BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam dosis tertentu dapat digunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA OCH2CHCH2 OCH3. 3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol [ ] : Larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform dan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sintetis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Farmakologi Dimenhidrinat (mabuk perjalanan) mabuk perjalanan dan muntah karena kehamilan. Berdasarkan mekanisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melunakkan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau lebih dengan atau zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg.

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berikut gejalanya. Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tablet adalah sediaan padat yang dibuat secara kempa-cetak, berbentuk

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. VII/71 mendefinisikan bahwa obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohetivitas, kecepatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata. Karbonat dan zat lain yang cocok.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat

DITOLAK BAGIAN PENGAWASAN MUTU PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Meskipun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beberapa keuntungan dibanding dengan sediaan farmasi lain. Beberapa keuntungan

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Tablet Asam Folat. Sebagai contoh F1 (Formula dengan penambahan Pharmacoat 615 1%).

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Sedangkan ibuprofen berkhasiat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. HCl. Tablet piridoksin mengandung piridoksin hidroklorida, C 8 H 11 NO 3.HCl tidak

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian bersifat eksperimental yaitu dilakukan pengujian pengaruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi (Ditjen POM, 1995). Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

Spektrofotometer UV /VIS

2.1.1 Keseragaman Ukuran Kekerasan Tablet Keregasan Tablet ( friability Keragaman Bobot Waktu Hancur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. metilselulosa atau bahan lain yang cocok (Anief, 1994).

LAPORAN PRATIKUM PENGUJIAN MUTU FISIK TABLET UJI DISOLUSI TABLET

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam bahan obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke Tujuan Pemberian Obat Dalam Bentuk Kapsul

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati

UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO

BAB III METODOLOGI. Universitas Sumatera Utara

Zubaidi, J. (1981). Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistiawati. Jakarta: UI Press. Halaman 172 Lampiran 1. Gambar Alat Pencetak Kaplet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

10); Pengayak granul ukuran 12 dan 14 mesh; Almari pengenng; Stopwatch;

PERBANDINGAN MUTU TABLET IBUPROFEN GENERIK DAN MEREK DAGANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki beberapa keuntungan antara lain: 1) ketepatan dosis, 2) mudah cara

PEMBAHASAN. R/ Acetosal 100 mg. Mg Stearat 1 % Talkum 1 % Amprotab 5 %

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ilmu pengetahuan dan tuntutan dalam pemenuhan kesehatan. Maka diperlukan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

UJI DISOLUSI CHLORPHENIRAMINE MALEAT SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRA VIOLET TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

LAMPIRAN. Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2. NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Obat Obat adalah zat aktif berasal dari tumbuhan, hewan, maupun sintetis yang dalam dosis tertentu dapat digunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi, terapi, dan diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia maupun hewan. Namun zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan begitu saja sebagai obat, terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, sirup, suspensi, suppositoria, dan salep. Meskipun dapat menyembuhkan penyakit, obat dapat menimbulkan keracunan jika digunakan dalam dosis berlebih. Namun bila dosisnya di bawah dosis terapi, obat tidak dapat menghasilkan efek terapi (Anief, 2007). 2.2. Tablet 2.2.1. Tablet Secara Umum Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Umumnya tablet digunakan pada pemberian obat secara oral (Ansel, 1989). Menurut Anief (1987), untuk membuat tablet diperlukan bahan tambahan sebagai berikut:

a. bahan pengisi (Diluent): Bahan ini dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Zat-zat yang digunakan seperti: saccharum lactis, amilum, kalsium fosfat, kalsium karbonat. b. bahan pengikat (Binder): Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak pecah dan dapat merekat. Zat-zat yang digunakan seperti: mucilago gummi arabici 10 20%, mucilago amili 10%, larutan gelatin 10 20%, larutan metilselulosa 5%. c. bahan penghancur (Disintegrator): Bahan ini dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut. Zat-zat yang digunakan seperti: amilum kering, gelatin, agar-agar, natrium alginat. d. bahan pelicin (Lubricant): Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan (matrys). Zat-zat yang digunakan seperti: talkum, magnesium stearat, asam stearat. Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat dan bahan tambahan, kecuali bahan pelicin dibuat menjadi granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak dapat mengisi cetakan dengan baik. Bentuk granul dapat mengisi cetakan secara tetap dan dapat menghindari terjadinya retak (capping) pada tablet (Anief, 1987). Tablet harus mempunyai bentuk dan ukuran yang sesuai dan bebas dari kerusakan. Pengujian-pengujian yang dilakukan untuk menentukan kualitas tablet meliputi keseragaman sediaan, kekerasan, kerenyahan, waktu hancur, penetapan kadar zat berkhasiat dan disolusi (Ditjen POM, 1995).

2.2.2. Persyaratan Tablet Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014), tablet harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. keseragaman sediaan: Tablet harus memenuhi uji keseragaman sediaan untuk menjamin keseragaman sediaan tiap tablet yang dibuat. Tablet yang bobotnya seragam diharapkan memiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga mempunyai efek terapi yang sama. b. kekerasan: Tablet harus memiliki kekuatan atau kekerasan agar dapat bertahan terhadap berbagai guncangan pada saat pengepakan dan pengangkutan. Uji ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Hardness Tester. Pengujian dilakukan dengan meletakkan tablet diantara alat penekan punch dan dijepit dengan memutar sekrup pengatur sampai tanda lampu menyala, lalu ditekan tombol sehingga tablet pecah. Tekanan ditunjukkan pada skala yang tertera. Umumnya kekuatan tablet berkisar 4 8 kg. c. kerenyahan: Uji ini dilakukan untuk mengetahui kerenyahan tablet. Tablet yang rapuh akan mengurangi kandungan zat berkhasiatnya sehingga mempengaruhi efek terapi. Kerenyahan ditandai dengan massa partikel yang berjatuhan dari tablet. Uji ini dilakukan menggunakan alat yang disebut Roche Fribilator yang terdiri dari sebuah tabung yang berputar ke arah radial disambungkan sebuah bilah lengkung. Tablet dimasukkan ke dalam wadah tersebut, saat wadah berputar

tablet akan bergulir jatuh sampai pada putaran berikutnya dipegang kembali oleh bilah. Pemutaran dilakukan 100 kali dengan persyaratan tablet tidak boleh kehilangan berat lebih dari 0,8%. d. waktu hancur: Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet dirancang untuk pelepasan obat terkendali dan diperlambat. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Interval waktu hancur yaitu 5 30 menit. Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila tidak ada sisa sediaan yang tidak larut tertinggal pada kasa. e. penetapan kadar zat berkhasiat: Penetapan kadar ini dilakukan untuk mengetahui apakah tablet memenuhi persyaratan kadar sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi persyaratan, berarti obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan tidak layak dikonsumsi. Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang sesuai tertera pada monografi antara lain di Farmakope Indonesia. f. disolusi: Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam larutan suatu medium. Uji disolusi digunakan untuk mengetahui persyaratan disolusi yang tertera dalam monografi pada sediaan tablet, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah atau tidak memerlukan uji disolusi. Uji ini juga bertujuan untuk mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dan

memberi efek terapi di dalam tubuh. Pengujian dilakukan untuk menjamin keseragaman satu batch, menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan, dan diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru. Obat yang telah memenuhi persyaratan keseragaman sediaan, kekerasan, kerenyahan, waktu hancur dan penetapan kadar zat berkhasiat belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet (Ditjen POM, 1995). 2.3. Batuk Batuk merupakan mekanisme protektif normal untuk membersihkan cabang trakeobronkial dari sekret dan zat-zat asing. Dengan kata lain, batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit atau gangguan pada saluran pernafasan. Batuk dapat disebabkan oleh rangsangan tertentu, radang, atau gangguan pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh lendir (Sartono, 1993). Menurut Munaf (1994), batuk terjadi secara reflektoris karena rangsangan pada reseptor batuk yang dialirkan melalui serabut aferen (serabut sensorik) ke pusat batuk dan kemudian diteruskan ke serabut eferen (serabut motorik). Batuk terdapat baik pada orang sakit maupun orang sehat dan sering merupakan gejala berbagai keadaan patologis yang ringan sampai berat. Batuk dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu: a. batuk produktif atau batuk yang bermanfaat, yaitu batuk yang menghasilkan pengeluaran sekret/dahak.

b. batuk tidak produktif atau batuk kering dan disebut juga batuk tidak bermanfaat karena batuk tidak menghasilkan apa-apa. Obat batuk merupakan salah satu cara penanganan batuk disamping cara lainnya seperti mengkonsumsi banyak cairan. Namun, obat batuk hanya berfungsi meredakan gejala penyakit saja (Widodo, 2004). Menurut Anief (2007), obat yang digunakan untuk mengobati batuk dibagi dalam dua golongan besar, yaitu: a. ekspektoransia, yaitu mempertinggi sekresi dari saluran pernafasan dan atau mencairkan dahak/lendir sehingga mudah dikeluarkan. b. antitusif, yaitu zat-zat ini menghentikan rangsangan batuk. 2.4. Uraian Umum Gliseril Guaiakolat Gliseril guaiakolat memiliki nama kimia guaifenesin dengan rumus molekul C 10 H 14 O 4 dan memiliki berat molekul 198,22. Gliseril guaiakolat berbentuk serbuk hablur berwarna putih sampai agak kelabu, berbau khas lemah, dan rasanya pahit. Gliseril guaiakolat larut dalam air, etanol, kloroform, dan propilen glikol namun agak sukar larut dalam gliserin. Syarat kadar gliseril guaiakolat yaitu mengandung C 10 H 14 O 4, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM, 1995). Tablet gliseril atau disebut juga guaifenesin adalah derivat guaiakol yang banyak digunakan sebagai ekspektoran dalam berbagai jenis sediaan batuk (Tjay, 2007). Obat batuk ini digunakan untuk batuk berlendir berdahak sehingga mudah dikeluarkan (Widodo, 2004).

Dosis gliseril guaiakolat adalah 1 2 tablet tiga kali sehari untuk dewasa, dan ½ - 1 tablet tiga kali sehari untuk anak-anak. Gliseril guaiakolat memiliki efek samping berupa iritasi lambung (mual, muntah) yang dapat dikurangi dengan mengkonsumsi segelas air. Serbuk Guaifenesin cenderung menggumpal pada saat penyimpanan, maka harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat. Gliseril guaiakolat bekerja dengan merangsang reseptor-reseptor di mukosa lambung yang kemudian meningkatkan aktivitas kelenjar-sekresi dari saluran lambung-usus. Akibatnya, memperbanyak sekresi dari kelenjar yang berada di saluran napas (Tjay, 2007). 2.5. Disolusi Disolusi didefenisikan sebagai proses melarutnya suatu zat padat dalam zat cair tertentu. Kecepatan disolusi obat merupakan tahap sebelum obat berada dalam darah. Dalam saluran pencernaan, zat berkhasiat dari sediaan padat akan terlarut sehingga dapat melewati membran saluran cerna. Obat yang larut baik dalam air akan melarut cepat dan berdifusi secara pasif ( Syukri, 2002). 2.5.1. Alat Uji Disolusi Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014), terdapat dua tipe alat uji disolusi yaitu: a. alat 1 (Tipe Keranjang) Alat terdiri dari wadah tertutup dari kaca, suatu batang logam yang digerakkan oleh mesin dan wadah disolusi (keranjang). Wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 175 mm, diameter 98 106 mm dan

berkapasitas 1000 ml. Batang logam berada pada posisi sedemikian rupa sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan. Sebuah tablet diletakkan dalam keranjang yang diikatkan pada bagian bawah batang logam yang digerakkan oleh mesin yang kecepatannya dapat diatur. Wadah dicelupkan sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37º ± 0,5ºC. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan digunakan suatu penutup yang sesuai. b. alat 2 (Tipe Dayung) Alat ini sama dengan alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang logam sebagai pengaduk. Dayung melewati diameter batang sehingga dasar dayung dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi dengan jarak 25 ± 2 mm antara dayung dan bagian dasar wadah yang dipertahankan selama pengujian berlangsung. Sediaan obat dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan. 2.5.2. Kriteria Sediaan Uji Suatu sediaan tablet diuji disolusinya jika dinyatakan dalam monografinya. Hal ini berarti prosedur dan persyaratan uji disolusi hanya berlaku untuk sediaan tablet yang tertera dalam monografi tersebut. Sediaan tablet yang tidak tertera dalam Farmakope Indonesia Edisi V tentu saja dapat diuji disolusinya dengan

prosedur dan persyaratan yang ditetapkan sendiri oleh produsen atau laboratorium pengendalian mutu (Siregar, 2010). 2.5.3. Prosedur Pengujian Pada tiap pengujian, dimasukkan sejumlah volume media disolusi (seperti yang tertera dalam masing-masing monografi) ke dalam wadah. Alat dirangkai dan suhu media disolusi diatur pada 37ºC. Satu tablet dicelupkan dalam keranjang atau dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah, kemudian pengaduk diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Pada interval waktu yang ditetapkan, diambil cuplikan pada daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar atau dayung dan tidak kurang dari 1 cm dari dinding wadah untuk analisis kimia. Tablet harus memenuhi syarat seperti yang terdapat dalam monografi (Ditjen POM, 1995). 2.5.4. Kriteria Penerimaan Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014), Persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel penerimaan. Pengujian dilakukan sampai tiga tahap. Pada tahap 1 (S 1 ) digunakan 6 tablet. Bila pada tahap ini tidak memenuhi syarat, maka akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap 2 (S 2 ). Pada tahap ini digunakan 6 tablet tambahan. Bila tetap tidak memenuhi syarat, maka pengujian dilanjutkan lagi ke tahap 3 (S 3 ). Pada tahap ini digunakan 12 tablet tambahan. Kriteria penerimaan hasil uji disolusi dapat dilihat sesuai dengan Tabel 2.1. Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut dalam persen dari jumlah yang tertera pada etiket. Angka 5% dan 15% dalam Tabel 2.1 adalah persentase

kadar pada etiket. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan umum untuk penetapan ialah 75% zat berkhasiat terdisolusi dalam waktu 45 menit dengan menggunakan alat 1 pada 100 rpm atau alat 2 pada 50 rpm. Tabel 2.1. Penerimaan Hasil Uji Disolusi Jumlah Tahap sediaan yang Kriteria penerimaan diuji S 1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5% S 2 6 Rata-rata dari 12 unit (S 1 + S 2 ) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q 15% S 3 12 Rata-rat dari 24 unit (S 1 + S 2 + S 3 ) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q 15% dan tidak satupun unit yang lebih kecil dari Q 25% 2.5.5. Faktor yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif Menurut Syukri (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari bentuk sediaan padat, antara lain: a. faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat Sifat-sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi kelarutan zat aktif, bentuk kristal, serta ukuran partikel. b. faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan tambahan dan cara pengolahan. Pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi tergantung kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung didalamnya. Penggunaan bahan tambahan sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur dan pelicin dalam proses formulasi dapat menghambat atau mempercepat laju disolusi

tergantung bahan tambahan yang digunakan. Cara pengolahan bahan baku, bahan tambahan dan prosedur yang dilakukan dalam formulasi sediaan padat peroral juga berpengaruh terhadap laju disolusi. Pengadukan yang terlalu lama pada granulasi basah dapat menghasilkan granul-granul besar, keras dan padat sehingga tablet yang dihasilkan waktu hancur dan disolusi yang lama. Faktor formulasi yang mempengaruhi laju disolusi diantaranya kecepatan disentegrasi, interaksi obat dengan eksipien (bahan tambahan) dan kekerasan. c. faktor yang berkaitan dengan alat dan parameter uji Faktor ini dipengaruhi oleh lingkungan selama percobaan meliputi kecepatan pengadukan, suhu dan ph medium, serta metode uji. Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan tebal lapisan difusi sehingga memperluas permukaan partikel yang kontak dengan pelarut. Suhu medium berpengaruh terhadap kelarutan zat aktif. Zat yang kelarutannya tidak tergantung ph, perubahan ph medium disolusi tidak akan mempengaruhi laju disolusi. Pemilihan kondisi ph pada percobaan in vitro penting karena kondisi ph akan berbeda pada lokasi obat di saluran cerna. Metode penentuan laju disolusi yang berbeda dapat menghasilkan laju disolusi sama atau berbeda, tergantung pada metode uji yang digunakan. 2.6. Penentapan Kadar Setelah pengambilan sampel uji disolusi, dilanjutkan dengan proses analisis penetapan kadar zat aktif dalam sampel. Penetapan kadar dipilih berdasarkan sifat senyawa dan prosedur penetapan kadar senyawa dalam cairan. Untuk penetapan

kadar dapat dilakukan dengan metode fisikokimia yaitu Spektrofotometri uvvisibel, fluorometri dan konduktormetri (Devissaquest, 1993). Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitass sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Metode ini biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang didapatkan, tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif (Dachriyanus, 2004). Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat dan sangat cocok untuk digunakan pada kadar yang sangat rendah. Senyawa yang dianalisis harus mempunyai gugus kromofor (Sardjoko, 1993). 2.7. Spektrofotometer 2.7.1. Definisi Spektrofotometri uv-visible adalah pengukuran serapan cahaya didaerah ultraviolet (200-400 nm) dan sinar tampak (400-800 nm) oleh suatu senyawa. Absorbansi spektofotometri uv-visible adalah istilah yang digunakan ketika radiasi ultraviolet dan cahaya tampak diabsorbsi oleh molekul yang diukur. Alatnya disebut uv-visible spektrofotometri. Spektrofotometri uv-visible adalah salah satu instrumen yang digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia. Spektrofotometri umumnya digunakan karena kemampuannya dalam menganalisa begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal preparasi sampel apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisa (Rohman, 2007).

2.7.2. Instrumen Menurut Rohman (2007), spektrofotometri uv-visibel memiliki komponenkomponen yang meliputi: a. sumber sinar Sumber sinar yang digunakan untuk daerah UV digunakan lampu hidrogen atau lampu deuterium pada panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang antara (350-900 nm). b. monokromator Monokromator digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponenkomponen panjang gelombangnya, yang selanjutnya akan dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan instrument melewati spektrum. c. optik Optik memecah sumber sinar sehingga sumber sinar melewati 2 kompartemen. Suatu larutan blanko dapat digunakan dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau spektrum sampel. Blanko dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi.