TUGAS AKHIR SIMULASI PENGKODEAN HAMMING UNTUK MENGHITUNG BIT ERROR RATE

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENGKODEAN. yang digunakan untuk melakukan hubungan komunikasi. Pada sistem komunikasi analog, sinyal

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, sehingga penggunaan komputer sebagai media komunikasi bagi

PEDOMAN PENGGUNAAN SIMULATOR PENYANDIAN DAN PENGAWASANDIAN SISTEM KOMUNIKASI BERBASIS PERANGKAT LUNAK VISUAL C#

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan kehidupan manusia dalam berbagai aspek kehidupan, telah memaksa mereka

Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T

DESAIN ENCODER-DECODER BERBASIS ANGKA SEMBILAN UNTUK TRANSMISI INFORMASI DIGITAL

SISTEM PENGKODEAN. IR. SIHAR PARLINGGOMAN PANJAITAN, MT Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara

PERANCANGAN SIMULASI PENGKODEAN HAMMING (7,4) UNTUK MENGHITUNG BIT ERROR RATE (BER) PADA BINARY SYMETRIC CHANNEL ABSTRAK

KOREKSI KESALAHAN PADA SISTEM DVB-T MENGGUNAKAN KODE REED-SOLOMON

Block Coding KOMUNIKASI DATA OLEH : PUTU RUSDI ARIAWAN ( )

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO

SIMULASI PENGIRIMAN DAN PENERIMAAN INFORMASI MENGGUNAKAN KODE BCH

SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Linear Block Code

BAB I PENDAHULUAN. Modulation. Channel. Demodulation. Gambar 1.1. Diagram Kotak Sistem Komunikasi Digital [1].

Kode Sumber dan Kode Kanal

Introduction to spread spectrum (SS) Alfin Hikmaturokhman,MT

MODUL MODULATOR-DEMODULATOR BINARY PHASE SHIFT KEYING (BPSK) MENGGUNAKAN METODE COSTAS LOOP

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim

SISTEM DAN MODEL Tujuan Instruksional Khusus:

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI

Perancangan Dan Simulasi Punctured Convolutional Encoder Dan Viterbi Decoder Dengan Code Rate 2/3 Menggunakan Raspberry Pi

Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA STOP AND GO

BAB I PENDAHULUAN. Kemungkinan terjadinya pengiriman ulang file gambar akibat error, yaitu karena : noise,

Desain dan Simulasi Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital

ENCODING DAN TRANSMISI. Budhi Irawan, S.Si, M.T

BAB II TEKNIK PENGKODEAN

DIKTAT MATA KULIAH KOMUNIKASI DATA BAB V DETEKSI DAN KOREKSI KESALAHAN

ANALISA KINERJA OFDM MENGGUNAKAN TEKNIK PENGKODEAN HAMMING

8.0 Penyandian Sumber dan Penyandian Kanal

BAB II DASAR TEORI. 7. Menuliskan kode karakter dimulai dari level paling atas sampai level paling bawah.

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA MULTIPLEXER PADA ISDN (INTEGRATED SERVICE DIGITAL NETWORK) DENGAN BERBAGAI LAJU KANAL

BAB I PENDAHULUAN. 500 KHz. Dalam realisasi modulator BPSK digunakan sinyal data voice dengan

Deteksi dan Koreksi Error

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-192

SIMULASI DETEKSI BIT ERROR MENGGUNAKAN METODE HAMMING CODE BERBASIS WEB

PERBANDINGAN KINERJA KODE REED-SOLOMON

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO

PERANCANGAN APLIKASI DETEKSI BIT CHECK IN ERROR PADA TRANSMISI DATA TEXT DENGAN SINGLE ERROR CORRECTION MENGGUNAKAN ALGORITMA HAMMING CODE

ERROR DETECTION. Parity Check (Vertical Redudancy Check) Longitudinal Redudancy Check Cyclic Redudancy Check Checksum. Budhi Irawan, S.Si, M.

ANALISIS ALGORITMA KODE KONVOLUSI DAN KODE BCH

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULSE CODE MODULATION MENGGUNAKAN KOMPONEN DASAR ELEKTRONIKA

ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIS PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

LOGO IMPLEMENTASI MODULASI DAN DEMODULASI M-ARY QAM PADA DSK TMS320C6416T

ANALISIS KINERJA MODULASI ASK PADA KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE (AWGN)

PERANCANGAN APLIKASI PENGACAKAN CITRA MENGGUNAKAN M-SEQUENCE BERDASARKAN PARAMETER

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA BASIC RATE ACCESS (BRA) DAN PRIMARY RATE ACCESS (PRA) PADA JARINGAN ISDN

Teknik Telekomunikasi - PJJ PENS Akatel Politeknik Negeri Elektro Surabaya Surabaya

KOREKSI KESALAHAN. Jumlah bit informasi = 2 k -k-1, dimana k adalah jumlah bit ceknya. a. KODE HAMMING

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latarbelakang

ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA TABU SEARCH TUGAS AKHIR

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MODULATOR DEMODULATOR FSK(FREQUENSI SHIFT KEYING) DENGAN MENGGUNAKAN SISTEMC

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2. Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2. Abstrak

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA MULTIPLEXER PADA ISDN (INTEGRATED SERVICE DIGITAL NETWORK) Oleh MAISARAH HARAHAP

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

HAND OUT EK. 462 SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL

UNIVERSITAS PGRI SEMARANG

PERBANDINGAN KINERJA KODE HAMMING PADA CHANNEL AWGN

SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION

IMPLEMENTASI MODULASI DAN DEMODULASI GMSK PADA DSK TMS320C6416T

PERANCANGAN SIMULASI KOREKSI KESALAHAN DATA DENGAN METODA FEC PADA KOMPUTER BERBASIS VISUAL BASIC

BAB II LANDASAN TEORI

Sandi Blok. Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM

Pertemuan 7 Deteksi Koheren dan Deteksi non-koheren Sinyal Bandpass

BAB I 1.1 Latar Belakang

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Maksud dan Tujuan Batasan Masalah Manfaat Penelitian 3

PENGOPTIMASIAN KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA GENETIKA

Praktikum Sistem Komunikasi

BAB 3 ALGORITMA DAN MODEL 2K FFT-IFFT CORE

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

APLIKASI MODUL ASK (AMPLITUDO SHIFT KEYING) SEBAGAI MEDIA TRANSMISI UNTUK MEMBUKA DAN MENUTUP PINTU BERBASIS MIKROKONTROLLER AT MEGA 8

Deteksi & Koreksi Kesalahan

Kuliah 5 Pemrosesan Sinyal Untuk Komunikasi Digital

ANALISIS KINERJA TEKNIK DIFFERENTIAL SPACE-TIME BLOCK CODED PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading

Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon

Grafik yang menampilkan informasi mengenai penyebaran nilai intensitas pixel-pixel pada sebuah citra digital.

SKRIPSI. ANALISIS BIT ERROR RATE (BER) UNTUK MODULASI BPSK DAN QPSK PADA KINERJA JARINGAN WIMAX e

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III. ANALISIS MASALAH

KATA PENGANTAR. Dalam penyusunan makalah ini kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan maupun kepada semua pembaca.

STUDI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BAYU (PLTB) DI SUMATERA UTARA

LAPORAN TEKNIK PENGKODEAN ENCODER DAN DECODER KODE KONVOLUSI

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

TUGAS AKHIR PERBANDINGAN ANALISIS SIMULASI DAN TEORI PADA MODEL ANTRIAN M/M/S. diajukan untuk memenuhi persyaratan

REALISASI ERROR-CORRECTING BCH CODE MENGGUNAKAN PERANGKAT ENKODER BERBASIS ATMEGA8535 DAN DEKODER MENGGUNAKAN PROGRAM DELPHI

ABSTRAK. sebesar 0,7 db.

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto,

BAB I PENDAHULUAN. bit serta kualitas warna yang berbeda-beda. Semakin besar pesat pencuplikan data

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DAN ANALISA. BANDWIDTH VoIP O L E H WISAN JAYA

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Transkripsi:

TUGAS AKHIR SIMULASI PENGKODEAN HAMMING UNTUK MENGHITUNG BIT ERROR RATE Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro Oleh : IRSAN NIM : 040402074 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

ABSTRAK Pada sistem komunikasi digital, kendala yang paling berat adalah adanya bit error yang terjadi akibat adanya noise yang timbul disepanjang saluran transmisi. Akibat adanya bit error ini maka data-data yang diterima pada sistem penerima akan rusak dan tidak bisa diterjemahkan. Ada berbagai metode penanganan error dengan cara mengurangi dampak noise terhadap data maupun pengurangan noise pada saluran transmisi. Akan tetapi data yang diterima masih terjadi error. Sehingga dicari solusi metode penanganan error dengan pemeriksaan bit. Metode yang digunakan adalah dengan backward error control(bec) dan forward error control(fec). Pada FEC digunakan teknik pengkodean untuk menangani masalah error pada data. Dalam sistem komunikasi digital ada banyak kode-kode yang dapat digunakan dalam melakukan pengkodean, seperti Kode Hamming, Kode Reed-Solomon, Kode BCH dan lain-lain. Pada Tugas Akhir ini akan dibuat simulasi Pengkodean Hamming untuk menghitung Bit Error Rate. Dari simulasi pengkodean Hamming diperoleh bahwa probabilitas error kanal sebelum digunakan pengkodean Hamming dapat diperkecil setelah menggunakan pengkodean Hamming, misalnya probabilitas error kanal sebelum digunakan pengkodean Hamming adalah 5,3x10-2, maka setelah digunakan pengkodean Hamming diperoleh Bit Error Rate hasil simulasi adalah 7,25x10-3.

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul : Simulasi Pengkodean Hamming untuk Menghitung Bit Error Rate Penulisan Tugas Akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada orang tua penulis serta saudara saudari penulis yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT selaku Ketua Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Ir. M. Zulfin, MT selaku dosen pembimbing Tugas Akhir penulis yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 4. Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Elektro, khususnya Konsentrasi Teknik Telekomunikasi yang telah membekali penulis di bidang Teknik Telekomunikasi.

5. Kepada seluruh teman teman di Departemen Teknik Elektro USU angkatan 2004 yang selama ini telah menjadi teman seperjuangan dalam hari kuliah. 6. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk Tugas Akhir ini. Akhir kata penulis berharap semoga penulisan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua. Medan, 12 Februari 2009 Penulis

DAFTAR ISI ABSTRAK...i KATA PENGANTAR...ii DAFTAR ISI...iv DAFTAR GAMBAR...vii DAFTAR TABEL...viii I. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan Penulisan...2 1.4 Batasan Masalah...2 1.5 Metode Penulisan...3 1.6 Sistematika Penulisan...3 II. PENGKODEAN DAN KODE HAMMING...5 2.1. Sistem Komunikasi Digital...5 2.1.1. Elemen Dasar Sistem Komunikasi Digital...6 2.2. Konsep Dasar Sistem Pengkodean...7 2.2.1. Pengkodean Hamming...8 2.2.2. Pendekodean Hamming...11 2.2.3. Contoh Sederhana Proses Pengkodean Hamming...12

III. PEMODELAN DAN SIMULASI...16 3.1. Umum...16 3.2. Keunggulan dan kelemahan simulasi...17 3.3. Klasifikasi Model...19 3.4. Bilangan Acak...21 3.4.1. Bilangan Acak Normal...23 3.4.2. Bilangan Acak Poisson...23 IV. PERANCANGAN DAN ANALISA PROGRAM SIMULASI...26 4.1 Umum...26 4.2 Asumsi...26 4.3 Model...27 4.3.1. Sumber data...27 4.3.2. Enkoder...28 4.3.3. Kanal...29 4.3.4. Dekoder...30 4.3.5. Data yang Diterima...31 4.4 Diagram Alir...31 4.4.1. Diagram Alir Sumber data...31 4.4.2. Diagram Alir Enkoder...33 4.4.3. Diagram Alir Kanal...35 4.4.4. Diagram Alir Dekoder...37 4.4.5. Diagram Alir Data yang Diterima...39 4.5 Implementasi Program Simulasi...40

4.6 Analisa Bit Error Rate dengan Program Simulasi...44 4.7 Analisa Bit Error Rate secara Analisis...49 4.8 Grafik Hubungan antara BER kanal dan BER data...49 V. KESIMPULAN DAN SARAN...50 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Blok Diagram Komunikasi Digital...6 Gambar 2.2 Gambar Diagram Bit pariti dan data...9 Gambar 3.1 Cara Mempelajari Sistem...16 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Model Simulasi...27 Diagram Alir Sumber Data...32 Gambar 4.3 Diagram Alir Enkoder...34 Gambar 4.4 Diagram Alir Kanal...36 Gambar 4.5 Diagram Alir Dekoder...38 Gambar 4.6 Diagram Alir Data yang Diterima...39 Gambar 4.7 Tampilan Program Simulasi...40 Gambar 4.8 Tampilan Hasil Simulasi...42 Gambar 4.9 Grafik Probabilitas Error Kanal Vs Bit Error Rate...49

DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Hasil Simulasi Untuk BER kanal 10-1...45 Tabel 4.2. Hasil Simulasi Untuk BER kanal 10-2...46 Tabel 4.3. Hasil Simulasi Untuk BER kanal 10-3...48 Tabel 4.4 Tabel Hubungan BER kanal dan BER data secara Analisis...49

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini perkembangan di bidang Telekomunikasi sangat pesat, khususnya dalam komunikasi digital. Disamping itu perkembangan pemakaian komputer yang pesat juga mendorong pemakaian komunikasi digital, bahkan banyak jaringan komunikasi analog yang mulai beralih ke komunikasi digital. Komunikasi digital memiliki tingkat ketahanan yang lebih tinggi terhadap noise, karena memiliki metode pengendalian error yang hanya bisa diterapkan pada sistem komunikasi digital. Metode itu adalah BEC dan FEC. Kedua metode di atas hanya bisa diterapkan pada sistem komunikasi yang memanfaatkan binary digit (bit), dimana data yang dikirimkan diubah ke dalam bitbit terlebih dahulu. Bit-bit data ini akan diperiksa pada sisi penerima untuk mengetahui data yang diterima terdapat error atau tidak. Dengan adanya kedua metode ini maka error pada data yang diterima lebih sedikit. Pada sistem telekomunikasi, hal yang paling penting adalah bagaimana cara mengirimkan suatu informasi dari satu tempat ke tempat yang lain, dimana informasi yang diterima sesuai dengan informasi yang dikirimkan, dengan kata lain informasi yang diterima adalah bebas error. Untuk itu sangat diperlukan pemahaman terhadap metode penanganan error, diketahui kemampuan suatu metode dalam menangani error dan diketahui metode yang paling cocok digunakan pada suatu sistem telekomunikasi agar sistem tersebut bebas dari error. Oleh karena itu pada Tugas Akhir ini akan dibahas salah satu dari metode penanganan error yaitu FEC yang memiliki kemampuan untuk mengoreksi kesalahan. Pada FEC terdapat beberapa teknik pengkodean yang dapat digunakan

untuk mengkoreksi error pada data yang diterima, seperti Kode Hamming, Kode BCH, Kode Reed Solomon, dan lain-lain. Pada Tugas Akhir ini akan dibahas tentang Kode Hamming. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain : 1. Bagaimana prinsip kerja sistem komunikasi digital? 2. Bagaimana prinsip kerja pengkodean Hamming? 3. Bagaimana pembuatan simulasi pengkodean Hamming? 4. Bagaimana pembangkitan bilangan acak untuk data dan noise? 5. Bagaimana menghitung bit error rate(ber)? 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari Tugas Akhir ini adalah : 1. Membuat suatu program yang mampu mensimulasikan proses Pengkodean Hamming. 2. Mencari BER pada Pengkodean Hamming. 3. Menggunakan simulasi untuk menganalisa BER pada Pengkodean Hamming. 1.4 Batasan Masalah Untuk menghindari pembahasan menjadi terlalu luas maka penulis perlu membatasinya. Adapun batasan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah : 1. Hanya membahas tentang Kode Hamming(7,4).

2. Data dan noise dibangkitkan dengan menggunakan Bilangan Acak. 3. Program dibuat dengan menggunakan aplikasi Microsoft Visual Basic 6.0. 4. Noise kanal dimodelkan dengan probabilitas error kanal yang diinput oleh pengguna. 5. Tidak membahas tentang probabilitas error kanal untuk berbagai kanal. 6. Tidak membahas tentang teknik modulasi dan filter. 7. Hanya membahas tentang BER pada pengkodean Hamming dengan simulasi. 8. Tidak membahas tentang Analisa bit error rate Pengkodean Hamming secara matematis. 1.5 Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah : 1. Studi Literatur, berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku-buku teks pendukung. 2. Studi Simulasi, berupa studi dari hasil simulasi dengan menggunakan simulasi Pengkodean Hamming. 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan Tugas Akhir ini disajikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Pemodelan dan Simulasi Bab ini merupakan pengenalan kepada dasar-dasar dalam merancang suatu model dan membuat simulasi dari sebuah sistem, sebagai dasar dalam melakukan pemodelan dan simulasi. BAB III Pengkodean dan Kode Hamming Bab ini membahas tentang metode pengkodean dan Kode Hamming. Bab ini berisi tentang dasar sistem komunikasi digital, teori-teori pengkodean dan bagaimana pengkodean pada Kode Hamming. BAB IV Perancangan dan Analisa Program Simulasi Bab ini berisi tahapan perancangan program simulasi dan analisa program simulasi yang telah dibuat. BAB V Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi Kesimpulan dan Saran Lampiran

BAB II PENGKODEAN DAN KODE HAMMING 2.1. Sistem Komunikasi Digital Dalam sistem telekomunikasi terdapat dua jenis sistem komunikasi yaitu sistem komunikasi analog dan sistem komunikasi digital. Perbedaan keduanya adalah pada sinyal yang digunakan untuk melakukan komunikasi. Pada sistem komunikasi analog, sinyal yang dikirimkan berupa sinyal yang bervariasi dan tidak tetap, sedangkan pada sistem komunikasi digital, sinyal yang dikirimkan adalah sinyal tertentu yang sudah tetap bentuknya. Pada sistem telekomunikasi, meskipun sistem komunikasi analog masih digunakan, akan tetapi perkembangan dan penggunaan sistem komunikasi digital lebih banyak bila dibandingkan sistem komunikasi digital. Hal ini karena sistem komunikasi digital mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut[1][2] : 1. Sinyal digital lebih mudah untuk diregenerasi menjadi bentuknya yang semula, dibandingkan dengan sinyal analog. 2. Rangkaian digital memiliki tingkat distorsi dan interferensi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan rangkaian analog. 3. Sistem komunikasi digital memiliki teknik deteksi kesalahan dan koreksi, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan, sedangkan pada sistem komunikasi analog tidak. 4. Biaya produksi dari rangkaian digital lebih rendah bila dibandingkan dengan rangkaian analog.

5. Perangkat dari sistem komunikasi digital lebih mudah untuk dikombinasikan dengan perangkat lainnya bila dibandingkan dengan perangkat dari sistem komunikasi analog. 2.1.1. Elemen Dasar Sistem Komunikasi Digital Pada Gambar 2.1 ditunjukkan elemen-elemen dasar dari sistem komunikasi digital. Blok yang pertama menunjukkan Input dari sistem komunikasi digital yang dapat berupa sinyal analog maupun sinyal digital. Dalam sistem komunikasi digital sinyal yang digunakan adalah sinyal digital, sehingga, sinyal analog harus dikonversi menjadi sinyal digital terlebih dahulu. Selain itu sinyal digital juga perlu dikompresi atau diminimalisasi ukuran informasinya untuk menyesuaikan dengan bandwith transmisi yang tersedia. Proses konversi dan kompresi ini biasa disebut juga source coding atau data compression, yang ditunjukkan pada blok kedua[2]. Information Source and Input Transducer Source Encoder Channel Encoder Digital Modulator Channel Output Transducer Source Decoder Channel Decoder Digital Demodulator Gambar 2.1 Blok Diagram Komunikasi Digital

Setelah diproses pada blok kedua, maka dihasilkan deretan digit biner yang biasa disebut juga deretan informasi. Deretan informasi ini kemudaian masuk ke blok ketiga yaitu channel encoder, yang berfungsi untuk mengkodekan sinyal agar pada sisi penerima dapat dilakukan dekode untuk mendeteksi error dan memperbaiki error yang timbul. Sinyal yang telah dikodekan kemudian di modulasi pada blok keempat dengan menggunakan digital modulator. Tujuan dari proses modulasi ini adalah supaya sinyal dapat disesuaikan dengan kondisi dari kanal transimisi yang digunakan. Pada kanal transmisi yang ditunjukkan pada blok kelima, sinyal yang dikirimkan akan dipengaruhi oleh noise ataupun interferensi. Kemudian pada sisi pengirim sinyal didemodulasikan oleh digital demodulator, seperti yang ditunjukkan pada blok keenam. Setelah didemodulasikan, kemudian sinyal didekodekan sesuai dengan teknik yang digunakan pada enkoder di sisi pengirim untuk diperiksa dan dikoreksi error-nya. Kemudian sinyal didekoder lagi oleh source decoder sesuai dengan teknik yang digunakan oleh source encoder pada sisi pengirim untuk mendapatkan sinyal informasi aslinya. 2.2. Konsep Dasar Sistem Pengkodean Kesalahan (error) merupakan masalah dalam sistem komunikasi,sebab dapat mengurangi kinerja dari sistem. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu sistem yang dapat mengoreksi error. Sehingga dicari solusi metode penanganan error dengan pemeriksaan bit.

Metode yang digunakan ada dua yaitu [3]: 1. Backward Error Control Pada Backward Error Control, apabila pada data yang diterima terjadi error, maka penerima akan mengirimkan sinyal kepada pengirim untuk melakukan pengiriman ulang. 2. Forward Error Control Pada Forward Error Control, sebelum data dikirimkan data akan dikodekan dengan suatu pembangkit kode(enkoder), dan kemudian dikirimkan ke penerima. Pada penerima akan terdapat sebuah penerjemah kode (dekoder) yang mendekodekan data tersebut, dan apabila terjadi error pada data akan dilakukan pengkoreksian data. Bit stream dari sumber data masuk ke enkoder untuk dikodekan, kemudian bit stream yang telah dikodekan dikirimkan melalui kanal. Kemudian bit itu dikodekan oleh dekoder dan data tersebut dikirimkan ke user. 2.2.1. Pengkodean Hamming Bit stream dari sumber data yang masuk ke enkoder dikodekan dengan menggunakan suatu generator. Oleh karena itu dalam proses pengkodean Kode Hamming diperlukan suatu generator matriks. Kode Hamming diperoleh dari hasil perkalian antara bit stream dengan generator matriks kode Hamming. Generator matriks kode Hamming yang dipilih adalah generator matriks Kode Hamming yang sistematik. Kode Hamming ini

disimpan dalam matriks array 2 dimensi. Sebagai contoh Kode Hamming(7,4) yang mengkodekan 4 bit stream menjadi 7 bit kode yang akan dikirimkan yaitu sbb: 0 1 1 1 0 0 0 G = 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 Matriks generator diatas diperoleh dari operasi sebagai berikut : Misalkan p1,p2,p3 adalah bit parity dari Kode Hamming, dan d1,d2,d3,d4 adalah bit data yang akan ditransmisikan. Hubungan antara bit pariti dan bit data dapat dilihat dalam Gambar 2.2. Gambar 2.2 Gambar Diagram Bit pariti dan data Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa bit pariti p1 melakukan pengoperasian dan pengecekan terhadap bit data d2,d3,d4, bit pariti p2 melakukan pengoperasian dan pengecekan terhadap bit data d1,d3,d4, dan bit pariti p3

melakukan pengoperasian dan pengecekan terhadap bit data d2,d1,d4. Dimana operasi bitnya sebagai berikut [4]: p1 = d2 + d3 + d4 p2 = d1 + d3 + d4 p3 = d1 + d2 + d4 Untuk mencari bit-bit pariti dari data tersebut, misalkan data yang dikirimkan adalah : d1 = 1 d2 = 0 d3 = 0 d4 = 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 maka diperoleh matriks untuk p1 adalah sebagai berikut : p1 = 0 + 0 + 0 = 0 1 + 0 + 0 = 1 0 + 1 + 0 = 1 0 + 0 + 1 = 1 P2 = 1 + 0 + 0 = 1 0 + 0 + 0 = 0 0 + 1 + 0 = 1 0 + 0 + 1 = 1

P3 = 1 + 0 + 0 = 1 0 + 1 + 0 = 1 0 + 0 + 0 = 0 0 + 0 + 1 = 1 Dari pariti bit diatas, dapat dibentuk matriks generator yang sistematis dengan menggunakan rumus sebagai berikut [1]: G = [ P I]...(3.1) dimana G merupakan matriks generator, P merupakan matriks kolom pariti yang sudah dibuat diatas, dan I merupakan matriks identitas. 2.2.2 Pendekodean Hamming Pendekodean Kode Hamming dilakukan dengan cara menghitung sindrom yang dihasilkan dengan cara mengalikan bit Kode Hamming yang diterima dengan matriks cek pariti yang disesuaikan dengan generator kode Hamming yang digunakan pada sisi penerima. Sebagai contoh, matriks cek pariti yang sesuai dengan contoh generator matriks untuk Kode Hamming(7,4) diatas adalah sbb: 1 0 0 0 1 1 1 H = 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1

Matriks untuk cek pariti ini dapat diperoleh dari rumus sebagai berikut [1]: H = [ I P T ]...(3.2) dimana H merupakan matriks cek pariti, I merupakan matriks Identitas, dan P T merupakan hasil transpose dari matriks pariti P Dari matriks Pariti cek diatas dapat dihitung sindrom dengan rumus [1]: S = r. H T...(3.3) Dimana : S = Sindrom r = bit Kode Hamming yang diterima H T = transposisi dari matiks cek pariti Setelah didapat sindromnya, maka dapat diketahui apakah kode yang diterima ada error atau tidak dan dimana letak error-nya bila ada. Jika sindrom yang dihasilkan adalah 0, maka berarti tidak terjadi error,selain itu, berarti ada terjadi error. Untuk mengetahui letak error-nya, maka sindrom yang sudah diperoleh harus disesuaikan dengan matriks H T, bila sindrom sesuai dengan salah satu kode pada matriks H T, berarti pada posisi tersebut telah terjadi error. Lalu ubahlah posisi yang error tersebut dengan menginvertkan kode yang diterima. Kemudian ambillah 4 bit kode yang terakhir sebagai bit stream data. 2.2.3 Contoh Sederhana Proses Pengkodean Hamming Berikut ini adalah contoh sederhana proses pengkodean Hamming dengan Kode Hamming (7,4) dan generator matriks,serta matriks cek pariti yang digunakan sama seperti yang telah disebutkan diatas. Misalnya : bit informasi yang dikirimkan adalah 1000

Proses enkode adalah sebagai berikut : 0 1 1 1 0 0 0 G = 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 Kode yang dikirimkan = bit informasi x matriks G 0 1 1 1 0 0 0 =[1 0 0 0] 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 =[0 1 1 1 0 0 0] Jadi kode yang dikirimkan adalah 0111000 Proses dekode adalah sebagai berikut 1. Untuk kanal tanpa noise, maka data yang dikirimkan sama dengan data yang diterima. Sehingga data yang diterima adalah 0111000

1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 H = 0 1 0 1 0 1 1 maka H T = 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 Dengan adanya H T dan r = 1101000, maka kita dapat menggunakan rumus sindrom untuk menghitung sindrom yaitu : S = r. H T 1 0 0 0 1 0 0 0 1 S = [0 1 1 1 0 0 0] 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 S = [0 0 0] Karena Sindrom bernilai 0, maka tidak terjadi error, sehingga tidak perlu dilakukan koreksi. Bit informasi yang dikirimkan diambil dari 4 bit terakhir dari bit yang diterima yaitu 1000

2. Untuk kanal dengan noise kita misalkan data yang diterima adalah 0111010 1 0 0 0 1 0 0 0 1 S = [0 1 1 1 0 1 0] 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 S = [1 1 0] Karena sindrom bukan bernilai 0, berarti terjadi error, sehingga perlu dilakukan pengecekan ulang dengan mencocokkan bit sindrom dengan bit-bit pada matriks H T dan diperoleh kecocokan pada baris ke 6 pada matriks H T, berarti terjadi kesalahan bit pada bit ke 6. Sehingga bit ke- 6 dari bit yang diterima yaitu 11010[1]0 yang bernilai 1(dikurung siku) diubah menjadi 0, sehingga data yang benar adalah 1101000.Dari bit data yang sudah dikoreksi diambil 4 bit terakhir sebagai bit informasi yaitu 1000 Dari proses no 2 tersebut dapat dilihat bahwa Kode Hamming mempunyai kemampuan untuk mengoreksi kesalahan.

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI 3.1 Umum Dalam mempelajari perilaku suatu sistem perlu diterapkan sejumlah asumsi tentang bagaimana sistem tersebut bekerja. Asumsi-asumsi tersebut akan membentuk model sistem yang bisa dimanfaatkan untuk mempelajari perilaku sistem dan bisa dinyatakan dalam bentuk hubungan matematis atau hubungan logis. Apabila hubungan-hubungan yang membentuk model tersebut sederhana, maka dimungkinkan untuk menerapkan metode matematis untuk mendapatkan informasi atau jawaban yang eksak terhadap pernyataan atau permasalahan yang ingin diketahui. Informasi semacam itu disebut sebagai penyelesaian secara analitik. Namun demikian, sistem riil pada umumnya terlalu kompleks dan sulit untuk dimodelkan serta dievaluasi secara analitik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut digunakanlah metode simulasi. Tahapan dalam menganalisa sebuah sistem dapat dilihat dalam Gambar 3.1[5]. Gambar 3.1 Cara Mempelajari Sistem

Simulasi merupakan pendekatan yang digunakan untuk memecahkan berbagai masalah dalam dunia nyata yang mengandung ketidakpastian dan kemungkinan terjadi dalam jangka waktu yang panjang yang tidak dapat diperhitungkan secara pasti. Dengan simulasi para analis dimungkinkan untuk mengambil kesimpulan tentang sistem tersebut tanpa harus membangunnya terlebih dahulu atau melakukan perubahan pada sistem yang ada tanpa mengganggu kegiatan yang sedang berjalan[5]. 3.2 Keunggulan dan kelemahan Simulasi Meskipun model analitik sangat berguna dan sering digunakan, namun masih terdapat keterbatasan, yaitu model analitik tidak mampu menelusuri sifat suatu sistem pada masa lalu dan masa mendatang melalui pembagian waktu. Model analitik hanya memberikan penyelesaian secara menyeluruh, suatu jawaban yang mungkin tunggal dan optimal tetapi tidak menggambarkan prosedur operasional untuk masa lebih singkat dari perencanaan. Penyelesaian masalah dengan menggunakan simulasi memiliki beberapa keuntungan yaitu[6] : 1. Dapat menerapkan peraturan, prosedur operasi, tata cara pengambilan keputusan, aliran data, dan hal lain yang baru tanpa harus menganggu operasional sistem yang nyata. 2. Perancangan perangkat, tampilan fisik, sistem transportasi dan lainnya dapat dilakukan dan dicoba tanpa memerlukan objek yang nyata atau asli. 3. Hipotesis tentang terjadinya suatu fenomena dapat dicoba untuk mengetahui kebenarannya.

4. Dapat melebar-luaskan waktu untuk mempercepat dan memperlambat fenomena yang sedang diteliti. 5. Dapat mengamati interaksi antar variabel dengan jelas. 6. Dapat mengamati pentingnya peran sebuah variabel dalam performansi sebuah sistem. 7. Analisis bottleneck dapat dilakukan untuk mengindikasikan dimana proses berlangsung, informasi, material dan yang lainnya mengalami delay. 8. Studi simulasi dapat membantu dalam memahami bagaimana sistem berjalan sebenarnya, bukan berdasarkan pemikiran perorangan. Namun, model simulasi juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu : 1. Perancangan model memerlukan latihan khusus. Perancangan model merupakan seni yang dipelajari melalui pengalaman. Oleh sebab itu, perancangan model antara dua individu dapat mirip, tapi pastilah berbeda satu dengan yang lain. 2. Hasil simulasi sulit untuk diinterpretasikan. Karena hasil keluaran simulasi banyak yang berupa variabel acak(diperoleh dari masukan yang acak), sehingga sangat sulit untuk menentukan apakah hasilnya adalah berdasarkan hubungan antar komponen sistem atau hanya berupa keacakan. 3. Analisis dan pemodelan simulasi dapat memakan banyak waktu dan biaya. Pengurangan materi untuk analisa dan pemodelan dapat mengakibatkan model simulasi atau analisa yang tidak sesuai dengan perannya. 4. Simulasi digunakan dalam beberapa kasus dimana solusi analisis dimungkinkan, atau mungkin lebih disukai.

3.3 Klasifikasi Model Model merupakan suatu pendekatan terhadap objek-objek nyata, yang memiliki sifat seperti objek-objek nyata tersebut, serta memiliki fungsi yang sama dengan objek-objek nyata. Pengelompokkan model akan mempermudah upaya pemahaman akan makna dan kepentingannya. Jenis-jenis model dapat diklasifikasikan sebagai berikut[5] : 1. Pembagian menurut struktur model, yaitu : a. Model Ikonik (Model Fisik) Model ikonik pada hakekatnya merupakan perwakilan fisik dari beberapa hal, baik dalam bentuk ideal maupun dalam skala yang berbeda. Model ikonik ini mempunyai karakteristik yang sama dengan hal yang diwakilinya, dan terutama amat sesuai untuk menerangkan kejadian pada waktu yang spesifik. Model ikonik dapat berdimensi dua (foto, peta, cetak-biru) atau tiga dimensi (prototipe mesin, alat, dan lainnya). Apabila model berdimensi lebih dari tiga tidak mungkin lagi dikonstruksi secara fisik sehingga diperlukan kategori model simbolik. b. Model Analog (Model Diagramatik) Model analog dapat digunakan untuk mewakili situasi dinamik, yaitu keadaan yang berubah menurut waktu. Model ini lebih sering digunakan daripada model ikonik karena kemampuannya untuk mengetengahkan karakteristik dari kejadian yang dikaji. Model analog sangat sesuai dengan penjabaran hubungan kuantitatif antara sifat dari berbagai komponen. Dengan melalui transformasi sifat menjadi analognya, maka kemampuan untuk membuat perubahan dapat ditingkatkan. Contoh dari model analog ini

adalah kurva permintaan, kurva distribusi frekuensi pada statistik, dan diagram alir. Model analog digunakan karena kesederhanaannya namun efektif pada situasi yang khas. c. Model Simbolik (Model Matematik) Format model simbolik dapat berupa bentuk angka, simbol dan rumus. Jenis model simbolik yang umum dipakai adalah suatu persamaan (equation). Bentuk persamaan adalah tepat, singkat dan mudah dimengerti. Simbol persamaan tidak saja mudah dimanipulasi dibandingkan dengan kata-kata, namun juga lebih cepat dapat ditanggap maksudnya. Suatu persamaan adalah bahasa yang universal pada penelitian operasional dan ilmu sistem, dimana di dalamnya digunakan suatu logika simbolis. 2. Pembagian menurut fungsinya, yaitu : a. Model Deskriptif Model ini hanya menggambarkan situasi suatu sistem tanpa gambaran tentang miniature objek yang dipelajari. b. Model Prediktif Model yang hanya menggambarkan apa yang akan terjadi (prediksi), bila sesuatu terjadi. c. Model Normatif Model ini adalah merupakan gambaran model terhadap permasalahan yang dihadapi. Model ini disebut juga model simulasi. 3. Pembagian menurut referensi waktu, yaitu a. Model statis Model yang tidak memasukkan faktor waktu dalam perumusannya.

b. Model Dinamis Model yang mempunyai unsur waktu dalam perumusannya dan menunjukkan perubahan setiap saat akibat aktivitasnya. 4. Pembagian menurut sifatnya, yaitu a. Model deterministik Model yang mempunyai keluaran atau output yang unik dari setiap input yang berbeda-beda. Artinya model tersebut keluarannya sudah dapat ditentukan secara pasti melalui suatu prosedur yang sudah ditentukan. b. Model probabilistik Model yang mencakup distribusi probabilitas/kemungkinan dari input atau proses dan menghasilkan suatu deretan harga bagi paling tidak satu variabel output disertai dengan kemungkinan dari harga tersebut. 3.4. Bilangan acak Bilangan Acak merupakan kumpulan bilangan yang dihasilkan oleh sebuah pembangkit bilangan acak dan memiliki keacakan tertentu. Pembangkit bilangan acak berupa sebuah algoritma atau urutan langkah yang digunakan untuk menghasilkan angka-angka yang muncul secara acak mengikuti distribusi yang digunakan. Bilangan acak ini biasanya digunakan untuk memodelkan sebuah objek dalam sistem yang dalam bentuk matematisnya bersifat acak atau nilainya tidak pasti, bisa berupa sebuah probabilitas[5].

3.4.1. Bilangan Acak Normal Bilangan acak berdistribusi normal ini bisa dibangkitkan dengan beberapa cara. Salah satunya adalah dengan polar method. Langkah-langkah untuk membangkitkan bilangan acak berdistribusi normal adalah sebagai berikut[2] : 1. Bangkitkan U 1 dan U 2 sebagai IID U(0,1); hitung V i = 2U i 1 untuk i=1,2; dan W=V 2 1 +V 2 2. 2. Jika W>1, kembali ke langkah pertama. Jika tidak, hitung Y= (-2lnW)/W, X 1 =V 1 Y, dan X 2 =V 2 Y. Maka X 1 danx 2 adalah bilangan acak berdistribusi Normal. 3.4.2. Bilangan Acak Poisson Bilangan acak berdistribusi Poisson didapat dari hubungan antara Poisson(λ) dan expo(1/λ). Algoritmanya adalah sebagai berikut[2] : 1. Hitung a=e -λ, b=1, dan i=0. 2. Bangkitkan U i+1 ~U(0,1) dan ubah nilai b menjadi bu i+1. Jika b>a, balikkan nilai X=i. Selain itu lanjut ke langkah 3. Ubah i menjadi i+1 dan kembali ke langkah 2.

BAB IV PERANCANGAN DAN ANALISA PROGRAM SIMULASI 4.1 Umum Pada sistem komunikasi digital masalah yang muncul pada umumnya adalah bit error rate dari data yang diterima, yang diakibatkan oleh noise dan interferensi yang timbul sepanjang kanal transmisi. Untuk mengatasi bit error rate ini, maka digunakan teknik pengkodean yang dapat meminimalisasi terjadinya bit error rate yang timbul. Ada berbagai teknik pengkodean dalam sistem komunikasi digital, salah satunya adalah Kode Hamming. Teknik ini memiliki keunggulan dimana dapat tepat mengoreksi satu kesalahan bit yang timbul. Untuk menganalisa bit error rate pada suatu sistem komunikasi digital dapat dilakukan dengan cara menggunakan metode analitik maupun simulasi. Akan tetapi dengan metode analitik, hasil yang diperoleh hanya berupa probabilitas yang belum pasti. Sehingga perlu digunakan metode simulasi, dimana hasil yang diperoleh lebih mendekati kondisi nyata. 4.2 Asumsi Beberapa asumsi yang berhubungan dengan program simulasi Pengkodean Hamming adalah sebagai berikut : 1. Sumber data yang digunakan berupa sumber data digital yang dibangkitkan dengan menggunakan bilangan acak Poisson.

2. Probabilitas error kanal yang diinput merupakan probabilitas error yang masih muncul setelah dilakukan berbagai teknik modulasi maupun filterisasi. 3. Noise transmisi dibangkitkan dengan membandingkan bilangan acak Normal dengan probabilitas error kanal. 4. Sumber data yang dikirimkan terdiri dari 4 bit. 5. Dianggap tidak ada error yang disebabkan oleh noise dalam rangkaian digital pembangkit sumber data, enkoder maupun dekoder. 4.3 Model Model yang digunakan dalam merancang program simulasi ini dapat dilihat dalam Gambar 4.1. Gambar 4.1 Model Simulasi 4.3.1. Sumber data Sumber data dimodelkan dalam bentuk bilangan acak Poisson dan akan dibangkitkan menurut metode pembangkitan bilangan acak Poisson, kemudian diubah dalam bentuk biner, dengan asumsi sumber data berupa sinyal digital yang siap dienkodekan. Sinyal digital yang dihasilkan berupa 4 bit stream data. Bilangan acak Poisson yang akan dibangkitkan dengan menggunakan algoritma pada bagian subbab 3.4.2, dengan menggunakan nilai λ=8. Sehingga bilangan acak yang dihasilkan memiliki rata-rata nilai 8.

Kode program untuk melakukan pembangkitan sumber data ini dapat dilihat dalam Lampiran kode program halaman 2. 4.3.2. Enkoder Pada bagian ini sinyal digital yang dibangkitkan akan dienkode dengan matriks generator Kode Hamming(7,4) sebagai berikut : 0 1 1 1 0 0 0 G = 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 Bit-bit data digital dalam bentuk biner yang sudah dibangkitkan pada bagian sumber data akan dibentuk menjadi matriks 1x4. Matriks tersebut akan dikalikan dengan matiks generator yang telah tersedia dan dihasilkan matriks 1x7, sehingga dihasilkan bit-bit data yang telah terenkode sebanyak 7 bit. Kode program untuk melakukan pengkodean ini dapat dilihat dalam Lampiran kode program halaman 3 dan 4. 4.3.3. Kanal Pada bagian ini akan dibangkitkan noise dengan menggunakan pembangkit bilangan acak Normal, dengan menggunakan algoritma yang terdapat pada subbab 3.4.2. Kemudian bilangan acak Normal ini akan disubstitusikan ke dalam persamaan (3.2) untuk menghasilkan probabilitasnya. Bilangan acak ini akan dibangkitkan sebanyak 7 buah, sesuai dengan jumlah bit dari sinyal yang dikirimkan.

Setiap bilangan acak yang telah dibangkitkan tersebut akan dibandingkan dengan probabilitas error kanal. Jika bilangan acak tersebut lebih kecil dari probabilitas error kanal, maka akan dibangkitkan bit noise 1, apabila bilangan acak tersebut lebih besar dari probabilitas error kanal, maka akan dibangkitkan bit noise 0. Sehingga terbentuk deretan noise sebanyak 7 digit dalam bentuk biner. Setelah itu sinyal yang sudah dienkode tersebut akan ditambahkan dengan noise menurut aturan gerbang XOR sebagai berikut : 0 + 0 = 0 0 + 1 = 1 1 + 0 = 1 1 + 1 = 0 apabila pada noise yang dibangkitkan terdapat bit bernilai 1, maka sinyal yang terenkode akan berubah nilainya akibat penjumlahan dari sinyal tersebut dengan noise. Kode program untuk melakukan pembangkitan noise kanal ini dapat dilihat dalam Lampiran kode program halaman 2 dan 3. 4.3.4. Dekoder Pada bagian ini sinyal yang diterima akan dihitung sindromnya dan dilakukan pengecekan dan pengoreksian kesalahan bila ada. Perhitungan Sindrom dilakukan dengan menggunakan rumus S = r. H T, dimana r merupakan sinyal data yang diterima dan H T adalah transpose dari matriks pengecek error. Matriks H yang digunakan adalah matriks H untuk Kode Hamming (7,4) yaitu :

1 0 0 0 1 1 1 H = 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 Sinyal yang berasal dari kanal yang sudah ditambah dengan noise,yang terdiri dari 14 bit akan dikelompokkan menjadi 2 bagian,lalu disimpan kedalam 2 buah matriks yang berukuran 1x7. Kemudian masing-masing matriks tersebut akan dihitung sindromnya menggunakan rumus untuk menghitung sindrom yang sudah dibahas pada BAB II. Apabila sindromnya tidak sama dengan 0, maka telah terjadi error, jika sama dengan 0 maka tidak terjadi error. Bila terjadi error, maka dilakukan pencocokan sindrom dengan matriks H T, dimana posisi data pada matriks H T yang sama dengan sindrom adalah lokasi bit kesalahan pada data. Setelah mengetahui lokasi kesalahan, kemudian dilakukan koreksi dengan menginversikan bit data, yaitu data yang bernilai 0 menjadi 1 dan sebaliknya data yang bernilai 1 menjadi 0. Setelah selesai dilakukan pengkoreksian, diambil 4 bit terakhir dari bit data sebagai data informasi yang dikirimkan, lalu kedua data tersebut digabungkan dan dihasilkan bit stream data yang terdekode. Kode program untuk melakukan pendekodean ini dapat dilihat dalam Lampiran kode program halaman 4 dan 5.

4.3.5. Data yang diterima Data yang diterima ini akan dibandingkan dengan sumber data, apabila terdapat bit yang berbeda, maka jumlah error akan bertambah. Setelah semua bit dibandingkan, maka akan dihitung bit error rate(ber) dengan membagikan jumlah error dengan jumlah bit yang dikirimkan seluruhnya. BER = Jumlah Error Jumlah bit yang dikirimkan Kode program untuk melakukan perhitungan BER ini dapat dilihat dalam Lampiran kode program halaman 5. 4.4 Diagram Alir Dari model-model yang sudah ditentukan diatas dan keterangan tentang prosesnya masing-masing, maka dirancang diagram alir dari proses yang dilakukan oleh setiap model tersebut. Adapun masing-masing diagram alir diperlihatkan pada Gambar 4.2 sampai dengan Gambar 4.6. 4.4.1 Diagram Alir Sumber data Proses pembangkitan sumber data dimulai dengan melakukan pembangkitan bilangan acak terlebih dahulu. Bilangan acak tersebut diubah kedalam bentuk biner dengan cara melakukan pembagian terhadap 2 secara terus menerus hingga terbentuk deretan bilangan biner dan deretan tersebut disimpan didalam sebuah variabel bernama sinyal. Urutan langkahnya dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Diagram Alir Sumber Data

4.4.2 Diagram Alir Enkoder Proses pengkodean dilakukan dengan cara menggunakan dua masukan yaitu data dan generator. Data tersebut berupa deretan biner yang disimpan dalam bentuk matriks 1x4, dan generator disimpan dalam bentuk matriks 4x7. Matriks data dan matriks generator dikalikan dan dihasilkan matriks data yang telah dikodekan dalam bentuk matriks 1x7. Urutan langkahnya dapat dilihat dalam Gambar 4.3.

Mulai Masukkan (generator,data) i=1 J=1 Datae(j)=Datae(j)+data(i)* generator(i,j) i>4? Tidak i=i+1 Ya J=j+1 Datae(j)=Datae(j) mod 2 J>7? Tidak Ya Selesai Gambar 4.3 Diagram Alir Enkoder

4.4.3 Diagram Alir Kanal Proses yang dilakukan adalah pembangkitan noise dan penjumlahan noise dengan data yang telah dikodekan. Dalam melakukan pemrosesan di dalam kanal diperlukan data yang telah dikodekan dan probabilitas error kanal. Pembangkitan noise dilakukan dengan cara melakukan pembangkitan bilangan acak Normal, kemudian bilangan acak ini dibandingkan dengan probabilitas error kanal. Bila bilangan acak lebih kecil atau sama dengan probabilitas error kanal, maka sinyal noise berupa 1, dan sebaliknya bila lebih besar, maka sinyal noise berupa 0. Sinyal noise ini kemudian dijumlahkan dengan data yang telah dikodekan. Urutan langkahnya dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Mulai Masukkan (Sinyal, error kanal) Acak=Normal() J>7 Ya Acak > error kanal Tidak Noise(j)=1 Ya Noise(j)=0 Tidak J=j+1 Sinyal=sinyal +noise Selesai Gambar 4.4 Diagram Alir Kanal

4.4.4 Diagram Alir Dekoder Proses dekoder memerlukan masukan berupa data yang diterima, yaitu data yang telah dikodekan dan dijumlahkan dengan noise, dan matriks untuk mendekodekan data yang diterima. Data yang diterima berupa matriks 1x7, data ini dikalikan dengan matriks dekoder berukuran 7x3 dan dihasilkan sindrom dalam bentuk matriks berukuran 1x3. Apabila sindrom dari hasil perkalian adalah 0, berarti data yang diterima tidak terdapat error, sebaliknya bila sindrom tidak nol, maka akan dilakukan pengoreksian dengan membandingkan matriks sindrom dengan matriks dekoder untuk melakukan pengecekan. Apabila matriks sindrom sama dengan matriks dekoder, berarti pada posisi bit tersebut terdapat error dan data pada posisi tersebut akan diubah nilainya dari 0 menjadi 1 atau 1 menjadi 0. Urutan langkahnya dapat dilihat dalam Gambar 4.5.

Mulai Masukkan (r,h T ) S= r * H T S = 0? Tidak J=1 S= H T? Tidak J=j+1 Ya Ya Pos=j i=1 i=pos? Tidak i=i+1 Ya R(i)=(r(i)+1) mod 2 Selesai Gambar 4.5 Diagram Alir Dekoder

4.4.5 Diagram Alir Data yang Diterima Pada blok ini dilakukan perbandingan data yang diterima dengan data yang dikirimkan untuk mendapatkan jumlah error yang terdapat dalam data yang diterima. Urutan langkahnya dapat dilihat pada Gambar 4.6. Mulai Masukkan (Data diterima,data dikirim) J=1 Tidak Terima(j)=kirim(j) Ya Error=error+1 Tidak J=4 Ya Selesai Gambar 4.6 Diagram Alir Data yang Diterima

4.5 Implementasi Program Simulasi Program Simulasi ini dirancang dengan menggunakan Aplikasi pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0 yang menggunakan bahasa pemrograman Basic. Program Simulasi yang dirancang memiliki interface yang ditunjukkan pada Gambar 4.7. Gambar 4.7 Tampilan Program Simulasi Program Simulasi ini memiliki input-input sebagai berikut : 1. Jumlah pengiriman untuk menentukan jumlah pengiriman yang akan dilakukan oleh program. Jika jumlah simulasi diisi 1, maka akan dilakukan satu kali simulasi saja, dimana satu kali simulasi berarti melakukan pengiriman data sebesar 4 bit sebanyak satu kali. 2. Kecepatan Simulasi untuk menentukan kecepatan berlangsungnya simulasi, sehingga memungkinkan pemakai untuk mengamati setiap simulasi dengan baik. 3. Probabilitas error kanal untuk menentukan error yang timbul sepanjang perjalanan dari enkoder ke dekoder.

4. Tombol Simulasi untuk menjalankan simulasi baru dengan data yang sudah diinput. 5. Tombol Hentikan/Lanjutkan untuk menghentikan dan melanjutkan simulasi, supaya pemakai dapat mengamati dan mengambil data simulasi. 6. Tombol Keluar untuk keluar dan menutup program simulasi. Sedangkan untuk outputnya adalah sebagai berikut : 1. Sinyal pertama untuk menandakan sinyal yang dibangkitkan dengan menggunakan bilangan acak. 2. Enkoder menampilkan matriks generator yang digunakan untuk melakukan enkode terhadap sinyal yang dibangkitkan. 3. Sinyal kedua untuk menampilkan sinyal setelah dienkodekan. 4. Noise untuk menendakan noise yang timbul dalam kanal transmisi yang dibangkitkan dengan menggunakan bilangan acak. 5. Sinyal ketiga untuk menandakan sinyal setelah melewati kanal transmisi dan sudah dipengaruhi oleh noise. 6. Dekoder untuk menampilkan matrik yang digunakan untuk melakukan proses dekoder. 7. Sinyal keempat untuk menandakan sinyal yang dihasilkan setelah dilakukan proses dekoder dan pengkoreksian error. 8. Daftar bilangan acak yaitu berisi daftar bilangan acak yang dibangkitkan. 9. Error kanal untuk menampilkan jumlah error yang muncul pada kanal. 10. Bit error rate(ber) kanal untuk menampilkan BER dari kanal. 11. Error untuk menampilkan jumlah kesalahan bit dari data yang diterima. 12. Bit error rate untuk menampilkan bit error rate dari hasil simulasi.

Misalnya untuk mencari bit error rate pada sistem komunikasi digital yang menggunakan Kode Hamming(7,4), dan memiliki probabilitas error sepanjang perjalanan dari enkoder ke dekoder sebesar 10-1, dengan jumlah pengiriman sebanyak 1 kali. Maka hasil akhirnya dapat dilihat pada Gambar 4.8. Gambar 4.8 Tampilan Hasil Simulasi Dari hasil simulasi diperoleh bahwa bit yang dikirimkan sebanyak 4 bit, jumlah bit error pada kanal adalah 1 dan bit error rate(ber) kanal adalah 0,142857, jumlah bit error yang timbul pada waktu data diterima adalah 0 bit, dan BER setelah dilakukan pengkodean dengan Kode Hamming adalah 0.

Tahapan jalannya program adalah sebagai berikut : 1. Ketika tombol simulasi ditekan, komputer akan membangkitkan bilangan acak Poisson yang hasilnya adalah 5. Kemudian bilangan acak ini akan diubah kedalam bentuk biner yaitu 0101. 2. Bilangan biner tersebut akan dikalikan dengan enkoder sehingga dihasilkan sinyal dalam bentuk 7 bit yaitu 0100101. 3. Selanjutnya program melakukan pembangkitan bilangan acak Poisson seperti terlihat pada Gambar 4.8 dan setiap bilangan acak tersebut akan dibandingkan dengan probabilitas error kanal yang dimasukkan yaitu 0,1. Jika bilangan acak lebih kecil dari probabilitas error kanal, maka noise bernilai 1, selain itu bernilai 0. Sehingga terbentuk deretan noise yaitu 0001000. 4. Deretan noise tersebut ditambahkan menurut gerbang XOR sehingga terbentuk sinyal yang diterima yaitu 0101101. 5. Sinyal yang diterima ini dikalikan dengan dekoder dan dihasilkan sindrom 011. Sindrom ini kemudian dibandingkan dengan deretan bit dekoder dan didapatkan error pada posisi bit ke 4, sehingga sinyal tersebut diubah menjadi 0100101 dan data yang dikirimkan diambil dari 4 bit terakhir yaitu 0101. 6. Data yang diterima ini dibandingkan dengan data semula dan hasilnya sama, sehingga jumlah error adalah 0 dan bit error rate adalah 0

4.6 Analisa bit error rate dengan Program Simulasi Program simulasi yang telah selesai dirancang akan digunakan untuk melakukan analisa terhadap hubungan antara probabilitas error kanal dengan bit error rate setelah menggunakan Kode Hamming(7,4). Parameter yang digunakan adalah probabilitas error kanal yang berubah-ubah dan jumlah pengiriman yang disesuaikan dengan probabilitas error kanal. Dari Hasil Simulasi diperoleh data sebagai berikut : 1. Untuk probabilitas error kanal 10-1 dan jumlah pengiriman 80 Dengan menggunakan simulasi diperoleh data seperti pada Tabel 4.1. Karena menggunakan jumlah percobaan sebanyak 30 kali maka hasil simulasi merupakan distribusi normal. Dengan menggunakan derajat kepercayaan 99,02% maka probabilitas yang digunakan adalah ½(0,9902) = 0,4951. Untuk probabilits 0,4951 nilai z adalah 2,58. Selang kepercayaan untuk hasil simulasi akan dihitung dengan menggunakan rumus[8] : μ X ± zσ X = (4.1) Dari Tabel 4.1 diperoleh hasil perhitungan : Selang kepercayaan untuk bit error rate(ber) kanal adalah 8,1607 x 10-2 ± 4,744 x 10-3. Selang kepercayaan untuk bit error rate(ber) data adalah 4,84375 x 10-2 ± 7,328059 x 10-3.

Tabel 4.1. Hasil Simulasi Untuk BER kanal 10-1 No. Waktu Simulasi BER Kanal (X) BER Data (Y) (X μx) 2 Kanal (Y μy) 2 Data 1 1 detik 8,57E 02 0,065625 1,68686E 05 0,00029541 2 1 detik 8,04E 02 0,04375 1,5625E 06 2,19727E 05 3 1 detik 7,14E 02 0,0375 0,000103603 0,000119629 4 1 detik 0,075 0,046875 4,36543E 05 2,44141E 06 5 1 detik 7,68E 02 0,03125 2,32462E 05 0,00029541 6 1 detik 8,04E 02 0,046875 1,5625E 06 2,44141E 06 7 1 detik 7,68E 02 0,05625 2,32462E 05 6,10352E 05 8 2 detik 0,0875 0,04375 3,47258E 05 2,19727E 05 9 1 detik 0,0875 0,04375 3,47258E 05 2,19727E 05 10 1 detik 7,32E 02 0,053125 7,04401E 05 2,19727E 05 11 2 detik 9,82E 02 0,08125 0,000275797 0,00107666 12 1 detik 0,0875 0,046875 3,47258E 05 2,44141E 06 13 2 detik 6,43E 02 0,021875 0,000300032 0,000705566 14 1 detik 8,57E 02 0,03125 1,68686E 05 0,00029541 15 1 detik 7,14E 02 0,03125 0,000103603 0,00029541 16 2 detik 6,43E 02 0,034375 0,000300032 0,000197754 17 1 detik 7,86E 02 0,05625 9,21556E 06 6,10352E 05 18 2 detik 8,93E 02 0,0375 5,89605E 05 0,000119629 19 1 detik 0,0875 0,04375 3,47258E 05 2,19727E 05 20 1 detik 7,32E 02 0,03125 7,04401E 05 0,00029541 21 1 detik 8,57E 02 0,040625 1,68686E 05 6,10352E 05 22 1 detik 9,29E 02 0,059375 0,000126563 0,000119629 23 1 detik 7,68E 02 0,065625 2,32462E 05 0,00029541 24 2 detik 9,11E 02 0,065625 8,95727E 05 0,00029541 25 1 detik 0,10535714 0,071875 0,000564063 0,000549316 26 1 detik 7,14E 02 0,040625 0,000103603 6,10352E 05 27 2 detik 9,82E 02 0,090625 0,000275797 0,001779785 28 2 detik 0,0875 0,04375 3,47258E 05 2,19727E 05 29 1 detik 7,86E 02 0,0375 9,21556E 06 0,000119629 30 1 detik 6,61E 02 0,053125 0,000241358 2,19727E 05 2. Untuk probabilitas error kanal 10-2 dan jumlah pengiriman 800 Dengan menggunakan derajat kepercayaan dan jumlah percobaan yang sama dengan probabilitas error kanal 10-1 akan dihitung selang kepercayaan dari hasil simulasi yang ditunjukkan Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil Simulasi Untuk BER kanal 10-2 No. Waktu Simulasi BER Kanal (X) BER Data (Y) (X μx) 2 Kanal (Y μy) 2 Data 1 13 detik 0,0171875 0 2,00629E 07 2,40896E 06 2 12 detik 0,0178125 0,001875 3,13585E 08 1,04275E 07 3 12 detik 0,0175 0,0015625 1,83377E 08 1,08507E 10 4 12 detik 0,0175 0,0028125 1,83377E 08 1,58865E 06 5 13 detik 0,0178125 0,0021875 3,13585E 08 4,03754E 07 6 12 detik 0,0175 0,001875 1,83377E 08 1,04275E 07 7 13 detik 0,0178125 0,0021875 3,13585E 08 4,03754E 07 8 12 detik 0,0184375 0,0028125 6,43338E 07 1,58865E 06 9 12 detik 0,0175 0 1,83377E 08 2,40896E 06 10 12 detik 0,016875 0 5,78234E 07 2,40896E 06 11 13 detik 0,0171875 0,0015625 2,00629E 07 1,08507E 10 12 12 detik 0,0184375 0,0025 6,43338E 07 8,98546E 07 13 12 detik 0,0171875 0,001875 2,00629E 07 1,04275E 07 14 12 detik 0,0175 0,003125 1,83377E 08 2,47407E 06 15 12 detik 0,0175 0,0021875 1,83377E 08 4,03754E 07 16 13 detik 0,0171875 0 2,00629E 07 2,40896E 06 17 13 detik 0,018125 0,0025 2,39692E 07 8,98546E 07 18 12 detik 0,01875 0,0028125 1,2423E 06 1,58865E 06 19 12 detik 0,0175 0,0025 1,83377E 08 8,98546E 07 20 12 detik 0,0175 0,0021875 1,83377E 08 4,03754E 07 21 13 detik 0,016875 0 5,78234E 07 2,40896E 06 22 13 detik 0,0171875 0 2,00629E 07 2,40896E 06 23 13 detik 0,018125 0,001875 2,39692E 07 1,04275E 07 24 13 detik 0,0175 0 1,83377E 08 2,40896E 06 25 12 detik 0,016875 0 5,78234E 07 2,40896E 06 26 13 detik 0,01875 0,0028125 1,2423E 06 1,58865E 06 27 12 detik 0,0175 0 1,83377E 08 2,40896E 06 28 12 detik 0,01875 0,0028125 1,2423E 06 1,58865E 06 29 13 detik 0,0171875 0 2,00629E 07 2,40896E 06 30 12 detik 0,0175 0,0025 1,83377E 08 8,98546E 07

Dari Tabel 4.2 diperoleh hasil perhitungan : Selang kepercayaan untuk bit error rate(ber) kanal adalah 8,101 x 10-3 ± 5,7 x 10-4. Selang kepercayaan untuk bit error rate(ber) data adalah 4,89583 x 10-4 ± 2,83613 x 10-4. 3. Untuk probabilitas error kanal 10-3 dan jumlah pengiriman 8000 Dengan menggunakan derajat kepercayaan dan jumlah percobaan yang sama dengan probabilitas error kanal 10-1 akan dihitung selang kepercayaan dari hasil simulasi yang ditunjukkan Tabel 4.3. Dari Tabel 4.3 diperoleh hasil perhitungan : Selang kepercayaan untuk bit error rate(ber) kanal adalah 7,91815 x 10-3 ± 9,19963 x 10-5. Selang kepercayaan untuk bit error rate(ber) data adalah 3,125 x 10-6 ± 7,92699 x 10-6.

No. Tabel 4.3. Hasil Simulasi Untuk BER kanal 10-3 Waktu Simulasi BER Kanal (X) BER Data (Y) (X μx) 2 Kanal (Y μy) 2 Data 1 126 detik 7,14E 04 0 6,01086E 09 9,76563E 12 2 127 detik 8,21E 04 0,00009375 8,76935E 10 8,21289E 09 3 128 detik 7,86E 04 0 3,72245E 11 9,76563E 12 4 126 detik 8,21E 04 0 8,76935E 10 9,76563E 12 5 127 detik 8,93E 04 0 1,02094E 08 9,76563E 12 6 127 detik 0,00075 0 1,74853E 09 9,76563E 12 7 127 detik 8,21E 04 0 8,76935E 10 9,76563E 12 8 126 detik 9,11E 04 0 1,41369E 08 9,76563E 12 9 128 detik 0,00075 0 1,74853E 09 9,76563E 12 10 127 detik 8,21E 04 0 8,76935E 10 9,76563E 12 11 125 detik 0,00075 0 1,74853E 09 9,76563E 12 12 125 detik 5,89E 04 0 4,10183E 08 9,76563E 12 13 125 detik 0,00171875 0 8,59208E 07 9,76563E 12 14 126 detik 5,71E 04 0 4,85704E 08 9,76563E 12 15 127 detik 6,96E 04 0 9,09866E 09 9,76563E 12 16 128 detik 6,43E 04 0 2,21886E 08 9,76563E 12 17 128 detik 8,21E 04 0 8,76935E 10 9,76563E 12 18 126 detik 7,68E 04 0 5,74002E 10 9,76563E 12 19 125 detik 0,00075 0 1,74853E 09 9,76563E 12 20 126 detik 8,57E 04 0 4,26767E 09 9,76563E 12 21 125 detik 7,68E 04 0 5,74002E 10 9,76563E 12 22 126 detik 9,64E 04 0 2,9746E 08 9,76563E 12 23 125 detik 6,61E 04 0 1,71875E 08 9,76563E 12 24 125 detik 6,07E 04 0 3,4104E 08 9,76563E 12 25 125 detik 7,68E 04 0 5,74002E 10 9,76563E 12 26 125 detik 6,96E 04 0 9,09866E 09 9,76563E 12 27 125 detik 8,21E 04 0 8,76935E 10 9,76563E 12 28 126 detik 6,61E 04 0 1,71875E 08 9,76563E 12 29 125 detik 7,14E 04 0 6,01086E 09 9,76563E 12 30 125 detik 8,39E 04 0 2,25342E 09 9,76563E 12

4.7 Analisa bit error rate secara Analisis Bit error rate secara analisis dapat dihitung dengan menggunakan rumus [1]: P B p p ( 1 - p) n - 1...(4.2) dimana p adalah probabilitas error kanal Hasil perhitungan BER secara analisis dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Tabel Hubungan BER kanal dan BER data secara Analisis BER kanal BER data Analisis 0,081607143 0,032640632 0,00810119 0,000385886 0,000791815 3,75439E 06 4.8 Grafik Hubungan antara BER kanal dan BER data Hasil simulasi dan analisa yang tealah dihitung diatas akan digambarkan dalam sebuah grafik untuk membandingkan BER yang dihitung secara analisis dan secara simulasi. Grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.9. Gambar 4.9 Grafik Probabilitas Error Kanal Vs Bit Error Rate

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil perancangan simulasi Pengkodean Hamming dapat diambil kesimpulan : 1. Program ini dapat digunakan untuk mensimulasikan proses pengkodean dengan Kode Hamming(7,4) dan menghitung bit error rate. 2. Penggunaan simulasi dengan menggunakan jumlah simulasi yang lebih banyak akan menghasilkan hasil simulasi yang lebih akurat. 3. Pengkodean Hamming dapat mendeteksi tepat satu error dan dapat memperkecil bit error rate dalam sistem komunikasi digital. 5.2 Saran Dari kesimpulan yang diperoleh, maka saran yang dapat diberikan penulis adalah : 1. Simulasi dapat dikembangkan dengan mengubah matriks generator untuk Kode Hamming lainnya. 2. Simulasi dapat dikembangkan dengan mengubah bilangan acak yang digunakan. 3. Simulasi dapat dikembangkan dengan menyertakan parameter-parameter sistem komunikasi digital lainnya.