PUSAT PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ARSITEKTUR PERILAKU TUGAS AKHIR TKA 490 BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

SEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (SLB YPAC) DI SEMARANG. (Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) IDA ASTRID PUSPITASARI L2B

BAB I PENDAHULUAN. RUMAH SAKIT UMUM TARUTUNG [Pick the date] 1.8. Latar Belakang. ARSITEKTUR FUNGSIONAL Page 11

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER

REDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG. disusun oleh : KHOERUL UMAM L2B

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

1.7 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Realita Kehidupan Difabel dalam Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. hampir sama dengan anak kebanyakan. Namun takdir berkata lain anak yang

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak bagi sebuah keluarga adalah sebuah karunia, rahmat dan berkat.

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

WALIKOTA PROBOLINGGO

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN I.1

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURANWALIKOTASURAKARTA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAANPERATURANDAERAH KOTASURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANGKESETARAANDIFABEL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

Universitas Sumatera Utara. Gambar 1.2 Area parkir yang kurang memadai, akibatnya lobby menjadi area parkir. Sumber: (peneliti 2013)

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE

BAB I PENDAHULUAN. kemanusiannya. Pendidikan dalam arti yang terbatas adalah usaha mendewasakan

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

PEND. ANAK LUAR BIASA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan, termasuk polio, dan lumpuh ( Anak_

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang dilahirkan berbeda dimana tidak ada manusia yang benar-benar sama

Universitas Sumatera Utara

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. satu pun dari semua ini ada karena hak manusia memutuskan untuk. kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-nya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak yang Spesial ini disebut juga sebagai Anak Berkebutuhan

TINJAUAN MATA KULIAH...

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

BAB III METODE PERANCANGAN. daksa yang dapat menerima segala umur dan kelas sosial, memudahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

Pusat Peragaan IPTEK Biologi Medan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di bawah pengawasan guru. Ada dua jenis sekolah, yaitu sekolah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Service), serta media alam sebagai media pembelajaran dan tempat. school melalui penyediaan fasilitas yang mengacu pada aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap

HAKIKAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi dan Anak Berkebutuhan Khusus

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

AKADEMI SEPAKBOLA INTERNASIONAL LIVERPOOL FC MEDAN 04/24/2014 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II GAMBARAN UMUM KAUM DISABILITAS DI KOTA MEDAN. A. Jumlah Populasi Kaum Disabilitas di Kota Medan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Presentase Jumlah Pecinta Seni di Medan. Jenis Kesenian yang Paling Sering Dilakukan Gol. Jumlah

Pengantar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

BAB 1 PENDAHULUAN. tiap tahunnya, hal ini ditandai dengan prestasi anak bangsa yang sudah mampu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Sementara itu lembaga pendidikan tidak hanya di tunjukkan kepada anak yang memiliki kelengkapan fisik, tetapi juga kepada anak yang memiliki keterbelakangan mental. Mereka dianggap sosok yang tidak berdaya, sehingga perlu di bantu dan di kasihani untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu di sediakan berbagai bentuk layanan pendidikan atau sekolah bagi mereka. Pada dasarnya pendidikan untuk berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan anakanak pada umumnya. Disamping itu pendidikan luar biasa, tidak hanya bagi anak anak yang berkebutuhan khusus, tetapi juga di tujukan kepada anak-anak normal yang lainnya. Beberapa sekolah telah dibuka bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus ini. Sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan siswa menjadi salah satu keunggulan yang ditawarkan sekolah sekolah ini. Jadi anda tidak perlu khawatir dengan masa depan anak anda karena sekolah ini membekali anak untuk bisa hidup mandiri dalam hidupnya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Pada tahun 2009, Badan Pusat Statistik (BPS) menyajikan data statistik disabilitas dalam SUSENAS 2009 dengan kategori kecacatan dengan jumlah total adalah 2.126.998 jiwa di Indonesia. Tabel 1.1 Persentase penyandang cacat berdasarkan jenis kecacatan Jenis kecacatan Jumlah (%) Jumlah (jiwa) Tuna Netra 15,93 338.796,85 Tuna Rungu 10,52 223.737,78 Tuna Wicara 7,12 151.427,09 Tuna Rungu Wicara 3,46 73.586,76 SESILIA GLORIA SIMARMATA 090406069 1

Tuna Daksa 33,75 717.789,94 Tuna Grahita 13,68 290.944,19 Tuna Ganda 7,03 149.512,99 Jiwa 8,52 181.202,08 Jumlah total 100,0 2.126.998 Sumber : Data BPS, Susenas RI 2009 Data Badan Pusat Statistik tahun 2007 mencatat banyaknya rumah tangga yang memiliki anak cacat di Medan dengan jumlah 394 orang. Tabel 1.2 Banyaknya anak cacat menurut kecamatan tahun 2007 Kecamatan Anak Cacat (1) (2) Medan Johor 31 Medan Amplas 17 Medan Denai 44 Medan Polonia 26 Medan Baru 2 Medan Sunggal 30 Medan Barat 10 Medan Tembung 31 Medan Labuhan 65 Medan Marelan 65 Medan Belawan 73 Total 394 Sumber : BPS 2007 Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat tahun 2008, terdapat jumlah populasi penyandang cacat di Sumatera Utara dari total penduduk 51.836 jiwa. Tabel 1.3 Data Populasi Orang Cacat di Sumatera Utara tahun 2008 Jenis Cacat Jumlah (orang) (1) (2) Tuna Netra 10.097 Tuna Daksa 15.250 Tuna Rungu 5.252 SESILIA GLORIA SIMARMATA 090406069 2

Tuna Wicara 4.393 Tuna Rungu Wicara 11.303 Tuna Grahita 9.844 Tuna Ganda 5.342 Total 46.494 Sumber : PPLS 2008 (Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat) Dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2009 di Sumatera Utara terdapat anak yang menyandang cacat menurut jenis kecacatan dan jenis kelamin terlihat bahwa dari 49 ribu anak cacat, sepertiganya (31,71 persen) menyandang cacat tubuh, kemudian cacat mental (tuna grahita) sebesar 22,07 persen dan cacat wicara/bisu sebesar 8,25 persen. Dilihat menurut jenis kelamin, pola tersebut di atas terjadi baik pada anak laki-laki maupun perempuan. Tabel 1.4 Persentase Anak Cacat menurut jenis kecacatan dan jenis kelamin tahun 2009 Jenis Cacat Laki-laki + Perempuan (%) Anak Cacat (jiwa) (1) (4) (5) Tuna Netra 10,71 5.248 Tuna Rungu 5,15 2.524 Tuna Wicara 6,09 2984 Tuna Rungu Wicara 13,73 6.728 Tuna Daksa 31,71 15.538 Tuna Grahita 22,07 10.014 Tuna Ganda 8,25 4043 Gangguan Jiwa 2,29 1.122 Total 100,00 49.000 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul 2009, BPS Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah populasi orang dengan kecacatan di Sumatera Utara pada tahun 2011 : Tabel 1.5 Data Populasi Orang Cacat di Sumatera Utara tahun 2011 Jenis Cacat Jumlah (orang) (1) (2) Tuna netra 7002 SESILIA GLORIA SIMARMATA 090406069 3

Tuna daksa 24.306 Tuna grahita 10.785 Tuna laras 2268 Tuna ganda 3552 Tuna rungu wicara 10.645 Total 58.558 Sumber : Profil Anak Indonesia Dari data diatas dapat dilihat bahwa persentase yang terus meningkat dan dengan jumlah terbanyak adalah penderita cacat tuna daksa, tuna netra, tuna rungu wicara dan tuna grahita. Populasi anak berkebutuhan khusus di Indonesia diperkirakan mencapai 350 ribu orang. Namun, jumlah anak yang sudah masuk di jenjang pendidikan baru sekitar 85 ribu orang. Mereka ditampung di sekitar 1.600 sekolah luar biasa se- Indonesia. Artinya, pemerintah baru mengkomodir sekitar 30 persen anak berkebutuhan khusus. Selain faktor biaya, banyak orang tua yang cenderung menyembunyikan anaknya karena merasa malu. 1 Peningkatan anak cacat ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 2 a) Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi pada pra kelahiran antara lain : Gangguan Genetika (Kelainan Kromosom, Transformasi); Infeksi Kehamilan; Usia Ibu Hamil (high risk group); Keracunan Saat Hamil; Pengguguran; dan Lahir Prematur. b) Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi selama proses kelahiran adalah Proses kelahiran lama (Anoxia), prematur, kekurangan oksigen; Kelahiran dengan alat bantu (Vacum); Kehamilan terlalu lama: > 40 minggu. c) Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi setelah proses kelahiran yaitu Penyakit infeksi bakteri (TBC/ virus); Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi); kecelakaan; dan keracunan. Berdasarkan faktor tersebut di atas, sebagian besar (70,21 persen) anak cacat disebabkan oleh bawaan lahir, kemudian karena penyakit (15,70 persen) dan kecelakaan/bencana alam sebesar 10,88 persen. Pola yang sama terjadi baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. 1 http://www.swatt-online.com/ 2 Irwanto, Kasim Eva Rahmi, dkk. 2010. Analisis Situasi Penyandang Disabilitas di Indonesia. Pusat Kajian Disabilitas. Fakultas Ilmu Sosial dan Politi. Jakarta. SESILIA GLORIA SIMARMATA 090406069 4

Tabel 1.6 Persentase Anak Cacat 0-17 Tahun menurut penyebab kecacatan dan tipe darah tahun 2009 Penyebab Kecacatan Perkotaan Pedesaan Perkotaan + Pedesaan (1) (2) (3) (4) Bawaan sejak lahir 70,40 70,05 70,21 Kecelakaan/bencana alam 10,64 11,07 10,88 Kurang gizi 1,90 1,43 1,64 Tekanan hidup/stress 0,95 2,08 1,57 Penyakit 16,11 15,37 15,70 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul 2009, BPS Selain secara populasi jumlahnya terus bertambah, ada persoalan mendesak yang perlu mendapat perhatian serius menyangkut keadaan tumbuh kembang dan kelanjutan pendidikan anak-anak spesial itu. Meski demikian, dengan segala keadaannya, bukan berarti mereka kehilangan kesempatan untuk memperoleh hidup seperti anak-anak lain pada umumnya. Anak-anak dengan label kekhususan ini tetap harus mendapat ruang hidup yang layak dan kesempatan yang sama untuk mengoptimalkan potensi yang mereka miliki dan berhak mendapat kehidupan yang layak, berkesempatan mengembangkan potensinya, dan memiliki kesempatan menjadi orang dewasa yang bahagia seperti impian banyak orang pada umumnya. Undang-undang No. 4 Tahun 1997 menegaskan bahwa penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Pada pasal 6 dijelaskan bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh: (1) pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; (2) pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya; (3) perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; (4) aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; (5) rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan (6) hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Selain itu, terdapat dasar-dasar hukum yang mendasari pendidikan terhadap anak berkebutuhan khusus, yaitu : SESILIA GLORIA SIMARMATA 090406069 5

UUD 1945 Pasal 31 ayat (1), Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran UURI Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 5 ayat 920, Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, mental/intelektual, sosial, dan emosional berhak memperoleh pendidikan. Salinan Peraturan Menteri pendidikan Nasional Indonesia Nomor 70 Tahun 2009, Bahwa peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa perlu mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan asasinya, dan peserta didik yang memiliki kelaianan sebagaimana dimaksud terdiri dari : tunanetra; tunarungu; tunawicara; tunagrahita; tunadaksa; tunalaras; berkesulitan belajar; lamban belajar; autis; memiliki gangguan motorik; menjadi korban penyalahgunann narkoba,obat terlarang dan zat adiktif lainnya; memiliki kelainan lainnya; tunaganda. Seluruh warga negara tanpa terkecuali apakah dia mempunyai kelainan atau tidak mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini dijamin oleh UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang mengumumkan Bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Pada tahun 2003 Pemerintah mengeluarkan Undang- Undang No 20 tentang sistem pendidikan nasional (UUSPN). Dalam undang undang tersebut dikemukakan hal- hal yang erat hubungan dengan pendidikan bagi anak-anak dengan kebutuhan pendidikan khusus sebagai berikut ; Bab 1 (Pasal 1 ayat 18); Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus di ikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Bab II (Pasal 4 ayat 1); Pendidikan diselenggarakan secara demokratis berdasarkan HAM, agama, kultural, dan kemajemukan bangsa. Bab IV (Pasal 5 ayat 1); Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu baik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Bab V bagian 11 Pendidikan khusus (Pasal 32 ayat 1; Pendidikan khusus bagi peserta yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran SESILIA GLORIA SIMARMATA 090406069 6

karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki potensi kecerdasan. Menurut WHO, diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak. Menurut data Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2003 jumlah penyandang cacat di Indonesia sebesar 0,7% dari jumlah penduduk sebesar 211.428.572 atau sebanyak 1.480.000 jiwa. Dari jumlah tersebut 24,45% atau 361.860 diantaranya adalah anak-anak usia 0-18 tahun dan 21,42% atau 317.016 anak merupakan anak cacat usia sekolah (5-18 tahun). Sekitar 66.610 anak usia sekolah penyandang cacat (14,4% dari seluruh anak penyandang cacat) ini terdaftar di Sekolah Luar Biasa (SLB). Ini berarti masih ada 295.250 anak penyandang cacat (85,6%) ada di masyarakat dibawah pembinaan dan pengawasan orang tua dan keluarga dan pada umumnya belum memperoleh akses pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya. Pada tahun 2009 jumlah anak penyandang cacat yang ada di Sekolah meningkat menjadi 85.645 dengan rincian di SLB sebanyak 70.501 anak dan di sekolah inklusif sebanyak 15.144 anak. Tabel 1.7 Persentase anak cacat 7-17 tahun menurut jenis kelamin dan partisipasi sekolah Jenis Kelamin Tidak/belum pernah sekolah tahun 2009 Masih Sekolah Tidak Sekolah Lagi Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) Laki-laki 42,69 37,94 19,37 100,00 Perempuan 45,37 33,25 21,38 100,00 Laki-laki + perempuan 43,87 35,87 20,26 100,00 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul 2009, BPS Tabel menunjukkan hampir separuh (43,87 persen) anak cacat usia sekolah (7-17 tahun) belum pernah mengecap pendidikan, sepertiganya (35,87 persen) sedang sekolah dan sekitar 20,26 persen berstatus tidak sekolah lagi. Kondisi ini menggambarkan perlunya perhatian khusus terutama penyandang cacat yang seharusnya bersekolah seyogyanya dapat bersekolah selayaknya anak seusianya. Oleh karena itu, dalam mengarahkan setiap pihak untuk menyusun aksi dan program-program nyata dalam menangani berbagai konsekuensi dari kekhususan yang dimiliki anak dan atas dasar kepedulian dan tanggung jawab kepada masa SESILIA GLORIA SIMARMATA 090406069 7

depan anak-anak spesial di Indonesia dibutuhkanlah suatu wadah yang dapat menampung seluruh kegiatan tersebut. I.2 Maksud dan Tujuan Bagi anak penderita anak berkebutuhan khusus : 1. Untuk memberikan perawatan intensif bagi anak berkebutuhan khusus dalam mendapatkan perawatan dalam hal terapi-terapi dalam bentuk pelatihan fisik, pelatihan saraf sensorik motorik serta pembelajaran pengembangan kemampuan dan potensi diri dalam peningkatan kualitas hidupnya. 2. Untuk memfasilitasi anak berkebutuhan khusus supaya mereka dapat menjadi mandiri dan dianggap sebagai anggota masyarakat yang mempunyai kemampuan seperti masyarakat normal dengan dapat menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi komunitas bernegara. 3. Untuk meningkatkan kemauan untuk hidup bermasyarakat dan bersosialisasi tanpa harus meminta-minta empati dari orang normal sehingga mereka tidak malu dan tidak merasa abnormal di tengah-tengah masyarakat. Bagi orang tua : 1. Membantu dalam memberikan tambahan pengetahuan dan petunjuk praktis dalam menangani anak dengan perhatian dan kasih sayang yang lebih daripada anak normal lainnya. 2. Dapat melihat dan merasakan perkembangan anak melalui terapi dan alat bantu yang diberikan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak berkebutuhan khusus. Bagi masyarakat : 1. Mengubah persepsi orang tua dan masyarakat bahwa mereka juga memiliki kemampuan dan kelebihan dibalik kekurangannya. 2. Meningkatkan rasa kepedulian terhadap keberadaan anak berkebutuhan khusus. SESILIA GLORIA SIMARMATA 090406069 8

I.3 Masalah Perancangan Masalah perancangan yang timbul dalam kasus proyek ini adalah : Bagaimana mewujudkan desain bangunan agar setiap ruang, bentuk, dan bahan yang digunakan dapat berfungsi secara maksimal sesuai dengan kebutuhan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Bagaimana menciptakan suatu sarana perawatan sekaligus pendidikan yang nyaman bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk melakukan kegiatan kesehatan dan belajar. Bagaimana mewadahi beberapa kegiatan, tidak hanya terapi dan belajar pengetahuan umum, tetapi juga tempat bermain untuk anak anak berkebutuhan khusus. Bagaimana menerapkan prinsip-prinsip tema yang diambil untuk diterapkan dalam desain bangunan agar sesuai dengan fungsi bangunan dan prinsipprinsip estetika dalam teori arsitektur. I.4 Pendekatan Pendekatan perancangan dilakukan dengan mempertimbangkan item-item perancangan antara lain: Studi Literatur. Studi pustaka atau studi literatur yang berkaitan langsung dengan judul dan tema yang dipilih untuk mendapatkan informasi dan bahan berupa literatur yang sesuai dengan materi laporan, yang berguna untuk memperkuat fakta secara ilmiah. Studi Banding. Studi banding terhadap proyek dan tema sejenis dengan melakukan pendekatan perancangan dengan melihat keadaan yang sudah ada, sumber dapat berupa buku, majalah, internet dan sebagainya. Studi Lapangan. Studi lapangan mengenai kondisi sekitar site/lokasi perancangan dan lingkungan fisik yang berhubungan dengan kasus proyek untuk mendapatkan data-data yang akurat dari lokasi perancangan. Wawancara. Wawancara dengan instansi terkait atau orang-orang yang dianggap ahli dan mengetahui tentang kasus dan tema yang diangkat untuk pengenalan masalah dan dapat menghasilkan kriteria umum bagi perancangan dan perencanaan kasus proyek. SESILIA GLORIA SIMARMATA 090406069 9

I.5 Lingkup / Batasan Adapun batasan perencanaan proyek ini adalah bangunan sebagai sarana perawatan kesehatan sekaligus pendidikan untuk anak-anak anak berkebutuhan khusus. Lingkup perencanaannya adalah : Perancangan sarana terapi dan pendidikan anak berkebutuhan khusus ini dibuat untuk anak-anak berkebutuhan khusus di Medan, tapi tidak menutup kemungkinan bagi anak dari luar Medan baik masyarakat ekonomi menengah ke atas, sedang maupun menengah ke bawah.. Bangunan sebagai wadah kegiatan bagi anak berkebutuhan khusus yaitu tuna netra, tuna grahita, tuna daksa, dan tuna rungu wicara dengan batas usia 5-20 tahun (kegiatan perawatan rehabilitasi dan pelatihan keterampilan) juga bagi anak normal dengan usia 5-15 tahun (kegiatan pelatihan keterampilan). Kajian terhadap tema, pengertian dan penerapannya pada kasus proyek lingkup batasan yang mempengaruhi proses perancangan meliputi : peraturan pemerintah, data-data dari instansi terkait, asumsi kelayakan dan program ruang. Pusat perawatan anak berkebutuhan khusus ini nantinya diharapkan dapat menjadi suatu tempat perawatan sekaligus pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang menyediakan fasilitas lebih lengkap daripada sekolah luar biasa maupun fasilitas perawatan lainnya, seperti: fasilitas utama yaitu lokasi fasilitas terapi (terapi okupasi, terapi sensori integrasi, terapi wicara, terapi ADL (Aktifitas Keseharian), terapi perilaku, fisioterapi, terapi musik, terapi lumba-lumba, terapi akupuntur, terapi audio visual), perpustakaan, sanggar pelatihan keterampilan (sanggar lukis, sanggar patung, sanggar tari dan drama, sanggar musik), ruang pamer, fasilitas penunjang seperti perpustakaan umum, kantin, toko souvenir, convention hall, klinik, juga fasilitas pengelola. SESILIA GLORIA SIMARMATA 090406069 10

I.6 Kerangka Berpikir PUSAT PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Latar Belakang Kasus Proyek : Anak-anak dengan label kekhususan ini tetap harus mendapat ruang hidup yang layak dan kesempatan yang sama untuk mengoptimalkan potensi yang mereka miliki dan berhak mendapat kehidupan yang layak, berkesempatan mengembangkan potensinya, dan memiliki kesempatan menjadi orang dewasa yang bahagia seperti impian banyak orang pada umumnya. Maksud dan Tujuan Sebagai wadah perawatan intensif bagi anak berkebutuhan khusus dalam mendapatkan pelatihan fisik, pelatihan saraf sensorik motorik serta pembelajaran pengembangan kemampuan dan potensi diri dalam peningkatan kualitas hidupnya. Desain Konsep : Tapak Bangunan (Utilitas, Struktur, Estetika) Analisis Perancangan : Analisis Site Analisis Kegiatan Analisis Ruang Analisis Bentuk dan Langgam Bangunan Tema : Perilaku Pengumpulan Data : Survey Lokasi (Kondisi Site) Studi Literatur Peraturan-peraturan Standar Ruang Masalah Perancangan : Bagaimana mewujudkan desain bangunan agar setiap ruang, bentuk, dan bahan yang digunakan dapat berfungsi secara maksimal sesuai dengan kebutuhan bagi para penyandang cacat. Bagaimana menciptakan suatu sarana perawatan sekaligus pendidikan yang nyaman bagi anak anak berkebutuhan khusus untuk melakukan kegiatan kesehatan dan belajar. Bagaimana mewadahi beberapa kegiatan, tidak hanya terapi dan belajar pengetahuan umum, tetapi juga tempat bermain untuk anak anak berkebutuhan khusus. Bagaimana menerapkan prinsip-prinsip tema yang diambil untuk diterapkan dalam desain bangunan agar sesuai dengan fungsi bangunan dan prinsip-prinsip estetika dalam teori arsitektur. Gambar 1.1 Skema Dasar Pemikiran Sumber : Olahan Pribadi SESILIA GLORIA SIMARMATA 090406069 11

I.7 Sistematika Laporan BAB I : PENDAHULUAN Menguraikan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, masalah perancangan, pendekatan, lingkup kajian dan batasan, kerangka berpikir, dan sistematika laporan. BAB II : DESKRIPSI PROYEK Berisi tentang deskripsi umum, program kegiatan, kebutuhan ruang, dan studi banding terhadap proyek sejenis. BAB III : ELABORASI TEMA Menguraikan tentang pengertian, Interpretasi, dan keterkaitan tema dengan judul serta studi banding terhadap bangunan-bangunan yang menerapkan tema sejenis. BAB IV : ANALISIS Menguraikan tentang analisa fungsional, organisasi ruang, program ruang, persyaratan teknis, analisa kondisi lingkungan dan potensi lahan, karakter lingkungan, peraturan bangunan sekitar, prasarana, karakter lingkungan, pemandangan, orientasi, lalu lintas, sirkulasi, dan kesimpulan. BAB V : KONSEP PERANCANGAN Menguraikan tentang konsep dasar, rencana tapak (tata letak, gubahan massa, pencapaian, hirarki ruang, sirkulasi, parkir, utilitas, tata hijau), bangunan (bentuk, fungsi, sirkulasi, struktur dan konstruksi, bahan, desain interior, utilitas, pentahapan pembangunan, penyelesaian ruang luar/lansekap) BAB VI : HASIL RANCANGAN Menguraikan tentang gambar-gambar hasil rancangan dan foto-foto hasil perancangan akhir. DAFTAR PUSTAKA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL SESILIA GLORIA SIMARMATA 090406069 12