PENGARUH VARIETAS DAN KONSENTRASI ETHEPON PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativus L. ) DALAM BUDIDAYA HIDROPONIK

dokumen-dokumen yang mirip
Novi Rahmawaty 1 dan Anas D Susila 2

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun sebagai berikut : Kingdom : Plantae ;

TINJAUAN PUSTAKA. Teknik Budidaya Melon

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas

TINJAUAN PUSTAKA Botani

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH NAUNGAN DAN PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SELEDRI (Apium graveolens L) DENGAN TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura

I. PENDAHULUAN. Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang tumbuh merambat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio:

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. aquades, larutan hara hidroponik standart AB Mix (KNO 3, Ca(NO 3 ) 2,K 2 SO 4,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b)

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill).

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK (TOPING) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA MELON (Cucumis melo L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK

I. PENDAHULUAN. Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang saat ini

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk),

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN

BAB I Pendahuluan. tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan. meningkatkan hasil-hasil pertanian serta perkebunan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. MATERI DAN METODE

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

PENGARUH PENGGUNAAN ANTI TRANSPIRASI DAN MEDIA TRANSPORTASI TERHADAP MUTU BIBIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SETELAH TRANSPORTASI

TINJAUAN PUSTAKA. Melon (Cucumis melo L.) Botani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAHAN METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

MENENTUKAN KONSENTRASI MOLIBDENUM TERBAIK UNTUK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA VARIETAS TANAMAN MELON (Cucumis melo L.) PADA SISTEM HIDROPONIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sawi termasuk ke dalam famili Crucifera (Brassicaceae) dengan nama

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA Botani

1. PENDAHULUAN. banyak mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian. C. Rancangan Penelitian dan Analisis Data

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman merambat termasuk dalam famili

BAB I PENDAHULUAN. tanaman di dalam larutan hara yang menyediakan semua unsur unsur hara yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

SISTEM HIDROPONIK DENGAN NUTRISI DAN MEDIA TANAM BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL SELADA ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi

PENGARUH PEMBUNGKUSAN BUAH TERHADAP KUALITAS MELON

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tanaman sawi dalam Sharma (2007) adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

UAD, Yogyakarta. Risanti Dhaniaputri Pendidikan Biologi Universitas Ahmad Dahlan ( Abstrak

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

PENENTUAN VARIETAS DAN MEDIA TANAM TERBAIK PADA BUDIDAYA MELON (Cucumis melo L.) MENGGUNAKAN TEKNOLOGI HIDROPONIK ARGA WISNU PRADANA A

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

RESPON TANAMAN TOMAT TERHADAP FREKUENSI DAN TARAF PEMBERIAN AIR RISZKY DESMARINA A

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

BAHAN DAN METODE. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: cangkul, parang, ajir,

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

III. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Mentimun. keluarga labu - labuan (Cucurbitaceae) yang sudah pupuler di dunia. Menurut

PENGARUH CARA PANEN DAN PEMBERIAN GIBERELIN TERHADAP MUTU BUAH DAN PERTUMBUHAN TRUBUS BARU MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

Transkripsi:

PENGARUH VARIETAS DAN KONSENTRASI ETHEPON PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativus L. ) DALAM BUDIDAYA HIDROPONIK Oleh Novi Rahmawaty A34304051 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

PENGARUH VARIETAS DAN KONSENTRASI ETHEPON PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativus L.) DALAM BUDIDAYA HIDROPONIK Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh Novi Rahmawaty A34304051 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Judul Nama NRP : PENGARUH VARIETAS DAN KONSENTRASI ETHEPON PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativus L.) DALAM BUDIDAYA HIDROPONIK : Novi Rahmawaty : A34304051 Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr Ir Anas D. Susila, MSi NIP : 131 669 950 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M. Agr NIP : 131 124 019 Tanggal lulus :

RINGKASAN NOVI RAHMAWATY. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi Ethepon pada Pertumbuhan dan Hasil Panen Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) dalam Budidaya Hidroponik. Dibimbing oleh ANAS D. SUSILA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh varietas mentimun dan konsentrasi ethepon terbaik pada pertumbuhan dan hasil panen mentimun (Cucumis sativus L.) dalam budidaya hidroponik. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca (Greenhouse) University farm IPB, Unit Lapangan Cikabayan dengan ketinggian 250 m di atas permukaan laut pada bulan Februari sampai Mei 2008. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Petak Terbagi (Split Plot Design). Petak utama yang diamati adalah varietas, dimana varietas yang digunakan adalah varietas Soarer dan varietas Purbaya. Sedangkan anak petak adalah konsentrasi ethepon dengan 5 taraf percobaan, yaitu: Kontrol (tanpa pemberian ethepon), pemberian ethepon 150 ppm, 300 ppm, 450 ppm, 600 ppm, diulang sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ethepon pada tanaman varietas Soarer berpengaruh lebih baik terhadap tinggi tanaman, jumlah ruas, jumlah buah dan bobot buah dibandingkan dengan varietas Purbaya. Pemberian ethepon pada varietas Purbaya berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas tanaman, jumlah bunga betina dan jumlah bunga betina gugur. Pemberian ethepon hingga konsentrasi 600 ppm dapat menurunkan tinggi tanaman pada kedua varietas mentimun. Konsentrasi optimum ethepon terhadap pertumbuhan tinggi tanaman mentimun Soarer berkisar pada konsentrasi 213 ppm. Interaksi antara varietas Soarer dan konsentrasi ethepon terhadap tinggi tanaman berpengaruh sangat nyata pada umur 4 MST. Tanaman varietas Soarer memberikan respon kuadratik terhadap pemberian ethepon pada konsentrasi 0 sampai dengan 600 ppm. Pada varietas Purbaya pemberian ethepon tidak berpengaruh nyata pada peubah tinggi tanaman. Tidak terdapat interaksi antara varietas dan konsentrasi ethepon pada jumlah ruas tanaman. Terdapat interaksi antara varietas dan konsentrasi ethepon pada jumlah bunga betina gugur. Pada varietas Purbaya pemberian ethepon berpengaruh secara linier, dimana pemberian ethepon hingga konsentrasi 600 ppm akan meningkatkan jumlah bunga betina yang gugur. Pemberian konsentrasi

ethepon pada kedua varietas tidak berpengaruh nyata terhadap ratio kelamin bunga (bunga betina/bunga jantan). Tidak terdapat interaksi antara varietas dan konsentrasi ethepon pada jumlah bunga jantan, bobot buah dan jumlah buah.

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tangggal 9 November 1986. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Pangeran Siregar dan Ibu Sutihat. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1992 di SDN Kapuk 07 Petang di Jakarta. Kemudian pendidikan dilanjutkan di SLTPN 45 Cengkareng, Jakarta Barat pada Tahun 1998. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMUN 78 Kemanggisan, Jakarta Barat pada Tahun 2004. Tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian Melalui jalur SPMB. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, pada tahun 2006 penulis mengikuti magang liburan di Agrowisata Kota Tanah Tingal, Tangerang. Pada tahun 2007 penulis mendapat kesempatan beasiswa dari yayasan Supersemar selama satu tahun. Kemudian pada tahun 2008, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar- dasar Hortikultura.

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul Pengaruh Varietas Mentimun dan Konsentrasi Ethepon pada Pertumbuhan dan Hasil Panen Mentimun (Cucumis sativus L.) dalam budidaya hidroponik. Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang orang tua tercinta sebagai hadiah atas semua doa, kasih sayang serta dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Dr Ir Anas D. Susila, MSi., selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr Ir Agus Purwito, MSc., selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji atas saran yang diberikan kepada penulis. 3. Juang Gema Katika, SP. selaku dosen penguji atas saran yang telah diberikan guna perbaikan penulisan laporan penelitian ini, 4. Seluruh staf University Farm dan Kebun Percobaan Cikabayan atas bantuan yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian. 5. Kakak dan adik yang selalu memberikan semangat selama ini. 6. Anita, Anna dan Prima atas dukungan selama ini. 7. Teman-teman Nurjannah atas semua bantuan dan dukungan selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini. 8. Teman-teman Hortifamily 41 yang selalu memberikan semangat. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas atas bantuan selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Juni 2009 Penulis

DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang...... 1 Tujuan...... 3 Hipotesis...... 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani...... 4 Syarat Tumbuh dan Budidaya...... 5 Rumah Kaca (Greenhouse)...... 6 Hidroponik...... 6 Zat Pengatur Tumbuh...... 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu...... 9 Alat dan Bahan...... 9 Metode Percobaan...... 9 Pelaksanaan Percobaan...... 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum...... 12 Tinggi Tanaman...... 14 Jumlah Ruas Tanaman...... 17 Jumlah Bunga Betina...... 18 Jumlah Bunga Betina Gugur...... 19 Jumlah Bunga Jantan...... 20 Ratio Kelamin Bunga (Bunga Betina/Bunga Jantan)...... 21 Jumlah Buah per Tanaman...... 21 Bobot Total Buah per Tanaman...... 22 Pembahasan...... 23 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan...... 25 Saran...... 25 DAFTAR PUSTAKA...... 26 LAMPIRAN...... 28

DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks 1. Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap tinggi tanaman mentimun... 15 2. Pengaruh interaksi antara varietas dan konsentrasi ethepon terhadap tinggi tanaman mentimun... 16 3. Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap ruas tanaman mentimun...... 17 4. Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga betina... 18 5. Pengaruh interaksi antara varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga betina tanaman mentimun pada 4 MST... 18 6. Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga betina gugur tanaman mentimun pada 4 dan 5 MST... 19 7. Pengaruh interaksi antara varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga betina gugur tanaman mentimun pada umur 4 MST...20 8. Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga jantan... 20 9. Pengaruh Interaksi varietas dan konsentrasi ethepon terhadap ratio kelamin bunga (bunga betina/bunga jantan...21 10.Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah buah per tanaman... 22 11.Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap bobot total buah per tanaman... 22 Lampiran 1. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon serta interaksi terhadap variable yang diamati...28 2. Sidik ragam Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap tinggi tanaman mentimun... 29

3. Sidik ragam Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap ruas tanaman mentimun... 30 4. Sidik ragam Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga betina gugur tanaman mentimun pada 4 dan 5 MST... 31 4. Sidik ragam Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga jantan... 32 5. Sidik ragam Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga betina tanaman mentimun... 33 6. Sidik ragam Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap bobot total buah buah tanaman mentimun... 34 7. Sidik ragam Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah buah tanaman mentimun... 34 8. Data waktu dan volume penyiraman... 35

Nomor DAFTAR GAMBAR Teks 1. Rumus bangun asam 2-kloroetil fosponat... 8 Halaman 2. Tanaman mentimun pada umur 2 MST dan tanaman mentimun saat berbuah... 12 3. Serangan embun tepung yang disebabkan oleh Pseudoperonospora cubensis dan busuk buah yang disebabkan oleh Phytium sp... 12 4. Grafik suhu harian dalam greenhouse bulan Maret-Mei 2008 pada pukul 07:00, 09:00, dan 11:00... 13 5. Grafik kelembaban relatif harian dalam greenhouse bulan Maret-Mei 2008 pada pukul 07:00, 09:00, dan 11:00... 13 6. Grafik kuadratik tinggi tanaman varietas Soarer pada berbagai konsentrasi ethepon saat 4 MST... 16 7. Grafik interaksi perlakuan varietas dan ethepon terhadap tinggi tanaman mentimun pada 4 MST... 17

PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berperan penting bagi kesehatan manusia yaitu dalam menyuplai mineral dan vitamin yang kurang dipenuhi oleh bahan pangan lainnya. Sayuran sangat penting dalam menetralisasi asam yang diproduksi karena konsumsi daging, keju dan makanan lainnya. Menurut Ashari (2006) gizi dalam sayuran dapat meningkatkan daya cerna metabolisme serta menimbulkan daya tahan terhadap gangguan penyakit atau kelemahan jasmani lainnya. Salah satu sayuran yang dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan vitamin dan mineral adalah mentimun. Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan mentimun memiliki edible part 85%. Kandungan dalam 100 g mentimun, antara lain: air 96 g, protein 0.6 g, karbohidrat 2.2 g, Ca 12 mg, Fe 0.3 mg, Mg 15 mg, P 24 mg, vitamin A 45 IU, Vitamin B1 0.03 mg, vitamin B2 0.02 mg, niacin 0.3 mg, vitamin C 12 mg dan nilai energi yang terkandung sebesar 63 kj. Mentimun (Cucumis sativus L.) diklasifikasikan sebagai tanaman berumah satu, dimana bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman. Mentimun memiliki beberapa fase perkembangan. Fase pertama adalah fase vegetatif dan fase dimana hanya bunga jantan yang muncul. Fase selanjutnya adalah kondisi dimana bunga jantan dan betina muncul secara bersamaan. Fase terakhir adalah fase dimana bunga betina gagal untuk berkembang. Buah hanya terbentuk dari fase saat bunga jantan dan betina muncul secara bersamaan (Hossain et al., 2002). Berdasarkan data FAO (2008) menunjukan bahwa produktivitas mentimun (ton/ha) di Indonesia bergerak secara fluktuatif. Berturut-turut produksi mentimun (ton/ha) pada tahun 2003 sampai 2006 adalah 9.86, 9.48, 10.4, 10.4. Departemen perdagangan (2008) menyatakan ekspor mentimun berupa mentimun segar dan olahan menurun dari tahun 2002 sampai 2005, kemudian meningkat pada tahun 2006 dan kemungkinan mengalami penurunan kembali pada tahun 2007 dilihat dari data yang diperoleh dari Januari-Agustus 2007 yang hanya mencapai 16.575,0 (USD). Berturut-turut ekspor mentimun (USD) dari tahun 2002 sampai 2006 adalah 527.972, 292.490, 121.810, 63.336,dan 229.532. Hal ini

kemungkinan disebabkan masih kurang intensif dan efisiennya budidaya mentimun yang dilakukan serta adanya serangan hama dan penyakit. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan teknologi hidroponik dalam budidaya mentimun. Harjadi (1989) menyatakan hidroponik merupakan budidaya tanaman dengan menggunakan larutan hara dan atau tanpa penambahan medium inert (seperti pasir, rockwool, arang sekam atau vermikulit) sebagai dukungan mekanis. Hidroponik umumnya dilaksanakan dalam lingkungan terkendali, seperti greenhouse. Namun, salah satu masalah dalam budidaya dalam greenhouse di daerah tropika adalah suhu udara yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan gugur bunga (fruit drop) dan gagal buah. Hal ini dikarenakan proses perkembangan tabung sari yang lebih lambat sedangkan stigma cepat mengering sehingga tabung sari tidak dapat tumbuh dan gagal untuk membentuk buah. Berdasarkan penelitian Suarni (2006) aplikasi nitrobenzen tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman tomat cherry dalam greenhouse yang memiliki suhu berkisar 22-45ºC. Suhu greenhouse yang tinggi menyebabkan penghambatan efektifitas nitrobenzen pada tanaman tomat cherry. Aksari (2007) menambahkan pada suhu greenhouse 24-49 ºC aplikasi GA 3 sampai 15 ppm pada tanaman tomat cherry var Sugarpearl dan Ceresita mengakibatkan turunnya jumlah bunga. Aplikasi zat pengatur tumbuh diharapkan dapat merangsang pembentukan bunga sehingga diperoleh fruit set yang optimum. Salah satu zat pengatur tumbuh yang dapat digunakan adalah ethepon. Menurut Abeles (1973), ethrel merupakan penghasil etilen (Ethylene Realising Agent). Bahan aktif yang terkandung dalam ethrel adalah asam 2-kloroetil fosponat atau ethepon. Ethepon merupakan nama dagang dari etilen yang diperdagangkan. Berdasarkan penelitian Sumiati dan Sumarni (1996) pemberian NAA 100 ppm atau ethepon 40 PGR 360 ppm pada mentimun dapat meningkatkan nisbah bunga betina dan jantan. Hasil penelitian Yasufumi et al. (2003) menunjukan pada bunga hermaprodit melon Shirayuki yang diberi perlakuan ethepon memiliki pertumbuhan buah yang lebih baik dan panen yang lebih cepat. Sasmito (2005) menyatakan hasil panen tergantung dari banyaknya bunga betina yang dihasilkan sehingga diperlukan ZPT seperti ethepon untuk meningkatkan jumlah bunga betina, namun pada aplikasi ethepon 750

hingga 1000 ppm pembungaan terhambat sehingga pada 52 MST tanaman mentimun belum berbunga. Berdasarkan hal-hal tersebut diperlukan konsentrasi ethepon yang optimal guna meningkatkan produksi mentimun dalam greenhouse. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan varietas mentimun dan konsentrasi ethepon terbaik pada pertumbuhan dan hasil panen mentimun (Cucumis sativus L.) dalam budidaya hidroponik. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan pertumbuhan dan hasil panen mentimun varietas Soarer dan Purbaya dalam dalam budidaya hidroponik. 2. Terdapat perbedaan konsentrasi ethepon terbaik yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen mentimun dalam budidaya hidroponik. 3. Terdapat interaksi antara varietas mentimun dan konsentrasi ethepon pada pertumbuhan dan hasil panen mentimun dalam budidaya hidroponik.

TINJAUAN PUSTAKA Botani Berdasarkan tingkat taksonomi tanaman mentimun diklasifikasikan dalam famili Cucurbitaceae dan genus Cucumis. Tanaman mentimun telah dibudidayakan sejak berabad-abad lamanya dan tanaman ini merupakan sayuran buah subtropik dan tropik daratan tinggi, namun banyak pula jenis yang dapat tumbuh baik dan diusahakan secara luas di daratan rendah (Ashari, 2006). Darsana et al. (2003) menyatakan bahwa mentimun merupakan tanaman sayuran buah yang banyak di konsumsi oleh masyarakat Indonesia. Salah satu jenis mentimun adalah mentimun jepang (Cucumis sativus L.). Mentimun ini telah dikenal petani sayuran Indonesia, karena nilai ekonomisnya yang tinggi. Beberapa kelebihan mentimun ini bila dibandingkan mentimun lokal adalah warna lebih hijau, tekstur lebih renyah dengan kadar air yang lebih sedikit, rasa lebih manis dan pemanenannya pada umur yang lebih singkat. Menurut Hossain et al. (2002) mentimun diklasifikasikan sebagai tanaman berumah satu, dimana bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman. Dalam hidupnya mentimun memiliki beberapa fase perkembangan. Fase pertama adalah fase vegetatif dan fase dimana hanya bunga jantan yang muncul. Fase selanjutnya adalah kondisi dimana bunga jantan dan betina muncul secara bersamaan. Fase terakhir adalah fase dimana bunga betina gagal untuk berkembang. Buah hanya terbentuk dari fase saat bunga jantan dan betina muncul secara bersamaan. Mentimun adalah tanaman setahun yang memiliki perilaku pertumbuhan menjalar atau memanjat. Beberapa kultivar mentimun memiliki pertumbuhan menyemak. Sistem perakatan tanaman ini dangkal. Batang tanaman ini dapat tumbuh hingga 3 m dan memiliki sulur yang tidak bercabang. Daun tanaman mentimun berbentuk jantung dengan permukaaan kasar berbulu dan bagian ujung daun runcing. Bunga yang dihasilkan berwarna kuning berbentuk lonceng. Bunga jantan tumbuh pada ketiak daun secara bergerombol dengan tangkai bunga ramping. Bunga betina tumbuh tunggal pada ketiak daun dengan tangkai bunga yang tebal. Buah mentimun yang dihasilkan dapat berbentuk bulat, kotak atau

lonjong dan ukuran yang beragam dengan posisi menggantung. Kulit buah berwarna beragam dari hijau pucat hingga hijau sangat gelap. Begitu juga dengan daging buah yang berwarna dari putih hingga putih kekuningan. Biji mentimun berbentuk pipih dan berwarna putih dengan bobot 1 g per 50 biji (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Syarat tumbuh dan budidaya Mentimun dapat ditanam di hampir semua jenis tanah, namun untuk hasil yang baik di daerah tropika dibutuhkan tanah yang dalam dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Tanaman ini mengkonsumsi air dalam jumlah yang besar di daerah tropika dan pada saat hari yang panas tanaman ini akan mengalami kelayuan. Penyiraman yang kerap untuk mencegah kelayuan penting untuk memperoleh hasil yang tinggi (Williams, dkk., 1993). Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan suhu harian yang optimum untuk pertumbuhan mentimun berkisar 30ºC dan suhu optimum pada malam hari adalah 18-21ºC. Kelembaban relatif yang terlalu tinggi dapat memicu pertumbuhan embun tepung (Oidium sp.). Keadaan tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini adalah tanah yang subur, berdrainase baik dengan ph berkisar 6.5-7.5. Menurut Ashari (2006) tanaman mentimun tumbuh baik pada daerah dataran rendah dengan suhu berkisar 22-30ºC. Pada daerah subtropik, tanaman ini banyak dibudidayakan dalam rumah kaca. Cara penanaman tanaman ini biasa dilakukan dengan cara penanaman benih langsung. Tanaman mentimun yang ditanam di lapangan jarang dipindah tanam dari bibit. Untuk mempercepat perkecambahan, suhu tanah harus 20ºC atau lebih. Perkecambahan dapat berlangsung hanya dalam waktu 2-4 hari pada suhu 25-35ºC. Pada penanaman di lapangan jarak tanam yang dipakai adalah 30-40 x 120 cm (dalam barisan) atau sekitar 90 cm 2 untuk penanaman dalam gundukan. Tanaman mentimun yang ditanam di lapangan umumnya dibiarkan menjalar dan jarang dirambatkan, sedangkan mentimun dalam rumah kaca selalu ditanam berlanjaran (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

Rumah Kaca (Greenhouse) Rumah kaca atau greenhouse merupakan bangunan tanam yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari cuaca maupun serangan hama dari lingkungan sekitar. Pada daerah empat musim, tidak memungkinkan untuk memproduksi tanaman pada saat musim dingin. Usaha untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan rumah kaca sebagai bangunan tanam, sehingga mereka dapat tetap menanam diluar musim (off-season planting). Untuk di daerah tropik seperti Indonesia, juga ada masa dimana tidak memungkinkan menanam tanaman hortikultura secara ekonomis yaitu pada saat puncak musim hujan dan pertengahan musim kemarau (Harjadi, 1989). Konstruksi bangunan rumah tanam harus dibuat kokoh dan bahan yang digunakan harus kuat namun ringan, seperti aluminium. Untuk dinding dibuat seperti jala sehingga hama tidak dapat masuk namun, angin segar dapat masuk ke dalam bangunan. Sudut atap bangunan tergantung pada tinggi rendahnya curah hujan (Harjadi, 1989). Hidroponik Hidroponik merupakan sistem budidaya menggunakan larutan hara dengan maupun tanpa memakai media inert seperti arang sekam, rockwool atau pasir (Harjadi, 1989). Menurut Jensen (1997) hidroponik berasal dari bahasa latin, yaitu hydros yang berarti air dan ponos yang berarti pengerjaan, berdasarkan asal katanya hidroponik memiliki arti bercocok tanam dalam media air. Selanjutnya hidroponik diartikan sebagai budidaya tanaman dalam larutan hara (air yang mengandung pupuk) dengan atau media buatan (pasir, kerikil, vermikulit, rockwool, perlite, peatmoss, coir, dan sawdust) sebagai penunjang mekanik Hidroponik umumnya dilaksanakan dalam lingkungan terkendali, seperti greenhouse. Menurut Schwarz (1995) budidaya dengan sistem hidroponik memiliki beberapa keuntungan, antara lain dengan pemberian hara dari luar, keseimbangan hara akan lebih terkontrol sehingga pertumbuhan lebih baik dan produktivitas tanaman lebih baik dibandingkan dengan budidaya lainnya. Selain itu, dengan adanya proses sterilisasi media dan wadah tanaman maka penyakit tanaman yang menyerang akar dapat dicegah. Namun, sistem budidaya ini juga memiliki

beberapa kekurangan seperti mahal biaya investasi pada saat awal proyek dan memerlukan keahlian dan keterampilan dalam kegiatan operasionalnya. Resh (2004) menyatakan keuntungan lain dari budidaya tanaman secara hidroponik adalah pengaturan hara serta penggunaan air dan pupuk lebih efisien, dapat diterapkan di atas lahan yang tidak dapat ditanami, biaya sterilisasi media tanam rendah. Sedangkan kekurangan lainnya dari budidaya hidroponik adalah beberapa penyakit seperti Fusarium dan Verticillium dapat menyebar dengan cepat melalui sistem budidaya tanaman. Pramono (2007) menyatakan bahwa media dalam hidroponik berfungsi sebagai penopang tanaman dan memiliki syarat seperti struktur yang stabil selama pertumbuhan tanaman, bebas dari zat berbahaya bagi tanaman, bersifat inert, memiliki daya pegang air yang baik, drainase dan aerasi yang baik. Salah satu media yang dapat digunakan dalam budidaya hidroponik adalah arang sekam. Arang sekam merupakan hasil dari pembakaran kulit gabah. Zat Pengatur Tumbuh Zat pengatur tumbuh pada tanaman (plant regulator) adalah senyawa organik yang bukan hara (nutrient), yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat (inhibit) dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan (Abidin, 1983). Menurut Wattimena (1989) zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organik yang dapat dipergunakan untuk memodifikasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sesuai dengan tujuan pemberian. Salah satu kelompok ZPT adalah etilen. Etilen secara sintetik dibuat dalam bentuk ethepon. Peranan fisiologis dari etilen ini antara lain mendorong perkecambahan biji dan tunas, pembungaan tanaman, senescence bunga dan daun, pemasakan buah, pengguguran daun dan bunga, pembentukan bunga betina pada tanaman dioscious (Wattimena, 1989). Menurut Nickell (1982) dalam Wattimena (1989) senyawa-senyawa organik yang dipergunakan untuk mengatur penampilan seks disebut gametosida. Kebanyakan gametosida adalah ZPT. Zat pengatur tumbuh yang dipergunakan sebagai gametosida antara lain etilen, giberelin, sitokinin, retardan dan anti auksin.

Abeles (1973) menyatakan ethrel merupakan penghasil etilen (Ethylene Realising Agent) dengan bahan aktif asam 2-kloroetil fosponat yang memiliki rumus bangun sebagai berikut: O ClCH 2 CH 2 P OH OH Gambar 1. Rumus bangun asam 2-kloroetil fosponat Menurut Wattimena (1989) penggunaan ethrel dan GA3 pada tanaman mentimun monocious dan mentimun jepang yang gymnocious dapat meningkatkan produksi. Berdasarkan penelitian Singh dan Singh (1984) dalam More (1998) aplikasi ethepon 50-100 ppm berpengaruh terhadap modifikasi sex pada ketimun. Selanjutnya Sumiati dan Sumarni (1996) menyatakan pemberian NAA 100 ppm atau ethepon 40 PGR 360 ppm pada mentimun dapat meningkatkan nisbah bunga betina dan jantan. Hasil penelitian Yasufumi, et al. (2003) menunjukan pada bunga hermaprodite melon Shirayuki yang diberi perlakuan ethephon memiliki pertumbuhan buah yang lebih baik dan panen yang lebih cepat. Sasmito (2005) menyatakan hasil panen tergantung dari banyaknya bunga betina yang dihasilkan sehingga diperlukan ZPT seperti ethepon untuk meningkatkan jumlah bunga betina, namun pada aplikasi ethepon 750 hingga 1000 ppm pembungaan terhambat sehingga pada 52 MST tanaman mentimun belum berbunga.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari Mei 2008, bertempat di rumah kaca (Greenhouse) University farm IPB, Unit Lapangan Cikabayan dengan ketinggian 250 m di atas permukaan laut. Alat dan Bahan Benih mentimun yang digunakan adalah varietas Soarer dan Purbaya. Media tanam yang digunakan adalah media arang sekam, sedangkan untuk media semai menggunakan kascing. Larutan hara yang digunakan merupakan hasil pelarutan pupuk premix AB mix. Larutan nutrisi stok A mengandung KNO 3, Ca(NO 3 ) 2, FeEDTA, sedangkan larutan stok B mengandung KNO 3, K 2 SO 4, KH 2 PO 4, MgSO 4, MnSO 4, CuSO 4, (NH 4 )SO 4, Na 2 HBO 3, ZnSO 4 dan NaMoO 4. Komposisi hara yang digunakan adalah sebagai berikut: Ca ++ 177 ppm, Mg ++ 24 ppm, K + + 210 ppm, NH 4 25 ppm, NO - 3 233 ppm, SO - 4 113 ppm, PO - 4 60 ppm, Fe 2.14 ppm, B 1.2 ppm, Zn 0.26 ppm, Cu 0.048 ppm, Mn 0.18 ppm dan Mo 0.046 ppm (Sumber: CV. Andalas Prima Mandiri). Konsentrasi ethepon yang digunakan adalah 0 ppm,150 ppm, 300 ppm, 450 ppm, dan 600 ppm. Alat yang digunakan antara lain tray semai, benang kasur, polybag ukuran 35 x 35 cm, instalasi drip irigation, handsprayer, gelas ukur ukuran 1000 ml, 2 buah kontainer 100 liter, ember, meteran, termohygrometer, EC meter, ph meter digital, timbangan digital, jangka sorong. Metode Percobaan Rancangan percobaan disusun dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design). Petak utama yang diamati adalah varietas, dimana varietas yang digunakan adalah varietas Soarer dan varietas Purbaya. Sedangkan anak petak adalah konsentrasi ethepon dengan 5 taraf percobaan, yaitu: Kontrol (tanpa pemberian ethepon), pemberian ethepon 150 ppm, 300 ppm, 450 ppm, 600 ppm. Terdapat 10 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3

kali sehingga terdapat 30 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 3 tanaman sehingga total keseluruhan adalah 90 tanaman. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut: Keterangan : Y ijk =μ + α i + β j +ε ij + k +(α ) ik + ijk; Y ijk μ α i β j ε ij k (α ) ik ijk : respon pengamatan pada varietas ke-i, ethepon ke-j dan kelompok ke-k : rataan umum : pengaruh varietas ke-i : pengaruh ethepon ke-j : galat pada perlakuan varietas ke-i dan pengaruh ethepon ke-j : pengaruh kelompok ke-k : pengaruh interaksi varietas ke-i dan kelompok ke-k : galat pada varietas ke-i, perlakuan ethepon ke-j, dan kelompok ke-k Data diuji dengan Uji F. Bila hasil berbeda nyata akan di uji dengan menggunakan uji lanjut Regresi. Pelaksanaan Percobaan Pelaksanaan penelitian ini dilakukan persiapan yang meliputi pembersihan dan sterilisasi greenhouse dengan menggunakan Decis 2cc/L air, penyemaian benih, pengisian polybag ukuran 35x35 cm dengan arang sekam (1.5-2 kg) dan pembuatan larutan stok A dan B. Larutan stok A dan B dilarutkan ke dalam konteiner A dan B dengan volume masing-masing 90 liter, kemudian ambil 10 liter dari masing-masing larutan dan diencerkan menjadi 1000 liter. Larutan stok A dan B diberikan selama penelitian dengan waktu dan volume penyiraman disajikan pada tabel Lampiran 9. Penyemaian benih dilakukan selama 3 minggu dengan media kascing. Bibit yang berusia 3 minggu dipindah tanam ke polybag yang sebelumnya telah

berisi arang sekam seberat 1.5 kg dan disiram dengan air irigasi hingga cukup lembab, satu bibit untuk satu polybag dan diletakan dalam rumah kaca. Dripper stick ditancapkan ke dalam polybag. Jarak antar polybag adalah 60 cm ditempatkan dalam 2 baris secara zig-zag untuk setiap varietas mentimun. Aplikasi ethepon dilakukan 2 tahap. Tahap I dilakukan pada saat transplanting atau 3 MSP (Minggu Setelah Persemaian), sedangkan tahap II dilakukan pada saat umur tanaman 1 MST (Minggu Setelah Transplanting). Aplikasi dilakukan dengan cara penyemprotan ke seluruh bagian tanaman dengan volume 10 ml. Selama penelitian dilakukan pemeliharaan seperti pemangkasan daun dan pembersihan greenhouse. Pengamatan dilakukan pada saat transplanting hingga panen. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan vegetatif dan generatif. Pengamatan vegetatif yang dilakukan adalah pengukuran tinggi tanaman dan jumlah buku. Tinggi tanaman dihitung dari permukaan media tanam hingga titik tumbuh. Jumlah buku dihitung mulai dari buku pertama hingga terakhir. Pengamatan yang dilakukan setiap hari dengan menghitung jumlah bunga jantan dan betina yang tumbuh per tanaman, jumlah bunga betina yang gugur dan ratio kelamin bunga (bunga betina/bunga jantan). Pada saat panen, pengamatan yang dilakukan adalah dengan menghitung jumlah buah total panen per tanaman dan bobot buah total per tanaman (g/tanaman).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertumbuhan tanaman mentimun pada awal penelitian hingga panen dalam greenhouse secara umum cukup baik (Gambar 2a dan 2b). (a) Gambar 2. Tanaman mentimun pada umur 2 MST (a) dan tanaman mentimun saat berbuah (b). (b) Adapun kendala yang terjadi selama penelitian adalah terdapat serangan hama dan penyakit pada saat fase generatif. Hama yang menyerang selama penelitian ini adalah embun tepung yang disebabkan oleh Pseudoperonospora cubensis dengan intensitas sekitar sebesar 20 % dari populasi tanaman. Penyakit yang menyerang adalah busuk buah yang disebabkan oleh Phytium Sp. dengan intensitas sebesar 2 %. (Gambar 3a. dan 3b. ). (a) Gambar 3. Serangan embun tepung yang disebabkan oleh Pseudoperonospora cubensis (a) dan busuk buah yang disebabkan oleh Phytium Sp (b). (b)

Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan berupa penyemprotan insektisida yang berbahan aktif deltrametrin dengan konsentrasi 2 cc/l dan melakukan pemangkasan daun yang terserang embun tepung dan buah yang terserang busuk buah, untuk menekan penyebaran penyakit ke tanaman lainnya. Suhu greenhouse paling tinggi terjadi pada siang hari yaitu berkisar 38 O C - 46 O C, sedangkan untuk kelembaban relatif (RH) greenhouse paling tinggi terjadi pada pagi hari berkisar 80% 100%. Suhu greenhouse yang tinggi menyebabkan sekitar 85% tanaman menjadi layu dan daun dari 15% tanaman menjadi seperti terbakar. Suhu dan RH greenhouse mengalami fluktuasi selama penelitian. Fluktuasi suhu dan RH greenhouse disajikan dalam Gambar 3 dan 4. Gambar 3. Grafik Suhu Harian dalam Greenhouse Bulan Maret-Mei 2008 pada Pukul 07:00, 09:00, dan 11:00. Gambar 4. Grafik Kelembaban Relatif dalam Greenhouse Bulan Maret- Mei 2008 pada Pukul 07:00, 09:00, dan 11:00.

Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam (Tabel Lampiran 8), perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 6 MST: jumlah ruas pada 5 MST; dan jumlah buah panen. Perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 1, 2, 7 MST: jumlah ruas pada 1, 2, 3, 6, 7 MST; jumlah bunga betina gugur pada 4 MST; jumlah bunga betina pada 1 dan 2 MST; serta bobot buah panen. Perlakuan ethepon memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada 1 dan 4 MST. Perlakuan ethepon berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada awal transplanting, 2 dan 3 MST; jumlah ruas tanaman dan jumlah bunga betina gugur pada awal transplating serta jumlah bunga betina pada 2 MST. Perlakuan ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga jantan, jumlah buah panen dan bobot buah panen. Interaksi antara varietas dan ethepon berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 4 MST dan jumlah bunga betina pada 4 MST. Pengaruh interaksi sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 dan 3 MST dan jumlah bunga betina gugur pada 4 MST. Interaksi antara varietas dan ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas tanaman dan jumlah bunga jantan. Tinggi tanaman Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 6 MST dan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 7 MST. Berdasarkan Tabel 1, varietas Soarer memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Purbaya. Pemberian ethepon hingga konsentrasi 600 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman mentimun. Terdapat interaksi antara varietas dan konsentrasi ethepon terhadap tinggi tanaman (Tabel 2). Berdasarkan data pada Tabel 2, tanaman mentimun varietas Soarer memberikan respon kuadratik terhadap pemberian ethepon pada konsentrasi 0 sampai 600 ppm pada peubah tinggi tanaman umur 4 MST. Perlakuan ethepon hingga 600 ppm dapat menekan pertumbuhan tinggi varietas Soarer. Hal ini menurut Salisbury dan Ross (1995) disebabkan ethepon yang dihasilkan akan menghambat pemanjangan sel batang karena pemanjangan sel lebih terpacu ke samping. Hal ini sesuai dengan Sasmito (2005) bahwa semakin

tinggi konsentrasi ethepon yang diberikan maka tinggi tanaman mentimun akan semakin pendek. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa persamaan garis yang didapat adalah y = -0.0005x 2 + 0.2135x + 149.39 dengan R 2 = 0.6865. Titik optimun dari persamaan garis tersebut adalah 213 ppm artinya konsentrasi optimum ethepon untuk meningkatkan tinggi tanaman adalah sebesar 213 ppm. Pada varietas Purbaya secara umum pemberian ethepon hingga 600 ppm tidak mempengaruhi tinggi tanaman. Interaksi yang nyata dari perlakuan varietas dan ethepon pada 4 MST juga terlihat pada Gambar 5. Dimana pemberian konsentrasi ethepon yang lebih rendah dari 300 ppm, tinggi tanaman mentimun meningkat namun tinggi tanaman varietas Soarer dominan lebih tinggi dibandingkan varietas Purbaya. Sebaliknya saat konsentrasi ethepon lebih tinggi dari 300 ppm, tinggi tanaman mentimun menjadi menurun namun penurunan tinggi tanaman varietas Soarer dominan lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Purbaya. Hal ini mungkin disebabkan pada pemberian konsentrasi ethepon yang lebih rendah dari 300 ppm, ethepon yang dihasilkan merangsang pemanjangan sel batang sehingga terjadi peningkatan tinggi tanaman. Sebaliknya saat pemberian konsentrasi ethepon diatas 300 ppm, ethepon menekan pemanjangan sel batang sehingga terjadi penurunan tinggi tanaman terutama pada varietas Soarer. Tabel 1. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi Ethepon terhadap Tinggi Tanaman Mentimun Perlakuan Umur 6 MST 7 MST Soarer 289.44 352.82 Purbaya 254.07 291.97 Uji F * ** Konsentrasi Ethepon 0 ppm 289.28 339.47 150 ppm 279.28 324.22 300 ppm 280.17 317.28 450 ppm 248.03 297.67 600 ppm 262.03 333.34 Uji F tn tn Interaksi tn tn Keterangan : tn = Tidak nyata pada taraf uji 5% * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5% ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%

Tabel 2. Pengaruh Interaksi antara Varietas dan Konsentrasi Ethepon terhadap Tinggi Tanaman Mentimun Umur Varietas Konsentrasi Ethepon 2 MST 3 MST 4 MST Soarer Kontrol 0 ppm 33.06 91.29 152.14 150 ppm 41.92 102.47 163.01 300 ppm 43.05 106.33 171.16 450 ppm 41.05 91.07 142.95 600 ppm 16.24 40.72 91.06 Respon Q** Q** Q** Purbaya Kontrol 0 ppm 48.14 101.08 152.00 150 ppm 51.22 109.48 157.78 300 ppm 47.72 109.91 161.94 450 ppm 51.77 98.69 152.83 600 ppm 30.11 72.53 129.78 Respon tn tn tn Keterangan : tn = Tidak nyata pada taraf uji 5% ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% Q = Uji regresi berpengaruh secara Quadratik Varietas Soarer Tinggi Tanaman (Cm) 200.00 180.00 160.00 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0 200 400 600 800 Konsentrasi Ethepon y = -0,000x 2 + 0,213x + 149,3 R² = 0,686 Gambar 5. Grafik Kuadratik Tinggi Tanaman Varietas Soarer pada berbagai Konsentrasi Ethepon saat 4 MST

Tinggio Tanaman (cm) 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0ppm 150ppm 300ppm 450ppm 600ppm Konsentrasi Etilen (ppm) Soarer Purbaya Gambar 6. Grafik Interaksi Perlakuan Varietas dan Ethepon terhadap Tinggi Tanaman Mentimun pada 4 MST. Jumlah Ruas Tanaman Berdasarkan tabel rekapitulasi sidik ragam (Tabel Lampiran 1) perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas tanaman umur 4 MST. Dari Tabel 3 dapat dilihat perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap ruas tanaman saat 6 MST dan 7 MST, sedangkan perlakuan ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap ruas tanaman. Interaksi antara varietas dengan konsentrasi ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas tanaman mentimun. Tabel 3. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi Ethepon terhadap Jumlah Ruas Tanaman Mentimun Perlakuan Umur 6 MST 7 MST Soarer 37.31 41.96 Purbaya 32.36 35.58 Uji F ** ** Kontrol (0 ppm) 36.39 41.06 150 ppm 33.28 36.94 300 ppm 34.17 37.94 450 ppm 34.05 36.44 600 ppm 36.28 36.44 Uji F tn tn Keterangan : tn = Tidak nyata pada taraf uji 5% ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%

Jumlah Bunga Betina Berdasarkan Tabel 4, perlakuan varietas terhadap jumlah bunga betina berpengaruh nyata pada saat 4 MST, sedangkan perlakuan ethepon tidak berpengaruh nyata. Varietas Purbaya memiliki jumlah bunga betina lebih banyak dibandingkan dengan varietas Soarer. Terdapat interaksi antara varietas dengan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga betina pada saat 4 MST. Pemberian ethepon berpengaruh secara linier terhadap total bunga betina varietas Purbaya, dimana peningkatan konsentrasi ethepon dapat meningkatkan jumlah bunga betina (Tabel 5). Sasmito (2005) menyatakan bahwa pemberian ethepon dan NAA akan meningkatkan jumlah bunga betina. Tabel 4. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi Ethepon terhadap Jumlah Bunga Betina Perlakuan Umur 4 MST 5 MST Soarer 0.91 3.35 Purbaya 2.29 3.11 Uji F ** tn Konsentrasi Ethepon 0 ppm 1.22 2.56 150 ppm 1.11 2.11 300 ppm 1.95 3.90 450 ppm 1.89 4.06 600 ppm 1.83 3.56 Uji F tn tn Interaksi * tn Keterangan : tn = Tidak nyata pada taraf uji 5% ** = Berpengaruh sangat nyata pada uji statistik (p<1%) Tabel 5. Pengaruh Interaksi antara Varietas dan Konsentrasi Ethepon terhadap Jumlah Bunga Betina Tanaman Mentimun pada Umur 4 MST Varietas Konsentrasi Ethepon Jumlah bunga betina Soarer Kontrol 0 ppm 0.00 150 ppm 0.44 300 ppm 1.78 450 ppm 0.44 600 ppm 1.89 Respon tn Purbaya Kontrol 0 ppm 2.44 150 ppm 1.78 300 ppm 2.11 450 ppm 3.33 600 ppm 1.78 Respon L* Keterangan : * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5% L = Uji regresi berpengaruh secara linier

Jumlah Betina Gugur Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan varietas dan konsentrasi ethepon berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah bunga betina gugur pada 4 MST. Demikian juga terdapat interaksi antara varietas dengan pemberian konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga betina gugur pada 4 MST, sedangkan pada 5 MST tidak terdapat interaksi yang nyata antara varietas dan konsentrasi ethepon (Tabel 6). Pada Tabel 7, perlakuan varietas Purbaya berpengaruh secara linier pada jumlah bunga betina yang gugur. Dimana peningkatan konsentrasi ethepon akan meningkatkan jumlah bunga betina yang gugur. Menurut Sams dan Krueger (1977) pemberian ethepon akan meningkatkan jumlah bunga betina yang gugur, hal ini disebabkan kapasitas fotosintesis pada tanaman tidak dapat menyuplai keseluruh bunga betina yang terbentuk. Sasmito (2005) menyatakan bahwa pemberian ethepon akan meningkatkan jumlah bunga betina gugur. Tabel 6. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi Ethepon terhadap Jumlah Bunga Betina Gugur Tanaman Mentimun pada 4 dan 5 MST Perlakuan Umur 4 MST 5 MST Soarer 0.37 0.29 Purbaya 2.15 0.89 Uji F ** tn Kontrol (0ppm) 0.44 0.28 150 ppm 0.72 0.33 300 ppm 0.50 0.61 450 ppm 1.72 1.05 600 ppm 2.95 0.67 Uji F ** tn Interaksi ** tn Keterangan : tn :Tidak nyata pada taraf uji 5% ** : Berpengaruh sangat nyata pada uji statistik (p<1%)

Tabel 7. Pengaruh Interaksi antara Varietas dan Konsentrasi Ethepon terhadap Jumlah Bunga Betina Gugur Tanaman Mentimun pada Umur 4 MST Varietas Konsentrasi Ethepon Jumlah Bunga Betina Gugur Soarer Kontrol 0 ppm 0.22 150 ppm 0.45 300 ppm 0.78 450 ppm 0.22 600 ppm 022 Respon tn Purbaya Kontrol 0 ppm 0.67 150 ppm 0.10 300 ppm 0.22 450 ppm 3.22 600 ppm 5.67 Respon L** Keterangan : tn :Tidak nyata pada taraf uji 5% ** : Berpengaruh sangat nyata pada uji statistik (p<1%) L : Uji regresi berpengaruh secara Linier Jumlah Bunga Jantan Berdasarkan Tabel 8, perlakuan varietas maupun pemberian konsentrasi ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga jantan. Tidak terdapat interaksi antara varietas dengan konsentrasi ethepon terhdap jumlah bunga jantan. Tabel 8. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi Ethepon terhadap Jumlah Bunga Jantan Perlakuan MST 1 2 3 4 5 Soarer 1.51 17.09 23.27 28.87 20.98 Purbaya 2.07 20.91 24.16 28.24 20.98 Uji F tn tn tn tn tn 0 ppm 1.78 19.72 28.45 33.45 27.67 150 ppm 1.17 16.22 18.45 31.22 22.89 300 ppm 3.06 27.34 25.33 27.78 21.83 450 ppm 1.61 18.17 23.89 28.72 23.11 600 ppm 1.34 13.56 22.45 21.61 20.50 Uji F tn tn tn tn tn Interaksi tn tn tn tn tn Keterangan : tn : tidak nyata pada taraf uji 5%

Ratio Kelamin Bunga (Bunga Betina/Bunga Jantan) Berdasarkan Tabel 9, pemberian konsentrasi ethepon pada varietas Soarer maupun Purbaya tidak berpengaruh nyata terhadap ratio kelamin bunga (bunga betina/bunga jantan). Hal ini tidak sesuai berdasarkan penelitian yang dilakukan Sasmito (2005), yaitu pemberian ethepon pada tanaman mentimun meningkatkan ratio kelamin bunga (bunga betina/bunga jantan). Dimana pada penelitian yang dilakukan Sasmito (2005) pemberian ethepon konsentrasi 250 ppm menyebabkan ratio kelamin bunga sebesar 10:3, dan pada konsentrasi ethepon 500 ppm ratio kelamin bunga sebesar 10:6. Perbedaan ini mungkin disebabkan banyaknya bunga betina yang gugur pada varietas Soarer maupun Purbaya. Tabel 9. Pengaruh Interaksi Varietas dan Konsentrasi Ethepon terhadap Ratio Bunga Betina dan Bunga Jantan 4 dan 5 MST Perlakuan Konsentrasi Umur 4 MST 5 MST Soarer 0 ppm 0.00 0.11 150 ppm 0.01 0.09 300 ppm 0.07 0.20 450 ppm 0.01 0.22 600 ppm 0.10 0.43 Respon tn tn Purbaya 0 ppm 0.06 0.08 150 ppm 0.06 0.12 300 ppm 0.07 0.15 450 ppm 0.18 0.15 600 ppm 0.16 0.14 Respon tn tn Keterangan : tn : tidak nyata pada taraf uji 5% Jumlah Buah per Tanaman Berdasarkan Tabel 10, perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah buah panen. Dimana jumlah buah per tanaman varietas Purbaya lebih rendah dibanding varietas Soarer. Hal ini terjadi karena walaupun varietas Purbaya memiliki jumlah bunga betina lebih banyak, namun jumlah bunga betina yang gugur juga lebih banyak. Oleh karena itu, bunga betina yang berkembang menjadi buah lebih sedikit akibat banyaknya bunga betina yang gugur. Pemberian ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap total buah panen. Tidak terdapat

interaksi antara varietas dengan konsentrasi ethepon terhadap jumlah buah tanaman mentimun. Tabel 10. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi Ethepon terhadap Jumlah Buah per Tanaman Perlakuan Jumlah Buah Panen Pertama sampai Panen ke-9 Soarer 3.18 Purbaya 2.47 Uji F * Kontrol (0 ppm) 2.95 150 ppm 2.72 300 ppm 3.00 450 ppm 3.00 600 ppm 2.45 Uji F tn Interaksi tn Keterangan : tn = tidak nyata pada taraf uji 5% *=berpengaruh nyata pada taraf uji 5% Bobot Total Buah per Tanaman Berdasarkan hasil yang disajikan pada Tabel 11, perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap bobot total buah per tanaman. Bobot total buah panen pada kedua varietas berbeda sangat nyata dimana varietas Soarer memiliki bobot total buah panen lebih besar dibandingkan varietas Purbaya. Hal ini disebabkan jumlah buah per tanaman pada varietas Soarer lebih tinggi dibandingkan varietas Purbaya. Pemberian ethepon tidak berpengaruh terhadap bobot buah kedua varietas. Tabel 11. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi Ethepon terhadap Bobot Total Buah per Tanaman Perlakuan Bobot Total Buah Panen Pertama sampai Panen ke-9 (gram) Soarer 1252.0 Purbaya 885.8 Uji F ** Kontrol (0 ppm) 1144.5 150 ppm 993.0 300 ppm 1132.3 450 ppm 1035.3 600 ppm 1039.4 Respon tn Keterangan : tn : tidak berpegaruh nyata pada taraf uji 5% ** : berpengaruh sangat nyata pada uji statistik (p<1%)

Pembahasan Ethepon dapat menurunkan tinggi tanaman mentimun varietas Soarer pada umur 4 MST. Dimana perlakuan ethepon hingga 600 ppm akan menekan pertumbuhan tinggi tanaman varietas Soarer. Sesuai dengan penelitian sebelumnya dimana semakin tinggi konsentrasi ethepon maka tinggi tanaman akan semakin pendek (Sasmito, 2005). Hal ini disebabkan ethepon yang dihasilkan akan menghambat pemanjangan sel batang karena pemanjangan sel lebih terpacu ke arah samping. Perlakuan ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas pada tanaman mentimun. Berdasarkan Sasmito (2005) perlakuan ethepon akan menghambat pertumbuhan jumlah ruas pada tanaman mentimun. Perbedaan ini mungkin disebabkan suhu greenhouse yang tinggi sehingga akan mempengaruhi kerja ethepon terhadap pertumbuhan jumlah ruas pada tanaman mentimun. Secara fisiologi suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, kecepatan reaksi, kelarutan berbagai zat maupun kestabilan suatu enzim (Lakitan, 1993). Perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap ruas tanaman saat 6 MST dan 7 MST. Dimana jumlah ruas tanaman pada varietas Soarer lebih tinggi dibandingkan Purbaya. Hal ini menunjukkan varietas Soarer tidak terlalu peka terhadap pemberian ethepon dibandingkan varietas Purbaya. Perlakuan varietas terhadap jumlah bunga betina berpengaruh sangat nyata pada 4 MST. Varietas Soarer memiliki jumlah bunga betina lebih rendah dibandingkan varietas Purbaya. Hal ini menunjukkan varietas Soarer tidak terlalu peka terhadap pemberian ethepon dibandingkan varietas Purbaya. Terdapat interaksi antara varietas dengan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga betina pada saat 4 MST. Pemberian ethepon berpengaruh secara linier terhadap total bunga betina varietas Purbaya, dimana peningkatan konsentrasi ethepon dapat meningkatkan jumlah bunga betina (Tabel 6). Menurut Sunarjono et, al. (1989) aplikasi ethepon pada tanaman metimun sangat nyata dalam meningkatkan persentase jumlah bunga betina. Sasmito (2005) menambahkan bahwa pemberian ethepon dan NAA akan meningkatkan jumlah bunga betina. Perlakuan varietas dan konsentrasi ethepon berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah bunga betina gugur pada 4 MST. Perlakuan varietas Purbaya

berpengaruh secara linier pada jumlah bunga betina yang gugur. Dimana peningkatan konsentrasi ethepon akan meningkatkan jumlah bunga betina yang gugur. Menurut Sams dan Krueger (1977) pemberian ethepon akan meningkatkan jumlah bunga betina yang gugur, hal ini disebabkan kapasitas fotosintesis pada tanaman tidak dapat menyuplai keseluruh bunga betina yang terbentuk. Sasmito (2005) menyatakan bahwa pemberian ethepon akan meningkatkan jumlah bunga betina gugur. Perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata jumlah bunga jantan. Hasil ini berbeda dengan penelitian Sasmito (2005) dimana perlakuan ethepon akan menurunkan jumlah bunga jantan pada tanaman mentimun. Perbedaan ini mungkin disebabkan suhu greenhouse yang tinggi seperti yang telah disebutkan pada pernyataan di atas. Pemberian konsentrasi ethepon pada varietas Soarer maupun Purbaya tidak berpengaruh nyata terhadap ratio kelamin bunga (bunga betina/bunga jantan). Hal ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan Sasmito (2005), yaitu pemberian ethepon pada tanaman mentimun meningkatkan ratio kelamin bunga (bunga betina/bunga jantan). Perbedaan ini mungkin disebabkan banyaknya bunga betina yang gugur pada varietas Soarer maupun Purbaya. Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah buah panen. Dimana jumlah buah per tanaman varietas Purbaya lebih rendah dibanding varietas Soarer. Hal ini mungkin terjadi karena Varietas Purbaya memiliki jumlah bunga betina lebih banyak, namun jumlah bunga betina yang gugur juga lebih banyak. Karena itu bunga betina yang berkembang menjadi buah lebih sedikit akibat banyaknya bunga betina yang gugur. Pemberian ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap total buah panen. Tidak terdapat interaksi antara varietas dengan konsentrasi ethepon terhadap jumlah buah tanaman mentimun. Perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap bobot total buah per tanaman. Bobot total buah panen pada kedua varietas berbeda sangat nyata dimana varietas Soarer memiliki bobot total buah panen lebih besar dibandingkan varietas Purbaya. Hal ini disebabkan jumlah buah per tanaman pada varietas Soarer lebih tinggi dibandingkan varietas Purbaya. Pemberian ethepon tidak berpengaruh terhadap bobot buah kedua varietas.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Varietas mentimun Soarer lebih baik dalam jumlah buah per tanaman dan bobot total buah per tanaman. 2. Pemberian ethepon hingga konsentrasi 600 ppm dapat menekan pertumbuhan tinggi tanaman pada varietas Soarer dan Purbaya. 3. Pemberian ethepon hingga konsentrasi 600 ppm dapat meningkatkan total bunga betina dan jumlah betina gugur secara linier pada varietas Purbaya. 4. Konsentrasi optimum ethepon terhadap pertumbuhan tanaman mentimun berkisar pada konsentrasi 213 ppm. Saran Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh lainnya terhadap pertumbuhan dan hasil panen tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) dalam budidaya hidroponik.

DAFTAR PUSTAKA Abeles, F.B. 1973. Ethylene in Plant Biology. New York. Academic Press. 302 p. Abidin, Z. 1983. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung. Penerbit Angkasa Bandung. 84 Hal. Aksari, O. 2007. Pengaruh Aplikasi GA3 terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Tomat Cherry (Lycopersicon esculentum var. Cerasiforme) dalam Sistem Hidroponik. Skripsi. Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press. Indonesia. 490 hal. Darsana, L., Waryoto, dan T. Wahyuti. 2003. Pengaruh saat panen dan suhu penyimpanan terhadap umur simpan dan kualitas mentimun Jepang (Cucumis sativus L.). Agrosains 5(1):1-12. Harjadi, S.S. 1989. Dasar-dasar Hortikultura. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 505 hal. Hossain, M. A., M.R. Karim, S. Begum, and M.A. Haque. 2002. Effect of cephalexin on sex expression, fruit development and yield of cucumber (Cucumis sativus L.). J.Biol. Sci. 2(10):656-658. Http://www.depdag.go.id. 14 Januari 2008. Http://www.fao.org/statistics. 14 Januari 2008. Jensen, M. H. 1997. Hydroponics. HortScience 32(6):1018-1020. Lakitan, B. 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 206 hal. More, T. A. 1998. Sex expression and sex modification, P 39-66. In: N.M.Nayar and T.A. More (Eds.). Cucurbits. Science Publisher. USA. Pramono, H. 2007. Pengaruh GA 3 terhadap Pertumbuhan dan Pembentukan Buah Tomat Cherry (Lycopersicon esculentum var. Cerasiforme) secara Hidroponik. Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Resh, H. M. 2004. Hydroponic Food Production. Woodbridge Press Publ. Co. Santa Barbara. 567p. Rubatzky, V. E dan M. Yamaguchi. 1997. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi (Terjemahan). Jilid 3. Bandung. Penerbit ITB. 320 hal.