 2008-2014 dapat dilihat pada Gambar 8. Sumber : SKK Migas (2014) Gambar 8 Tren Investasi Hulu Migas Tahun 2008 2014 Dalam hal operasi hulu migas, Pemerintah Indonesia menerapkan mekanisme bagi hasil produksi antara pemerintah dan kontraktor (Production Sharing Contract/ PSC) dimana investasi awal seluruhnya dilakukan oleh kontraktor, dan apabila telah diperoleh hasil produksi migas, maka dari hasil produksi tersebut, investasi yang telah dikeluarkan oleh kontraktor akan dikembalikan (cost recovery). Sisa hasil produksi setelah dikurangi cost recovery akan dibagihasilkan antara pemerintah dengan kontraktor. Disamping itu, mekanisme PSC melindungi negara dari resiko kegagalan, karena investasi yang telah dikeluarkan oleh kontraktor tidak akan dikembalikan apabila investasi yang dilakukan mengalami kegagalan. Berkaitan dengan mekanisme PSC di Indonesia, dapat digambarkan pada Gambar 9.

Faktor yang mempengaruhi suatu perusahaan dalam melakukan FDI pada suatu industri tertentu akan berbeda dengan industri lainnya, maka pemerintah dalam membuat suatu kebijakan untuk dapat menarik FDI pada industri hulu migas, perlu terlebih dahulu melihat faktor - faktor apa saja yang mempengaruhinya. Alasan pemerintah untuk membuat suatu kebijakan dalam menarik FDI, perlu mempertimbangkan dampak dari FDI tersebut, salah satunya dengan melihat dari sisi ketahanan energi nasional dan penerimaan negara. Oleh karena itu disamping analisa faktor - faktor yang mempengaruhi FDI, perlu juga dilakukan analisa mengenai dampak FDI dalam mendukung penerimaan negara dan ketahanan energi nasional, serta membandingkannya dengan investasi langsung dalam negeri (PT Pertamina (Persero)). 7 Sumber : Diolah oleh peneliti Gambar 9 Mekanisme PSC di Indonesia Ketahanan energi merupakan pilar penting Ketahanan Ekonomi. Sistem Ketahanan Energi dibangun oleh Supply Side Policy (SSP) dan Demand Side Policy (DSP). SSP mengatur Jaminan Pasokan dalam bentuk Eksplorasi-Produksi dan Konservasi (Optimasi) Produksi. Sedang DSP mendorong kesadaran masyarakat untuk melakukan Diversifikasi dan Konservasi (Efisiensi) (Kementerian ESDM 2008). Dalam pengendalian dan pengawasan kegiatan usaha hulu migas di Indonesia, pemerintah berdasarkan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi membentuk Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS). BPMIGAS berdiri tahun 2002 dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002. Namun dalam perjalanannya pada akhir tahun 2013, Mahkamah Konstitusi berdasarkan Putusan Nomor 36/PUU-X/2012 membatalkan beberapa pasal dalam UU No.22 Tahun 2001 beserta turunannya, termasuk didalamnya mengenai badan pelaksana

8 (BPMIGAS), sehingga BPMIGAS secara hukum telah dibubarkan. Berkenaan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, terkait pengendalian dan pengawasan kegiatan usaha hulu migas, pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggara Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi membentuk Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menggantikan tugas dan fungsi BPMIGAS yang telah dibubarkan. Perumusan Masalah Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang diatas, untuk dapat meningkatkan ketahanan energi nasional dan penerimaan negara, maka perlu meningkatkan produksi/lifting migas dalam jangka pendek maupun jangka panjang, dalam hal ini operasi hulu migas sangat perlu untuk ditingkatkan. Namun dengan melihat kondisi keuangan negara saat ini, dan dengan memperhatikan resiko investasi dari operasi hulu migas serta kemampuan teknologi yang belum sepenuhnya dikuasai dalam negeri, negara masih membutuhkan suatu investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) untuk meningkatkan operasi hulu migas di Indonesia. Patmosukismo (2011) terkait industri hulu migas di Indonesia menyatakan bahwa kegiatan investasi hulu migas merupakan jenis investasi yang unik, mengandung risiko sampai 100%, seluruh dana yang dipakai adalah sepenuhnya disediakan oleh investor dan apabila tidak ketemukan cadangan migas komersial, seluruh risiko ditanggung oleh investor. Karenanya adalah wajar apabila investasinya digolongkan ke dalam sistem investasi asing langsung (foreign direct investment). Faktor yang mempengaruhi suatu perusahaan dalam melakukan FDI pada suatu industri tertentu akan berbeda dengan industri lainnya, maka pemerintah dalam membuat suatu kebijakan untuk dapat menarik FDI pada industri hulu migas, perlu terlebih dahulu melihat faktor - faktor apa saja yang mempengaruhinya. Alasan pemerintah untuk membuat suatu kebijakan dalam menarik FDI dalam industri hulu migas, perlu juga memperhatikan bagaimana dampak FDI tersebut dalam mendukung penerimaan negara dan ketahanan energi nasional, serta membandingkannya dengan investasi langsung dalam negeri (PT Pertamina (Persero)). Berdasarkan hal hal tersebut diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masuknya FDI pada industri hulu migas di Indonesia 2. Bagaimana dampak FDI dalam mendukung ketahanan energi nasional dan penerimaan negara dengan melihat pengaruh FDI terhadap produksi migas dan penerimaan negara serta membandingkannya dengan investasi langsung dalam negeri (PT Pertamina (Persero)). 3. Kebijakan apa yang seharusnya diterapkan terkait FDI pada industri hulu migas di Indonesia

9 Tujuan Penelitian Berkaitan dengan latar belakang dan permasalahan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi FDI di sektor industri hulu migas di Indonesia. 2. Menganalisis dampak FDI terhadap ketahanan energi nasional dan penerimaan negara dan membandingkan dengan investasi langsung dalam negeri. 3. Merekomendasikan kebijakan yang tepat terkait FDI pada industri hulu migas di Indonesia. Manfaat Penelitian Secara garis besar manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dalam konteks akademik, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan teori tentang FDI, dan sekaligus diharapkan akan dapat menjadi referensi akademik bagi penelitian - penelitian selanjutnya. 2. Dalam konteks praktisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan referensi bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan mengenai FDI pada industri hulu migas. Ruang Lingkup (Batasan Penelitian) Untuk menghindari terlalu luasnya pembahasan, maka penelitian ini dibatasi pada beberapa hal, yaitu: 1. FDI yang masuk dalam penelitian ini adalah FDI yang terdapat pada wilayah kerja pertambangan (WKP) yang terdaftar di tahun 2013 dan telah melalui seluruh tahapan kegiatan hulu migas, yaitu sebanyak 82 WKP. 2. Periode waktu penelitian adalah tahun 2003-2013, dengan menggunakan data tahunan 3. Faktor - faktor FDI yang akan dianalisis dalam penelitian ini didasarkan pada literature review dan penelitian terdahulu, yaitu: ukuran pasar, infrastruktur, upah pekerja, tingkat inflasi, keterbukaan ekonomi, teknologi, tingkat pendidikan, nilai tukar, indeks bebas korupsi, harga minyak mentah, dan cadangan migas (reserves). 4. Faktor - faktor yang digunakan dalam analisis pengukuran dampak FDI adalah tingkat penerimaan negara dan tingkat produksi.