BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi merupakan istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II LANDASAN TEORI. administrators ( diaskes tanggal 7

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP INSENTIF DAN BERPIKIR POSITIF DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mereka dan kejadian di lingkungannya (Bandura, dalam Feist & Feist, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

EFIKASI DIRI MAHASISWA YANG BEKERJA PADA SAAT PENYUSUNAN SKRIPSI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

EFIKASI DIRI MAHASISWA YANG BEKERJA PADA SAAT PENYUSUNAN SKRIPSI SKRIPSI

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada peserta didik, seperti kesulitan dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. element. At perhaps the most fundamental level, the termindicates that one or

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

SS S TS STS SS S TS STS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Suryana (2008:2), mendefinisikan bahwa kewirausahaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

BAB II KAJIAN TEORI. menguntungkan untuk mempraktekkan sesuatu. 1

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. hasil penelitian yang memenuhi syarat-syarat ilmiah dan digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Dalam pendidikan formal dan non- formal proses belajar menjadi

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kunci utama bagi kesejahteraan hidup. Definisi sehat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan proses globalisasi, terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang

BAB I PENDAHULUAN. semua kebutuhan dalam kehidupannya. Tidak ada seorangpun yang. menginginkan hidup berkekurangan. Oleh karena itu, setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya, dan prestasi akhir itulah yang dikenal dengan performance atau

BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika. Meilantifa

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Dalam teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura, di dalamnya ia memberikan penekanan penjelasan tentang proses imitasi dan proses kognitif yang berlangsung dalam observational learning. Begitu juga di dalamnya Bandura mengungkapkan mengenai hubungan diantara situasi, perilaku dan hasilnya direpresentasi melalui proses kognitif. Kaitannya dengan itu, Albert Bandura dalam teorinya melihat tentang proses kognitif sebagai proses yang mengantarai munculnya perilaku, khususnya tentang proses persepsi diri yang akan menyediakan perilaku dari masing-masing individu, yang dalam hal ini adalah tentang keyakinan diri atau self efficacy. Self efficacy mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1997). Baron dan Byrne (2000) mengemukakan bahwa self efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Di samping itu, Schultz (1994) mendefinisikan self efficacy sebagai perasaan kita terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan dalam mengatasi kehidupan. 12

13 Berdasarkan persamaan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa self efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu. 2.1.2. Dimensi Self efficacy Bandura (1997) mengemukakan bahwa self efficacy individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu : a. Tingkat (level) Self efficacy individu dalam mengerjakan suatu tugas berbeda dalam tingkat kesulitan tugas. Individu memiliki selfefficacy yang tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana, atau juga pada tugas-tugas yang rumit dan membutuhkan kompetensi yang tinggi. Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi cenderung memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya. b. Keluasan (generality) Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki self efficacy pada aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Individu dengan self efficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk

14 menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki self efficacy yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu tugas. c. Kekuatan (strength) Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan ataukemantapan individu terhadap keyakinannya. Selfefficacy menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan individu. Self efficacy menjadi dasar dirinya melakukan usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan sekalipun. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa selfefficacy mencakup dimensi tingkat (level), keluasan (generality) dan kekuatan (strength). 2.1.3. Bentuk Self-efficacy Self efficacy mempunyai bentuk sendiri-sendiri, Mappiare (1982) mengatakan bahwa orang dengan self efficacy tinggi akan selalu memiliki pandangan yang positif terhadap setiap kegagalan dan menerima kekurangan yang dimilikinya apa adanya. Seseorang yang bijaksana akan terus berusaha mengubah kegagalan menjadi keberhasilan dengan melakukan hal-hal yang positif. Terdapat beberapa orang yang memiliki bentuk self efficacy tinggi yaitu lebih aktif, mampu belajar dari masa lampau, mampu merencanakan tujuan dan membuat rencana kerja, lebih kreatif menyelesaikan masalah sehingga tidak merasa stres serta selalu berusaha lebih keras untuk mendapatkan hasil kerja yang maksimal. Bentuk

15 tersebut membuat individu lebih sukses dalam pekerjaan dibandingkan individu yang mempunyai self efficacy yang rendah dengan ciri-ciri yaitu pasif dan sulit menyelesaikan tugas, tidak berusaha mengatasi masalah, tidak mampu belajar dari masa lalu, selalu merasa cemas, sering stres dan terkadang depresi (Kreitner dan Kinichi, 2003). Kondisi tersebut di atas, diperkuat oleh pendapat Bandura (Santrock, 2005) mengatakan individu yang memiliki bentuk self efficacy tinggi yaitu memiliki sikap optimis, suasana hati yang positif dapat memperbaiki kemampuan untuk memproses informasi secara lebih efisien, memiliki pemikiran bahwa kegagalan bukanlah sesuatu yang merugikan namun justru memotivasi diri untuk melakukan yang lebih baik sedangkan individu yang memiliki self efficacy rendah yaitu memiliki sikap pesimis, suasana hati yang negatif meningkatkan kemungkinan seseorang menjadi marah, merasa bersalah, dan memperbesar kesalahan mereka. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa individu dengan self efficacy tinggi adalah individu yang memiliki pandangan positif terhadap kegagalan dan menerima kekurangan yang dimilikinya apa adanya, lebih aktif, dapat mengambil pelajaran dari masa lalu, mampu merencanakan tujuan dan mambuat rencana kerja, lebih kreatif menyelesaikan masalah sehingga tidak merasa stres serta selalu berusaha lebih keras untuk mendapatkan hasil kerja yang maksimal. 2.1.4. Sumber-Sumber Self-efficacy Bandura (1997) menjelaskan bahwa Self efficacy individu didasarkan pada empat hal, yaitu: a. Pengalaman akan kesuksesan

16 Pengalaman akan kesuksesan adalah sumber yang paling besar pengaruhnya terhadap Self-efficacy individu karena didasarkan pada pengalaman otentik. Pengalaman akan kesuksesan menyebabkan selfefficacy individu meningkat, sementara kegagalan yang berulang mengakibatkan menurunnya self-efficacy, khususnya jika kegagalan terjadi ketika Self-efficacy individu belum benar-benar terbentuk secara kuat. Kegagalan juga dapat menurunkan self-efficacy individu jika kegagalan tersebut tidak merefleksikan kurangnya usaha atau pengaruh dari keadaan luar. b. Pengalaman individu lain Individu tidak bergantung pada pengalamannya sendiri tentang kegagalan dan kesuksesan sebagai sumber Self efficacy-nya. Self efficacy juga dipengaruhi oleh pengalaman individu lain. Pengamatan individu akan keberhasilan individu lain dalam bidang tertentu akan meningkatkan Self efficacy individu tersebut pada bidang yang sama. Individu melakukan persuasi terhadap dirinya dengan mengatakan jika individu lain dapat melakukannya dengan sukses, maka individu tersebut juga memiliki kemampuan untuk melakukannya dengan baik. Pengamatan individu terhadap kegagalan yang dialami individu lain meskipun telah melakukan banyak usaha menurunkan penilaian individu terhadap kemampuannya sendiri dan mengurangi usaha individu untuk mencapai kesuksesan. Ada dua keadaan yang memungkinkan self efficacy individu mudah dipengaruhi oleh pengalaman individu lain, yaitu kurangnya pemahaman

17 individu tentang kemampuan orang lain dan kurangnya pemahaman individu akan kemampuannya sendiri. c. Persuasi verbal Persuasi verbal dipergunakan untuk meyakinkan individu bahwa individu memiliki kemampuan yang memungkinkan individu untuk meraih apa yang diinginkan. d. Keadaan fisiologis Penilaian individu akan kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas sebagian dipengaruhi oleh keadaan fisiologis. Gejolak emosi dan keadaan fisiologis yang dialami individu memberikan suatu isyarat terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan sehingga situasi yang menekan cenderung dihindari. Informasi dari keadaan fisik seperti jantung berdebar, keringat dingin, dan gemetar menjadi isyarat bagi individu bahwa situasi yang dihadapinya berada diatas kemampuannya. 2.1.5. Proses Self efficacy Bandura (1997) menguraikan proses psikologis Self efficacy dalam mempengaruhi fungsi manusia. Proses tersebut dapat dijelaskan melalui cara-cara dibawah ini : a. Proses kognitif Dalam melakukan tugas akademiknya, individu menetapkan tujuan dan sasaran perilaku sehingga individu dapat merumuskan tindakan yang

18 tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Penetapan sasaran pribadi tersebut dipengaruhi oleh penilaian individu akan kemampuan kognitifnya. Fungsi kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi kejadian-kejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi yang timbul pada aspek kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan individu dalam analisis dan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Individu akan meramalkan kejadian dan mengembangkan cara untuk mengontrol kejadian yang mempengaruhi hidupnya. Keahlian ini membutuhkan proses kognitif yang efektif dari berbagai macam informasi. b. Proses motivasi Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan, merencanakan tindakan yang akan direalisasikan. Terdapat beberapa macam motivasi kognitif yang dibangun dari beberapa teori yaitu atribusi penyebab yang berasal dari teoriatribusi dan pengharapan akan hasil yang terbentuk dari teori nilai-pengharapan. Self efficacy mempengaruhi atribusi penyebab, dimana individu yang memiliki Self efficacy akademik yang tinggi menilai kegagalannya dalam mengerjakan tugas akademik disebabkan oleh kurangnya usaha, sedangkan individu dengan Self efficacy yang rendah menilai

19 kegagalannya disebabkan oleh kurangnya kemampuan. Teori nilai-pengharapan memandang bahwa motivasi diatur oleh pengharapan akan hasil (outcome expectation) dan nilai hasil (outcome value) tersebut. Outcome expectation merupakan suatu perkiraan bahwa perilaku atau tindakan tertentu akan menyebabkan akibat yang khusus bagi individu. Hal tersebut mengandung keyakinan tentang sejauh mana perilaku tertentu akan menimbulkan konsekuensi tertentu. Outcome value adalah nilai yang mempunyai arti dari konsekuensi-konsekuensi yang terjadi bila suatu perilaku dilakukan. Individu harus memiliki outcome value yang tinggi untuk mendukung outcome expectation. c. Proses afeksi Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola-pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan. Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kepercayaan individu terhadap kemampuannya mempengaruhi tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi tugas yang sulit atau bersifat mengancam. Individu yang yakin dirinya mampu mengontrol ancaman tidak akan membangkitkan pola pikir yang mengganggu. Individu yang tidak percaya akan kemampuannya yang dimiliki akan mengalami kecemasan karena tidak mampu mengelola ancaman tersebut.

20 d. Proses seleksi Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Ketidak mampuan individu dalam melakukan seleksi tingkah laku membuat individu tidak percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah atau situasi sulit. Self-efficacy dapat membentuk hidup individu melalui pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu akan mampu melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang diyakini mampu menangani. Individu akan memelihara kompetensi, minat, hubungan sosial atas pilihan yang ditentukan. 2.1.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self Efficacy Menurut Bandura (2002: 79-113) terdapat empat sumber penting yang digunakan individu dalam membentuk self efficacy, yaitu: a. Mastery Experience Pengalaman menyelesaikan masalah adalah sumber yang paling penting mempengaruhi self efficacy seseorang, karena mastery experience memberikan bukti yang paling akurat dari tindakan apa saja yang diambil untuk meraih suatu keberhasilan atau kesuksesan, dan keberhasilan tersebut dibangun dari kepercayaan yang kuat di dalam keyakinan individu. Kegagalan akan menentukan self efficacy individu terutama bila perasaan keyakinannya belum terbentuk dengan baik. Jika individu hanya

21 mengalami keberhasilan atau kesuksesan dengan mudah, individu akan cenderung mengharapkan hasil yang cepat dan mudah menjadi lemah karena kegagalan. Padahal beberapa kegagalan dan rintangan dalam usaha manusia mengajarkan bahwa kesuksesan membutuhkan kerja keras. Setelah individu diyakinkan bahwa dirinya memiliki hal-hal yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan, individu akan berusaha untuk bangkit dan keluar dari kegagalan, karena self efficacy yang kuat membutuhkan pengalaman menghadapi rintangan melalui usaha yang tekun. b. Vicarious Experience Pengalaman orang lain adalah pengalaman pengganti yang disediakan untuk model sosial. Mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu. Melalui model ini self efficacy individu dapat meningkat, terutama apabila individu merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari pada orang yang menjadi subjek belajarnya. Individu akan mempunyai kecenderungan merasa mampu melakukan hal yang sama. Meningkatkan self efficacy individu ini dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Melihat orang lain yang mirip dengan dirinya berhasil atau sukses melalui usaha keras dapat meningkatkan kepercayaan bahwa dirinya juga mempunyai kemampuan untuk berhasil, dan sebaliknya dengan mengamati kegagalan orang lain akan menurunkan keyakinan dan usaha dari individu tersebut.

22 Dampak modeling dalam self efficacy sangat dipengaruhi oleh kemiripan antara individu dengan model. Semakin mirip individu dengan suatu model, maka pengaruh kegagalan maupun keberhasilannya akan semakin besar. Jika modelnya jauh berbeda dari individu, maka tidak akan banyak mempengaruhi efikasi diri. Peningkatan self efficacy akan menjadi efektif apabila subjek yang menjadi model tersebut mempunyai banyak kesamaan karakteristik antara individu dengan model, kesamaan tingkat kesulitan tugas, kesamaan situasi dan kondisi, serta keaneka ragaman yang dicapai. c. Persuasi Verbal Persuasi verbal adalah cara ketiga untuk meningkatkan kepercayaan seseorang mengenai hal-hal yang dimilikinya untuk berusaha lebih gigih dalam mencapai tujuan dan keberhasilan atau kesuksesan. Persuasi verbal mempunyai pengaruh yang kuat pada peningkatan self efficacy individu dan menunjukkan perilaku yang digunakan secara efektif. Seseorang mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa dirinya mampu mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapinya. Persuasi verbal berhubungan dengan kondisi yang tepat bagaimana dan kapan persuasi itu diberikan agar dapat meningkatkan self efficacy seseorang. Kondisi individu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi dan sifatnya realistik dari apa yang dipersuasikan. Seseorang yang dikenai persuasi verbal bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan, maka orang tersebut akan menggerakkan usaha yang

23 lebih besar dan akan meneruskan penyelesaian tugas tersebut. d. Keadaan Fisiologis dan Emosional Situasi yang menekan kondisi emosional dapat mempengaruhi self efficacy. Gejolak emosi, goncangan, kegelisahan yang mendalam dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai isyaratkan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang menekan dan mengancam akan cenderung dihindari. Ketika melakukan penilaian terhadap kemampuan pribadi, seseorang tidak jarang berpegang pada informasi somatik yang ditunjukkan melalui fisiologis dan keadaan emosional. Individu mengartikan reaksi cemas, takut, stress dan ketegangan sebagai sifat yang menunjukkan bahwa performansi dirinya menurun. Penilaian seseorang terhadap self efficacy dipengaruhi oleh suasana hati. Suasana hati yang positif akan meningkatkan self efficacy sedangkan suasana hati yang buruk akan melemahkan self efficacy. 2.1.7. Pengaruh Self Efficacy terhadap Perilaku Self efficacy selalu berhubungan dan berdampak pada pemilihan perilaku, motivasi dan keteguhan individu dalam menghadapi setiap persoalan yang dihadapi. Sehingga menurut Luthans (2008: 205), bahwa self efficacy secara langsung dapat mempengaruhi tiga hal, diantaranya: a. Pemilihan perilaku, yakni keputusan akan dibuat atas dasar betapa ampuhnya seseorang merasa terhadap pilihan, misalnya penugasan kerja atau bahkan bidang karir;

24 b. Usaha motivasi, yaitu orang akan mencoba lebih keras dan memberikan lebih banyak usaha pada tugas di mana individu memiliki efikasi diri yang lebih tinggi daripada individu dengan penilaian kemampuan rendah; c. Keteguhan, yaitu orang dengan efikasi diri tinggi akan bertahan ketika menghadapi masalah atau bahkan gagal, sedangkan orang dengan efikasi diri rendah cenderung menyerah ketika hambatan muncul. Artinya bahwa semakin tinggi self efficacy yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi keyakinannya untuk mampu menyelesaikan setiap tugas dan persoalan yang dihadapi. Artinya, self efficacy yang telah terbentuk akan mempengaruhi dan memberi fungsi pada setiap aktivitas individu. Pengaruh dan fungsi tersebut menurut Bandura (2002: 72-75), antara lain: a. Fungsi Kognitif. Self efficacy yang kuat akan mempengaruhi tujuan pribadi individu. Semakin kuat self efficacy, semakin tinggi tujuan yang ditetapkan oleh individu bagi dirinya sendiri dan memperkuat komitmen terhadap tujuan tersebut b. Fungsi Motivasi. Self efficacy memainkan peranan penting dalam pengaturan motivasi diri. Sebagian besar motivasi manusia dibangkitkan secara kognitif. Individu memotivasi dirinya sendiri dan menuntun tindakan-tindakannya untuk menggunakan pemikiran-pemikiran tentang masa depan, sehingga individu membentuk kepercayaan mengenai apa yang dapat dilakukan. Individu juga akan mengantisipasi hasil-hasil dari tindakan-tindakan yang prospektif, menciptakan tujuan bagi dirinya dan merencanakan tindakan untuk merealisasikan masa depan yang berharga.

25 c. Fungsi Afeksi. Self efficacy akan mempunyai kemampuan coping, dalam mengatasi besarnya stres dan depresi yang dialami individu pada situasi sulit dan tertekan. Penjelasan ini, sesuai dengan pernyataan Bandura bahwa self efficacy mengatur perilaku untuk menghindari suatu kecemasan. Semakin kuat self efficacy, individu semakin berani menghadapi tindakan yang menekan dan mengancam. d. Fungsi Selektif. Fungsi selektif akan mempengaruhi pemilihan aktivitas atau tujuan yang akan diambil oleh indvidu. Individu menghindari aktivitas dan situasi yang dipercayai telah melampaui batas kemampuan coping dirinya, namun individu tersebut telah siap melakukan aktivitasaktivitas yang menantang dan memilih situasi yang dinilai mampu untuk diatasi. 2.2. Mahasiswa Bekerja 2.2.1. Pengertian mahasiswa bekerja pada usia dewasa Mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu, antara lain menurut Kartono (1985) : a. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi, sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia. b. Yang karena kesempatan di atas diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai pemimpin yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin masyarakat ataupun dalam dunia kerja. c. Diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang dinamis bagi proses modernisasi.

26 d. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas dan profesional. Mahasiswa secara regular merupakan kalangan muda yang berumur 19-28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Sosok mahasiswa juga kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuwan yang dimiliki dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan objektif, sistematis dan rasional (Susantoro, 2003). Morgan, dkk (1986) mengatakan bahwa mahasiswa (youth) adalah suatu periode yang disebut dengan studenthood (masa belajar) yang terjadi hanya pada individu yang memasuki post secondary education dan sebelum masuk kedalam dunia kerja yang menetap. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah lepas dari aktivitasnya masing-masing. Setiap aktivitas tersebut mempunyai tujuan baik yang bersifat komersial maupun hanya bersifat hobi ataupun kesenangan. Begitu pula dalam bekerja. As ad (1995) mengatakan bahwa seseorang yang melakukan aktifitas kerja karena berharap dengan bekerja akan membawa pada lembaran yang lebih memuaskan dari keadaan sekarang. Bekerja merupakan proses fisik maupun mental individu dalam mencapai tujuan. Selanjutnya Martoyo (Kurniawati, 2007) memberikan batasan bahwa kerja adalah keseluruhan pelaksanaan aktifitas baik jasmani atau rohani yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang berhubungan dengan kelangsungan hidupnya. Pekerjaan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan status sosial ekonomi (Anoraga, 1992). Pekerjaan mempunyai fungsi ganda: a. Pekerjaan dapat mendatangkan uang untuk diri sendiri dan keluarga. b. Pekerjaan juga berhubungan dengan kedudukan atau peran seseorang dalam masyarakat.

27 Selanjutnya dikatakan bahwa kerja adalah salah satu bentuk aktivitas yang mendapat dukungan sosial dan dukungan dari individu yang bersangkutan. Berdasarkan beberapa pendapat dari tokoh-tokoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa bekerja adalah anggota masyarakat yang memiliki kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi dan memiliki sikap keilmuan yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan objektif, sistematis dan rasional. Selain belajar di lingkungan kampus, mahasiswa tersebut juga memiliki aktivitas bekerja di luar jam perkuliahan untuk memenuhi segala kebutuhan baik bersifat fisik maupun biologis serta untuk mencapai status sosial dan menyatakan harga dirinya sehingga menimbulkan ikatan sosial dalam kelompok yang pada akhirnya akan menimbulkan kepuasan pada diri individu yang bersangkutan. 2.2.2. Faktor yang mempengaruhi bekerja Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang yang bekerja, baik itu faktor yang berasal dari dalam diri individu atau faktor internal dan faktor yang berasal dari luar individu atau faktor eksternal. Flippo (1997) menyatakan ada sepuluh faktorfaktor yang mempengaruhi seseorang untuk bekerja, yaitu: a. Upah. Upah merupakan salah satu alat pemuas kebutuhan-kebutuhan fisiologi, keterjaminan, dan egoistik. b. Keterjaminan pekerjaan. Karena ancaman dari perubahan teknologis, keinginan ini sangat mendapat prioritas untuk banyak karyawan dan serikat buruh. c. Teman-teman sekerja yang menyenangkan. Keinginan ini berasal dari kebutuhan sosial untuk berteman dan diterima.

28 d. Penghargaan atas pekerjaannya yang dilakukan. Keinginan ini berasal dari pengelompokan kebutuhan secara egoistik. e. Pekerjaan yang berarti. Keinginan ini berasal baik dari kebutuhan akan penghargaan maupun dorongan ke arah perwujudan diri dan prestasi. f. Kesempatan untuk maju. Tidak semua karyawan ingin maju. Beberapa orang merasakan kebutuhan-kebutuhan egoistik. Namun sebagian besar karyawan ingin mengetahui bahwa kesempatan untuk itu ada jika mereka ingin menggunakannya. g. Kondisi kerja yang nyaman, aman dan menarik. Keinginan akan kondisi kerja yang baik juga didasari oleh banyak kebutuhan. Kondisi kerja yang aman berasal dari kebutuhan akan keamanan. h. Kepemimpinan yang mampu dan adil. Keinginan akan kepemimpinan yang baik dapat berasal dari kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keterjaminan. i. Perintah dan pengarahan yang masuk akal. Perintah merupakan komunikasi sesuai dari tuntutan organisasi. Pada umumnya perintah tersebut harus berkaitan dengan keadaan yang diperlukan, dapat dilaksanakan lengkap tetapi tidak dirinci secara berlebihan, jelas atau singkat dan disampaikan dengan cara merangsang sikap menerima. j. Organisasi yang relevan dari segi sosial. Kecenderungan sosial yang semakin menaruh pada organisasi-organisasi swasta, juga mempengaruhi pengharapan pada karyawan. Faktor-faktor yang mempengaruhi bekerja tidak saja oleh faktor-faktor eksternal tapi juga oleh faktor internal yang berasal dari dalam diri pekerja tersebut,

29 hal ini merupakan suatu bentuk mengendalikan kemampuan usaha yang menggerakkan jasmani dan jiwa seseorang untuk berbuat, bertingkah laku dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan untuk meningkatkan kinerjanya agar lebih terarah dalam mencapai hasil kerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan dan akan terealisasi dengan baik. Salah satu faktor penting yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan adalah faktor motivasi. Jika faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang dilaksanakan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu maka akan membentuk suatu kebiasaan kerja yang pada gilirannya nanti akan memunculkan suatu paradigma di mana kinerjanya sangat dipengaruhi oleh faktor motivasi (Ikopin, 2008). Sedangkan kinerja seseorang tidak akan muncul tanpa ada faktor-faktor yang melatar belakanginya, dengan demikian dampak selanjutnya tentu saja hasil kerja mahasiswa tersebut akan terasa lebih efektif. Oleh karena itu penting sekali mengambil tindakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi bekerja (Gie, 1992), antara lain: a. Faktor pikiran untuk mencegah kepusingan. Banyak orang karena merasa dirinya cerdas sekali dan ingatannya juga tajam tidak membiasakan diri bekerja dengan catatan-catatan di atas kertas. Semua hal diingat-ingat saja di dalam dan di luar kepala yang berarti memberi beban berat kepada pikiran yang sesungguhnya tidak perlu dilakukan, sehingga mengakibatkan ketegangan pikiran yang berlebih-lebihan dan akhirnya mesti ada juga yang kelupaan dengan segala akibatnya yang merugikan pekerjaan. b. Faktor tenaga untuk mengurangi kelelahan. Memang tidak dapat menghilangkan kelelahan sama sekali, karena selama orang dengan

30 mempergunakan tangan dan anggota badan lainnya termasuk mengeluarkan tenaga. Tetapi, pola-pola bekerja tentu dapat mengurangi keletihan tenaga dan dalam jangka panjang akan mencegah kepayahan badan dan membantu mempertahankan kesehatan fisik seseorang. c. Faktor waktu untuk mengatasi kelambatan. Kegunaan waktu senantiasa berkaitan dengan hasil kerja waktu hanya mempunyai sesuatu arti kalau dapat menghasilkan sesuatu prestasi pada waktu yang tepat, yang tidak mengalami keterlambatan. d. Faktor ruang untuk memperpendek jarak. Untuk memperpendek jarak yang ditempuh dalam pelaksanaan kerja dapat dilakukan dengan pola pengukuran, yakni tindakan memeriksa berapa panjang jarak yang perlu dijalani. Pengukuran ini sering dilalaikan dalam penempatan perlengkapan kerja, pengukuran tata ruang, dan penentuan prosedur pekerjaan. Akibatnya sering terjadi mondar-mandir jarak panjang dan waktu perjalanan atau menunggu yang lebih lama. e. Faktor benda untuk menghemat biaya. Dalam memperbandingkan pemakaian benda-benda, apalagi kalau benda-benda itu berlainan, maka perhitungan harga-harga masing-masing yang dibayar dengan uang akan memudahkan penentuan cara mana yang menggunakan benda paling sedikit. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam bekerja itu ada faktor eksternal yaitu berupa faktor waktu, ruang, kemudian faktor benda. Dan adapun faktor internal yaitu faktor pikiran, tenaga dan faktor motivasi dari dalam diri pekerja itu sendiri yang bertujuan untuk

31 meningkatkan kinerjanya agar lebih terarah dalam mencapai hasil kerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan dan akan terealisasi dengan baik. 2.3. Self eficacy Mahasiswa Yang Bekerja Pada Saat Penyusunan Skripsi Pengertian self efficacy menurut Kreitner dan Kinichi (2003) adalah keyakinan seseorang mengenai peluangnya untuk berhasil mencapai tugas tertentu. Efikasi diri (Self efficacy) muncul secara lambat laun melalui pengalaman kemampuan-kemampuan kognitif, sosial, bahasa dan atau fisik yang rumit. Dilihat dari kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dihadapi tidak hanya dipengaruhi potensi kognitif yang dimiliki oleh mahasiswa seperti intelegensi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh keyakinan mahasiswa mengenai kemampuan dirinya dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Menurut Bandura (Hambawany, 2007) keyakinan seseorang bahwa dirinya akan mampu melaksanakan perilaku yang dibutuhkan dalam suatu tugas disebut dengan self efficacy. Mahasiswa menurut Susantoro (2003) adalah kalangan muda yang berumur 19-28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Susantoro menyatakan bahwa sosok mahasiswa juga kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuwannya yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan objektif, sistematis dan rasional. Kemudian As ad (1995) mengatakan bahwa seseorang yang melakukan aktifitas kerja karena berharap dengan bekerja akan membawa pada lembaran yang lebih memuaskan dari keadaan sekarang. Adakalanya pekerjaan tersebut memang akan terasa berat jika mahasiswa yang bekerja part time tidak dapat membagi waktu, antara waktu kuliah, belajar dan

32 bekerja. Dari beberapa pekerjaan tersebut ada banyak pengalaman yang sungguh sangat bermanfaat, bukan hanya dari sisi finansial, tapi juga pengembangan diri. Ada banyak risiko jika tidak bisa membagi waktu, bisa jadi mengantuk atau bahkan ketiduran disaat kuliah karena aktivitas lembur. Atau ditegur dosen karena tugas kuliah (skripsi) tidak kelar-kelar karena kesibukan mencari biaya kuliah. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa self efficacy mahasiswa yang bekerja pada saat penyusunan skripsi dapat mempengaruhi pontensi kognitifnya juga. Dan jika mahasiswa tersebut mempunyai keyakinan dapat membagi waktu antara belajar dan bekerja maka dapat berjalan dengan seimbang antara kuliah dan karirnya. 2.4. Kerangka Berpikir Kesiapan karyawan yang menjadi mahasiswa serta sedang proses pembuatan skripsi menjadi harapan semua mahasiswa program kelas karyawan, dan tentunya pencapaian prestasi tersebut tidak dapat dilepaskan dari faktor-faktor yang mendukungnya, salah satu faktor yang sangat pentinhg dalam menentukan apakah mahasiswa tersebut memiliki kesiapan adalah mahasiswa itu sendiri. Bandura (1997) mendefinisikan Self efficacy sebagai keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, dan berusaha untuk menilai tingkatan dan kekuatan di seluruh kegiatan dan konteks. Secara teoritis dapat dilihat bahwa, seseorang yang memiliki Self efficacy yang tinggi maka ia mengeluarkan usaha yang lebih untuk mencapai tujuan

33 tersebut. Karena Self efficacy akan mempengaruhi pola berpikir, reaksi emosional, dan perilaku seseorang dalam berhubungan dengan lingkungannya. Seseorang yang menilai dirinya mampu akan memusatkan perhatiannya dan berusaha lebih keras lagi bila ia mengalami kegagalan. Dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki Self efficacy yang tinggi, maka ia akan melakukan usaha yang lebih atau maksimal sehingga ia akan memperoleh prestasi belajar yang maksimal juga. Begitu juga sebaliknya, bila seseorang memiliki Self efficacy yang rendah, maka ia akan memperoleh prestasi yang rendah atau tidak maksimal.