BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK RI diamanatkan untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang tingkat pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I INTRODUKSI. SPKN menyatakan bahwa pengungkapan yang cukup (adequate. sesuai dengan SAP (BPK, 2007). Ketentuan maupun anjuran untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban keuangan pemerintah. Pemerintah daerah diwajibkan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB. I PENDAHULUAN. Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa: Pengelolaan Barang Milik Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi manajemen keuangan negara di Indonesia diawali lahirnya

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan hasil kegiatan operasional. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Supriyanto dan Suparjo (2008) mengungkapkan :

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi keuangan negara diawali dengan paket perundang-undangan

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. reformasi tata kelola pemerintah. Khususnya mengenai aset tetap, hal ini sudah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik baik di pusat maupun di

BAB I PENDAHULUAN. transparansi pada laporan keuangan pemerintah daerah. Munculnya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang tepat, jelas, dan terukur sesuai dengan prinsip transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Informasi akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi dalam bidang pengelolaan keuangan daerah. membuat pemerintah daerah dituntut membawa perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pemeriksa Keuangan ialah lembaga yang dimaksudkan. Selain

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

PEMPROV SULTRA KEMBALI RAIH PENILAIAN KEUANGAN WTP

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan keuangan daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BULETIN TEKNIS NOMOR 01 PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perhatian utama masyarakat pada sektor publik atau pemerintahan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

REVIU LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (LKPD) Dra Hj Sastri Yunizarti Bakry, Akt, Msi, CA, QIA

TUGAS MAKALAH ANALISA LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka wujud

BAB I PENDAHULUAN. mendelegasikan sebagian wewenang untuk pengelolaan keuangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah (Mahmudi, 2011). Laporan keuangan dalam lingkungan sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. audit, hal ini tercantum pada bagian keempat Undang-Undang Nomor 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berhasil menjalankan tugas dengan baik atau tidak (Suprapto, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat tersalurkan. Selain itu dalam Pemerintahan yang baik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk hasil pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan

LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 MEMBAIK

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN PENGELOLAAN KEUANGAN OLEH : SURACHMIN, SH., MH

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan adanya Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

NTT Raih WTP, Ini Untuk Pertama Kalinya

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. satu dasar penting dalam pengambilan keputusan. Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa :

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

SELAYANG PANDANG BPK PERWAKILAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pergantian Pemerintahan dari orde baru ke orde reformasi yang. dimulai pertengahan tahun 1998 menuntut pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia namun juga di negara-negara lain (Indra Bastian, 2010:5).

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Suatu organisasi di dalam mempertanggungjawabkan segala aktivitas finansial

BAB I PENDAHULUAN. Frilia Dera Waliah, 2015 ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM MENERAPKAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya prinsip transparansi dan akuntabilitas. Berdasarkan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. telah mendorong pemerintah untuk menerapkan akuntabilitas publik.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah (LKPD) merupakan suatu upaya nyata mewujudkan transparansi dan akuntabilitas di lingkungan pemerintah. Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK RI diamanatkan untuk melakukan audit atas LKPD. Hasil setiap pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK disusun dan disajikan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) segera setelah kegiatan pemeriksaan selesai. Kualitas LKPD tentu tercermin dalam opini yang diberikan BPK atas LKPD. Opini wajar tanpa pengecualian (WTP) merupakan opini tertinggi yang dicita-citakan oleh semua pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pada Tahun 2014, BPK memberikan opini WTP atas 251 LKPD dari 504 LKPD atau sebesar 49,80%. Namun, capaian LKPD ini masih di bawah target RPJMN 2010-2014 yang menetapkan opini WTP atas seluruh LKPD pada tahun 2014 (IHPS, 2015:69). Badan Pemeriksa Keuangan akan memberikan opini terhadap hasil pemeriksaan LKPD. Terdapat 4 (empat) jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni (i) opini wajar tanpa pengecualitan (unqualified opinion), (ii) opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion), (iii) opini tidak wajar (advered opinion), dan (iv) pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer 1

of opinion). Di dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), opini WTP akan diberikan kepada LKPD yang telah menyajikan dan mengungkapkan laporan keuangan secara wajar, dalam semua hal yang material (BPK, 2010). Pemeriksaan oleh BK-RI tidak hanya menghasilkan opini atas laporan keuangan dan laporan keuangan yang diaudit, tetapi juga memberikan catatan hasil temuan. Temuan tersebut menjelaskan kelemahan pengendalian internal dan ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sehingga laporan yang dihasilkan pada pemeriksaan keuangan meliputi tiga macam yaitu: 1. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan memuat tentang opini audit, 2. Laporan hasil pemeriksaan atas sistem pengendalian intern, 3. Laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap perundang-undangan. Kriteria pemberian opini menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 pada Penjelasan Pasal 16 ayat (1), yaitu : Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern (SPI). Meskipun tujuan pemeriksaan BPK-RI bukan untuk mencari kesalahan atau penyimpangan, namun bila hasil pengujian audit ditemukan penyimpangan, BPK-RI berkewajiban mengungkapkannya sebagai temuan audit. Hasil pemeriksaan atas 504 LKPD Tahun 2014 mengungkapkan 5.978 permasalahan SPI. Permasalahan SPI tersebut meliputi 2.222 (37,17%) 2

kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, 2.598 (43,46%) kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, dan 1.158 (19,37%) kelemahan struktur pengendalian intern. Sedangkan hasil pemeriksaan atas 504 LKPD Tahun 2014 mengungkapkan 5.993 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan. Dari permasalahan ketidakpatuhan tersebut, sebanyak 3.638 permasalahan berdampak finansial yang meliputi 2.422 (40,41%) kerugian daerah, 324 (5,41%) potensi kerugian daerah, 892 (14,88%) kekurangan penerimaan, dan 2.355 (39,30%) kelemahan administrasi. (IHPS, 2015). Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi opini audit secara langsung telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Kawedar (2009), Sunarsih (2013) dan Lasena (2012), Sipahutar dan Khairani (2013) dalam Fatimah dkk (2014) secara umum menyimpulkan kelemahan sistem pengendalian intern dalam menyajikan laporan keuangan menyebabkan penurunan opini atau diperolehnya opini wajar dengan pengecualian, diclaimer, bahkan opini tidak wajar. Hasil penelitian Winanti (2014) dalam Sari (2015) menemukan bahwa temuan kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan berpengaruh negative terhadap opini audit Suatu laporan keuangan dapat dinilai tidak wajar karena adanya salah saji material yang disebabkan dari tindakan/kegiatan yang melanggar kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat berpengaruh langsung terhadap penyajian laporan keuangan (Peraturan BPK RI Nomor 1 Tahun 2007). Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan 3

perundang-undangan yang diketahui akan menjadi tanggung jawab auditor untuk mempertimbangkan pengaruhnya terhadap laporan keuangan, termasuk kecukupan pengungkapan. Apabila auditor menemukan pengaruh tindakan ketidakpatuhan tersebut bersifat material dan tidak memadai dalam pengungkapannya, maka auditor harus memodifikasi audit sesuai dengan hal tersebut (Arens, 2008:189). Penelitian terdahulu juga menemukan adanya pengaruh temuan audit terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan. Hilmi (2012) meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi dari tahun 2006 hingga tahun 2009. Hilmi menemukan kekayaan daerah, jumlah penduduk, dan tingkat penyimpangan keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi. Sedangkan tingkat ketergantungan, total aset, jumlah SKPD, dan jumlah temuan pemeriksaan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi. Selain itu, Liestiani (2008) menemukan bahwa kekayaan, kompleksitas pemerintahan, dan jumlah temuan audit mempengaruhi tingkat pengungkapan LKPD. Andriani (2012) menemukan bahwa opini memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan. Sedangkan untuk nilai temuan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengungkapan. Khasanah (2014) menemukan variabel temuan audit tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan. Hasil ini sama dengan penelitian 4

yang dilakukan oleh Mahmud (2015) yang menunjukkan bahwa variabel size, temuan audit, leverage, dan intergovernmental revenue tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2015) menunjukkan hasil yang sebaliknya bahwa terdapat pengaruh tidak langsung temuan audit, tindak laporan hasil pemeriksaan, kualitas SDM terhadap opini audit melalui tingkat pengungkapan adalah positif dan signifikan. Pengungkapan laporan keuangan disusun menggunakan prinsip pengungkapan yang cukup (adequate disclosure) dalam menyajikan informasi yang dibutuhkan oleh pengguna. Tipe pengungkapan laporan keuangan pemerintah adalah pengungkapan wajib (mandatory disclosure) yaitu pengungkapan yang diharuskan oleh peraturan yang telah ditetapkan oleh regulator (Lesmana, 2010). Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan disajikan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan atau dalam CaLK sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 yang telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Pengungkapan laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) di Indonesia masih tergolong rendah. Rata-rata sebesar 35,45% (Liestiani, 2008), 22% (Lesmana, 2010), 52,09% (Setyaningrum, 2012), dan 44,56% (Hilmi, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum sepenuhnya mengungkapkan item pengungkapan wajib dalam laporan keuangannya. Padahal, pengungkapan merupakan salah satu kriteria 5

pemeriksaan atas laporan keuangan, yang dilakukan dalam rangka memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan. Oleh karena itu kecukupan pengungkapan (adequate disclosure) merupakan hal yang sangat penting dalam pemeriksaan untuk memberikan opini atas laporan keuangan. Oleh karena penelitian terdahulu menemukan masih rendahnya tingkat pengungkapan laporan keuangan dan temuan audit merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan laporan keuangan. Seperti yang ditemukan oleh Liestiani (2008) dalam Hilmi (2012) dan Sari (2015) bahwa jumlah temuan audit BPK berkorelasi positif dan signifikan terhadap tingkat pengungukapan laporan keuangan. Dengan adanya temuan ini, maka BPK akan meminta pemerintah untuk melakukan koreksi dan meningkatkan pengungkapannya. Sehingga, semakin besar jumlah temuan maka semakin besar jumlah tambahan pengungkapan yang diminta oleh BPK dalam laporan keuangan. Sedangkan tingkat pengungkapan pengungkapan yang cukup (adequate disclosure) merupakan salah satu kriteria dalam pemberian opini audit. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh temuan audit terhadap opini audit melalui tingkat pengungkapan laporan keuangan sebagai variabel intervening. 6

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah temuan audit berpengaruh terhadap opini audit? 2. Apakah temuan audit berpengaruh terhadap opini audit dengan ingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi sebagai variabel internening? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis : 1. Pengaruh temuan audit terhadap opini audit.. 2. Pengaruh temuan audit terhadap opini audit dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan sebagai variabel intervening. 1.3.2. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis. Penulis lebih memahami pentingnya pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. 2. Bagi pemerintah daerah. Pemerintah daerah diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas laporan keuangannya agar dapat lebih diandalkan. 7

1.4 Ruang Lingkup Penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini pada laporan keuangan pemerintah provinsi Tahun Anggaran 2013-2014. Hal ini karena pada tahun ini persentase perolehan opini wajar tanpa pengecualian pada pemerintah provinsi mengalami peningkatan yang tajam dari 48% pada Tahun 2013 menjadi 76% pada Tahun 2014. 8