II. TINJAUAN PUSTAKA CHOH H 2 C CH 2 H 2 C CH 2 N CH CH 2 NH CH 2 NH N CH CO-NH CO CO CH-CO-NH CO CH-CO CH 2

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA A. DETERJEN CAIR

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

FORMULASI DETERJEN CAIR: PENGARUH KONSENTRASI DEKSTRIN DAN METIL ESTER SULFONAT (MES) Oleh IKA NURIYANA FAUZIAH F

A. Sifat Fisik Kimia Produk

HASIL DAN PEMBAHASAN

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Surfaktan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

PEMBAHASAN. I. Definisi

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

III. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

Deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat. Saat ini : kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

TINJAUAN PUSTAKA. dikelompokkan sebagai berikut:kingdomanimalia, FilumChordata, KelasAves,

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1.Permono. Ajar Membuat detergen bubuk, Penebar swadaya. Jakarta.

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan.

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram alir pengepresan biji jarak dengan pengepres hidrolik dan pengepres berulir (Hambali et al. 2006).

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA. (Uji Pembentukan Emulsi Lipid)

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

MODUL TEKNOLOGI PEMANFAATAN KULIT TERNAK. Oleh : Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin memiliki sifat yang khas, yaitu berubah secara reversible dari bentuk sol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

III. METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. gel pengharum ruangan tersebut menghambat pelepasan zat volatile, sehingga

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BABI PENDAHULUAN. Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

SABUN MANDI. Disusun Oleh : Nosafarma Muda (M )

I. TINJAUAN PUSTAKA. pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garam-garam mineral.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

BAB I PENDAHULUAN. baku baru yang potensial. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gelatin Gelatin merupakan senyawa turunan yang dihasilkan dari serabut kolagen jaringan penghubung, kulit, tulang dan tulang rawan yang dihidrolisis asam atau basa. Susunan asam aminonya hampir mirip dengan kolagen, dimana glisin sebagai asam amino utama dan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam amino yang tersisa diisi oleh prolin dan hidroksiprolin (Charley, 1982). Menurut Imeson (1992), gelatin merupakan salah satu hidrokoloid yang dapat digunakan sebagai gelifying agent, bahan pengental (thickening agent), atau bahan penstabil (stabilizer). Gelatin berbeda dari hidrokoloid lainnya karena pada umumnya hidrokoloid merupakan polisakarida sedangkan gelatin sendiri adalah senyawa protein. CH 2 CHOH H 2 C CH 2 H 2 C CH 2 N CH CH 2 NH CH 2 NH N CH CO-NH CO CO CH-CO-NH CO CH-CO R R Gambar 1. Struktur Kimia Gelatin (Imeson, 1992) Kegunaan gelatin terutama untuk mengubah cairan menjadi padatan yang elastis, atau mengubah bentuk sol menjadi gel. Reaksi pembentukan gel oleh gelatin bersifat reversible karena bila gel dipanaskan akan terbentuk sol dan sewaktu didinginkan akan terbentuk gel lagi. Keadaan tersebut membedakannya dengan gel dari pektin, alginat, pati, albumin telur, dan protein susu yang bentuk gelnya irreversible (Johns, 1977). Menurut King (1969), gelatin mudah larut pada suhu 71,1 o C dan cenderung membentuk gel pada suhu 48,9 o C, sedangkan untuk melarutkan

gelatin dalam larutan sekurang-kurangnya 49 o C atau biasanya pada suhu 60-70 o C. Gelatin memiliki berbagai macam kegunaan, selain sebagai bahan pengental gelatin juga berfungsi sebagai emulsifier. Emulsifier memiliki gugus polar dan nonpolar sekaligus dalam satu molekulnya sehingga gugus polar akan mengikat air dan gugus nonpolar akan mengikat minyak dalam suatu emulsi. Dalam sistem emulsi, gelatin sebagai emulsifier menempatkan dirinya pada batas antar muka dari air dan minyak sehingga tegangan permukaan dua cairan yang berbeda tersebut akan berkurang. Berkurangnya tegangan permukaan kedua cairan yang berbeda tersebut akan membuat kedua cairan tersebut menyatu dan membentuk emulsi. Gelatin mempunyai beberapa sifat yaitu dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke gel, mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid (Parker, 1982). Sifat fisik dan kimia gelatin terutama tergantung dari kualitas bahan baku, ph, keberadaan zat-zat organik, metoda ekstraksi, suhu, dan konsentrasi. Sifat gelatin berdasarkan tipenya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat Gelatin Berdasarkan Tipenya. Sifat Tipe A Tipe B Kekuatan gel (Bloom) 75 300 75 275 Viskositas (cp) 2,0 7,5 2,0 7,5 Kadar Abu 0,3 2,0 0,05 2,0 ph 3,8 6,0 5,0 7,1 Titik isoelektris 9,0 9,2 4,8 5,0 Sumber : Tourtelotte (1980) Mutu gelatin dinilai dari sifat fisiknya secara umum dan kandungan unsur-unsur mineral didalamnya. Sifat fisik yang menentukan mutu gelatin adalah kekuatan gel, warna, kapasitas emulsi, dan stabilitas emulsi (Glicksman, 1969). Menurut Mark dan Steward (1957), secara fisik 4

gelatin dapat berbentuk bubuk, pasta, maupun lembaran. Gelatin yang berbentuk lembaran dan butiran sebelum digunakan perlu direndam terlebih dahulu, sedangkan gelatin yang berbentuk bubuk dapat langsung digunakan. Gelatin komersial bersifat tidak berasa, tidak berbau, warnanya kekuningan sampai tidak berwarna. Penggunaan gelatin pada berbagai jenis industri, perlu memperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap fungsi gelatin tersebut, seperti konsentrasi, bobot molekul, suhu, ph dan penambahan senyawa lain (Meyer, 1982). Menurut Pouradier dan Venet (1950) di dalam Fatimah (1996), berat molekul gelatin rata-rata berkisar antara 15.000-250.000, sementara menurut Ward dan Courts (1997) sekitar 90.000 sedangkan rata-rata berat molekul gelatin komersial berkisar antara 20.000-70.000. B. Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Sulfonat (MES) merupakan kelompok surfaktan anionik (Matheson, 1996). MES dapat diperoleh dari proses sulfonasi dari metil ester. Metil ester diperoleh dari reaksi esterifikasi asam lemak atau transesterifikasi terhadap minyak atau lemak nabati (Gervasio, 1996). MES memiliki beberapa karakteristik yang menguntungkan. Pada kondisi air sadah MES memiliki kemampuan deterjensi yang lebih baik dibandingkan surfaktan anionik lain. MES memiliki toleransi yang tinggi terhadap keberadaan ion kalsium. MES dibandingkan LAS, dengan konsentrasi yang sama, memiliki daya deterjensi yang lebih tinggi. Disamping itu formulasi produk pembersih yang menggunakan enzim, MES mampu mempertahankan kerja enzim lebih baik dibandingkan LAS (Watson, 2001). O R CH C OCH 3 SO 3 Na Gambar 2. Struktur molekul metil ester sulfonat (Watkins, 2001) 5

Reaksi sulfonasi pembentukan MES menurut Pore (1983) dapat dilihat pada gambar 2. Struktur molekul MES menurut Watkins (2001) dapat dilihat pada gambar 3. O O R CH 2 C OCH 3 + NaHSO 3 R CH C OCH 3 SO 3 Na Gambar 3. Reaksi pembentukan metil ester sulfonat (Pore, 1993) Penggunaan MES merupakan salah satu cara untuk membuat suatu deterjen yang mudah terdegradasi. Menurut Matheson (1996), MES memperlihatkan karakteristik yang baik, diantaranya mudah terdegradasi (biodegradable) dan memiliki sifat deterjensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi. C. Deterjen Cair Deterjen cair didefinisikan sebagai larutan surfaktan yang ditambahkan bahan-bahan lain untuk memberikan warna dan aroma yang diinginkan, dan juga untuk menyesuaikan viskositas dan mempertahankan karakteristik aslinya selama masa penyimpanan hingga penggunaan (Woolat, 1985), sedangkan Watkins (2001) hanya membedakan deterjen cair sebagai bentuk lain dari sediaan pembersih. Deterjen cair termasuk golongan emulsi karena terdiri atas beberapa bahan yang memiliki sifat dan kepolaran yang berbeda dan dicampur untuk membentuk produk yang homogen. Schueller dan Romanowsky (1998) menyatakan, emulsi adalah sistem heterogen dimana terdapat sedikitnya satu jenis cairan yang terdispersi di dalam cairan lainnya dalam bentuk droplet-droplet kecil. Deterjen cair dikelompokkan sebagai pembersih berbentuk cair yang dibuat dari bahan dasar deterjen dengan penambahan bahan lain yang diizinkan dan digunakan untuk mencuci pakaian serta alat dapur, tanpa menimbulkan iritasi kulit. Terdapat dua jenis deterjen cuci cair, yaitu yang digunakan dalam pencucian pakaian (kelompok P) dan yang digunakan 6

dalam pencucian alat dapur (kelompok D). Penggunaan produk deterjen cair yang dihasilkan pada penelitian ini termasuk kelompok P di dalam SNI (06-4075-1996). Standar SNI untuk deterjen cair disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat mutu deterjen cair menurut SNI No. Kriteria Satuan Persyaratan 1 Keadaan: Bentuk Bau Warna - - - Cairan homogen Khas Khas 2 ph (25 o C) - 6-8 3 Bahan aktif % Min. 10 4 Bobot jenis g/ml 1.0-1.2 5 Total mikroba Koloni/g Maks. 1 x 10 5 Sumber : SNI(06-4075-1996) Hipschman (1995) menyatakan beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh deterjen cair : Deterjen cair memiliki busa yang stabil Daya pembersihan yang efektif Lembut ditangan atau tidak menyebabkan iritasi Tidak merusak perlengkapan yang dicuci Penampakan dan aroma yang dapat diterima Stabil selama penyimpanan dan mudah untuk dikemas dan digunakan Komposisi utama deterjen cair adalah surfaktan. Surfaktan yang digunakan tidak sebagai surfaktan tunggal tetapi dalam bentuk kombinasi agar menghasilkan kemampuan melepas kotoran dan mempertahankan kotoran dalam suspensi sekaligus memberikan daya pembusaan yang baik dari segi volume dan stabilitas busa (Hipschman, 1995). Selain surfaktan bahan-bahan lain yang terkadang ditambahkan adalah garam, hydrotop, alkohol, dan disinfektan. Pewarna dan parfum pada umumnya digunakan untuk membedakan sebuah produk deterjen cair 7

(brand identity) dengan produk sejenis lainnya (Idris, 2004). Penambahan pengental digunakan untuk menambah nilai estetika deterjen tersebut. Tabel 3. Formulasi deterjen cair untuk laundry Bahan Persentase Surfaktan 20-40% Soap 0-5% Builders 0-10% Hydrotropes 5-10% Others ( enzyme, bleach, optical brightener, 1-2% perfume, coloring) Sumber : Matheson (1996) Surfaktan merupakan senyawa kimia dengan struktur molekul yang terdiri atas dua gugus yang memiliki perbedaan kecenderungan, yaitu hidrofilik/polar dan hidrofobik/non polar. Gugus polar dapat bermuatan negatif, positif, zwitterionik ataupun tidak bermuatan (nonionik) dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap pelarut polar. Sedangkan gugus nonpolarnya dapat terdiri atas rantai hidrokarbon, linear ataupun bercabang, berasal dari petroleum ataupun oleokimia dan pada umumnya mengandung lebih dari delapan atom karbon serta memiliki afinitas yang rendah terhadap pelarut polar (Schueller dan Romanousky, 1998; Gervasio, 1996; Goddard, 1993; Tadros, 1992). Konsentrasi yang cukup pada molekul-molekul surfaktan beragregat membentuk sebuah struktur spherical yang disebut micel, sedangkan gugus hidrofilik berorientasi keluar misel. Pada kondisi tersebut konsentrasi surfaktan disebut dengan konsentrasi misel kritis (KMK) atau critical micelle concentration (CMC). Pada konsentrasi surfaktan dibawah CMC, tegangan permukaan dan antar muka turun dengan meningkatnya konsentrasi namun pada saat konsentrasi mencapai taraf CMC atau lebih tinggi dari itu, tidak terjadi penurunan tegangan permukaan dan antar muka atau penurunannya sangat rendah (Schueller dan Romanousky, 1998). 8

Apabila jumlah surfaktan dalam air meningkat diatas nilai CMC, misel yang berbentuk spherical akan menampung kelebihan molekul surfaktan dengan memperpanjang ukuran menjadi berbentuk silinder. Larutan yang tersusun oleh misel yang berbentuk spherical akan lebih kental dibandingkan dengan yang tersusun dari surfaktan yang tidak bersatu karena ada banyak titik yang akan kontak diantara spheres, tetapi transisi bentuk sphere menjadi bentuk silinder akan membentuk garis kontak yang membuat viskositas meningkat tajam (Hargreaves, 2003). Lebih lanjut menurut Hargreaves (2003), peningkatan jumlah molekul surfaktan membuat jumlah molekul air menjadi berkurang untuk mengisi spaces antara silinder, akibatnya silinder-silender tersebut akan berkumpul menjadi susunan berbentuk heksagonal. Dalam bentuk heksagonal ini jumlah molekul air masih cukup untuk ditarik ke kepala hidrofilik molekul surfaktan. Terakhir dimana surfaktan tersusun rapi, surfaktan akan berubah bentuk lagi. Dalam konsentrasi ini, ketika air yang tersedia tinggal sedikit, misel berubah bentuk menjadi bentuk lamella dengan molekul surfaktan tersusun dalam bentuk palisade dimana ekor lipofilik berbentuk struktur layer. Kepala hidrofilik saling tolak menolak yang membuat struktur layer bebas bergerak yang mengakibatkan penurunan kekentalan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4. Penelitian ini menggunakan surfaktan MES dan SLES (Sodium Lauril Ester Sulfat). SLES adalah surfaktan anionik, dengan viskositas larutannya dapat ditingkatkan dengan penambahan elektrolit (Gervasio, 1996). Pada suhu ruang SLES berbentuk pasta dan tidak berwarna (Cognis, 2003). Surfaktan ini memiliki daya pembusaan yang baik dan lembut terhadap kulit. Beberapa perusahaan di Inggris mengkombinasikan SLES dengan surfaktan anionik lainnya dalam formulasi deterjen cair (Woolat, 1985). Sodium Tripolyphospaet (STPP) digunakan sebagai builders dalam formulasi deterjen ini. Fungsi utama builders adalah untuk melembutkan air. Pelembutan air ini dilakukan melalui pensekuesteran (sequestration) atau pengkelatan (chelation) (mengkekalkan mineral kekerasan dalam larutan), 9

pemendakan (membentuk bahan tak larut), atau melalui pertukaran ion. Garam phosphate digunakan sebagai builders dalam deterjen dimana phosphate menghasilkan pelembut, alkalinitas, suspensi, dan dispersi tanah. Phosphate yang sering diaplikasikan untuk pembuatan deterjen adalah sodium dan potassium dari pyrophosphate dan tripolyphosphate (Matheson, 1996). Phosphate dapat didegradasi oleh alam, akan tetapi dalam jumlah banyak menyebabkan eutrofikasi dalam perairan. Gambar 4. Perubahan bentuk misel dalam bentuk molekul surfaktan dalam air (Hargreaves, 2003) Bleaching atau pemutih dalam penelitian ini menggunakan Hidrogen Peroksida (H 2 O 2 ). Hidrogen Peroksida (H 2 O 2 ) dalam bentuk murni berupa cairan tak berwarna. Bahan ini membeku pada suhu 0,9 o C dan mendidih pada suhu 151 o C. sifat kimia Hidrogen Peroksida (H 2 O 2 ) 10

dalam bentuk yang murni atau dalam air (larutan yang mengandung air), dicirikan oleh kecenderungan untuk mengurai menjadi air dengan membebaskan oksigen. Penguraian Hidrogen Peroksida menjadi air dan oksigen merupakan reaksi eksoterm (Wood et al.., 1966). Menurut Wood et al., (1996) sifat Hidrogen peroksida mempunyai kecenderungan yang kuat untuk membebaskan oksigen, maka bahan ini merupakan bahan yang istimewa, karena bisa digunakan untuk reaksi oksidasi pada suhu rendah. Pigmen rambut yang hitam, cepat dioksidasi pada suhu kamar menjadi rambut yang berwarna putih atau rambut yang kaku seperti jerami yang berwarna kuning, semuanya itu karena aktivitas Hidrogen Peroksida ini. Lebih jauh Wood et al.., (1966) menyatakan bahwa proses produksi yang lebih murah dari hydrogen peroksida telah membawa bahan ini banyak digunakan sebagai pemutih untuk berbagai banyak hal. Penggunaan yang umum adalah pemutihan pulp, tekstil, barang-barang yang terbuat dari gading, kulit berbulu, kayu yang digunakan untuk mebel dan bahan-bahan lain. Parfum atau bahan pewangi (fragrance) sering ditambahkan pada deterjen untuk memberikan bau yang menarik. Parfum merupakan campuran aromatik yang dapat berupa minyak yang berbahan alami, campuran minyak wangi yang berbahan alami dan minyak wangi berbahan sintetis, atau minyak wangi yang berbahan sintetis (Ismayanti, 2002). Pemberian parfum ke dalam deterjen dimaksudkan untuk memberikan aroma menyenangkan dan menutupi bau yang timbul saat proses pencucian (Günter dan Löhr, 1987) Menurut Woolat (1985) deterjen cair selain memiliki karakteristik utama, seperti daya pembersihan yang baik, juga memiliki karakteristik sekunder yang penting. Karakteristik sekunder diantaranya kesan pada kulit, warna dan aroma. Woolat (1985) juga menyatakan bahwa penambahan aroma pada formulasi deterjen cair selain dapat diterima atau disukai oleh konsumen juga harus mampu menghilangkan bau tidak sedap yang ditimbulkan kotoran. 11

D. Parameter Fisikokimia dan Kinerja Deterjen Cair Karakteristik fisikokimia yang diuji adalah nilai ph, viskositas, bobot jenis dan stabilitas emulsi. Sedangkan kinerja produk yang dianalisis adalah daya pembusaan, stabilitas busa dan daya deterjensi serta analisis kadar fosfat untuk deterjen dengan perlakuan terbaik. 1. Nilai ph Deterjen cair yang dihasilkan digunakan untuk laundry secara manual, yaitu dengan tangan. Kontak langsung antara kulit dengan cairan pencuci dapat menyebabkan iritasi kulit. Pada ph yang relatif basa atau asam daya adsorpsi kulit menjadi lebih tinggi sehingga memperbesar resiko iritasi kulit (Idris, 2004). Menurut standar SNI ph deterjen cair harus berada pada kisaran 6-8. 2. Viskositas Viskositas didefinisikan sebagai tenaga yang diperlukan untuk menggerakkkan satu permukaan lain dalam kondisi yang ditentukan, apabila diantaranya diisi oleh cairan tersebut (Kodeks Kosmetika RI, 1983). Definisi lainnya yaitu shearing stress yang diberikan dalam luasan tertentu sewaktu diberikan kecepatan dalam gradien normal pada area tertentu (Suryani et al., 2000). 3. Bobot Jenis Bobot jenis adalah berat suatu cairan per satuan volume (ASTM, 2002). Perbedaan bobot jenis komponen penyusun sebuah emulsi pada kisaran yang semakin lebar akan menurunkan stabilitas emulsi tersebut dengan meningkatnya creaming (Waistra, 1996). 4. Stabilitas Emulsi Nilai stabilitas emulsi berkaitan dengan faktor penyimpanan dimana kualitas emulsi tersebut dikaitkan dengan waktu (Rieger, 1992). 12

5. Daya Pembusaan Busa adalah buih-buih yang saling berdekatan membentuk dinding-dinding polihedral yang saling membagi sudut menjadi 120 o. Formasi tersebut mirip dengan struktur sarang lebah. Dinding-dinding yang terbentuk dari cairan ini memisahkan kotoran yang lepas di dalam suspensi. Ketika proses pembersihan berjalan, jumlah busa yang masih tersisa dijadikan indikator jumlah substrat (perlengkapan yang dicuci) yang masih dapat dibersihkan dengan larutan deterjen yang ada (SDA- Amerika, 2003; Lynn, 1996). 6. Stabilitas Busa Stabilitas busa dikaitkan dengan penurunan volume busa terhadap faktor aging, yaitu dengan menghubungkan volume busa terhadap waktu. Busa yang dihasilkan harus stabil agar bertahan lebih lama selama proses pencucian (MPOB, 2001). 7. Daya Deterjensi Deterjensi adalah proses pembersihan permukaan padat dari benda asing yang tidak diinginkan dengan menggunakan cairan pencuci/perendam berupa larutan surfaktan (Lynn, 1996). Daya deterjensi adalah jumlah kotoran yang dapat dilepaskan oleh deterjen cair dari substrat (permukaan padat) dan dinyatakan dalam unit kekeruhan yang disebabkan kotoran dalam cairan pencuci, FTU Turbidity (Formazyn Turbidity Unit) (Idris, 2004). 8. Analisis Fosfat Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuh-tumbuhan (Dugan, 1972). Fosfor juga merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan (Effendi, 2003). Kadar fosfor total pada perairan alami jarang melebihi 1 mg/l (Boyd, 1988). 13