BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB. I PENDAHULUAN. Dalam konsep New Public Management (NPM) birokrasi pemerintah sebagai pemberi

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang terdiri atas latar

I K U D P R K P P. I K U Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman & Pertanahan DPR K P P K a b u p a t e n L a h a t 1-1

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB I PENDAHULUAN. bagi pihak-pihak di dalam sektor publik. Reformasi birokrasi muncul karena adanya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 2015, No Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja U

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH

BAB I PENDAHULUAN. An evaluation version of novapdf was used to create this PDF file. Purchase a license to generate PDF files without this notice.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

WALIKOTA TEBING TINGGI

PROVINSI SULAWESI SELATAN

P E M E R I N T A H K O T A M A T A R A M

Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah yang diatur

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional disebutkan

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR SUMATERA UTARA

Bab II Perencanaan Kinerja

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

INDIKATOR KINERJA UTAMA PEMERINTAH KECAMATAN KUBUTAMBAHAN

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2014 TENTANG INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT

BUPATI BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Lamongan, Maret 2017 KEPALA DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Upaya pengembangan tersebut sejalan dengan Undang-undang Nomor 28

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

KATA PENGANTAR INSPEKTUR, Drs. Zat Zat Munazat, M.Si NIP Inspektorat Kabupaten Garut

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DAN LAPORAN AKUNTANTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP)

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian dan sistematika penulisan. mencanangkan suatu kebijakan yang dikenal dengan nama Gerakan Reformasi

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

BAB I P E N D A H U L U A N

PERATURAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 1 TAHUN 2015 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN No. 91, 2016 TENTANG

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan akan adanya perubahan pada organisasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. mulai mencoba mengenalkan konsep baru dalam pengelolaan urusan publik

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

KEPUTUSAN KEPALA BIRO ORGANISASI DAN PENDAYAGUNAAN APARATUR SETDA PROVINSI PAPUA NOMOR : 061 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dengan pesat. Upaya

Perencanaan Stratejik, Pertemuan ke 4

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan,

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. oaching

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN AGAMA RI RENCANA AKSI LAKIP KEMENTERIAN AGAMA

Governance), baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pada tahap BAB I PENDAHULUAN

Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah KATA PENGANTAR

L A P O R A N K I N E R J A

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita bangsa dan negara. Untuk itu diperlukan pengembangan dan

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD) KOTA BANDA ACEH NOMOR: / /SK/TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN,

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2012 KATA PENGANTAR

INDIKATOR KINERJA UTAMA ( I K U )

menjadi Dasar Perekonomian Kerakyatan, dalam menunjang perekonomian sebagian besar penduduk Indonesia telah terbukti terutama pada saat krisis

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

KATA PENGANTAR. Alhamdulillaah,

BAB I REVIEW RENSTRA SETDA KALTIM

PEDOMAN PENYUSUNAN PK BPS

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN INDRAGIRI HULU TAHUN

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2013 KATA PENGANTAR

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2014 KATA PENGANTAR

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pertama ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kantor Camat Kandis Kabupaten Siak Tahun 2016

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG

BAB IV P E N U T U P

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pemerintah merupakan organisasi sektor publik yang mempunyai tanggung

REFORMASI BIROKRASI. Pengantar

LAMPIRAN INDIKATOR KINERJA UTAMA ( IKU ) DI LINGKUNGAN DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN BADUNG BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya manusia. Di sejumlah negara yang sedang berkembang pendidikan telah mengambil bagian terbesar dari anggaran pemerintah. Usaha-usaha untuk menyediakan kesempatan seluas-luasnya bagi pendidikan dasar telah menjadi prioritas dasar dari setiap pembangunan di negara-negara tersebut. Tujuan pembangunan bidang pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan pendidikan maka diharapkan SDM di negara tersebut meningkat, namun pembangunan sangat di pengaruhi oleh aspek pengelolaannya baik di tingkat makro maupun mikro. System pengelolaan yang efisien lebih menjamin terlaksananya program-program dan tercapainya tujuan pembangunan pendidikan secara efisien dan efektif (Todaro 2006) Kinerja dari suatu organisasi adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan dari organisasi sebagai penjabaran dari visi, misi, yang mengindikasikan tingkat keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan (Bastian 2006). Para pengelola instansi pemerintahan sering mempunyai pola pikir bahwa ukuran keberhasilan suatu instansi pemerintah ditekankan pada kemampuan instansi tersebut dalam menyerap anggaran. Suatu instansi dinyatakan berhasil jika dapat menyerap 100% anggaran pemerintah yang tersedia walaupun hasil maupun manfaat yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut belum tercapai. Keberhasilan ini hanya ditekankan pada aspek input tanpa melihat tingkat output maupun dampaknya. Masyarakat dalam hal ini mengharapkan 1

keberhasilan instansi pemerintah adalah tindakan yang langsung dapat dirasakan dalam meningkatkan kesejahteraan mereka. Kinerja pendidikan merupakan perwujudan akuntabilitas kepada publik (masyarakat) pengelolaaan belanja pendidikan. Anggaran Pendidikan dari sumber pemerintah, masyarakat dan dunia usaha menjadi sangat potensial sebagai sumber pembiayaan dalam optimalisasi hasil pendidikan berkualitas. Pengelolaan anggaran pendidikan akan semakin meningkatkan kinerja pendidikan, apabila di kelola secara ekonomis, efisien dan efektif dengan mekanisme tata kelola yang baik (good governance). Good governance merupakan suatu instrument penting dalam pengendalian keuangan sektor publik tak terkecuali dunia pendidikan untuk menilai dan memastikan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian anggaran sesuai dengan keinginan masyarakat. Good govenance merupakan suatu penyelenggaraan manajemen yang bertanggung jawab, sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik dan administrative (Renyiwijoyo 2008). Oleh karena itu good governance sangat penting dalam pengelolaan belanja pendidikan agar kualitas pendidikan semakin meningkat (Lewis dan Patterson 2009). Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita dalam berbangsa dan bernegara. Upaya mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik tersebut, diperlukan suatu sistem manajemen kinerja yang mampu mengukur kinerja dan keberhasilan instansi pemerintah, dengan demikian akan tercipta legitimasi dan dukungan publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Tanpa adanya sistem manajemen kinerja sektor publik (pemerintah) yang baik niscaya akan dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap 2

penyelenggaraan pemerintahan, yang pada gilirannya juga akan menghambat terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance) (Marsono, 2009). Untuk mendukung terwujudnya kepemerintahan yang baik tentunya diperlukan adanya sistem pengukuran kinerja yang baik. Sistem pengukuran kinerja ini akan mengintegrasikan proses peningkatan kinerja melalui tahap mulai perencanaan sampai dengan evaluasi capaiannya. Sistem pengukuran kinerja yang baik akan bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya dapat digunakan untuk menerapkan sistem reward and punishment, mengevaluasi efisiensi, efektivitas, dan ekonomis program dan kegiatan, meningkatkan kinerja, dan lain-lain (Asmoko, 2014). Di samping itu, selama ini pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari instansi pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit untuk dilakukan secara objektif. Kesulitan ini disebabkan belum pernah disusunnya suatu sistim pengukuran kinerja yang dapat menginformasikan tingkat keberhasilan suatu organisasi (LAN, 2000). Penggunaan indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu aktivitas atau program telah dilakukan secara efisien dan efektif. Indikator untuk tiap-tiap unit organisasi berbeda-beda tergantung pada tipe pelayanan yang dihasilkan (Mahsun, 2006). Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 9 Tahun 2007, pemilihan dan penetapan indikator kinerja utama harus memenuhi karakteristik yang baik yaitu spesifik, dapat dicapai, relevan, menggambarkan keberhasilan sesuatu yang diukur, dan dapat dikuantifikasi dan diukur. Evaluasi secara berkala diperlukan untuk menjaga agar indikator-indikator kinerja tersebut merupakan ukuran yang paling representatif atau relevan dengan misi, sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi atas indikator kinerja merupakan kewajiban bagi pimpinan masing-masing instansi. Namun, pemerintah juga mengatur evaluasi atas akuntabilitas kinerja 3

yang dilakukan oleh Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN & RB). Pengukuran kinerja merupakan alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dengan dilakukannya pengukuran kinerja maka kita bisa memastikan apakah pengambilan keputusan dilakukan secara tepat dan obyektif. Pengukuran kinerja bisa untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja periode berikutnya. Menurut Robertson (2002) dalam Mahsun (2006) pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas; efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa yang diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan); hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Implementasi sistem pengukuran kinerja organisasi pemerintah di Indonesia yang dikenal dengan nama sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) diatur dengan Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 1999, yang merupakan peraturan perundangan pertama yang mengatur sistem pelaporan kinerja pemerintahan di Indonesia, yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014. Dalam Peraturan ini, Presiden menginstruksikan kepada para Menteri, Panglima TNI, Gubernur BI, Jaksa Agung, Kepala Polri, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Sekretariat Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, Gubernur, dan Bupati/Walikota antara lain untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai wujud pertanggungjawaban instansi pemerintah dalam mencapai misi dan tujuan organisasi. Bentuk akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tersebut diwujudkan 4

dengan menyampaikan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) kepada Presiden. LAKIP dapat dikategorikan sebagai laporan rutin, karena paling tidak disusun dan disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan setahun sekali. LAKIP merupakan wujud tertulis pertanggungjawaban suatu organisasi instansi kepada pemberi delegasi wewenang dan mandat. LAKIP tersebut akan di evaluasi oleh Kementerian PAN & RB. Untuk mengetahui tingkat kinerja suatu organisasi diperlukan suatu indikator atas kinerja yang dilaksanakan. Konsep-konsep pengukuran kinerja organisasi (key performance indicators) telah berkembang sejalan dengan perubahan untuk memperbaiki kinerja organisasi. Perubahan yang dimaksud adalah pola manajemen dari pola yang berorientasi pada masukan (input) kepada pola yang berorientasi hasil, manfaat dan dampak kegiatan (output, outcomes dan benefit). Kesuksesan suatu organisasi tidak hanya terletak pada banyaknya jumlah program dan tersedianya sejumlah dana maupun sumberdaya yang ada namun pada hasil yang dicapai. Melalui suatu pengukuran kinerja, keberhasilan suatu instansi pemerintah akan lebih dilihat dari kemampuan instansi berdasarkan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang sesuai dengan rencana yang telah dituangkan dalam perencanaan strategis. Sesuai dengan Permenpan Nomor PER/20/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah diwajibkan untuk menetapkan indikator kinerja utama (IKU) yang harus memenuhi kriteria indikator kinerja yang baik yaitu spesifik, dapat dicapai, relevan, menggambarkan keberhasilan sesuatu yang diukur, dan dapat dikuantifikasi dan diukur (SMART). Selain itu, peraturan ini juga memberikan arahan bahwa IKU harus digunakan dalam penyusunan dokumen-dokumen perencanaan baik jangka menengah maupun tahunan, penyusunan laporan akuntabilitas kinerja, 5

evaluasi kinerja instansi pemerintah, dan pemantauan dan pengendalian kinerja pelaksanaan program dan kegiatan. Pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 8 Tahun 2008 mengenai Tahapan, Tata Cara, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah yang menjadi dasar penyusunan dokumen perencanaan. Peraturan pemerintah tersebut tidak hanya memberikan arahan tentang prosedur penyusunan dokumen perencanaan, baik jangka panjang, menengah dan tahunan, tetapi juga menggariskan sistematika penulisannya. Dari sisi sistematika terlihat jelas bahwa konsep SAKIP sudah dimasukkan dalam peraturan perundangan. Hal ini terlihat adanya unsur sasaran, indikator kinerja beserta target yang harus ada dalam dokumen RPJMD, Renstra dan Perencanaan Kinerja Tahunan. Permendagri 54 tahun 2010 adalah pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 8 tahun 2008. Permendagri ini memberikan arahan tentang tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah, yang sangat detail dari RPJPD, RPJMD, hingga Renja SKPD termasuk pengendalian dan evaluasi atas perencanaan pembangunan daerah.permendagri 54 Tahun 2010 seperti mengukuhkan penerapan implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang dimulai dari perencanaan stratejik hingga pelaporan (LAKIP). Dalam Permendagri 54 tahun 2010 ini pun kita akan mendapati bagaimana seharusnya visi, misi, tujuan, sasaran hingga indikator kinerja harus diselaraskan (Sejati, 2012). Dalam hal pengukuran kinerja sangat dibutuhkan adanya suatu indikator kinerja yang jelas (Mahsun, 2006). Indikator kine rja adalah ukuran kuantitatif atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Menetapkan indikator kinerja yang dapat diukur secara handal dan teratur merupakan salah satu aspek yang 6

paling sulit (Hage r and Obson, 2001). Agar indikator kinerja dapat digunakan untuk menilai keberhasilan instansi dalam mencapai tujuannya, indikator kinerja harus sesuai dengan apa yang diukur dan dapat dimengerti (Mahsun, 2006). Semua pihak yang berkepentingan hendaknya memiliki pemahaman yang sama atas indikator kinerja yang digunakan agar terdapat kesamaan interpretasi dalam menilai keberhasilan pencapaian tujuan suatu instansi. Indikator kinerja juga dapat digunakan oleh pihak eksternal untuk mengawasi kinerja pemerintah sekaligus untuk menilai akuntabilitas pemerintah terhadap publik (Mardiasmo, 2004). Meningkatkan kualitas pendidikan dasar tetap merupakan tantangan utama di Indonesia. Tanpa adanya sebuah pendidikan dasar yang berkualitas, anak-anak akan gagal mendapatkan ketrampilan yang dibutuhkan untuk menjalani hidup yang produktif dan seutuhnya. Oleh karena itu Indonesia ditantang untuk membangun sumber daya manusia yang diperlukan agar dapat menopang pertumbuhan ekonomi yang kuat. Pemerataan dan kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat kurang memadai terutama didaerah yang jauh dari daerah perkotaan. Pemerintah pusat tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi di daerah-daerah polosok, pemerintah pusat hanya memperbaiki system kebijakan pendidikan yang setiap tahunnya berubah-ubah namun tidak ada perubahan pada perbaikan infrastruktur pendukungnya. Dalam lampiran PP no 6 tahun 2008 memuat aspek kesejahteraan masyarakat yang berfokus pada kesejahteraan dan pemerataan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Fokus kesejahteraan sosial di sisi pendidikan terdapat indikator kinerja berupa angka melek huruf, angka rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar dan angka partisipasi murni. Leiwakabessy (2004) melakukan penelitian mengenai pendidikan yang menyimpulkan Hasil evaluasi kinerja kebijaksanaan memberikan indikasi bahwa kinerja Dinas Pendidikan dan 7

Olahraga Kota Ambon pada tahun 2004 termasuk dalam kategori sangat berhasil dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran yang tercantum dalam rencana strategic. Rahmadoni (20 10) melakukan penelitian berkaitan dengan Evaluasi atas LAKIP Berbasis Hasil menyimpulkan indikator kinerja outcome Pemerintah Kota Pangkalpinang sebagian besar belum berbasis hasil atau mengukur manfaat yang dapat dirasakan masyarakat/pelanggan. Setyaji (2014) melakukan penelitian mengenai Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pada KPP Pratama Semarang Barat menyimpulkan IKU yang digunakan oleh KPP Pratama Semarang Barat belum berorientasi pada hasil. Penelitian juga menemukan bahwa kendala dalam penyusunan dan pengimplementasian IKU yaitu pemahaman yang kurang atas proses bisnis DJP, sistem informasi pengelolaan kinerja belum memadai, pemahaman pegawai terhadap pengelolaan kinerja belum merata, dan adanya keterbatasan SDM. Susantih dan Saftiana (2014) melakukan penelitian mengenai perbandingan Indikator Kinerja Keuangan Pemerintah Propinsi Sesumatera Bagian menyimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan kinerja keuangan pemerintah daerah pada lima Propinsi se-sumatera Bagian Selatan.Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan Judul Evaluasi Kinerja Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan penulis teliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kinerja Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat 2. Bagaimana tingkat kinerja Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat dibandingkan dengan Dinas Pendidikan Provinsi di Seluruh Indonesia 8

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian yang hendak dicapai adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui kinerja Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota di Provinsi Sumatera Barat b. Untuk mengetahui tingkat kinerja Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat dibandingkan dengan Dinas Pendidikan Provinsi di Seluruh Indonesia Adapun manfaat penelitian adalah : 1. Bagi peneliti, diharapkan sebagai wahana untuk menambah dan pengembangan pengetahuan tentang kinerja Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat 2. Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat, penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan masukan untuk dapat meningkatkan kinerja Dinas Pendidikan 3. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan memperkaya hasil penelitian selanjutnya dalam permasalahan yang sama. 1.4. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini disajikan dalam lima bab sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi landasan teoritis sebagai kerangka berfikir untuk melaksanakan analisis dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan permasalahan. 9

BAB III : METODOLOGOI PENELITIAN. Bab ini berisi jenis penelitian, populasi dan sampel, operasional variabel, sumber data dan metode penelitian, dan metode analisis data. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab ini berisi analisis data dan pembahasan mengenai temuan BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN. Bab ini berisi kesimpulan dan saran. 10