4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

dokumen-dokumen yang mirip
4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

3 METODOLOGI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PROSES PENANGKAPAN DAN TINGKAH LAKU IKAN BAGAN PETE PETE MENGGUNAKAN LAMPU LED CAPTURE PROCESS AND FISH BEHAVIOR ON BOAT LIFT NET USING LED LIGHTS

DISTRIBUSI CAHAYA LAMPU DAN TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN BAGAN PERAHU DI PERAIRAN MALUKU TENGAH. Haruna *)

PENGEMBANGAN LAMPU BAWAH AIR SEBAGAI ALAT BANTU PADA BAGAN TANCAP DI DESA TAMBAK LEKOK KECAMATAN LEKOK PASURUAN

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BAGAN TANCAP BERDASARKAN WAKTU HAULING PADA JARAK YANG BERBEDA DARI PANTAI, DI DESA PUNAGAYA KAB.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya

ANALISIS HASIL TANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus sp.) DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN DI PERAIRAN MORODEMAK

TINGKAH LAKU IKAN PADA PERIKANAN BAGAN PETEPETE YANG MENGGUNAKAN LAMPU LED

PENGOPERASIAN LAMPU CELUP BAWAH AIR PADA BAGAN TANCAP DI PERAIRAN LEKOK. Application of Underwater Lamp for Bagan Tancap at Lekok

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

STUDI TENTANG PRODUKTIVITAS BAGAN TANCAP DI PERAIRAN KABUPATEN JENEPONTO SULAWESI SELATAN WARDA SUSANIATI L

I. PENDAHULUAN Visi

3 METODOLOGI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Lift Net & Traps. Ledhyane Ika Harlyan. Dept. of Fisheries Resources Utilization and Marine Science Fisheries Faculty, Brawijaya University 1

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBEDAAN PRODUKSI BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERIODE BULAN DI PERAIRAN KABUPATEN BARRU

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Tingkah Laku Ikan pada Proses Penangkapan dengan Alat Bantu Cahaya : Suatu Pendekatan Akustik

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan. Sumberdaya hayati (ikan) merupakan bagian dari sumberdaya alam yang

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM PRODUKSI IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

PENGARUH INTENSITAS LAMPU BAWAH AIR TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA BAGAN TANCAP. Effect of Underwater Lamp Intensity on The Lift Net s Fishing Catches

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE WARING UNTUK PELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus devisi) DI PERAIRAN WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN

Gambar 1. Jaring Angkat Sumber : bbfi.info

3 METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN

KERAGAAN UNIT PENANGKAPAN BAGAN APUNG DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT FAHRUL ROZI

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI SPESIFIKASI DAN USAHA PENANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN JARING DI KOTA PADANG YANG BEROPERASI DI PERAIRAN SELAT MENTAWAI SUMATERA BARAT

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. sehingga, Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. alamnya mayoritas mata pencaharian masyarakat indonesia setelah petani adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak pada lintang LS LS dan BT. Wilayah tersebut

BAB III BAHAN DAN METODE

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XVII (1): ISSN:

WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.1 JAN-JUNI 2015 ISSN :

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh:

STUDI PEMANFAATAN TEKNOLOGI RUMPON DALAM PENGOPERASIAN PURSE SEINE DI PERAIRAN SUMATERA BARAT. Oleh : Universitas Bung Hatta Padang

5 HASIL 5.1 Kegiatan Penangkapan Juvenil Sidat Alat tangkap (1) Anco / sirib / tangkul

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

LAPORAN AKHIR PROGRAM IPTEK BAGI MASYARAKAT (IbM) IbM KELOMPOK NELAYAN BAGAN TANCAP KECAMATAN LEKOK KABUPATEN PASURUAN

TINJAUAN PUSTAKA. Alat ini umumnya digunakan untuk menangkap ikan menhaden (Brevoortia

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

J. Sains & Teknologi, Agustus 2017, Vol. 17 No. 2 : ISSN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

DENI ACHMAD SOEBOER, S.Pi, M.Si

Harry Kurniawan 1), Ir. Arthur Brown, M.Si 2), Dr. Pareg Rengi, S.Pi, M.Si 2) ABSTRAK

STUDI PENDAHULUAN PENGGUNAAN LAMPU TABUNG BEREFLEKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG SITI ROHANAH

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap Alat tangkap gillnet millenium

Letak geografis Kabupaten Jepara di antara 3" 23' 20" - 4" 9' 35" BT dan 5" Jepara terletak di sebelah Timur laut dan berbatasan langsung dengan:

Tabel 1 Contoh spesifikasi kapal purse seine Pekalongan No. Spesifikasi Dimensi

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

PENGARUH RUMPON PORTABLE DAN JENIS LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN TANCAP DI TELUK PALABUHANRATU JAWA BARAT YADUDIN

Jaring Angkat

Erwin Tanjaya ABSTRAK

BAB III BAHAN DAN METODE

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi

Menwut Direktorat Jenderal (Dirjen) Perikanan (1991), purse seine adalah

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1) The Student at Faculty of Fisheries and Marine Sciences, University of Riau.

KAJIAN KECEPATAN KAPAL PURSE SEINER TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN PROBOLINGGO

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

30 4 HSIL 4.1 Proses penangkapan Pengoperasian satu unit rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (K) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan laut memimpin dan bertanggung jawab penuh terhadap seluruh operasi penangkapan ikan yang dilakukan. Tugas masingmasing K pada saat operasi dibagi atas : 1 orang mengatur pencahayaan lampu, 1 orang mengatur tali jangkar pada saat hauling, 2 orang bertugas mengangkut hasil tangkapan dan 12 orang bertugas memutar roller dan menggiring ikan pada salah satu sisi yang berfungsi sebagai kantong. Proses penangkapan dimulai dengan menentukan fishing ground. Penentuan fishing ground dilakukan dengan melihat pengalaman tahun-tahun sebelumnya, hasil tangkapan nelayan malam sebelumnya, dan hasil tangkapan nelayan lain. Penentuan fishing ground sepenuhnya berada pada juragan laut. agan ditarik ke fishing ground setelah lokasi fishing ground ditentukan. Jarak dari fishing base ke fishing ground sekitar 20 mil. Lama waktu yang dibutuhkan ke fishing ground sekitar 6 jam. Penurunan jangkar pada fishing ground dilakukan setelah dilakukan pengecekan dasar perairan. Dasar perairan sebaiknya berlumpur dan dekat dengan batu agar terlindung dari arus dan gelombang yang besar. Setting dimulai pada saat senja hari (pukul 18.00 WIT) setelah semua ujung jaring telah diikatkan pada bingkai dan selanjutnya dilakukan penyalaan lampu. Sebelum bingkai jaring diturunkan, batu arus yang berfungsi sebagai penahan jaring dari arus diturunkan terlebih dahulu. Dua sampai tiga jam setelah lampu dinyalakan dilakukan pemadaman lampu. Pemadaman lampu dilakukan secara bertahap untuk menghindari agar ikan tidak kaget dan ikan semakin mendekat ke tengah jaring. Lampu pertama yang dipadamkan adalah lampu yang berada pada bagian pinggir rangka. ersamaan dengan itu lampu fokus dinyalakan dan lampu tiang juga dipadamkan. Pada kondisi ini hanya lampu yang berada di rumah dan lampu yang berada

31 di bawah rangka yang dinyalakan. Pemadaman lampu di bawah rangka juga dilakukan secara bertahap, mulai dari bagian luar rangka, sehingga kawanan ikan diharapkan semakin mendekat ke arah perahu. Pada akhirnya hanya lampu fokus yang menyala dan diredupkan secara perlahan selama 10 15 menit (pendapat nelayan = peredupan dilaksanakan jika yang terkonsentarsi ikan layang, jika ikan teri maka peredupan lampu fokus tidak dilakukan). Penarikan jaring dimulai setelah juragan laut telah memberikan isyarat bahwa jaring segera ditarik. Penarikan jaring dilakukan setelah juragan mengamati secara visual kawanan ikan yang terdapat di bawah rangka. Pemutaran roller jaring dilakukan dengan cepat agar kawanan ikan pada catchable area tidak meloloskan diri. Pada saat pemutaran roller jaring, tali jangkar juga dikendorkan agar bingkai jaring tepat berada di bawah perahu pada saat penarikan bingkai jaring. Waktu yang dibutuhkan untuk menarik jaring sampai kepermukaan air bergantung pada kecepatan arus dan kedalaman bingkai jaring, umumnya lama penarikan jaring berkisar 10 menit. Proses selanjutnya adalah menggiring ikan ke bagian sisi jaring yang berfungsi sebagai kantong setelah bingkai jaring ditarik sampai rangka dan lampu dinyalakan kembali. Jika ikan sudah terkumpul, ikan diangkat ke atas perahu dengan menggunakan serok dilanjutkan dengan penyortiran. Ikan yang sejenis dikelompokkan ke dalam satu basket dan dimasukkan ke dalam peti setelah dicampur es. Pada saat ini pula tali jangkar ditarik kembali, jaring diturunkan untuk melakukan proses penangkapan berikutnya. Secara singkat proses penangkapan ikan pada rambo dapat dilihat pada Gambar 11 dan illustrasi metode pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 12. Waktu yang dibutuhkan dalam penyalaan lampu berbeda-beda bergantung pada waktu hauling, musim ikan, kedatangan ikan, periode bulan dan keadaan cuaca. Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan dalam operasi rambo dapat dilihat pada Tabel 3.

Gambar 11 Proses operasi penangkapan ikan pada rambo 32

33 1 1 1 1 Gambar 12 Ilustrasi metode pengoperasian rambo (1 kolom perairan). Tabel 3 Waktu yang dibutuhkan pada masing-masing aktifitas operasi rambo di Selat Makassar No. Deskripsi Waktu yang dibutuhkan (menit) 1. Persiapan setting 10-20 2. Pencahayaan 120-240 3. Pemadaman lampu secara berkala 30 60 4. Hauling 10 15 5. Menggiring ikan ke sisi perahu 10 15 6. Mengangkat hasil tangkapan ke 5 50 atas perahu 7. Penyortiran hasil tangkapan 15 90

34 agan rambo dengan alat bantu cahaya akan menarik ikan karena intensitas cahaya, warna cahaya, kecerahan perairan yang mendukung, dan keberadaan ikan di sekitar fishing ground. Ikan-ikan akan bergerak mendekati sumber cahaya disebabkan oleh fototaksis positif, mencari makan, ataupun keduanya, yaitu sifat fototaksis positif dan mencari makan. Ikan-ikan yang berfototaksis positif akan memilih cahaya yang disenangi. Ikan berenang di atas jaring atau di bawah jaring dan berdiam lama di sekitar pencahayaan. Ikan-ikan yang mencari makan akan berada di sekitar pencahayaan selama makanan masih tersedia dan akan meninggalkan daerah pencahayaan apabila makanan tidak ada lagi. Ikan yang berfototaksis positif dan mencari makan berada di sekitar pencahayaan sambil melakukan aktivitas makan (feeding activity). Pemadaman lampu secara berkala pada saat pengoperasian rambo mengakibatkan ikan-ikan semakin mendekati catchable area. Ikan yang berfototaksis positif tetap terkonsentrasi di sekitar pencahayaan. Pada saat hanya lampu fokus yang menyala, ikan yang berfototaksis positif telah berada pada catchable area. Pada saat hauling sebagian ikan masuk ke dalam lingkup jaring dan sebagian lagi meloloskan diri. Ikan-ikan yang meloloskan diri ada yang masih tetap berada di sekitar daerah pencahayaan dan ada yang berenang menghindar dan menjauhi. 4.2 Distribusi iluminasi cahaya bawah air Hasil pengukuran iluminasi cahaya bawah air di bawah rambo dapat dilihat pada Tabel 4. erdasarkan hasil pengukuran intensitas cahaya bawah air pada Tabel 4, dicari koefisien ateniasi dengan menggunakan formula (1). Hasil perhitungan selanjutnya di analisis dengan menggunkan software Curva Eexpert 1.3 untuk medapatkan formula nilai estimasi intensitas cahaya pada berbagai kedalaman dan jarak dari setelah dinormalkan diperlihatkan pada Gambar 14.

35 Tabel 4 Hasil pengukuran intensitas (lux) bawah air rambo Gambar 13 Distribusi iluminasi cahaya pada rambo yang menggunakan lampu mercury

36 Nilai estimasi iluminasi cahaya selanjutnya dibuat kontur distribusi iluminasi cahaya yang masuk dalam perairan dianalisis dengan menggunakan software SURFER versi 7.0 (Gambar 13). Kontur iluminasi cahaya rambo yang menggunakan lampu mercury meperlihatkan pola iluminasi cahaya yang berada dalam radius 5 m di bawah perahu menunjukkan bahwa cahaya lebih jauh menembus perairan. Hal ini disebabkan pada daerah ini terdapat lampu fokus yang arah pencahayaannya terfokus secara vertikal ke dalam perairan. Pola iluminasi juga memperlihatkan bahwa pola iluminasi cahaya sangat tergantung dari tata letak lampu di atas. Gambar 14 Hasil estimasi iluminasi cahaya pada jarak 5 m, 10 m, 20 m, 30 m dari perahu rambo yang menggunakan lampu merkuri Hasil analisis data menunjukkan bahwa iluminasi cahaya di bawah air berkurang secara ekponensial dengan semakin bertambahnya kedalaman. Pola iluminasi cahaya tergantung dari awal intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan. Intensitas awal tergantung dari jarak sumber cahaya sudut dan keadaan gelombang.. Nilai estimasi intensitas cahaya pada berbagai kedalaman dan jarak dari setelah dinormalkan diperlihatkan pada Gambar 14. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien atenuasi berkisar antara 0,11 sampai 0,74. Koefisien atenuasi diperoleh pada pengukuran yang dipengaruhi oleh jarak dari sumber cahaya.

37 4.3 Profil dasar perairan fishing ground Fishing ground (daerah penangkapan ikan) rambo di Selat Makassar masih tergolong daerah pantai karena kedalaman perairannya 25 70 meter. Perairan yang tergolong landai ini menyebabkan ikan bermigrasi ke pantai karena faktor lingkungan seperti arus, salinitas, temperatur, musim, pasang surut, topografi, makanan, dan lain-lain sehingga daerah ini menjadi fishing ground yang ideal bagi rambo. Profil dasar perairan lokasi selama pengamatan di perairan arru Selat Makassar disajikan pada Lampiran 2 dan 3. Lokasi yang ideal mengoperasikan rambo adalah: dasar perairan berlumpur dan terlindung dari ombak dan arus yang kuat. Dasar perairan yang berbatu sebaiknya berada di depan agar terhindar dari arus dan ombak. Dasar perairan berbatu yang tepat berada di bawah kurang baik karena habitat ikan yang berada di ekosisitem batu adalah ikan dasar yang tidak menyenangi cahaya sehingga tidak sesuai dengan tujuan penangkapan rambo yang tujuannya menangkap ikan pelagis yang umumnya berkelompok dan menyenangi cahaya. 4.4 Pola tingkah laku ikan pada rambo Dalam pengamatan tingkah laku ikan, parameter yang diamati adalah pola kedatangan kawnan ikan, pola distribusi kawanan ikan di sekitar pencahayaan, pola pergerakan kawanan ikan di sekitar pencahayaan, dan pola pergerakan kawanan ikan setelah hauling. 4.4.1 Pola kedatangan ikan Pengamatan tingkah laku ikan dapat diamati secara visual hanya sampai kedalaman 2 m. Ikan mulai masuk ke daerah pencayahaan di bawah rangka setelah 5 10 menit. Jenis ikan yang pertama masuk adalah ikan yang sangat kecil yang tidak teridentifikasi disusul dengan ikan teri, cumi-cumi, ikan terbang, kepiting rajungan dan ada kalanya ular laut. Pengamatan tingkah laku ikan pada kedalaman lebih dari 2 meter diamati dengan menggunakan side scan sonar colour. Hasil pengamatan pola kedatangan ikan pada setting pertama, kedua, dan ketiga dengan menggunakan side scan sonar colour dapat dilihat pada Gambar 15-17.

38 Gambar 15 Pola pergerakan kawanan ikan pada awal setting pertama ( tampak dari atas, kedalaman perairan (70 m), perahu observer) Pola kedatangan ikan pada saat awal setting pertama memperlihatkan bahwa ikan mendekati sumber cahaya umumnya dari arah kiri dan kanan serta dari kedalaman yang berbeda. Pergerakan kawanan ikan belum terkonsentrasi pada sumber pencahayaan atau belum beradaptasi sempurna dengan intensitas cahaya yang ada.

Gambar 16 Pola pergerakan kawanan ikan pada awal setting kedua ( tampak dari atas, kedalaman perairan (70 m), perahu observer) 39

40 30 m 02:30:15 02:30:27 1 2 02:30:39 02:30:51 3 4 Gambar 17 Pola pergerakan kawanan ikan pada awal setting ketiga ( tampak dari atas, kedalaman perairan (70 m), perahu observer) Pola kedatangan ikan pada saat awal setting kedua dan ketiga memperlihatkan bahwa sebagian kawanan ikan masih berada di sekitar. Ikan-ikan tersebut adalah ikan yang berhasil meloloskan diri pada saat hauling pertama. Pola penyebaran kawanan ikan akibat proses hauling berada jauh dari sumber cahaya dan belum terkonsentrasi di catchable area. Pola penyebaran kawanan ikan pada awal setting kedua sama halnya dengan pola penyebaran kawanan ikan pada awal setting ketiga, dimana kawanan ikan yang berhasil lolos dari setting kedua sebagian masih berada di sekitar.

41 4.4.2 Pola Penyebaran kawanan ikan di sekitar pencahayaan Contoh pola penyebaran kawanan ikan di sekitar pencahayaan selama lampu masih dinyalakan semua dapat dilihat pada Gambar 18 dan pola penyebaran ikan pada saat lampu terluar telah dipadamkan dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20. 30 m 20:15:16 20:15:28 1 2 Setelah 20:15:40 3 4 20:15:52 Gambar 18 Pola penyebaran kawanan ikan pada saat lampu masih dinyalakan semua ( tampak dari atas, kedalaman perairan (70 m), perahu observer, Kawanan ikan dalam lingkaran )

42 Pola penyebaran kawanan ikan pada Gambar 18 dapat dilihat bahwa kawanan ikan sudah berada di sekitar pencahayaan dan mulai masuk ke daerah catchable area. Kawanan ikan terlihat bergerak tidak teratur, namun terlihat dalam lingkaran ikan sudah semakin mendekati cahaya. Pola penyebaran kawanan ikan belum diketahui dengan pasti, apakah bergerak memutar atau mendekat dan menjauhi sumber pencahayaan. 30 m waring waring 20:40:20 20:40:32 1 2 waring waring 20:40:44 20:40:56 3 4 Gambar 19 Pola pergerakan kawanan ikan setelah lampu terluar dipadamkan ( tampak dari atas, kedalaman perairan (70 m),. perahu observer)

43 Pola penyebaran kawanan ikan setelah lampu terluar dipadamkan mempelihatkan kawanan ikan mulai terkonsentrasi di sekitar catchable area, dimana kawanan ikan sudah tidak tersebar lagi dan sudah menyatu dengan. Pola ini terjadi karena cahaya lampu yang menyala hanya di bawah rangka sehingga kawanan ikan mulai berkumpul semakin dekat ke daerah pencahayaan, walaupun masih terlihat ada yang bergerak keluar dari cakupan. Pada Gambar 20 dapat dilihat pola pergerakan kawanan ikan yaitu : () ikan bergerak ke arah, () kawanan ikan bergerak semakin mendekati sumber pencahayaan dan ada kawanan ikan yang bergerak menjauhi daerah pencahayaan ( 1 ), (3) kawanan ikan yang tetap di sekitar pencahayaan, dan ( 1, C 1, D 1 ) ikan yang menjauhi daerah pencahayaan cenderung mendekat lagi dengan pola pergerakan memutar. Kemungkinan kawanan ikan yang menjauhi daerah pencahayaan kaget pada saat lampu dipadamkan dan dindikasikan kawanan ikan ini akan kembali ke daerah pencahayaan. C D 1 C 1 D 1,,C,D : Kawanan Ikan 1 : Pecahan kawanan ikan (+ 1 ) : agan : Perahu observer : Pergerakan kawanan ikan 30 m Gambar 20 Contoh observasi pola pergerakan kawanan ikan setelah lampu luar dipadamkan

44 30 m waring waring 21:15:12 21:15:24 1 2 waring waring 21:15:36 21:15:48 3 4 Gambar 21 Pola penyebaran kawanan ikan sesaat sebelum semua lampu dipadamkan, kecuali lampu fokus ( tampak dari atas, kedalaman perairan (70 m), platform observer) Pola penyebaran kawanan ikan sesaat sebelum hanya lampu fokus yang menyala adalah ikan menyebar di sekitar catchable area dan masih ada yang meninggalkan dan mendekati sumber pencahayaan. Pada Gambar 21 bagian 4 dimana lampu fokus sudah menyala memperlihatkan bahwa ikan telah terkonsentrasi di catchable area. Terkonsentrasinya ikan pada catchable area dikarenakan lampu yang dinyalakan hanya lampu fokus yang arah pencahayaannya tidak lagi menyebar tetapi terfokus ke arah bawah secara vertikal.

45 4.4.3 Pola Penyebaran ikan pada saat hauling Contoh pola penyebaran ikan pada saat hauling dapat dilihat pada Gambar 22 dan 23. Pada Gambar 22 terlihat bahwa pola penyebaran ikan pada saat hauling pertama trip I menyebar secara horisontal, sedangkan pada Gambar 23 terlihat pola penyebaran ikan pada saat hauling ketiga trip VI menyebar ke arah vertikal. Perbedaan pola penyebaran ini dikarenakan jenis ikan yang tertangkap juga berbeda. Pada hauling pertama trip I jenis ikan yang dominan tertangkap adalah ikan teri dan ikan kembung lelaki, sedangkan pada hauling ketiga trip VI jenis ikan yang dominan tertangkap adalah ikan layang dan kembung lelaki. Pola penyebaran ikan pada saat hauling telah selesai dapat dilihat pada Gambar 24. Kawanan ikan yang terlihat pada Gambar 24 adalah ikan yang berhasil meloloskan diri pada saat hauling. Pola penyebarannya terlihat ada yang menjauhi daerah pencahayaan dan ada juga yang masih tetap berada di sekitar jaring. elum diketahui bagaimana pola pergerakan ikan meloloskan diri pada saat hauling, apakah ikan meloloskan diri pada saat bingkai jaring di tarik ke atas atau ikan yang meloloskan diri berada di luar jangkauan bingkai pada saat haling.

46 30 m waring waring 22:30:00 22:30:12 1 2 waring waring 22:30:24 22:30:36 3 4 Gambar 22 Pola penyebaran kawanan ikan pada saat hauling pertama trip I ( tampak dari atas, kedalaman perairan (70 m), platform observer)

47 30 m waring waring 22:34:08 1 2 waring waring 22:34:32 22:34:44 3 4 Gambar 23 Pola penyebaran kawanan ikan pada saat hauling ketiga trip VI ( tampak dari atas, kedalaman perairan (70 m) platform observer)

48 30 m waring 22:45:34 waring 22:45:46 escape waring 22:45:58 Gambar 24 Pola penyebaran kawanan ikan pada saat hauling kedua trip IV telah selesai ( tampak dari atas, kedalaman perairan (70 m),.... platform observer)

49 4.4.4 Pola pergerakan ikan di sekitar pencahayaan Pengamatan pola pergerakan kawanan ikan dengan menggunakan side scan sonar colour dapat dilihat pada Gambar 25 dan 26. Pola pergerakan ikan di sekitar pencahayan seperti pada Gambar 25 terlihat bahwa ikan cenderung bergerak mendekati sumber pencahayaan kemudian sedikit menjauh dan mendekati lagi sumber pencahayaan. Pola pergerakan kawanan ikan pada Gambar 25 dan 26 memperlihatkan pergerakan kawanan ikan yang mendekati sumber pencahayaan (Gambar 25 : 1) dengan kecepatan 57,69 cm/detik dan kecepatan pergerakan kawanan ikan di sekitar pencahayaan (Gambar 25 : 2,3,4,5,6) sekitar 20,93 cm/detik. Pola pergerakan kawanan ikan di sekitar pencahayaan yang diamati secara visual dapat dilihat pada Gambar 27-30. Kawanan ikan kecil yang tidak teridentifikasi memperlihatkan pola pergerakan bolak-balik di sekitar pencahayaan (Gambar 27). Kawanan ikan teri (Gambar 28) memperlihatkan pola pergerakan melingkari secara teratur di dekat sumber pencahayaan. Kawanan ikan layang (Gambar 29) memperlihatkan pola pergerakan berputar secara teratur dan berada sedikit diluar sumber pencahayaan. Pola pergerakan cumi-cumi (Gambar 30) mmperlihatkan pola pergerakan maju mundur. Cumi-cumi bergerak maju mendekati sumber pencahayaan pada saat memburu mangsa (ikan-ikan kecil) dan bergerak mundur setelah mendapatkan mangsa. Pola pergerakan ini biasanya terus berlangsung sampai proses hauling dilaksanakan.

50 Perahu observer 30 m Perahu observer 01:30:12 01:30:56 1 2 Perahu observer Perahu observer 01:32:04 01:33:52 3 4 Perahu observer Perahu observer 5 01:35:40 6 01:36:52 Gambar 25 Tampilan sonar yang memperlihatkan pola pergerakan kawanan ikan layang, posisi dan indikasi waktu. tampak dari atas, kedalaman perairan (70 m)

51 (01:30:12) C E D Perahu observer 30 m E F G : 0 00 : 0 00 C=(+) : 0 :44 D : 1 :44 E : 4 :22 F : 5 :58 G : 6 :56 : : arah dan jarak pergerakan kawanan ikan Perahu observer 30 m Gambar 26 Contoh observasi pola pergerakan kawanan ikan dengan menggunakan side scan sonar colour pada tanggal 27 pril 2005 pukul 01:30:12 01:36:52 (,,C,D,E,F,G : kawanan ikan)

52 Fish school Fish school Lampu fokus Fish school Fish school Gambar 27 Pola pergerakan ikan-ikan kecil di sekitar lampu fokus Fish school Lampu fokus Fish school Lampu fokus Fish school Lampu fokus Gambar 28 Pola pergerakan ikan teri di sekitar lampu fokus yang cenderung berputar ke kanan searah jarum jam

53 Fish school Fish school Fish school Fish school Gambar 29 Pola pergerakan kawanan ikan layang di sekitar pencahayaan yang cenderung berputar ke kanan searah jarum jam (sumber cahaya lampu fokus di sebelah kanan gerobolan ikan Gambar 30 Pola pergerakan maju mundur cumi-cumi di sekitar pencahayaan

54 4.5 Hasil tangkapan 4.5.1 Jenis ikan yang tertangkap selama penelitian Jenis ikan yang tertangkap selama penelitian pada alat tangkap rambo umumnya adalah ikan small pelagic schooling. Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah teri (Stolephorus spp), layang (Decapterus ruselli), kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), tembang (Sardinella fimbriata) dan cumi-cumi (loligo sp). Kelompok ikan lainnya yang tertangkap rambo adalah ikan kecilkecil yang tidak teridentifikasi, alu alu atau barakuda (Sphyraena genie dan Sphyraena jello), julung-julung (Hemirhamphus far), terbang (Cypsilurus poeciloterus), bawal putih (Pampus argenteus), bawal hitam (Formio niger), cendro (Tylosourus crocodilus), layur (Trichiurus savala), dan peperek (Leiognatus aureus, Leiognathus berbis dan Leionathus blochii). Kelompok ikan ini mempunyai hasil tangkapan yang sangat kecil per jenisnya. 4.5.2 Komposisi jenis hasil tangkapan Jumlah dan komposisi hasil tangkapan pada rambo setiap waktu hauling dan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 31. Jumlah dan komposisi jenis hasil tangkapan selama penelitian menunjukkan bahwa ikan yang dominan tertangkap berturut-turut adalah kembung lelaki (Rastrelliger spp) 25%, teri (Stolephorus spp) 24%, ikan lainnya 19%, layang (Decapterus sp) 17%, tembang (Sardinella fimbriata) 12%, cumi-cumi (Loligo sp) 3% (total tangkapan 7,419.5 kg). lainnya, 19% teri, 24% cumi-cumi, 3% tembang, 12% layang, 17% kembung lelaki, 25% Gambar 31 Komposisi jenis hasil tangkapan selama penelitian

55 Tabel 5 Jenis, jumlah dan persentase hasil tangkapan sebelum tengah malam, tengah malam dan setelah tengah malam No. Waktu Jenis ikan 1 Sebelum tengah malam 2 Tengah malam 3 Sesudah tengah malam jumlah hasil tangkapan persentase (%) Teri 549 36 Kembung lelaki 344 23 Tembang 206 14 Layang 84 6 Cumi-cumi 75 5 Lainnya 260 17 Jumlah 1518 100 Teri 472 22 Kembung lelaki 584 27 Tembang 296 14 Layang 142 7 Cumi-cumi 50.5 2 Lainnya 615 28 Jumlah 2159.5 100 Teri 738 20 Kembung lelaki 924 25 Tembang 400 11 Layang 1040 28 Cumi-cumi 100 3 Lainnya 540 14 Jumlah 3742 100 Jumlah dan komposisi jenis hasil tangkapan sebelum tengah malam (Tabel 5) menunjukkan bahwa ikan yang dominan tertangkap berturut-turut adalah teri (Sardinella spp) 36%, kembung lelaki (Rastrelliger spp) 23%, tembang (Sardinella fimbriata) 14%, layang (Decapterus sp) 6%, cumi-cumi 5% dan ikan lainnya 17 % (total tangkapan 1.518 kg). Jumlah dan komposisi jenis hasil tangkapan setelah tengah malam (Tabel 5) menunjukkan bahwa ikan yang dominan tertangkap berturut-turut adalah ikan lainnya 28%, kembung lelaki (Rastrelliger spp) 27%, teri (Sardinella spp) 22%, tembang (Sardinella fimbriata) 14%, layang (Decapterus sp) 7%,, cumi-cumi 2% (total tangkapan 2.159,5 kg). Jumlah dan komposisi jenis hasil tangkapan setelah tengah malam (Tabel 5) menunjukkan bahwa ikan yang dominan tertangkap berturut-turut adalah layang (Decapterus sp)

56 27%, kembung lelaki (Rastrelliger spp) 25%, teri (Sardinella spp) 20%, ikan lainnya 14%, tembang (Sardinella fimbriata) 11%, cumi-cumi (Loligo sp) 3% (total tangkapan 3742 kg). 4.5.3 Hubungan antara hasil tangkapan dengan waktu hauling nalisis hasil tangkapan selama penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil tangkapan pada hauling setelah tengah malam (287,85 kg) lebih besar dari hauling sebelum tengah malam (253,00 kg) dan pada saat tengah malam (196,32 kg) (Gambar 32), sementara itu rata-rata hasil tangkapan pada hauling sebelum tengah malam lebih tinggi dari hauling tengah malam (Gambar 33). 500 400 Jumlah tangkapan (kg) 300 200 100 95% CI 0 N = 6 Sebelum tengah malam 11 Tengah malam 13 Setelah tengah malam Gambar 32 Distribusi rata-rata hasil tangkapan rambo selama penelitian (sebelum tengah malam pukul 18.00-22.00, tengah malam pukul 22.00-02.00 dan setelah tengah malam pukul 02.00-06.00).

57 700 600 Sebelum tengah malam (kg) 500 400 30 0 200 100 45 100 200 300 400 500 600 Setelah tengah malam (kg) 700 Gambar 33 Perbandingan antara hasil tangkapan sebelum tengah malam dan setelah tengah malam selama penelitian