BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO. 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial

: PETUNJUK PENGISIAN SKALA

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1)

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA

PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO OLEH PELAKU USAHA KECIL MIKRO DI KELURAHAN PASIR MULYA KECAMATAN BOGOR BARAT KOTA BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan. masa ini remaja banyak mengalami perubahan baik fisik maupun

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. ABSTRAK. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN Latar Belakang Penelitian...

BAB VIII ANALISIS KOMUNITAS PEMULUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan,

BAB IV ANALISIS DATA. untuk menelaah data yang tlah diperoleh peneliti dari informan maupun dari

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN

BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR. tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama dalam melaksanakan proses

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

Bab I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Koperasi Al Mawaddah. Berdasarkan analisis data penelitian dan

Lampiran 1 Tabel Rencana Penyelesaian Skripsi

BAB 2 LANDASAN TEORI. Contribution from the person, to the goverment to defray the expenses

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari setiap individu, perusahaan-perusahaan dan masyarakat

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat penjelasan (explanatory

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diversifikasi pekerjaan. Diversifikasi pekerjaan ini lebih diarahkan tidak untuk

2015 ANALISIS KONTRASTIF TINDAK TUTUR UCAPAN SELAMAT DALAM BAHASA JEPANG DAN BAHASA INDONESIA

PEDOMAN KEBIJAKAN CODE OF CONDUCT PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO)

I. PENDAHULUAN. dan berwibawa dengan melibatkan peran serta swasta dan masyarakat yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

PENGARUH ADAPTASI SOSIAL TERHADAP INTEGRASI MASYARAKAT DI KELURAHAN CIKUTRA (Studi Deskriptif di Komplek Delima Cikutra dan Gang Sukarapih 3)

BAB I PENDAHULUAN. serta tempat menerima dan memberi pelajaran. 1. merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Disamping itu kehidupan di

BAB III METODE PENELITIAN. di daerah Gunungkidul masih banyak terdapat pelaku bank plecit yang. memberikan pinjaman dengan bunga tinggi kepada

Keseluruhan lingkungan X merupakan wilayah pemukiman yang padat penduduk. Pada

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil pembahasan pada bab IV, oleh peneliti rumuskan suatu. kesimpulan, kesimpulan umum dan kesimpulan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

KETERKAITAN NILAI, JENJANG KELAS DAN INDIKATOR UNTUK SMP-SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2015 PERBANDINGAN TINGKAT DISIPLIN SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKULIKULER BULUTANGKIS DAN KARATE DALAM PEMBELAJARAN PENJAS

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB III PRAKTIK GADAI KTP DI KELURAHAN SIMOLAWANG KECAMATAN SIMOKERTO SURABAYA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT

HASIL UJI VALIDITAS KUESIONER EMOTIONAL AUTONOMY

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

August Comte Selo Soemardjan Soelaeman Soemardi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAMPIRAN LAMPIRAN A PEDOMAN WAWANCARA. Data Kontrol: 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan 4. Tinggal bersama siapa saja

Undang-Undang tentang LKM tersebut mengamanatkan beberapa materi pengaturan teknis lebih lanjut terkait kegiatan usaha LKM, tata cara memperol

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak-anak. Kata remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V PENUTUP. Usaha kecil dipedesaan merupakan pengerak ekonomi masyarakat diluar

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 545/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen pada dasarnya dibutuhkan oleh semua perusahaan. atau organisasi, karena tanpa semua usaha ataupun kegiatan untuk

PERAN LEMBAGA KEUANGAN INFORMAL TERHADAP PEMBERDAYAAN KELOMPOK USAHA INFORMAL

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau

III. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Persepsi dan Loyalitas Nasabah Pelaku Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pertolongan yang justru sangat dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. dalam hubungan antar individu sehingga interaksi yang terjadi dapat memenuhi hajat

HUKUM EKONOMI DALAM SISTEM HUKUM 1

smsi BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

BAB XI P E N U T U P. Hasil penelitian memperlihatkan kelembagaan-kelembagaan lokal yang terlibat

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Pada mulanya etika bisnis muncul ketika kegiatan bisnis tidak luput dari

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III TRANSAKSI UTANG PINTALAN DI DESA BUDUGSIDOREJO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya sering dipertemukan satu sama lainnya dalam

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Data Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Remaja Terkena. Narkoba Di Desa Kandangsemangkon Paciran Lamongan

BAB IV ANALISIS DATA TENTANG TOLONG MENOLONG SANTRI DI PONDOK PESANTREN DAARUN NAJAAH JERAKAH TUGU SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya Sembilan tahun,

PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua orang individu atau lebih,

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG

Transkripsi:

46 BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro Modal sosial merupakan hal yang penting dalam membentuk suatu kerjasama, baik itu kerjasama dalam aspek ekonomi, sosial, politik maupun aspek-aspek lainnya. Dalam kasus ini kerjasama yang terbentuk dilihat dari aspek ekonomi yakni pemberian kredit yang dilakukan LKM Bina Usaha Mandiri kepada pelaku usaha kecil mikro di Kelurahan Pasir Mulya. Pemberian kredit yang dilakukan oleh LKM Bina Usaha Mandiri bukan semata-mata merupakan pemberian yang dilakukan tanpa sebab, akan tetapi ada suatu hal yang menyebabkan pihak LKM Bina Usaha Mandiri bersedia memberikan pinjaman atau kredit kepada warga sekitar. Dalam hal ini faktor pertimbangan tersebut dilihat dari modal sosial yang terdapat di masyarakat yang tinggal dalam satu wilayah yang sama dengan LKM Bina Usaha Mandiri berada. Data mengenai pengaruh modal sosial terhadap perolehan kredit mikro Kelurahan Pasir Mulya bisa dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 menunjukan sebanyak 10 responden (33 persen) memperoleh kredit atas dasar kepercayaan seperti adanya hubungan kekerabatan, status dan posisi sosial, keterampilan. Sebanyak 14 responden ( 47 persen) memperoleh kredit atas dasar jaringan sosial yang dimiliki melalui basis jaringan seperti hubungan pertetangaan dan pertemanan dan juga interaksi yang terbentuk dari pihak-pihak yang bersangkutan. Sebanyak 6 responden (20 persen) memperoleh kredit atas dasar norma yakni ketaatan terhadap norma yang tertulis ataupun yang tidak tertulis. Besarnya jumlah responden yang memperoleh kredit atas dasar jaringan sosial dikarenakan sebagian besar penerima dana merupakan tetangga dan teman dekat karena mereka tinggal dalam satu wilayah yang sama dalam hal ini di RW 02 tepatnya di RT 02 dan RT 03. Hal tersebut menunjukan bahwa modal sosial terikat (bonding) memiliki pengaruh terhadap perolehan kredit mikro karena hubungan-hubungan seperti kerabat, tetangga, teman merupakan bentuk dari

47 modal sosial yang terikat (bonding) ( Putnam, 2000 dalam Field, 2003). Hasil wawancara terhadap pengelola LKM Bina Usaha Mandiri yakni Ibu HN (31 tahun) mengatakan bahwa sebagian besar penerima dana adalah warga sekitar saja yakni di RT 02 dan RT 03 meskipun LKM Bina Usaha Mandiri didirikan agar bisa mencakup semua RT di RW 02 namun untuk warga RT yang lain kurang begitu tertarik dengan adanya LKM Bina Usaha Mandiri karena memang selain letak geografisnya yang tidak dekat dengan LKM dan jarang sekali warga dari RT lain mengenal warga dari RT 02 dan RT 02. Hal tersebut menunjukan bahwa jaringan sosial memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dua komponen modal sosial lainnya yakni kepercayaan dan norma. Tabel 17 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro Kelurahan Pasir Mulya Tahun 2011 Modal Sosial Jumlah Total (%) Kepercayaan Jaringan Sosial Norma Kekerabatan 3 Status dan Posisi Sosial 5 Keterampilan 2 Basis Jaringan 9 Interaksi 5 Ketaatan terhadap aturan tertulis Ketaatan terhadap aturan tertulis 3 3 10 33 14 47 6 20 Total 30 30 100 Kepercayaan yang dilihat melalui hubungan kekerabatan, status posisi sosial dan keterampilan meskipun juga berpengaruh terhadap perolehan kredit namun tingkat pengaruhnya tidak setinggi jaringan sosial. Hal itu disebabkan karena tidak semua warga yang memperoleh kredit mempunyai hubungan kerabat dengan pihak LKM dan juga tidak semua penerima dana memiliki status dan posisi sosial yang dipandang di wilayah itu dan juga tidak semua warga memiliki keterampilan yang menunjang untuk dijadikan pertimbangan bagi pihak LKM Bina Usaha Mandiri untuk memberikan dana.

48 6.1.1 Pengaruh Kepercayaan terhadap Tahapan Perolehan Kredit Mikro Kepercayaan merupakan hal yang dibutuhkan untuk menjalani hubungan sosial tanpa adanya kepercayaan antar masyarakat mustahil hubungan sosial yang harmonis akan tercipta. Suatu individu atau kelompok jika memiliki rasa saling percaya yang rendah atau mengalami krisis kepercayaan terhadap individu atau kelompok lain maka yang akan timbul adalah rasa saling curiga dan rasa saling curiga yang berlebihan akan menciptakan berbagai macam masalah-masalah sosial. Oleh karena itu, dibutuhkanlah rasa saling percaya antar masyarakat dalam menjalani hubungan sosial agar tidak terjadi masalah-masalah sosial tersebut. Dalam hal perolehan kredit mikro kepercayaan juga memiliki peranan yang cukup penting. Seorang nasabah yang ingin memperoleh pinjaman dari suatu lembaga keuangan mikro tidak bisa langsung mendapatkan pinjaman apalagi menentukan besarnya pinjaman yang ingin diperoleh. Selain ada persyaratanpersyaratan yang harus dipenuhi oleh nasabah tersebut ada juga faktor lain yakni rasa saling percaya yang dimiliki oleh kedua pihak tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengaruh salah satu komponen modal sosial yakni kepercayaan dalam pengaruhnya terhadap tahapan perolehan kredit mikro. Data pengaruh antara kepercayaandengantahapan perolehan kredit mikro secara ringkas disajikan pada Tabel 18. Sebanyak 10 orang responden yang memperoleh kredit dari LKM Bina Usaha Mandiri atas dasar faktor kepercayaan sebanyak 4 orang responden dengan kepercayaan yang bersumber dari kekerabatan yang memperoleh kredit pada tahap development lalu tidak ada responden yang memperoleh kredit pada tahap recovery dan tidak ada responden yang memperoleh kredit pada tahap rescue. Selanjutnya, pada kepercayaan yang bersumber dari status dan posisi sosial terdapat 1 orang responden yang memperoleh kredit pada tahap development lalu sebanyak 3 orang yang memperoleh kredit pada tahap recovery dan tidak ada responden yang memperoleh kredit pada tahap rescue. Pada responden yang memiliki kepercayaan berdasarkan keterampilan sebanyak 1 orang memperoleh kredit pada tahap rescue hanya ada 1 orang responden yang memperoleh kredit pada tahap recovery dan tidak ada responden yang memeperoleh kredit pada tahap development.

49 Tabel 18 Pengaruh antara Kepercayaan dengan Tahapan Perolehan Kredit Mikro Kelurahan Pasir Mulya Tahun 2011 Kepercayaan Tahapan Perolehan Kredit Mikro Rescue Recovery Development Total Kekerabatan 0 0 4 4 Posisi dan Status Sosial 0 3 1 4 Keterampilan 1 1 0 2 Total 1 4 5 10 Kepercayaan yang bersumber dari hubungan kekerabatan antara pelaku usaha kecil di Kelurahan Pasir Mulya dengan Lembaga Keuangan Mikro Bina Mandiri memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap tahapan kredit yang dapat diperoleh oleh pelaku usaha kecil, karena memang pada dasarnya kekerabatan merupakan tonggak utama dalam membangun kepercayaan. Menurut Putnam (2000) dalam Field (2003) Modal sosial yang bertumpu pada hubungan kekerabatan tersebut dinamakan dengan modal sosial yang terikat (bonding). Karena ikatan-ikatan seperti itu merupakan ikatan yang sangat kuat bersifat bonding dan sangat mengutamakan homogenitas. Kepercayaan juga merupakan hal yang utama dalam menjalankan suatu kerjasama dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan berbagai bidang lainnya. Menurut Lawang (2004) rasa percaya akan mempermudah terbentuknya kerjasama. Selanjutnya, Lawang (2004) menambahkan bahwa semakin kuat rasa percaya kepada orang lain maka akan semakin kuat juga kerjasama yang terjalin antara mereka. Sebagai contoh jika ada dua pihak yang ingin melakukan kerjasama namun kedua pihak tersebut mengalami krisis kepercayaan maka dapat dikatakan kerjasama itu pun tidak akan dapat berjalan dengan baik malah yang akan muncul adalah rasa saling curiga. Kerjasama yang terdapat dalam kasus ini adalah kerjasama dalam bidang ekonomi atau yang lebih khususnya dalam pemberian kredit kepada pelaku usaha kecil di Kelurahan Pasir Mulya oleh Lembaga Keuangan Mikro Bina Mandiri. Hasil wawancara di lapangan menunjukan bahwa para pelaku usaha kecil yang memperoleh pinjaman yang besar pada saat pertama kali melakukan peminjaman dari LKM Bina Mandiri mengaku memiliki hubungan yang cukup

50 dekat dengan pengurus LKM Bina Mandiri. Seperti yang dikatakan oleh Ibu YN (36 tahun) yang merupakan salah satu pelaku usaha kecil yang mengaku sebagai kerabat dari Pengurus LKM dan mendapatkan pinjaman sebesar Rp 500.000 yang berarti tergolong dalam tahapan development atau termasuk dalam katagori tahapan yang tinggi. Ibu YN menceritakan bahwa pada saat pertama kali meminjam uang, pihak LKM tidak langsung menetapkan pinjaman yang dapat diperoleh oleh Ibu YN asalkan pinjaman yang diajukan tidak berlebihan dan sesuai dengan jumlah pinjaman yang masih tersedia. Pada saat itu Ibu YN mengajukan pinjaman sebesar Rp 400.000 namun pada saat pinjaman tersebut diberikan kepada Ibu YN jumlah pinjaman tersebut bertambah menjadi sebesar Rp 500.000, ketika ditanya oleh Ibu YN mengapa demikian, pihak LKM menjawab kebetulan masih terdapat dana pinjaman sisa di LKM jadi Ibu YN mendapatkan jumlah pinjaman yang sedikit lebih banyak. Selain itu, Ibu YN juga menambahkan ketika pinjaman tersebut ingin diberikan kepada Ibu YN pihak LKM bertanya kepada beliau mengenai persetujuan apakah Ibu YN setuju jika pinjaman tersebut ditambahkan jumlahnya atau dengan jumlah yang seperti diajukan sebelumnya. Artinya pihak LKM juga tidak ingin menambahkan atau mengurangi jumlah pinjaman yang akan dipinjamkan kepada nasabahnya tanpa persetujuan dari Ibu YN. Sementara itu, hasil wawancara yang berbeda diperoleh oleh Ibu MR (29 tahun) yang merupakan salah satu responden yang juga merupakan salah satu pelaku usaha kecil yang memperoleh pinjaman dari LKM. Pinjaman yang diperoleh oleh Ibu MR tidak sebesar Ibu YN yang sebesar Rp 500.000. Ibu MR hanya memperoleh dan sebesar Rp 150.000 yang berarti tergolong dalam tahapan rescue atau termasuk dalam katagori tahapan yang rendah. Ibu MR mengatakan bahwa hubungan yang terjalin antara beliau dengan pihak LKM tidak terlalu dekat hanya sebatas pelaku usaha dan LKM saja karena memang beliau tinggal di RT yang berbeda dengan pihak LKM sehingga sulit untuk mengenal lebih dekat satu sama lain. Berdasarkan keterangan dari Ibu MR pada saat meminjam uang kepada LKM, Ibu MR juga tidak berani untuk meminjam dalam jumlah yang besar karena takut tidak bisa mengembalikan tepat waktu sehingga pada akhirnya mengakibatkan hal yang buruk terhadapnya karena

51 memang pada dasarnya beliau baru mengenal pihak LKM. Sementara itu, pihak LKM juga menjelaskan bahwa dia tidak berani meminjamkan pinjaman dalam jumlah yang besar kepada warga yang belum dikenal dengan baik karena khawatir nantinya akan menimbulkan masalah-masalah yang tidak diinginkan sehingga bagi nasabah baru yang ingin meminjam pinjaman kepada LKM Bina Mandiri hanya diberikan pinjaman pada tahapan rescue yakni berkisar Rp100.000 Rp 200.000. Pihak LKM juga menambahkan bahwa jika si nasabah tersebut melakukan pembayaran dengan teratur dan bersifat lebih terbuka tidak menutup kemungkinan pada peminjaman yang selanjutnya akan memperoleh pinjaman yang lebih besar. Penjelasan di atas menunjukan bahwa besar kecil pinjaman yang dapat diperoleh oleh pelaku usaha kecil di Kelurahan Pasir Mulya sangat ditentukan oleh kepercayaan yang terdapat antara pelaku usaha kecil dan Lembaga Keuangan Mikro Bina Mandiri melalui hubungan kekerabatan. Terbukti dengan apa yang diungkapkan oleh Ibu YN dan Ibu MR bahwa Ibu YN dapat memperoleh pinjaman yang lebih besar dibandingkan dengan Ibu MR karena memang beliau adalah kerabat dekat sementara Ibu MR bukan tetangga dekat karena beliau tinggal di RT yang berbeda dengan LKM Bina Mandiri sehingga intensitas pertemuan antara beliau dengan pihak LKM Bina Mandiri tidak setinggi Ibu YN dan pada akhirnya kesempatan untuk lebih mengenal satu sama lain menjadi lebih kecil dan rasa saling percaya yang dapat dibangun menjadi lebih sulit. Hal tersebut menunjukan bahwa modal sosial yang terikat (bonding) sangat erat kaitannya dalam memandang pengaruh kepercayaan terhadap tahapan perolehan kredit mikro karena terdapat gejala-gejala hubungan kekerabatan dimana hubungan kekerabatan merupakan salah satu indikator dalam modal sosial yang bersifat yang terikat (bonding) (Putnam, 2000 dalam Field, 2003). Selain itu, sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Williamson dalam Viprianty (2007). Dengan adanya rasa saling percaya, tidak dibutuhkan aktivitas pengawasan terhadap prilaku orang lain agar orang tersebut berprilaku sesuai dengan keiinginan kita. Kepercayaan dapat dibangun, akan tetapi dapat juga hancur. Demikian juga kepercayaan tidak dapat ditimbuhkan oleh salah satu sumber saja, tetapi sering kali tumbuh berdasarkan pada hubungan teman atau keluarga.

52 6.1.2 Pengaruh Jaringan Sosial terhadap Tahapan Perolehan Kredit Mikro Komponen modal sosial yang kedua adalah jaringan sosial. Menurut Suparlan (1995) bahwa jaringan sosial merupakan proses pengelompokan yang terdiri atas sejumlah orang yang masing-masing mempunyai identitas tersendiri dan dihubungnkan melalui hubungan sosial. Artinya jaringan sosial tidak melibatkan satu individu tetapi melibatkan banyak individu dan dari banyak individu tersebut berlangsung hubungan sosial yang pada akhirnya akan membentuk jaringan sosial (Lawang, 2004). Hal tersebut sangat sesuai dengan pendapat mengenai manusia adalah sebagai makhluk sosial yang berarti manusia tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan manusia lain untuk membantunya dalam menjalani kehidupannya. Sebagai salah satu komponen modal sosial, jaringan sosial dipandang memiliki peranan yang cukup penting dalam persoalan perolehan kredit mikro oleh pelaku usaha kecil terhadap LKM. Oleh karena itu, pada bagian ini akan menjelaskan mengenai pengaruh jaringan sosial terhadap tahap perolehan kredit mikro. Data pengaruh antara jaringan dengan tahapan perolehan kredit mikro secara ringkas disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Pengaruh antara Jaringan terhadap Tahapan Perolehan Kredit Mikro Kelurahan Pasir Mulya Tahun 2011 Jaringan Sosial Tahapan Perolehan Kredit Mikro Rescue Recovery Development Total Basis Jaringan 0 3 6 9 Interaksi 4 1 0 5 Total 4 4 6 14 Sebanyak 14 orang responden yang memperoleh kredit dari LKM Bina Usaha Mandiri atas dasar faktor jaringan sosial terdapat 6 orang responden yang memiliki jaringan sosial yang bersumber dari basis jaringan seperti pertetangaan dan pertemanan yang memperoleh kredit pada tahap development lalu sebanyak 3 orang responden yang memperoleh kredit pada tahap recovery dan tidak ada responden yang memperoleh kredit pada tahap rescue. Selanjutnya, pada jaringan sosial yang bersumber dari tingkat interaksi hanya terdapat 1 orang responden

53 yang memperoleh kredit pada tahap recovery lalu tidak ada responden yang memperoleh kredit pada tahap development. Pada umumnya pelaku usaha kecil di Kelurahan Pasir Mulya yang memperoleh pinjaman dari LKM Bina Mandiri merupakan masyarakat yang berada dalam satu wilayah yang sama yakni di RW 02 atau lebih khususnya di RT 02 dan 03 karena memang LKM Bina Mandiri juga berlokasi di RW 02 dan lebih tepatnya di RT 02 sehingga jaringan sosial disini hanya mencakup sebagian besar warga RT 02 dan sebagian RT 03 di Kelurahan Pasir Mulya dari hal itu dapat dikatakan bahwa basis jaringan sosial melalui hubungan pertetangaan dan pertemanan sangat kental di wilayah ini. Berdasarkan hasil di lapangan para responden yang memperoleh kredit jumlah yang besar memiliki jaringan sosial yang melalui hubungan pertetangaan dan pertemanan sehingga responden tersebut banyak mengenal dan dikenali dekat oleh sebagian besar warga masyarakat di wilayah mereka sehingga dengan begitu kontrol dan pengawasan terhadap diri mereka menjadi lebih mudah. Sebagaimana yang diungkapkan Bapak AD (39 tahun), Bapak AD merupakan salah satu responden yang memperoleh pinjaman yang besar dari pihak LKM Bina Mandiri. Beliau mengungkapkan walaupun hubungan Bapak AD dengan pihak LKM Bina Mandiri tidak dekat, akan tetapi beliau banyak mengenali dan dikenali warga RT 02 lainnya sehingga menurut Bapak AD hal tersebut merupakan faktor penyebab beliau berhasil memperoleh dana dalam jumlah yang besar. Hal yang sama juga diungkapkan oleh pihak LKM Bina Mandiri bahwa menurutnya memang ada beberapa warga yang hubungannya tidak dekat hanya sekedar hubungan antar warga saja. Namun mereka dapat memperoleh pinjaman dengan jumlah besar. Pihak LKM menganggap walaupun tidak mengenal dekat dengan nasabah akan tetapi banyak anggota masyarakat lain yang mengenalnya dengan dekat, hal itu sudah cukup untuk dijadikan faktor penilaian apakah si nasabah tersebut bisa memperoleh dana sesuai dengan kebutuhannya karena identitas kepribadian mengenai dirinya sudah dikenal dan dimengerti oleh anggota masyarakat lainnya. Responden lain yakni Ibu SP ( 30 tahun) yang mengaku tidak memiliki hubungan yang dekat dengan pihak LKM Bina Mandiri tetapi beliau memperoleh pinjaman dengan jumlah yang besar. Namun berbeda dengan responden yang

54 sebelumnya Ibu SP bukan merupakan warga RT 02 tapi beliau mengaku mengenal dekat beberapa warga RT 02 yang juga memperoleh pinjaman dari LKM Bina Mandiri. Beliau mengaku keberhasilan beliau memperoleh pinjaman yang besar dari LKM Bina Mandiri disebabkan oleh pertolongan saudaranya yang meminta kepada pihak LKM Bina Mandiri untuk memberikan beliau pinjaman, karena kebetulan saudara beliau adalah tetangga dekat pihak LKM Bina Mandiri yang juga memperoleh dana dari LKM Bina Mandiri. Pada awalnya Ibu SP ragu untuk meminjam dana dari LKM Bina Mandiri tapi karena beliau melihat saudaranya yang sudah lebih dulu meminjam dana dan selama itu tidak mengalami masalah maka Ibu percaya dan berminat untuk meminjam dana ke LKM Bina Mandiri. Beberapa responden lain yang tidak mendapatkan dana dalam jumlah yang besar mengaku memang belum banyak warga masyarakat yang mereka kenal karena memang sebagian dari mereka adalah warga pendatang baru sehingga jaringan sosial yang dibentuk belum terlalu luas. Mengenai hal ini pihak LKM Bina Mandiri menjelaskan bahwa pihak LKM belum berani memberikan dana dalam jumlah yang besar kepada nasabah yang merupakan warga baru dan belum banyak masyarakat yang kenal dekat dengan mereka. Penjelasan di atas menunjukan bahwa jaringan sosial memiliki pengaruh terhadap tahapan kredit yang dapat diperoleh oleh nasabah. Pada dasarnya kepercayaan pihak LKM Bina Mandiri terhadap nasabah juga lahir dari jaringan sosial nasabah tersebut. Jaringan sosial dalam kasus ini sangat berkaitan erat dengan pihak ke tiga baik itu yang berbasis individu maupun berkelompok yang dalam hal ini adalah tetangga dan teman. Peran pihak ke tiga sangat menentukan jumlah dana yang dapat diperoleh oleh nasabah terhadap LKM Bina Mandiri. Pihak ke tiga yang dimaksud disini adalah individu atau kelompok yang menjadi penghubung antara kedua belah pihak yakni LKM Bina Mandiri dan nasabah. Beberapa contoh pihak ke tiga yang sesuai dengan kasus ini adalah tetangga dan teman yang dimiliki oleh nasabah. Walaupun si nasabah tidak mengenal dekat pihak LKM namun ia memiliki teman. Tetangga dan teman yang mengenal baik pihak LKM maka kemungkinan nasabah itu bisa mendapatkan jumlah dana seperti yang ia harapkan. Berdasarkan keterangan tersebut dapat dikatakan bahwa bentuk modal sosial yang bersifat menjembatani (bridging) sangat jelas terlihat

55 dari kedua contoh di atas karena terdapat proses penyatuan antara dua belah pihak yang sebelumnya tidak saling mengenal dan terdapat pihak ketiga yang bersifat sebagai jembatan bagi kedua belah pihak. Hal itu sesuai dengan konsep dari modal sosial yang bersifat menjembatani (bridging) yakni lebih cenderung menyatukan orang dari ranah yang berbeda (Putnam, 2000 dalam Field, 2003). Selain itu dapat disimpulkan bahwa nasabah yang memiliki jaringan sosial yang baik maka kesempatan memperoleh dana dalam jumlah yang besar menjadi terbuka akan tetapi jika si nasabah tidak memiliki jaringan sosial yang kurang baik maka akan sulit untuk mendapatkan dana dalam jumlah yang besar. 6.1.3 Pengaruh Norma terhadap Tahapan Perolehan Kredit Mikro Hasbullah (2006), mengartikan norma sebagai sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti masyarakat pada entitas sosial tertentu. Normanorma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk prilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Norma tersebut biasanya terinstitusionalisasidan mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial. Oleh karena itu, sebagai salah satu komponen dari modal sosial norma dianggap memiliki peranan dalam hal perolehan kredit mikro seperti halnya kepercayaan dan jaringan. Data pengaruh antara norma dengantahapan perolehan kredit mikro secara ringkas disajikan pada Tabel 20. Hasil dari Tabel 20 menunjukan sebanyak 6 orang responden yang mendapatkan kredit atas dasar norma sosial hanya terdapat 1 orang responden yang taat kepada norma tertulis memperoleh kredit pada tingkat development lalu sebanyak 1 orang responden memperoleh kredit pada tingkat recovery dan sebanyak 2 orang responden memperoleh kredit pada tingkat rescue. Selanjutnya, pada aspek ketaatan terhadap aturan yang tidak tertulis hanya terdapat 1 orang responden yang memperoleh kredit pada tingkat recovery lalu sebanyak 2 orang memperoleh kredit pada tingkat development dan tidak ada responden yang memperoleh kredit pada tingkat.

56 Tabel 20 Pengaruh antara Norma terhadap Tahapan Perolehan Kredit Mikro Kelurahan Pasir Mulya Tahun 2011 Norma Tahapan Perolehan Kredit Rescue Recovery Development Total Ketaatan Terhadap Aturan Tertulis 2 1 1 3 Ketaatan Terhadap Aturan Tidak Tertulis 0 1 2 3 Total 2 2 3 6 Pada dasarnya aturan yang dianut oleh masyarakat Kelurahan Pasir Mulya merupakan aturan yang bersifat tertulis yakni aturan yang memiliki hukum yang tegas atau memiliki nilai pidana. Sementara aturan yang tidak bersifat tertulis seperti nilai-nilai kejujuran, menjaga komitmen, pemenuhan kewajiban dan timbal balik (Fukuyama, 2001) hanya dipahami sendiri oleh masing-masing individu tanpa melihat ukuran kejujuran, menjaga komitmen, pemenuhan kewajiban dan timbal balik menurut orang lain artinya dari hal tersebut terdapat perbedaan ukuran nilai-nilai tersebut. Sebagai contoh, salah seorang responden merasa bahwa dirinya jujur akan tetapi menurut orang lain orang tersebut tidak jujur, berdasarkan contoh tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan ukuran nilainilai kejujuran yang dianut oleh masing-masing individu. Dalam kasus di penelitian ini nilai-nilai yang seperti itulah yang justru dapat berpengaruh dalam proses perolehan kredit karena pada dasarnya pihak LKM Bina Usaha Mandiri menganggap bahwa mereka akan lebih tertarik memberikan pinjaman jika orang yang akan dipinjami juga memiliki prilaku yang baik dan perilaku yang baik sangat tergantung dari seberapa taatkah orang tersebut menjalani norma yang ada. Seorang pelaku usaha kecil belum tentu bisa langsung memperoleh kredit pada tahap development walaupun pelaku usaha itu sudah merasa menjalankan norma-norma yang ada namun menurut pihak LKM ternyata orang tersebut belum menjalankan norma yang ada.