Bab 10 Penutup Simpulan Pertama, profil praktik IMD dan pemberian ASI eksklusif yang rendah mengindikasikan kegagalan bangsa Indonesia dalam menyiapkan sumber daya manusia berkualitas. Target nasional pemberian ASI eksklusif sebesar 90% yang telah dicanangkan sejak 9 tahun yang lalu belum tercapai. Temuan penelitian menunjukkan cakupan IMD dan ASI Eksklusif wilayah Kecamatan Limbangan (daerah pegunungan) lebih tinggi dibanding dengan cakupan di wilayah Kecamatan Kaliwungu (daerah pantai). Temuan penelitian menunjukkan cakupan IMD di wilayah Kecamatan Limbangan sebesar 70,0%; sementara itu di wilayah Kecamatan Kaliwungu hanya sebesar 32,0%. Adapun cakupan ASI eksklusif di wilayah Kecamatan Limbangan sebesar 56,0%; sementara itu di wilayah Kecamatan Kaliwungu sebesar 33,7%. Faktor predisposisi (faktor yang ada pada diri ibu) yang berpengaruh terhadap praktik IMD maupun pemberian ASI eksklusif pada ibu di daerah pantai adalah pendidikan, pengetahuan ibu, sikap ibu terhadap IMD dan ASI eksklusif. Adapun faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap praktik IMD di daerah pegunungan adalah pengetahuan dan sikap ibu, sedangkan faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif adalah sikap ibu terhadap pentingnya ASI eksklusif bagi bayi. Kedua, dalam kerangka pembangunan sumber daya manusia, bangsa Indonesia belum mempunyai komitmen yang kuat untuk menjamin setiap bayi yang lahir di bumi pertiwi dalam mendapat hak memperoleh IMD dan ASI eksklusif. Komitmen pemerintah yang 127
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas (Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah) lemah dalam mengatur peran para aktor yang terlibat dalam praktik IMD dan ASI eksklusif telah membuang momentum emas pembentukan sumber daya manusia berkualitas. Dalam menyongsong momentum emas pembentukan sumber daya manusia, para aktor seperti ibu, keluarga, bidan, dan produsen susu formula sering bergerak tanpa campur tangan pemerintah. Pembangunan manusia sering menjadi upaya tak terencana dan terukur. Dalam penelitian ini Ibu (nenek bayi atau ibu mertua) atau keluarga, bidan, serta produsen susu formula berperan sebagai faktor penguat (reinforcing factor) yang mempengaruhi praktik IMD dan ASI Eksklusif pada ibu. Keluarga terutama nenek atau ibu mertua dari ibu yang melahirkan merupakan tokoh penting dibalik keberhasilan ataupun kegagalan program IMD dan ASI eksklusif. Sama halnya dengan bidan, keluarga khususnya nenek/mertua merupakan reinforcing faktor bagi perilaku memberikan IMD dan ASI eksklusif. Temuan penelitian menunjukkan meskipun bidan sudah menjalankan perannya dengan baik, ibu bersalin juga telah memahami dan menyetujui untuk dilaksanakan IMD dan ASI eksklusif, namun praktik tersebut bisa gagal karena tidak adanya dukungan positif dari nenek/ibu mertua. Situasi di lokasi penelitian, baik daerah pegunungan maupun wilayah pantai, bidan merupakan referensi utama bagi ibu bersalin dan keluarganya dalam mengambil keputusan terkait kesehatan ibu dan anak. Dalam posisi ini, bidan dapat memainkan peran, baik sebagai aktor pendukung maupun penghambat program IMD dan ASI Eksklusif. Bidan akan memainkan peran sebagai aktor pendukung manakala dengan kesungguhan hati mereka memberikan komunikasi, edukasi, dan informasi yang adekuat tentang manfaat IMD dan ASI Eksklusif kepada ibu bersalin dan keluarganya. Namun bidan juga dapat menjadi aktor penghambat manakala dalam dirinya tidak terdapat kesungguhan untuk mendukung program IMD dan ASI Eksklusif. Latar belakang bidan dalam kategori aktor penghambat ini dapat berupa motif ekonomi, kurangnya pengetahuan tentang praktik 128
Penutup kebidanan terkini/ mutakhir, serta kurangnya pelatihan teknis IMD dan ASI Eksklusif. Demikian juga halnya, Produsen susu formula bayi secara umum berperan sebagai aktor penghambat program IMD dan ASI eksklusif. Ibarat keping mata uang, di satu sisi produsen susu formula bayi dibutuhkan pada keadaan abnormal. Namun di sisi yang lain naluri bisnis produsen susu formula bayi akan senantiasa menerobos kebenaran ilmiah tentang pentingnya IMD dan ASI eksklusif. Naluri bisnis tersebut merupakan manifestasi logis dari kapital yang mereka keluarkan untuk mendapatkan keuntungan. Kehadiran produsen susu formula secara alamiah telah menciptakan infiltrasi kapitalisme ke dalam sistem sosial dan budaya. Temuan penelitian yang menunjukkan adanya proses transaksi penggunaan susu formula bayi antara bidan dengan pasien/keluarganya menjadi bukti infiltrasi tersebut. Produsen susu formula bayi juga kadang mengeluarkan propaganda tentang kualitas gizi dari produknya yang hampir menyerupai ASI. Propaganda ini secara tidak kentara akan mengarahkan pandangan awam tentang nilai prestise produk susu formula bayi. Semakin mahal harga susu formula, semakin tinggi pula nilai prestisenya. Propaganda ini bagi ibu yang bekerja atau bagi kalangan menengah ke atas sudah cukup efektif sebagai penghambat program IMD dan ASI eksklusif. Ketiga, arah pembangunan nasional yang mendorong industrialisasi telah secara ceroboh mengabaikan hak bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif. Industri telah memaksa para ibu yang bekerja meninggalkan bayinya tanpa ASI. Hak cuti melahirkan para buruh wanita hanya menyisakan masa 2 bulan bagi bayi untuk mendapat ASI. Kendati ASI eksklusif dapat diberikan melalui beberapa teknik seperti pompa dan penyimpanan ASI, penyediaan ruang laktasi, namun tidak ada upaya serius para pihak terkait dalam menjamin keberhasian program ASI eksklusif. Hasil penelitian menunjukkan adanya peran karakteristik sosio-demografi terhadap praktik praktik IMD dan praktik ASI eksklusif. Makin dekat dengan kawasan industri atau perkotaan, praktik IMD dan pemberian ASI eksklusif cenderung rendah. Sebaliknya, makin dekat dengan karakteristik masyarakat 129
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas (Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah) pegunungan atau pedesaan, praktik IMD dan pemberian ASI eksklusif cenderung lebih baik. Keempat, para pelaku dan perencana pembangunan, khususnya pembangunan sumber daya manusia sering lupa bahwa membangun manusia pada hakekatnya tidak bisa lepas dari budaya dimana seorang manusia mulai meretas kehidupannya. Adanya tradisi dan mitos penghambat praktik IMD dan pemberian ASI eksklusif menunjukkan upaya pembangunan masih abai terhadap variabel budaya. Dalam penelitian ini terbukti norma yang mendukung terhadap pelaksanaan IMD dan pemberian ASI eksklusif adalah proses menyusui diyakini dapat memperat ikatan batin antara bayi dan ibunya serta mengurangi risiko terjadinya kanker rahim dan payudara. Adapun norma atau nilai yang tidak mendukung program IMD dan ASI eksklusif adalah terkait tradisi dan mitos. Kegagalan ibu memberikan ASI eksklusif dikarenakan adanya kebiasaan dari ibu-ibu yang memberikan makanan lainnya seperti bubur, pisang, madu, roti dan sebagainya. Pisang diberikan kepada bayi karena diyakini membuat bayi merasa kenyang, tidak rewel dan tubuhnya tidak lembek. Madu diyakini anaknya menjadi manis dan cantik. Stres menyebabkan ASI kering, puting susu masuk, tidak bisa menyusui. Gizi ibu kurang, tidak bisa menyusui. Bayi sedang diare, perlu cairan tambahan seperti air dan teh. Mitos-mitos tersebut telah dipercayai sepenuhnya oleh masyarakat, padahal sama sekali tidak benar. Implikasi Teori Bertolak dari hasil temuan dan simpulan dari hasil penelitian di atas maka terdapat implikasi teori sebagai berikut: Pertama, perbedaan geografis telah berimplikasi pada terjadinya perbedaan karakteristik sosio-demografi masyarakatnya. Dalam penelitian ini, daerah Kaliwungu sebagai wakil dari wilayah perkotaan dan daerah Limbangan sebagai wakil wilayah pedesaan di kabupaten Kendal, telah membawa perbedaan karakteristik sosio demografi masyarakatnya. Ibu di wilayah perkotaan cukup banyak yang berstatus bekerja dan ibu di 130
Penutup wilayah pedesaan sebagian besar adalah ibu rumah tangga (tidak bekerja). Perbedaan karakteristik sosio demografi ini berpotensi terhadap terjadinya perbedaan waktu ibu dalam berinteraksi dengan bayinya termasuk di dalamnya praktik IMD dan pemberian ASI eksklusif. Ibu yang berstatus tidak bekerja memiliki waktu yang lebih banyak untuk memperhatikan bayinya khususnya dalam pemberian ASI eksklusif. Sedangkan ibu yang bekerja memiliki waktu yang terbatas untuk dapat berinteraksi termasuk pemberian ASI eksklusif kepada bayinya. Di wilayah Kaliwungu yang dekat dengan kawasan industri (perkotaan), banyak ibu bayi yang memanfaatkan susu formula sejak dini. Hal ini berbeda dengan di wilayah Limbangan, yang wilayahnya termasuk kawasan pedesaan, terdapat kebiasaan sebagian ibu memberi bubur atau nasi halus sebelum bayi berusia enam bulan. Secara teoritis, implikasi penelitian ini adalah memperkuat hasil penelitian Valdes et al. (2000), yang menyatakan bahwa wanita yang berada dalam lingkungan modern di perkotaan lebih sering menggunakan susu formula sedangkan di pedesaan masih banyak dijumpai ibu yang memberikan ASI tetapi cara pemberian tidak tepat. Hasil penelitian ini juga memperkuat teori Green & Kreuter (1991) yang menyatakan bahwa status pekerjaan sebagai salah satu faktor demografi dapat turut mempengaruhi perilaku individu. Peningkatan praktik IMD dan pemberian ASI eksklusif khususnya pada ibu-ibu bekerja dapat dilakukan dengan cara peningkatan kesadaran ibu serta peningkatan pengetahuan terkait cara pumping (pemompaan ASI) dan penyimpanan ASI yang benar. Upaya ini dapat dilakukan dengan melibatkan peran aktif Bidan Desa dan Kader Posyandu. Kedua, faktor predisposing (faktor yang ada pada diri ibu) yang berpengaruh terhadap praktik IMD maupun pemberian ASI eksklusif adalah pendidikan, pengetahuan ibu, sikap ibu terhadap IMD dan ASI eksklusif. Hasil penelitian ini memperkuat teori Green & Kreuter (1991), yang menyatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisinya antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai dan 131
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas (Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah) sebagainya. Dari temuan penelitian ini, untuk dapat merubah perilaku masyarakat dalam praktik IMD dan pemberian ASI eksklusif, maka perlu peningkatan pengetahuan masyarakat dan perubahan sikap sehingga dapat menimbulkan kesadaran dari masyarakat khususnya ibu-ibu untuk lebih bertanggungjawab dalam melaksanakan kewajibannya dalam pemberian ASI kepada bayinya. Proses peningkatan pengetahuan masyarakat ini dapat dilakukan melalui peningkatan peran Bidan di desa untuk memberikan konseling dan pendidikan yang komprehensif pada tiap pemeriksaan kehamilan atau Ante Natal Care (ANC) maupun pembentukan kelas-kelas ibu hamil yang secara rutin tiap bulan diberikan edukasi terkait kesehatan ibu hamil, persiapan persalinan serta edukasi untuk melakukan IMD dan ASI eksklusif pasca persalinan. Ketiga, keberhasilan praktik IMD dan ASI Eksklusif tidak terlepas dari peran Bidan Penolong Persalinan serta keluarga. Peran Bidan ini dapat memperkuat motivasi dan perilaku ibu untuk IMD dan ASI Eksklusif. Hasil penelitian ini memperkuat teori Green & Kreuter (1991), yang menyatakan bahwa Petugas Kesehatan adalah termasuk faktor yang dapat memperkuat (reinforcing) perilaku seseorang. Baik di daerah pegunungan (pedesaan) maupun wilayah pantai (perkotaan). Bidan menjadi referensi utama bagi ibu dan keluarganya. Bidan yang dengan kesungguhan hati mereka memberikan komunikasi, edukasi, dan informasi yang baik tentang manfaat IMD dan ASI Eksklusif dapat memotivasi ibu dalam melaksanakan IMD dan ASI Eksklusif. Sebaliknya, Bidan yang selalu berorientasi pada keuntungan ekonomi khususnya atas tawaran dari promosi susu formula menjadi penghambat keberhasilan IMD dan ASI Eksklusif. Demikian juga, lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan ibu dalam melakukan IMD maupun pemberian ASI Esklusif. Seorang ibu perlu mendapatkan dukungan dan bantuan dari keluarga (suami, orang tua, mertua, ipar dan sebagainya) agar berhasil melakukan IMD dan dapat menyusui secara eksklusif. Bagian keluarga yang mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap keberhasilan dan kegagalan menyusui adalah 132
Penutup suami (Roesli, 2008). Hasil penelitian ini secara konsisten memperkuat teori yang dikemukakan oleh Green & Kreuter (1991) yang menyatakan bahwa keluarga juga merupakan reinforcing (faktor penguat) bagi perilaku ibu termasuk dalam penelitian ini adalah perilaku IMD dan pemberian ASI eksklusif. Bidan dan keluarga samasama memegang peranan penting dalam memperkuat motivasi ibu untuk melakukan IMD maupun ASI eksklusif. Meskipun bidan sudah menjalankan perannya dengan baik dan ibu bersalin juga telah memahami dan menyetujui untuk melaksanakan IMD dan ASI eksklusif, namun jika keluarga khususnya suami, ibu dan mertua tidak memberi dukungan, maka praktik IMD dan ASI Eksklusif tersebut bisa gagal. Keempat, produsen susu formula adalah penghambat program IMD dan ASI eksklusif. Motivasi bisnis dan keuntungan finansial yang strategis menjadi penyebab utama promosi susu formula masuk mengintervensi para Bidan penolong persalinan. Tidak sedikit promosi susu formula ini melakukan propaganda tentang kualitas gizi dari produknya yang hampir menyerupai bahkan melebihi ASI. Propaganda ini dapat mengarahkan pandangan awam tentang nilai prestise produk susu formula bayi. Semakin mahal harga susu formula, semakin tinggi pula nilai prestisenya. Propaganda ini menjadi penghambat dalam melaksanakan IMD dan ASI eksklusif khususnya pada ibu-ibu yang bekerja dan ibu-ibu yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Praktik IMD dan ASI eksklusif dapat berhasil apabila pemberian sanksi kepada penghambat pelaksanaan IMD dan ASI eksklusif benar-benar ditegakkan sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Repubik Indonesia nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif. Tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, maupun produsen dan distributor susu formula yang dengan sengaja mempromosikan bahkan menganjurkan penggunaan susu formula kepada ibu melahirkan atau ibu menyusui sebelum bayi berusia 6 bulan tanpa adanya alasan medis tertentu, akan diberikan sanksi administratif mulai teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin. 133
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas (Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah) Kelima, tradisi, kebiasaan dan mitos-mitos tertentu merupakan nilai atau norma yang dapat mempengaruhi berhasil tidaknya pelaksanaan IMD dan ASI eksklusif. Kebiasaan ibu memberikan makanan-makanan tertentu seperti bubur, pisang, madu, roti dan sebagainya sebelum bayi berusia enam bulan merupakan bukti kegagalan praktik ASI Eksklusif. Makanan-makanan tersebut secara turun temurun dalam tradisi masyarakat diyakini memiliki nilai bagi bayi yang secara empiris belum terbukti seperti pisang dapat membuat bayi tubuhnya tidak lembek, madu membuat bayi menjadi manis dan cantik. Keyakinan akan manfaat dari makanan-makanan tersebut bagi bayi serta mudahnya makanan tersebut diperoleh juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya perilaku pemberian makanan selain ASI sebelum bayi berumur enam bulan. Selain makanan, juga terdapat keyakinan-keyakinan terkait dengan mitos menyusui antara lain stres pada ibu menyebabkan ASI kering, puting susu masuk dan gizi kurang menyebabkan ibu tidak bisa menyusui. Nilai-nilai atau kepercayaan di masyarakat sebagaimana dalam hasil penelitian ini telah memperkuat teori yang dikemukakan oleh Green& Kreuter (1991) yang menyatakan bahwa nilai-nilai atau keyakinan menjadi predisposing factor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Demikian juga, teori Rosenstock dan Becker (1988) yang menyatakan bahwa keyakinan terhadap manfaat dan keyakinan kecilnya hambatan dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Saran Pertama, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia selaku penanggungjawab pembangunan sektor kesehatan harus memastikan ibu dan keluarga dapat berperan sebagai aktor pendukung program IMD dan ASI eksklusif. Pemerintah harus menunjukkan komitmen yang kuat melalui program- program yang nyata terhadap penguatan peran ibu dan keluarga dalam pelaksanaan IMD dan ASI eksklusif. Bagi ibu dan keluarga kelahiran bayi merupakan situasi yang tidak hanya ditunggu namun juga kadang mencemaskan. Oleh karena itu Kementerian Kesehatan harus memastikan bahwa setiap ibu dan 134
Penutup keluarga untuk mempunyai perisapan gizi dan kesehatan yang memadai. Pemerintah harus menjamin bahwa para ibu memiliki pengetahuan yang memadai tentang manfaat gizi dan kesehatan dari program IMD dan ASI eksklusif. Kedua, Pemerintah tidak boleh menutup mata atas adanya praktik ilegal berupa penyimpangan standar etik dari para bagi bidan/ tenaga kesehatan penolong persalinan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan harus menunjukkan komitmen untuk menjaga agar para bidan selain memiliki kompetensi kebidanan, juga memiliki kompetensi etik yang memadai. Kementerian Kesehatan harus membuat suatu instrumen untuk memastikan bahwa tidak akan ada lagi penyimpangan standar etika profesi dari para bidan. Kementerian kesehatan melalui organisasi profesi harus mengambil peran lebih kuat untuk menjaga niat tulus bidan dalam bekerja, meneguhkan pendirian, serta menjaga martabat profesi agar tugas pokok dan fungsinya dalam mendukung program IMD dan ASI eksklusif tidak dinodai oleh kepentingan yang kontra program IMD dan ASI eksklusif. Ketiga, aparatur negara bersama-sama dengan seluruh komponen bangsa harus kembali menengok akan dampak buruk kapitalisme terhadap pembangunan sumber daya manusia. Perilaku produsen susu formula bayi yang sering melanggar code of conduct dengan melakukan praktik ilegal, melakukan persekongkolan jahat dengan para bidan harus menjadi perhatian aparat penegak hukum. Instrumen hukum yang telah dirancang dengan baik oleh pemerintah harus ditegakkan. Pelaksanaan secara konsisten dari peraturan pemerintah nomor 33 tahun 2012 sebagai produk hukum sangat diperlukan demi memastikan tidak tercerabutnya momentum emas pembentukan sumber daya manusia berkualitas melalui IMD dan ASI eksklusif. Keempat, bagi penelitian lanjutan, yaitu penelitian ini menghasilkan suatu konsep terbentuknya perilaku IMD dan pemberian ASI Eksklusif. Konsep tersebut masih menyisakan beberapa pertanyaan tentang apakah konsep tersebut terjadi juga di daerah lain? Apakah konsep tersebut dapat direkontruksi menjadi sebuah model yang 135
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas (Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah) aplikatif untuk cetak biru pemecahan masalah rendahnya cakupan IMD dan ASI eksklusif? Pertanyaan-pertanyaan tersebut memerlukan kajian yang seksama dan mendalam dalam penelitian selanjutnya. Oleh karena itu diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi jalan pembuka bagi pemecahan masalah rendahnya cakupan IMD dan ASI eksklusif. 136