Refleksi Penganggarann Daerah 2013 Oleh: Tarmizi. Pemerintah Abaikan Hak Perempuan dan Anak

dokumen-dokumen yang mirip
KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

HASIL ANALISIS APBD PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini

Catatan Akhir Tahun Anggaran Refleksi Penganggaran Daerah 2013

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BAB III INDIKATOR PEMANTAUAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah Indonesia selalu mengupayakan peningkatan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU

PP No 38/2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMDA PROVINSI DAN KAB/KOTA PP 65/2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan sistem kesehatan (nasional) adalah meningkatkan dan memelihara status kesehatan penduduk, responsif

suplemen Informasi Jampersal

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Kebumen Tahun 2014 BAB IV PENUTUP

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung.

PEDOMAN WAWNCARA BAGAIMANA IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) DI UPT PUSKESMAS HILIDUHO KABUPATEN NIAS TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan,

Tabel 4.1 Keterkaitan Sasaran Strategi dan Arah Kebijakan dalam Pencapaian Misi Renstra Dinas Kesehatan

Kabupaten Langgar Permendagri dan PP, Bupati Kebiri Hak Desa

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG

BAB II PERENCANAAN KINERJA

TENTANG BUPATI SERANG,

BAB I PENDAHULUAN. dapat terwujud (Kemenkes, 2010). indikator kesehatan dari derajat kesehatan suatu bangsa, dimana kemajuan

FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT UNIT OEGANISASI ESELON I KL DAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAAH (SKPD)

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

INDIKATOR DAN TARGET SPM. 1. Indikator dan Target Pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kebidanan atau obstetri ialah bagian ilmu kedokteran yang khusus

KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BULUNGAN

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BUPATI NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 50 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

STRATEGI AKSELARASI PROPINSI SULBAR DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

Juknis Operasional SPM

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT UNIT OEGANISASI ESELON I KL DAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAAH (SKPD)

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT UNIT OEGANISASI ESELON I KL DAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAAH (SKPD)

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

PERJANJIAN KINERJA TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI MAGELANG PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 9 TAHUN 2017 TENTANG

RESUME UMPAN BALIK PELKON dan DALLAP 2014 PERWAKILAN BKKBN PROVINSI RIAU

BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi baru lahir merupakan proses fisiologis, namun dalam prosesnya

KAWASAN PESISIR KAWASAN DARATAN. KAB. ROKAN HILIR 30 Pulau, 16 KEC, 183 KEL, Pddk, ,93 Ha

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini dalam setiap menit setiap hari, seorang ibu meninggal disebabkan

6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan tantangan yang lebih sulit dicapai dibandingkan dengan target Millenium

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan

BAB IV PELAYANAN PUBLIK BIDANG KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM). Dalam Undang-Undang Nomor

BUPATI SAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tingginya AKI di suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PONED sebagai Strategi untuk Persalinan yang Aman

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

BAB I PENDAHULUAN. persalinan, perawatan bayi yang baru lahir dan pemeliharaan ASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) sangat tinggi di dunia, tercatat 800 perempuan meninggal setiap hari akibat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Satuan Kerja Kementerian Pekerjaan Umum Pemerintah Provinsi Riau

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR ^7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBAGIAN JASA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan,

Review. Bantuan Operasional Kesehatan

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat.

Transkripsi:

Catatan Akhir Tahun Anggaran: Refleksi Penganggarann Daerah 2013 Oleh: Tarmizi Pemerintah Abaikan Hak Perempuan dan Anak Dalam konstruksi budaya patriarkhi, kelompok perempuan selalu menjadi kelompok termiskin dari rakyat miskin, karena selain termiskinkan oleh kebijakan, mereka juga termiskinkan oleh stereotip dan kultur yang masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki sehingga termarjinalkan dari segala akses sumberdaya. Pemerintah Propinsi Riau tidak begitu memprioritaskan anggaran dalam menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan anak, berbagai fakta juga di temukan dilapangan misalnya ketika ibu mengandung yang mau konsultasi kesehatan dan mau melahirkan terlihat prosedur yang berbelit-belit jika mau dilayani atau langsung ditanggapi maka ditambah fasilitas yang tidak memadai, pasien harus membayar uang terlebih dahulu dalam jumlah yang besar. Seperti yang diamatkan UU No. 39 Tahun 2009 Tentang Kesehatan untuk urusan kesehatan pemerintah menetapkan anggaran sebesar 10 %, bahkan untuk di daerah harus lebih dari yang di tetapkan oleh pemerintah pusat yaitu kisaran 15% keatas baru di katakan sehat. Pada tahun 2012-2013 melihat dari belanja urusan Kesehatan yang sangat besar yaitu sebesar Rp; 166.442.882.917,00 namun sayang sekali sebesar Rp: 540.000.000,00 atau 0,32% yang dianggarkan untuk program penanggulangan angka kematian ibu melahirkan dan anak, itupun hanya untuk program pegawai kesehatan, bukan untuk penanggulangan langsung terhadap ibu yang akan melahirkan dan anak. Seharusnya anggaran itu lebih untuk penanggulangan terhadap ibu yang akan melahirkan dan anak seperti imunisasi terhadap ibu yang sedang hamil dan perawatan ibu yang telah melahirkan begitu juga imunisasi terhadap bayi. Seperti pada table dibawah ini:

Tabel: Program Peningkatan Keselamatan Ibu melahirkan dan Anak dalam T.a 2012-2014 pada urusan Dinas Kesehatan. No 1 2 Uraian Program Penurunann Angka Kematian Ibu dan Anak 2012 Belanjaa 2013 PPAS 2014 Peningkatan kinerja pengelola program kesehatan dan keluarga 120,000,000.00 120,000,000.00 120,000,000.00 Pemantauan pelaksanaan gawat darurat obstetri neonatal didaerah DTPK gawat 300,000,000.00 300,000,000.00 300,000,000.00 3 Pertemuan evaluasi akselerasi penurunan kematian maternal dan perinatal Prop Riau 120,000,000.00 120,000,000.00 120,000,000.00 4 Evaliasi bringing rate dan filing rate serta logistik buku KIA 650,000,000.00 5 Peningkatan kualitas hidup anak 250,000,000.00 6 penguatan kohort bayi dan balita 300,000,000.00 7 Penguatan rujukan kelainan tumbuh kembang 200,000,000.00 Peningkatan cakupan K4 8 melalui penguatan P4K dan ANC terpadu 450,000,000.00 9 Evaluasi Jampersal 350,000,000.00 10 Pelacakan kasus kem matian ibu Peningkatan kapasitas 11 pengelola program kesehatan ibu 12 Fasilitas peningkatann pelayanan KB berkualitas 13 Pengadaan kelas ibu hamil Jumlah 373,135,000.00 150,000,000.00 200,000,000.00 450,000,000.00 540,000,000.00 540,000,000.00 3,913,135,000.00 Terlihat pada tabel diatas, yang dianggarkan dalam APBD dari Tahun 2012-2013 untuk Program menurunkan angka kematian ibu dan anak pada urusan dinas Kesehatan. Bahwa dalam rangka untuk menekan angka kematian ibu melahirkan pemerintah sama sekali tidak menyentuh langsung pada program pencegahan kematian ibu melahirkan dan anak, seperti: pemberian konsultasi kesehatan, pemberian imunisasi bagi ibu hamil dan bayi, penyediaan

fasilitas yang lengkap serta memberi akses yang mudah. Pemerintah malah banyak membuat program untuk kepentingan aparaturnya, seperti pelatihan dan evaluasi aparatur. Pada tahun 2014 perencanaan anggaran dalam PPAS sangat di apresiasi, melihat alokasi anggaran untuk peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak yaitu sebesar Rp: 3,913,135,000.00 atau sebesar 2% dari total belanja program kesehatan. dengan penambahan sasaran program yang direncanakan yang bisa dikatakan sudah menyentuh langsung untuk keselamat ibu dan anak. Tinggal bagaimana realisasinya kedepan. Kemudian ditambah pada urusan Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana juga pengalokasian anggaran untuk perlindungan anak dan penurunan angka kematian ibu melahirkan belum tepat sasaran. Seperti terlihat pada table dibawah ini (di ambil dari PPAS 2014). No 1 2 Uraian Belanja Belanja Daerah Urusan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 12,828,642,000.00 Belanja Tidak Langsung 5,358,192,000.00 Belaja Langsung 7,470,450,000.00 Belanja pegawai 7,668,640,000.00 Belanja Publik 5,160,000,000.00 Program peningkatan perlindungan Anak 565,000,000..00 Program pembinaan keluarga dan Tumbuh kembang anak 610,000,000..00 program pemberdayaan perempuan dan peningkatan Kualitas kesejahteraan keluarga program peningkatan peran perempuan dalam peningkatan Ekonomi Produktif program Revitalisasi peran serta Masy dalam pelayanan KB dan Kesehatan 1,335,000,000.00 1,925,000,000.00 725,000,000..00 Jika di persentasekan untuk belanja publik hanya sebesar 40% atau sebesar Rp: 5,160,000,000.00, sedangkan untuk belanja pegawai lebih tinggi yaitu sebesar Rp: 7,668,642,000.00 atau sebesar 60%, dalam urusan Badan Pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan keluarga berencana.

Artinya pada tahun 2014 pemerintah tetap lebih memprioritaskan untuk kepentingan aparatur dengan mengabaikan kepentingan publik yag apabila dibandingkan dengan angka kematian ibu melahirkan dan anak masih tinggi pada tiga tahun terakhir masih tinggi. Angka Kematian Ibu dan Anak Masih Stagnan Penanggulangan untuk penurunan angka kematian ibu melahirkan dan anak di Propinsi Riau dari tiga tahun terakhir 2009-2011 masih stagnan, ini bukti ketidakseriusan pemerintah dalam menekan angka kematian ibu melahirkan dan anak lewat program-program yang direncanakan, begitu juga pada tahun 2013 terlihat pada anggaran yang dialokasikan untuk program menekan angka kematian ibu dan anak tidak seimbang dengan APBD Riau yang mencapai 8,4 T. Begitu juga dengan Alokasi Anggaran Kesehatan hanya 6,6% dari Total APBD yang tidak mencapai standar sesuai amanat UU kesehatan sebesar 10%. Tabel: Angka Kematian Ibu, Bayi dan balita Per 1000 kelahiran Propinsi Riau Tahun 2009-2011. No Tahun Angka Angka Angka kematian Ibu Kematian Bayi Kematian Balita 1 2009 195,4 11,7 13,6 2 2010 109,9 7,9 5,6 3 2011 122,1 11,4 8,4 Sumber: Profil kesehatan Propinsi Riau Terlihat pada grafik dibawah angka kematian ibu, anak dan balita dari tahun 2009-2011 yang masih stagnan dari tahun ketahun. 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 195,4 109,9 Angka kematian Ibu 122,1 11,7 7,9 11,4 13,6 5,6 8,4 Angka Kematian bayi Angka Kematian Balita 2009 2010 2011

Angka kematian bayi di Provinsi Riau tahun 2009 tercatat sebanyak 11,7% kematian dari 1.000 kelahiran, tahun 2010 tercatat sebanyak 7,9% kematian dari 1.000 kelahiran, tahun 2011 tercatat 11,4% kematian dari 1.000 kelahiran. Sedangkan angka kematian ibu melahirkan di Riau tahun 2009 tercatat 195,36% kematian dari 1000 kelahiran, tahun 2010 tercatat 109,9% kematian dari 1000 kelahiran dan tahun 2011 tercatat 122,1% kematian dari 1000 kelahiran. Sedangkan berdasarkan Standar Nasional untuk menekan angka kematian ibu dan anak perbandingannya adalah 225 kematian dari 100 ribu kelahiran hidup (225/100.000) atau jika dibandingkan dari rata-rata nasional sebesar 125/100.000, ketika di prosentasekan program penurunan angka kematian ibu melahirkan dan anak di Propinsi Riau hanya sebesar 2,25% dari Standar Nasional, melihat capaian pemerintah Propinsi Riau pada tahun 2009-2011 angka kematian ibu melahirkan dan anak masih sangat tinggi, tentu capaian tersebut disebabkan kecilnya anggaran yang dialokasikan untuk program keselamatan ibu melahirkan dan anak yaitu sebesar Rp: 540.000.000 atau sebesar 0,32% dari total anggaran untuk urusan Kesehatan, artinya pemerintah tidak serius untuk mengurusi masalah ini. Selain itu upaya yang dilakukan pemerintah lewat POGI juga berupaya turun ke daerah-daerah untuk membantu masyarakat mendapat pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas namun belum juga dirasakan masyarakat secara keseluruhan. Terlepas dari itu ada beberapa faktor yang menyebabkan angka kematian ibu dan anak meningkat antara lain; untuk di desa-desa ketersediaan dokter kandungan dan bidan yang sanyat minim bahkan ada beberapa desa tidak memiliki puskesmas dan juga tidak ada bidan bahkan banyak masyarakat desa menggunakan jasa bidan kampung/dukun untuk membatu proses melahirkan, yang mana sesuai dengan SPM Kesehatan bahwa satu bidan atau dokter hanya bisa melayani masyarakat sekitar 500 jiwa. kemudian jarak dengan puskesmas sangat jauh, sehingga akses untuk ibu yang akan melahirkan sangat dikhawatirkan saat menuju puskesmas apalagi infrastruktur jalan rusak sehingga mengakibatkan bagi ibu yang hamil untuk berhati-hati melewatinya, serta ketersediaan fasilitas penunjang ibu melahirkan dan perawatan bayi belum memadai yang perlu di tingkatkan. Ironis sekali memang jika melihat penganggaran untuk penanggulangan angka kematian ibu melahirkan dan anak hanya untuk pelatihan pegawai kesehatan, herannya pemerintah sama sekali tidak memikirkan tentang penyediaan fasilitas kesehatan ibu hamil, ibu melahirkan dan anak. Begitu juga pemerintah harus berperan aktif dalam hal penyediaan fasilitas jaminan kesehatan ibu melahirkan dan anak.

Kedepan pemerintah melalui Dinas Kesehatan upayaa yang harus dilakukan ke depan antara lain adalah dengan antenatal care terhadap ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang profesional, melakukan post natal care pada ibu pasca melahirkan, imunisasi pada ibu hamil dan balita, memasang stiker P4K di rumah ibu hamil, kunjungan neo natus (KN1, KN2, dan KN3), memberikan vitamin A, memberikan pelatihan penanggulangan berat badan lahir rendah. Data pilah pada table dibawah ini bahwa perbandingan antara laki-laki dan perempuan, jumlah laki-laki lebih banyak dari pada perempuan di Propinsi Riau pada tahun 2012. Melihat perbandingan tersebut pemerintah tidak bisa memprioritaskan anggaran yang cukup untuk menurunkan angka kematian ibu dan melahirkan. Seharusnya ada keseimbangan program antara untuk kepentingan aparatur dengan program penurunan angka kematian ibu melahirkan dan anak pada sektor kesehatan. Disamping itu juga anggaran yang di alokasikan untukuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan anak tidak dikelola secara maksimal. Masih banyak terdapat pelaksanaan program tersebut yang tidak transparan dan akutabel, buktinya banyak program-program yang tidak tepat sasaran untuk bisa dinikmati oleh ibu mengandung, ibu melahirkan dan anak. Tabel: Data Pilah Laki-laki dan Perempuan Propinsi Riau Tahun 2012 No Kabupaten/Kota 1 Kuantan Singingi 159.365 2 Indragiri Hulu 199.895 3 Indragiri Hilir 354.615 4 Pelawan 170.680 5 Siak 6 Kampar 380.169 7 Rokan Hulu 266.025 8 Bengkalis 272.508 9 Rokan Hilir 306.176 10 kepulauan Meranti 94.128 2012 Laki-laki Perempuan 208.599 150.695 189.021 335.323 161.395 197.251 359.486 251.552 257.683 289.519 89.007

11 Pekanbaru 495.764 12 Dumai 139.557 Jumlah 3.047.481 Sumber: BPS Propinsi Riau 468.795 131.965 2.881.692 Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir kepulauan Meranti Pekanbaru Dumai 3% Pilah Gender Prop. Riau Tahun 2012 5% 5% 6% 16% 12% 10% 9% 12% 9% 6% 7% Anggaran Minim Nyawaa Melayang Jika kita hubungkan dengan masalah gender memang sangat memprihatinkan seharusnya pemerintah lebih menitik beratkan anggaran yang lebih banyak porsinya untuk menyediaan puskesmas dan ketersediaan dokter yang memadai di desa-desa, sehingga masyarakat atau ibu yang akan melahirkan lebih mudah mengakses dan terlayani. Melihat sedikit sekali lokasi anggaran untuk mengurangai angka kematian ibu melahirkan, bagaimana mendorong pemerintah lebih memperhatikan keselamatan dan kesejahteraan ibu melahirkan dan anak dengan kajian-kajian dan realisasi anggaran yang jelas. Disamping itu juga pemerintah seharus bisa mealokasikan anggaran untuk penyediaan Jampersal dan Jamkesda bagi masyarakat miskin dan kurang mampu yang tepat sasaran. Sebuah dilema dengan ketidakmampuan pemerintah dalam penyediaan fasilitas ibu melahirkan dan anak, yang mengakibatkan meninggalnya ibu melahirkan dan anak. Banyak permasalahan dalam menekankan angka kematian ibu melahirkan dan anak, mulai dari penyediaan fasilitas memadai, ketersediaan dokter dan bidan yang tidak memenuhi standar SPM Kesehatan serta pelayanan dari pegawai kesehatan yang tidak maksimal atau terlambat untuk melayani yang bisa membuat angka kematian ibu melahirkan dan anak semakin meningkat.

Dalam sebuah penganggaran idealnya harus ada penganggaran yang jelas peruntukkan untuk kepentingan masyarakat lebih bayak begitu juga untuk menekankan angka kematian ibu melahirkan dan anak. Selama ini pemerintah tidak begitu memprioritaskan anggaran yang lebih besar untuk itu. Jika di bandingkan dengan belanja pegawai jauh lebih besar dari anggaran untuk keselamatan ibu melahirkan dan penyediaan fasilitas kesehatan. Kemudian untuk program dan perencanaan yang harus dilakukan pemerintah adalah bagaimana pemerintah bisa lebih memberikan anggaran yang lebih atau semacam jaminan kesehatan yang sifatnya mudah di akses oleh masyarakat menengah kebawah dan miskin serta menyediakan fasilitas dan tenaga ahli medik agar bisa tanggap dalam menangani masalah semacam ini. Harusnya pemerintah mealokasikan anggaran yang lebih dalam pencegahan dan penangan kematian ibu melahirkan dan anak, seperti: semacam pelatihan tanggap darurat jika mendadak ada pasien yang mau melahirkan. Apalagi jika melihat postur APBD Riau yang sangat besar, mustahil jika pemerintah tidak bisa memprioritaskan program tersebut, namunn kenyataannya adalah pemerintah lebih memprioritaskan anggaran yang lebih besar untuk belanja pegawai dan infrastruktur kesehatan. Kemudian untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan anak, program yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan hanya sebatas pelatihan dan evaluasi untuk aparatur kesehatan saja. Ketimpangan gender yang mengakibatkan tertinggalnya kaum perempuan terhadap laki-laki di Indonesia ternyata tidak pernah disikapi serius oleh pemerintah. Hal ini dapat terlihat dari berbagai program-program peningkatan kesejahteraan perempuan, Program-program yang bersifat pemberdayaan perempuan dan anak, serta pelayanan sosial selalu mendapatkan prosentasee kecil. 1. Kebijakan penganggaran untuk mensejahterakan perempuan dan anak masih dibawah 0,5%, diperbesar pada angka penekanan laju penduduk. 2. Program pemberdayaan perempuan yang disusun oleh pemerintah pun, di samping anggarannya yang begitu kecil, juga sebatas kepada program pengarusutamaan jender di setiap SKPD. 3. Dalam hal perlindungan kepada perempuan misalnya, angka kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan setiap tahun masih tinggi. 4. Begitu pula dalam hal perlindungan anak, belakangan ini banyak terjadi kekerasan terhadap anak. Sebagian besar anggaran habis digunakan diinternal Dinas kesehatan dan Badan Perlindungan perempuan dan Anak saja untuk harmonisasi kebijakan perlindungan anak.

Rekomendasi: Dengan berbagai permasalahan dalam ketimpangan penganggaran dan atas ketidakseriusan pemerintah memberikan perlindungan perempuan dan anak dengan ini FITRA Riau menyatakan bahwa negara masih setengah hati mengalokasikan anggaran untuk mensejahterakan maupun memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak. FITRA menghimbau agar anggaran untuk mensejahterahkan perempuan dan anak seharusnya tidak lagi stagnan pada upaya pengarusutamaan jender saja. Sudah waktunya bagi pemerintah untuk menyusun program-program pemberdayaan perempuan dalam rangka memberikan hak-hak ekonomi, pendidikan dan kesehatan kepada perempuan yang lebih baik. Adapun langkah-langkah yang perlu diambil untuk menadvokasi masalah ini adalah mendorong pemerintah untuk lebih mengutamakan anggaran yang lebih besar untuk kesejahteraan masyarakat dengan memberikan format dan gambaran kenyataan yang terjadi. Jika memang langkah ini tidak cukup maka kita harus mengadvokasi lewat jalan litigasi misalnya menyusun strategi menuntut Perda APBD untuk di judicial review. kemudian pengawasan dari masyarakat yang harus di perlukan sampai dimana pengelolaan anggaran kesehatan tersebut. Agar terciptanya penganggaran yang responsive gender, seperti: 1. Sosialisasi kesehatan ibu hamil, melahirkan dan bayi. 2. Konsultasi pemberian asupan gizi saat ibu hamil sampai menyusui dan anak. 3. Penyediaan fasilitas ibu hamil, melahirkan dan menyusui di setiap puskesmas. 4. Akses kesehatan yang tidak berbelit-belit dan terjangkau untuk ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi serta program tanggap darurat. 5. Ketersediaan bidan pendamping desa yang cukup sesuat SPM kesehatan. 6. Pembangunann Puskesmas dan Pustu untuk desa yang terisolir. Perencanaan didalam KUA-PPAS tahun 2014 alokasi anggaran untuk peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak cukup besar dan adanya penambahan sasaran program-program untuk keselamatan ibu dan anak, seperti didalam table diatas yang bisa dikatakan sudah menyentuh untuk kepentingan ibu melahirkan dan anak. Dan selanjutnya bagaimana penganggaran di dalam KUA-PPAS ini bisa di kawal sampai pada pengesahan APBD 2014 nantinya, serta realisasinya bisa tepat sasaran.

Demikianlah hasil analisis tentang potret kinerja pemerintah Propinsi Riau dalam menekan angka kematian ibu melahirkan dan anak yang masih jauh dari yang diharapkan masyarakat riau secara keseluruhan. Barangkali tulisan ini bisa menjadi bahan pertimbangan pemerintah Riau untuk lebih memprioritas anggaran yang Pro Gender.