8. PRIORITAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DENGAN ANALISIS HIRARKI PROSES

dokumen-dokumen yang mirip
11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

BAB III METODE KAJIAN

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

AHP (Analytical Hierarchy Process)

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012).

3 METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di

III. METODOLOGI KAJIAN

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

III. METODE KAJIAN. Data kajian ini dikumpulkan dengan mengambil sampel. Kabupaten Bogor yang mewakili kota besar, dari bulan Mei sampai November

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

BAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian.

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB VI PENUTUP. dengan pola aktivitas dan strategi penghidupan masyarakat nelayan di Kawasan. Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur.

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

Titis Handayani Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Semarang. Abstract

III. METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti- peneliti sebelumnya yaitu :

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA PONTIANAK DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK

3 METODOLOGI. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Teori Analisis Lokasi Industri Dengan Segitiga Lokasionalnya (Alfred Weber, 1909) Alfian Haris Aryawan

III. METODOLOGI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk pembuat keputusan, pengambil keputusan,

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMA BEASISWA PADA SMA 1 BOJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Untuk Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Karyawan Pada Perusahaan XYZ

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

3 METODOLOGI PENELITIAN

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

LAMPIRAN PENENTUAN KRITERIA PENGEMBAGAN SEKTOR PERDAGANGAN DAN JASA SEBAGAI PENUNJANG INDUSTRI KREATIF DI KECAMATAN MAJALAYA

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

Pengenalan Metode AHP Pertemuan kuliah Manajemen Pengambilan Keputusan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. yang di lakukan oleh Agus Settiyono (2016) dalam penelitiannya menggunakan 7

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB III METODOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

7. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INTRO Metode AHP dikembangkan oleh Saaty dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dimana data dan informasi statistik dari masal

PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia. Analisis keberadaan..., Marthin Hadi Juliansah, FE UI, 2010.

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

Analytical hierarchy Process

APLIKASI AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT KULIAH DI BANGKA BELITUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya ; Su

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

PERUMUSAN STRATEGI KORPORAT PERUSAHAAN CHEMICAL

Transkripsi:

8. PRIORITAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DENGAN ANALISIS HIRARKI PROSES 8.1 Pendahuluan Untuk dapat memahami persoalan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan demersal, diperlukan suatu kajian untuk mencari faktor-faktor yang relevan terkait dengan kondisi pemanfaatan sumberdaya ikan demersal sekarang ini. Pengkajian dapat dilakukan dengan survai lapangan atau dapat pula dengan studi kasus. Pendapat dari para pelaku sistem (stakeholders) perlu digali lebih jauh, karena merekalah yang terlibat langsung dengan topik permasalahan. Berdasarkan hasil pengkajian di lapangan, kita akan dapat memahami situasi yang melingkupi permasalahan, menganalisis dan menetapkan kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan, tidak mudah untuk dapat merumuskan alternatif pemecahan masalah yang harus segera dihadapi. Untuk dapat menguraikan berbagai masalah tersebut diperlukan pendekatan dan proses yang sangat kompleks. Untuk memecahkan persoalan pengelolaan dan pemanfatan sumberdaya ikan demersal yang kompleks dan tidak berstruktur di Kota Tegal, digunakan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Analisis Hirarki (PHA). Proses ini merupakan metode sederhana dan memiliki rancangan fleksibel yang mampu menampung berbagai masalah yang harus diselesaikan. Proses ini memungkinkan berbagai faktor penting yang melingkupi permasalahan turut diperhitungkan dalam mencari solusi yang terbaik. Pada dasarnya metode ini menguraikan permasalahan yang kompleks dan tidak terstruktur menjadi bagian atau komponen-komponen tertentu dengan menyusun komponen tersebut dalam satu susunan hirarki, dan memberi pertimbangan numerik pada hal-hal kualitatif dan subyektif. Pada akhirnya dapat menghasilkan prioritas penanganan dan konsistensi logis dari penyelesaian permasalahan yang diinginkan.

8.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah dalam rangka mewujudkan upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan demersal secara optimum dan berkelanjutan dengan memperhatikan komponen-komponen yang terkait. 8.3 Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai salah bahan kajian dalam menyusun kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan perikanan demersal yang berkelanjutan di perairan Tegal dan wilayah perairan Utara Jawa. 8.4 Metodologi 8.4.1 Metode analytical hierarchy process (AHP) Dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan, kemungkinan dihadapkan pada berbagai permasalahan dan mengharuskannya untuk dapat menetapkan kebijakan maupun pengambilan keputusan. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi merupakan permasalahan yang bersifat kompleks. Untuk pemecahan permasalahan yang kompleks dan tidak terstruktur di bidang perikanan dapat diterapkan suatu model analisis yaitu metode Analytical Hierarchy Process (AHP) (Nurani, 2002 dan Nurani, 2003). AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada skala preferensi diantara berbagai alternatif. Metode pungumpulan data dilakukan dengan observasi di lapangan, wawancara dan pengisian kuisoner terhadap para stakeholder seperti staf dari dinas terkait, pengusaha/nelayan pemilik, nelayan dan pedagang dengan jumlah responden, masingmasing 5 orang. Adapun langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam menggunakan AHP adalah : (1) definisi masalah, (2) penyusunan hierarki, (3) membuat matriks berpasang, (4) penentuan prioritas, dan (5) menghitung nilai konsistensi. (1) Definisi masalah Dalam menetapkan pemecahan masalah terlebih dahulu harus memahami lingkup permasalahan yang sedang dihadapi serta tujuan dari pemecahan masalah. Pemahaman 148

terhadap sistem dilakukan untuk mengidentifikasi alternatif-alternatif solusi masalah dan faktor-faktor yang mempengaruhi sebagi bahan pertimbangan. (2) Menyusun hierarki Untuk memahami persoalan yang kompleks perlu memecah persoalan tersebut ke dalam elemen-elemen pokok, yang kemudian dibagi lagi menjadi sub-sub elemen sampai membentuk suatu hierarki. Dengan memecahkan persoalan menjadi elemen yang lebih kecil diharapkan dapat memadukan sejumlah besar informasi ke dalam struktur masalah yang menggambarkan keseluruhan dari sebuah sistem. (3) Menetapkan prioritas Menetapkan prioritas bertujuan untuk membandingkan tingkat kepentingan dari berbagai pertimbangan yang ada. Adapun langkah-langkah dalam menetapkan prioritas yaitu (a) membuat matriks berpasangan, dan (b) mensintesis berbagai pertimbangan. (a) Membuat matriks berpasangan Dalam menetapkan prioritas dari suatu permasalahan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat matriks berpasangan. Matriks banding berpasangan berisi suatu bilangan yang menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen atas elemen lainnya. Bilangan yang digunakan adalah 1 sampai 9, karena skala 1 sampai 9 dianggap mampu membedakan tata hubungan antara elemen (Nurani, 2002 dan Nurani, 2003). Tabel 39 Matriks untuk pembanding berpasang C A1 A2 A3 A4 An A1 1 a12 a13 a14 a1n A2 1/a12 1 a23 a24 a2n A3 1/a13 1/a23 1 a34 a3n A4 1/a14 1/a24 1/a34 1 a4n...... An 1/an 1/a2n 1/a3n 1/a4n 1 Keterangan : C : Kriteria atau sifat yang digunakan untuk pembandingan A1, A2, A3,...Cn : Set elemen yang akan dibandingkan, satu tingkat dibawah C A12, a13,...1 : Kuantifikasi dari hasil komparasi yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj. 149

(b) Mensintesis berbagai pertimbangan Prioritas dari pertimbangan dalam pengambilan keputusan didapat dengan mensintesis terhadap keseluruhan pertimbangan. Tabel 40 Skala banding secara berpasang Tingkat kepentingan Definisi Penjelasan 1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding 5 Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain 7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen lainnya 9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lainya 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimabngan yang berdekatan Kebalikan Jika untuk elemen i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan elemen j, maka elemen j mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan elemen i Sumber : Saaty (1986) diacu dalam Nurani (2002) (4) Konsistensi elemen yang lain Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen yang lain Satu elemen dengan kuat disokong dan dominannya terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan Dalam pengambilan keputusan konsistensi penting untuk diperhatikan. Konsistensi memiliki dua makna yaitu : obyek serupa dapat dikelompokkan sesuai keragaman dan relevansinya. Kedua, konsistensi terkait dengan hubungan antara obyekobyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. 150

8.4.2 Struktur AHP yang digunakan Dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan demersal yang berkelanjutan, perlu dicari jenis usaha perikanan yang sesuai dengan kondisi potensi sumberdaya serta faktor sosial masyarakat setempat. Pada kajian kebijakan dengan proses AHP ini, pada tingkat pertama, tujuan yang digunakan adalah pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal. Pada tingkat kedua, yang merupakan pihakpihak yang berkepentingan dipilih antara lain : (1) nelayan, (2) pengusaha/pemilik kapal/juragan, (3) pedagang ikan, (4) Pemerintah Daerah dan (5) Dinas Perikanan dan Kelautan. Pada tingkat ketiga, kriteria yang digunakan antara lain : (1) biologi, (2) teknik, (3) sosial dan ekonomi, (4) finansial dan kelayakan usaha, serta (5) mutu dan pemasaran. Pada tingkat keempat, yang merupakan sub kriteria dari beberapa kriteria di tingkat 3, yang terpilih adalah sebagai berikut. Untuk kriteria biologi, sub kriteria yang digunakan adalah (1) potensi sumberdaya ikan demersal, (2) musim ikan, (3) tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal, (4) selektivitas alat tangkap. Untuk kriteria teknik, sub kriteria teknik, yang digunakan adalah (1) produktivitas alat tangkap, (2) daya jangkau, (3) dampak terhadap lingkungan dasar perairan, dan (4) tingkat efektivitas terhapa ikan target. Untuk kriteria sosial dan ekonomi, sub kriteria yang digunakan adalah (1) friksi dengan alat tangkap lain, (2) tingkat kesejahteraan nelayan, (3) penyerapan tenaga kerja, (4) kemampuan kepemilikan oleh nelayan. Untuk kriteria finansial dan kelayakan usaha, sub kriteria yang digunakan adalah (1) biaya investasi, (2) biaya operasi, (3) keuntungan dan (4) pendapatan nelayan. Untuk kriteria mutu dan pemasaran, sub kriteria yang digunakan adalah (1) mutu ikan hasil tangkapan, (2) pemasaran lokal, (3) pemasaran antar daerah, dan (4) ekspor. Pada tingkat kelima, merupakan pilihan, maka yang dipilih antara lain : (1) pengembangan teknologi penangkapan ikan demersal lainnya teknologi lain yang lebih ramah lingkungan, (2) rasionalisasi jumlah unit penangkapan arad dan dogol (3) relokasi nelayan, (4) perbaikan teknologi jaring dogol/cantrang, dan (5) perbaikan teknologi jaring arad. 151

Tingkat 1 : Tujuan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Demersal Di Kota Tegal Tingkat 2 : Pihak-pihak yang berkepentingan Nelayan Pengusaha Pedagang Pemda Diskan Tingkat 3 : Kriteria Biologi Teknik Sosial dan Ekonomi Finansial dan Kelayakan Usaha Mutu dan Pemasaran Tingkat 4 : Sub kriteria 1.Potensi SDI demersal 2.Musim ikan 3.Tingkat Pemanfaatan SDI Demersal 4.Selektivitas alat tangkap 1.Produktivitas 2.Daya jangkau 3.Dampak terhadap lingkungan dasar perairan 4. Tingkat efektivitas terhadap ikan target 1.Friksi dengan alat tangkap lain 2.Tingkat kesejahteraan nelayan 3.Penyerapan tenaga kerja 4. Kemampuan kepemilikan 1.Biaya investasi 2.Biaya operasional 3.Keuntungan 4.Pendapatan nelayan 1.Mutu hasil tangkapan ( 2. Pemasaran Lokal 3.Pemasaran Luar Daerah 4.Ekspor Tingkat 5 : Pilihan Pengembangan UP Demersal Lainnya Rasionalisasi UP Dogol dan Arad Relokoasi Nelayan Perbaikan Teknologi Jaring Dogol Peebaikan Teknologi Jaring Arad Gambar 38 Hierarki pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal 152

8.5 Hasil Penelitian Untuk menganalisis pola pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal, digunakan metode AHP. Metode AHP memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan menggunakan metode skoring. Metode skoring memiliki kelemahan yaitu hanya berdasarkan pertimbangan subyektif saja, sedangkan metode AHP adalah memberikan pertimbangan numerik pada pertimbangan subyektif serta mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas lebih tinggi, memperhalus definisi pada suatu permasalahan dan memperbaiki pertimbangan melalui pengulangan. Hasil analisis dengan metode AHP ini dilakukan dengan menggunakan software dari Team Expert Choise (TEC). 8.5.1 Persepsi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) terhadap pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal Hasil analisis terhadap persepsi pentingnya pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal yang berkelanjutan dengan menggunakan AHP, pada tingkat pertama diperoleh vektor prioritas dari pihak-pihak yang berkepentingan, nilai yang diperoleh pada masing-masing pihak yang berkepentingan adalah : nelayan (0,277) ; pengusaha/pemilik kapal/juragan(0,316) ; pedagang ikan (0,224) ; Pemerintah Daerah (0,082) dan Dinas Pertanian dan Kelautan (0,101). Dari penilaian tersebut didapat bahwa kriteria yang paling tinggi nilainya adalah pengusaha/juragan. Hal ini bisa dimengerti bahwa dalam pemanfaatan sumberdaya ikan demersal, maka yang paling berkepentingan adalah juragan. (Lihat Tabel 41). Tabel 41 Penilaian responden terhadap persepsi pentingnya pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal No. Kelompok responden Nilai skor 1 2 3 4 5 Pegawai Dinas Pertanian dan Kelautan Pegawai Pemerintah Daerah Pengusaha Pedagang ikan Nelayan/Nakhoda 0,101 0,082 0,316 0,224 0,277 153

Pengusaha/juragan sebagai salah satu tokoh utama dalam sektor perikanan tangkap seharusnya bisa ikut serta memberikan andil atau masukan dalam pengambilan keputusan pada proses pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap. Pengusaha/juragan merupakan istilah yang dapat dipergunakan sebagai representasi satu kelompok masyarakat yang homogen baik dalam perilaku maupun kondisi kualitas hidupnya. Apresiasi terhadap profesi pengusaha/juragan adalah gambaran dari satu jenis profesi yang dilakukan oleh kelompok manusia dengan tingkat sosial ekonomi yang lebih bagus/baik dari nelayan. Pengusaha/juragan juga seringkali yang menentukan kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan, karena pada umumnya banyak nelayan yang sangat tergantung padanya. 8.5.2 Persepsi terhadap beberapa aspek pemanfaatan yang terkait. Hasil analisis terhadap beberapa aspek pemanfaatan yang terkait, nilai yang didapat pada masing-masing kriteria adalah : biologi (0,251) ; teknik (0,224) ; sosial dan ekonomi (0,187) ; finansial dan kelayakan usaha (0,203) ; mutu dan pemasaran (0,135). Untuk lebih jelasnya penilaian terhadap beberapa aspek terkait disajikan pada Tabel 42. Nilai yang paling tinggi adalah kriteria biologi kemudian diikuti oleh kriterian teknik. Hal ini dapat dimengerti karena analisis terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang paling utama adalah ketersediaannya sumberdaya ikan demersal itu sendiri. Tanpa adanya potensi sumberdaya ikan demersal yang memadai, maka akan berdampak pada semua aspek, terutama pada kelangsungan usaha penangkapan ikan. Tabel 42 Penilaian terhadap beberapa aspek terkait dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal No. Aspek Pemanfatan SDI Demersal Nilai skor 1 2 3 4 5 Biologi Teknik Sosial dan ekonomi Finansial dan Kelayakan Usaha Mutu dan pemasaran 0,251 0,224 0,187 0,203 0,135 154

Aspek biologi (termasuk didalamnya adalah kondisi stok sumberdaya ikan) merupakan ujung tombak dalam perikanan tangkap. Ketersediaan stok sumberdaya ikan demersal yang mencukupi akan bermanfaatan banyak bagi berbagai pihak. Namun demikian, seringkali kondisi sumberdaya ikan ini tidak diperhatikan dengan baik, terutama oleh nelayan. Dengan alasan karena yang untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, maka sumberdaya ikan yang ada diperairan senantiasa dimanfaatkan tanpa batas. Memang ditumbuhkan suatu kearifan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan, seperti yang dilakukan dibeberapa daerah di Indonesia seperti misalnya budaya Shashi di Maluku. 8.5.3 Persepsi terhadap beberapa komponen dari aspek pemanfaatan yang terkait. Hasil analisis terhadap beberapa aspek pemanfaatan yang terkait, nilai yang didapat pada masing-masing sub kriteria adalah : untuk kriteria biologi nilai untuk potensi sumberdaya ikan demersal (0,215) ; musim ikan (0,274) ; tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal (0,387) dan selektivitas alat tangkap (0,124). Nilai tertinggi diperoleh adalah sub kriteria tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal kemudian diikut oleh musim penangkapan. Hal ini menjelaskan bahwa, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal memang cukup tinggi. Hal ini bisa dijelaskan dari hasil perhitungan tingkat penmanfaatan saat ini yang sudah tergolong padat penangkapan. Untuk kriteria teknis, nilai yang diperoleh untuk sub kriterianya adalah : produktivitas alat tangkap (0,352) ; daya jangkau (0,272) ; dampak terhadap lingkungan dasar perairan (0,142) dan tingkat efektivitas terhapa ikan target (0,234). Nilai yang tertinggi adalah untuk produktivitas alat tangkap kemudian diikuti oleh daya jangkau. Hal ini bisa dimengerti bahwa segi teknik, maka produktivitas alat tangkap menjadi salah satu indikator keberhasilan dalam penangkapan ikan. Tingkat keefektifan terhadap ikan target juga menjadi salah satu hal yang penting dalam aspek teknis, karena ikan target merupakan tujuan utama dari pengoperasian alat tangkap. 155

Pada kriteria sosial dan ekonomi, nilai yang diperoleh untuk sub kriterianya adalah : friksi dengan alat tangkap lain (0,183) ; tingkat kesejahteraan nelayan (0,319) ; penyerapan tenaga kerja (0,267) ; kemampuan kepemilikan oleh nelayan (0,231). Nilai yang tertinggi adalah untuk tingkat kesejahteraan nelayan kemudian diikuti oleh penyerapan tenaga kerja. Hal ini bisa dimengerti bahwa aspek sosial dan ekonomi, maka tingkat kesejahteraan nelayan merupakan sesuatu yang sangat diharapkan, karena selama ini tingkat kesejahteraan nelayan termasuk yang paling rendah. Sektor perikanan juga merupakan aspek yang cukup penting dalam sub kriteria sosial dan ekonomi. Hal ini bisa dimengerti, karena dalam pemanfaatan sumberdaya ikan demersal membutuhkan banyak tenaga kerja yang tidak terlalu dituntut dengan keahlian tertentu. Untuk kriteria finansial dan kelayakan usaha, nilai yang diperoleh untuk sub kriterianya adalah : biaya investasi (0,238) ; biaya operasi (0,154) ; keuntungan (0,336) dan pendapatan nelayan (0,272). Nilai yang tertinggi adalah untuk keuntungan kemudian diikuti oleh pendapatan. Hal ini bisa dimengerti bahwa aspek finansial dan kelayakan usaha, maka keuntungan merupakan prioritas pertama. Suatu usaha bertujuan pada suatu keuntungan guna meningkatkan pendapatan. Hal ini cukup beralasan karena pemanfaatan sumberdaya ikan demersal harus bersifat menguntungkan dan penggunaan teknologi penangkapan ikan tepat diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Pada kriteria mutu dan pemasaran, nilai yang diperoleh untuk sub kriterianya adalah : mutu ikan hasil tangkapan (0,175) ; pemasaran lokal (0,297) ; pemasaran antar daerah (0,174) dan ekspor (0,354). Nilai yang tertinggi adalah untuk pemasaran ekspor kemudian diikuti oleh pemasaran lokal. Hal ini bisa dimengerti bahwa aspek pemasaran ekspor dan lokal menjadi prioritas pertama dalam pemasaran hasil tangkapan ikan demersal. Hasil tangkapan ikan demersal (termasuk udang dan cumi-cumi) merupakan komoditi yang memiliki nilai jual yang kompetitif baik dipasar ekspor maupun lokal. Untuk lebih jelasnya hasil penilaian terhadap beberapa komponen dari aspek terkait dapat dilihat pada Tabel 43 berikut. 156

Tabel 43 Penilaian terhadap beberapa komponen dari aspek terkait dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal No. Komponen Pemanfatan SDI Demersal Nilai skor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Potensi SDI Musim ikan Tingkat pemanfaatan SDI demersal Selektivitas alat tangkap Produktivitas Daya jangkau Dampak terhadap lingkungan dasar perairan Tingkat efektivitas terhadap ikan target Friksi dengan alat tangkap lain Tingkat kesejahteraan Penyerapan tenaga kerja Kemampuan kepemilikan Biaya investasi Biaya operasional Keuntungan Pendapatan nelayan Mutu hasil tangkapan Pemasaran lokal Pemasaran luar daerah Pemasaran luar negeri/ekspor 0,215 0,274 0,387 0,124 0,352 0,272 0,142 0,234 0,183 0,319 0,267 0,231 0,238 0,154 0,336 0,272 0,175 0,272 0,174 0,354 8.5.4 Pilihan terhadap beberapa komponen terpilih dalam pemanfaatan yang terkait. Penentuan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal dihitung berdasarkan hasil pertimbangan yang telah dilakukan pada tingkatan dari seluruh hierarki. Berdasarkan pertimbangan secara keseluruhan, diperoleh nilai vektor prioritasnya adalah: pengembangan teknologi penangkapan ikan demersal lainnya teknologi lain yang lebih ramah lingkungan (0,235), rasionalisasi jumlah unit penangkapan arad dan dogol (0,260), relokasi nelayan (0,191), perbaikan teknologi jaring dogol/cantrang (0,169) dan perbaikan teknologi jaring arad (0,145). Untuk lebih jelasnya hasil penilian dapat dilihat pada Tabel 44 dan Lampiran 34. 157

Tabel 44 Penilaian pilihan terhadap beberapa komponen terpilih aspek dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal No. Aspek Pemanfatan SDI Demersal Nilai skor rata-rata 1 2 3 4 5 Pengembangan unit penangkapan demersal lainnya Rasionalisasi unit penangkapan dogol dan arad Relokasi nelayan Perbaikan teknologi jaring dogol Perbaikan teknologi jaring arad 0,235 0,260 0,191 0,169 0,145 8.6 Pembahasan Hasil akhir dari analisis ini adalah perlunya rasionalisasi jumlah unit penangkapan arad dan dogol. Hal ini bisa dimengerti bahwa pada saat ini kondisi sumberdaya perikanan demersal, sudah mengalami menurunan yang yang signifikan, baik terhadap jumlah produksi maupun juga dari ukuran ikan hasil tangkapannya. Penurunan ini diakibatkan oleh karena aktivitas penangkapan yang cenderung berlebihan, sehingga apabila tidak diatur dengan baik, maka tidak mustahil sumberdaya ikan demersal akan habis. Pengaturan yang perlu segera dilakukan adalah dengan melakukan rasionalisasi terhadap unit penangkapan dogol/cantrang dan terutama terhadap jaring arad. Hasil ini menggambarkan bahwa berdasarkan perhitungan secara keseluruhan pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal dengan prioritas utamanya adalah rasionalisasi unit penangkapan arad dan dogol. Rasionalisasi jumlah armada penangkapan arad dan dogol merupakan suatu solusi untuk menjaga agar stok sumberdaya ikan demersal tetap lestari. Jaring arad dan dogol yang tergolong alat tangkap yang tidak selektif menjadikan kondisi sumberdaya ikan demersal diperairan Tegal dan sekitarnya semakin nmenurun. Hal ini ditunjang dengan hasil kajian pada bab terdahulu, dimana pengoperasian arad sudah tidak layak lagi dan pengoperasian dogol, meskipun masih menguntungkan, tetapi sudah tidak menarik lagi. Sebab utama dari keterpurukan ini adalah akibat dari kondisi potensi sumberdaya ikan demersal yang mengalami degradasi dan penurunan produksi (Pramono, 2006). 158

Tingkat 1 : Tujuan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Demersal Di Kota Tegal Tingkat 2 : Pihak-pihak yang berkepentingan Nelayan (0,277) Pengusaha (0,316) Pedagang (0,224) Pemda (0,082) Diskan (0,101) Tingkat 3 : Kriteria Biologi (0,251) Teknik (0,224) Sosial dan Ekonomi (0,187) Finansial dan Kelayakan Usaha (0,203) Mutu dan Pemasaran (0,135) Tingkat 4 : Sub kriteria 1. Potensi SDI demersal (0,215) 2. Musim ikan (0,274) 3. Tingkat Pemanfaatan SDI Demersal (0,387) 4.Selektivitas alat tangkap (0,124) 1. Produktivitas (0,352) 2. Daya jangkau (0,272) 3. Dampak terhadap lingkungan dasar perairan (0,142) 4. Tingkat efektivitas terhadap ikan target (0,234) 1.Friksi dengan alat tangkap lain (0,183) 2.Tingkat kesejahteraan nelayan (0,319) 3.Penyerapan tenaga kerja (0,267) 4. Kemampuan kepemilikan (0,231) 1.Biaya investasi (0,238) 2.Biaya operasional (0,154) 3.Keuntungan (0,336) 4.Pendapatan nelayan (0,272) 1.Mutu hasil tangkapan (0,175) 3. Pemasaran Lokal (0,272) 3.Pemasaran Luar Daerah (0,174) 4.Ekspor (0,354) Tingkat 5 : Pilihan Pengembangan UP Demersal Lainnya (0,235) Rasionalisasi UP Dogol dan Arad (0,260) Relokoasi Nelayan (0,191) Perbaikan Teknologi Jaring Dogol (0,169) Perbaikan Teknologi Jaring Arad (0,145) Gambar 39 Nilai hasil AHP pemanfaatan SDI demersal di Kota Tegal 159

Kenaikan harga BBM yang hampir 2 kali dari harga semula pada bulan Oktober 2005, sebenarnya sangat memberatkan pengoperasian kedua alat tangkap tersebut. Secara tidak langsung, kenaikan BBM tersebut merupakan rasionalisasi terhadap kedua alat tangkap tersebut, terutama pada jaring arad yang dari hasil analisis finansial ternyata rugi. Dewasa ini banyak nelayan arad yang akhirnya kembali mengoperasikan alat tangkap trammel net yang sudah tidak dioperasikan oleh mereka dalam 10 tahun terakhir ini. Memang kenaikan BBM tersebut secara tidak langsung, menjadikan taraf hidup dan pendapatan nelayan menjadi menurun, namun sisi baiknya adalah jumlah unit penangkapan yang dioperasikan juga berkurang, dan ini membawa dampak yang positif terhadap kondisi potensi sumberdaya perikanan demersal di perairan Kota Tegal. Kegiatan usaha perikanan demersal di Kota Tegal sudah cukup pesat dan komplek saat ini, terutama seiring dengan telah dibangunnya Pelabuhan Perikanan yang cukup besar di Tegalsari, sehingga peningkatkan aktivitas penangkapan ikan. Peningkatan aktivitas usaha penangkapan ikan ini harus dikelola dengan baik agar dapat memberikan nilai tambah yang optimal dan tidak merusak kondisi sumberdaya perikanan, termasuk sumberdaya perikanan demersal, sehingga dapat berkelanjutan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal sebaiknya melalui cara pendekatan partisipatif. Cara ini merupakan upaya terobosan untuk menjadikan nelayan sebagai subyek dalam pengelolaan sumberdaya yang menjadi tumpuan kehidupannya. Kebijakan pengelolaan perikanan selama ini diputuskan oleh pemerintah sehingga bersifat top down. Kebijakan jenis ini mengakibatkan pengaturan kegiatan seringkali tidak dapat diimplementasikan dengan baik karena tidak adanya dukungan dari masyarakat nelayan sebagai stakeholder utama sektor perikanan tangkap. Oleh sebab itu mengikutsertakan nelayan sebagai stakeholder utama dalam proses perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan suatu hal yang sudah seharusnya. Kelompok masyarakat ini perlu diajak berdiskusi agar aspirasi maupun ideidenya dapat diintegrasikan dalam pembentukan kebijakan ataupun perencanaan pengelolaan. Melalui pendekatan ini maka proses "jalan tengah" dimana kebijakan "top down" bertemu dengan aspirasi "bottom up" akan menghasilkan satu sinergi kebijakan dan perencanaan pengelolaan sumberdaya yang lebih optimal (Murdiyanto, 2003). 160

8.6 Kesimpulan Kebijakan pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal adalah pada prioritas utama dengan melakukan rasionalisasi terhadap unit penangkapan jaring dogol/cantrang dan jaring arad. Pilihan berikutnya berturut turut adalah pengembangan unit penangkapan demersal lainnya, relokasi nelayan, perbaikan teknologi jaring dogol dan perbaikan teknologi jaring arad. 161