IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang sangat fluktuatif (Gambar 4.1).

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BAB IV GAMBARAN UMUM. Secara geografis Provinsi Jawa Tengah terletak antara 5 40 dan 8 30

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kinerja perekonomian di suatu wilayah dapat diketahui dari perkembangan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH TAHUN 2014

3.1.1.Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2013 dan Perkiraan Tahun. perekonomian regional, perekonomian nasional bahkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, memperluas angkatan kerja dan mengarahkan pendapatan yang merata

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

Analisis Perkembangan Industri

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. berlalunya kerusuhan yang pernah terjadi pada sekitar tahun merupakan fenomena tersendiri. Pusat perbelanjaan yang dapat berupa

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011


V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. setelah Provinsi DKI Jakarta. Luas wilayah administrasi DIY mencapai 3.185,80

Transkripsi:

51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai negara maritim. Sebagai bagian dari negara maritim, Pulau Jawa dikelilingi oleh berbagai perairan, baik samudera, laut, maupun selat. Secara geografis, letak Pulau Jawa berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah Utara, Selat Bali di sebelah Timur, Samudera Hindia di sebelah Selatan, sedangkan disebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda, sebagaimana dijelaskan oleh gambar berikut Sumber : BPS, 2011 Gambar 4.1. Peta Indonesia Pulau Jawa membentang dari Barat ke Timur sepanjang 1.050 km dengan luas 129.438,28 km 2 (berdasarkan Peraturan Dalam Negeri No. 6 Tahun 2008 Tanggal 31 Januari 2008) atau sekitar 6,77 persen dari luas total wilayah Indonesia. Secara administrasi sampai dengan akhir tahun 2010 Pulau Jawa

52 tercatat memiliki 6 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta (DIY), Jawa Timur, dan Banten yang meliputi 116 kabupaten/kota (84 kabupaten dan 32 kota). Pada awalnya provinsi Banten merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun saat ini telah menjadi provinsi sendiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Ditinjau dari segi luas wilayahnya, provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama (terluas) di Pulau Jawa dibandingkan kelima provinsi yang lainnya, sedangkan provinsi DKI Jakarta ada di urutan terakhir (rincian luas wilayah dan pembagian daerah administrasi masing-masing provinsi di Pulau Jawa dapat dilihat pada tabel 4.1). Tabel 4.1. Luas Wilayah dan Pembagian Daerah Administrasi Masingmasing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2010 Provinsi Luas 1 Wilayah (km 2 ) Persen luas (%) Jumlah 1 Kab Jumlah 1 Kota Jumlah 2 Kecamatan Jumlah desa 2 DKI Jakarta 664,01 0,03 1 5 44 267 Jawa Barat 35.377,76 1,85 17 9 602 5.832 Jawa Tengah 32.800,69 1,72 29 6 568 8.573 D.I Yogyakarta 3.133,15 0,16 4 1 78 438 Jawa Timur 47.799,75 2,50 29 9 657 8.505 Banten 9.662,92 0,51 4 2 152 1.504 Jawa 129.438.28 6,77 84 32 2.101 25.119 Indonesia 1.910.931,32 100,00 370 95 6.131 73.408 Sumber : Statistik Indonesia 2011 Keterangan : 1 Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2008 pada Tanggal 31 Januari 2008 2 Berdasarkan Laporan BPS Provinsi sampai dengan 31 Desember 2007 4.2. Kondisi Kependudukan Penduduk merupakan salah satu modal dasar dalam menjalankan aktivitas pembangunan. Berdasarkan data BPS, diketahui bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tabel 1.1 berdasarkan SP 2000, SUPAS 2005, dan SP 2010 sekitar kurang lebih 58 persen masih terpusat di Pulau Jawa yang luasnya hanya sebesar

53 6,77 persen dari luas total Indonesia. Jumlah penduduk Pulau Jawa terbesar ada pada provinsi Jawa Barat (31,51 persen), lalu diikuti oleh provinsi Jawa Timur (27,43 persen), provinsi Jawa Tengah (23,70 persen), provinsi Banten (7,78 persen), provinsi DKI Jakarta (7,03 persen), dan terendah provinsi DI Yogyakarta (2,53 persen). Laju rata-rata pertumbuhan jumlah penduduk selama 10 (sepuluh) tahun tertinggi ada pada provinsi Banten 3,12 persen, lalu diikuti oleh provinsi Jawa Barat 2,05 persen, Provinsi DKI Jakarta 1,45 persen, provinsi DI Yogyakarta 1,07 persen, provinsi Jawa Timur 0,77 persen, dan terendah provinsi Jawa Tengah 0,37 persen. Secara umum, laju rata-rata pertumbuhan penduduk Pulau Jawa selama sepuluh tahun hampir mendekati dengan laju rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia yaitu sebesar 1,25 persen. Tabel 4.2. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Pada Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2000-2010 Provinsi Jumlah Penduduk 2000 1 2005 2 2010 1 Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk tahun 2000-2010 (%) DKI Jakarta 8.389.443 8.892.300 9.607.787 1,45 Jawa Barat 35.729.537 39.150.600 43.053.732 2,05 Jawa Tengah 31.228.940 31.873.500 32.382.657 0,37 D.I Yogyakarta 3.122.268 3.365.500 3.457.491 1,07 Jawa Timur 34.783.640 36.481.800 37.476.757 0,77 Banten 8.098.780 9.071.100 10.632.166 3,12 Jawa 121.352.608 128.834.800 136.610.590 1,25 Indonesia 206.264.595 219.852.000 237.641.326 1,52 Sumber : Statistik Indonesia (2010) Keterangan : 1 Hasil Sensus Penduduk (SP) 2000 dan 2010 2 Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2005 Sampai saat ini, sebagian besar penduduk Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa. Jumlah penduduk Pulau Jawa begitu besar dan selalu bertambah setiap tahunnya, namun tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran

54 penduduk. Data pada tahun 2010 yang menunjukkan bahwa Pulau Jawa dengan luas yang hanya mencapai 6,77 persen dari total luas daratan Nusantara, dihuni sekitar 58 persen dari total penduduk Indonesia. Dari Jumlah tersebut, 18,12 persen penduduk tinggal di Jawa Barat, 15,77 persen di Jawa Timur, 13,63 persen di Jawa Tengah, 4,47 persen di Banten, 4,04 persen di DKI Jakarta, dan 1,45 persen di DI Yogyakarta. Besarnya jumlah penduduk di Pulau Jawa menyebabkan kepadatan pulau tersebut menjadi sangat tinggi, yaitu 938 jiwa/ km 2 (tahun 2000) dan menjadi 1,030 jiwa/km 2 di tahun 2010 (lihat tabel 4.3 berikut). Tabel 4.3. Distribusi Presentase Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi Tahun 2000 dan 2010 Provinsi Persentase Penduduk * (%) Kepadatan Penduduk/km 2 2000 1 2010 1 2000 1 2010 1 DKI Jakarta 4,08 4,04 12.592 14.469 Jawa Barat 17,42 18,12 1.010 1.217 Jawa Tengah 15,22 13,63 952 987 DI Yogyakarta 1,52 1,45 996 1.104 Jawa Timur 16,95 15,77 727 784 Banten 3,95 4,47 838 1.100 JAWA 59,14 57,48 938 1.035 INDONESIA 100,00 100,00 110 124 Sumber : Statistik Indonesia (2011) Keterangan : * Persentase penduduk terhadap total jumlah penduduk nasional 1 Hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2000 dan 2010 Dari data yang disajikan pada tabel 4.3. diatas, dapat dilihat bahwa Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi di Pulau Jawa dengan tingkat kepadatan penduduk yang paling tinggi, yaitu mencapai 14.469/km 2 pada tahun 2010. Berdasarkan data persentase penduduk pada tabel 4.3, dapat diketahui bahwa dari tahun 2000 sampai 2010 proporsi penduduk di DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur terhadap jumlah penduduk nasional secara konsisten

55 mengalami penurunan, sementara di provinsi Jawa Barat dan Banten secara konsisten mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa di Pulau Jawa dari tahun ke tahun terjadi pemusatan sebaran penduduk ke wilayah BODETABEK (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) sebagai wilayah penyangga Jakarta yang notabene masuk ke dalam wilayah administrasi provinsi Jawa Barat dan Banten. Sementara apabila dilihat proporsi jumlah penduduk Pulau Jawa terhadap jumlah penduduk nasional, proporsi penduduk Pulau Jawa sedikit mengalami penurunan. Kecenderungan ini tentunya cukup baik untuk mendorong keberimbangan sebaran jumlah penduduk secara nasional. Namun untuk wilayah BODETABEK justru terus terjadi pemusatan sehingga proporsi jumlah penduduk provinsi Jawa Barat dan Banten semakin meningkat. 4.3. Perkembangan Upah Minimum Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2001-2010 Upah merupakan balas jasa tenaga kerja yang diberikan oleh produsen atau perusahaan sebagai imbalan atas hasil jasa tenaga kerja dalam memproduksi barang ataupun jasa. Upah juga merupakan salah satu indikator penting untuk melihat tingkat hidup pekerja. Upah riil pekerja merupakan suatu upah yang telah disesuaikan dengan memperhitungkan tingkat kebutuhan penduduk secara umum. Tingkat upah minimum masing-masing provinsi di wilayah Pulau Jawa relatif mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan gambar 4.2. upah minimum paling tinggi ada di provinsi DKI Jakarta yang mencapai Rp. 1.317.710 per orang pada tahun 2010, sedangkan terendah ada di provinsi Jawa Tengah yaitu sebesar Rp. 743.141. Tingginya tingkat upah di DKI Jakarta tersebut dapat dikarenakan adanya pertimbangan biaya hidup di Jakarta yang lebih tinggi dibandingkan biaya hidup di provinsi-provinsi lain di pulau Jawa. Peningkatan

56 upah minimum menunjukkan peningkatan yang cukup tajam di DKI Jakarta dan Banten dari tahun 2000 sampai 2010. 1,400,000 1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Sumber : BPS, 2011 (diolah) Gambar 4.2. Tingkat Upah Minimum Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2001-2010 4.4. Perkembangan Kontribusi dan Pertumbuhan PDRB Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Tahun 2001-2010 Produk Domestik Regional bruto (PDRB) biasanya diukur dalam bentuk nilai tambah (value added) yang diciptakan oleh sektor perekonomian wilayah tersebut secara total dalam bentuk rupiah. Kondisi pertumbuhan ekonomi yang baik, secara tidak langsung akan mempengaruhi penyerapan pada tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi yang baik juga dapat menjadi sebuah daya tarik bagi para investor untuk melakukan investasi sehingga akan berdampak pada peningkatan lapangan pekerjaan dan menurunkan jumlah pengangguran. Kontribusi rata-rata sektor industri di Pulau Jawa setiap tahunnya masih menduduki urutan pertama yaitu sebesar 31,03 persen sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran menduduki urutan kedua sebesar 23,25 persen. Besarnya kontribusi setiap tahunnya di kedua sektor tersebut memiliki

57 pertumbuhan yang relatif berbeda setiap tahunnya. Pada gambar 4.3 dalam kurun waktu 2002 hingga 2010 sektor industri di Pulau Jawa terlihat memiliki pertumbuhan positif cenderung menurun. Semenjak krisis tahun 1997/1998 pertumbuhan PDRB sektor industri di Pulau Jawa terlihat lebih lambat. Pertumbuhan tertinggi sektor industri sebesar 6,03 persen tahun 2005 dan terendah sebesar 0,42 persen tahun 2009. Rata-rata pertumbuhan sektor industri setiap tahunnya sebesar 4,38 persen. Menurunnya pertumbuhan setelah tahun 2005 dikarenakan adanya ketidakstabilan dalam kondisi perekonomian indonesia seperti terjadinya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di bulan Oktober 2005 serta adanya krisis finansial global 2008. Ketidakstabilan kondisi perekonomian tersebut membuat aktivitas produksi di sektor industri menurun sehingga menyebabkan produk industri dalam negeri tidak mampu bersaing di pasaran. Setelah tahun 2010 sektor industri terlihat relatif mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan menjadi sebesar 4,98 persen, hal ini dapat dikarenakan oleh relatif membaiknya penyerapan pasar domestik terhadap hasil produksi serta diiringi dengan tingginya permintaan domestik. Pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran di Pulau Jawa setiap tahunnya cenderung fluktuatif. Pertumbuhan tertinggi sebesar 7,62 pada tahun 2003 dan terendah 5,96 tahun 2007. Pertumbuhan rata-rata setiap tahunnya sebesar 6,84 persen. Pertumbuhan di sektor perdagangan, hotel dan restoran yang cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan sektor industri dapat dikarenakan relatif tingginya aktivitas perdagangan antar daerah di wilayah Pulau Jawa. Selain itu, pertumbuhan sektor ini juga disebabkan karena tingginya

58 permintaan masyarakat atas barang atau jasa sektor perdagangan, hotel dan restoran yang didukung juga oleh subsektor perdagangan kecil, hotel dan restoran yang jumlahnya semakin hari kian meningkat untuk memenuhi kebutuhan para konsumen. % Pertumbuhan 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00-2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Ratarata Industri 3.07 2.76 4.72 6.03 5.69 6.03 5.76 0.42 4.98 4.38 Perdagangan, hotel dan restoran 6.47 7.62 6.90 7.18 7.58 5.96 6.53 6.17 7.14 6.84 Sumber : BPS, 2001-2010 (diolah) Gambar 4.3. Pertumbuhan Ekonomi sektor industri dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Tahun 2002-2010 Selama kurun waktu 2001 hingga 2010 Provinsi Jawa Barat selalu memiliki kontribusi terbesar dalam memberikan kontribusi PDRB di sektor industri. Pada tahun 2001 kontribusinya sebesar 35,09 persen kemudian meningkat pada tahun 2010 sebesar 35,53 persen dengan rata rata presentase setiap tahunnya sebesar 35,33 persen. Besarnya PDRB tersebut dikarenakan provinsi Jawa Barat memiliki kawasan industri yang cukup luas sehingga menyebabkan tingginya aktivitas di sektor industri yang digambarkan dalam bentuk nilai tambah atau PDRB. Demikian sebaliknya rendahnya kontribusi PDRB sektor industri di DI Yogyakarta dikarenakan provinsi ini tidak memiliki

59 kawasan industri yang cukup luas serta industri yang berkembang hanya industri kecil dan menengah sehingga kontribusi terhadap PDRB paling rendah seperti terlihat pada gambar 4.4. Persentase 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Sumber : BPS, 2001-2010 (diolah) Gambar 4.4. Kontribusi PDRB Sektor Industri Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2001-2010 Pertumbuhan ekonomi sektor industri masing-masing provinsi di Pulau Jawa ditunjukkan pada gambar 4.5. Pada tahun 2009 seluruh provinsi di Pulau Jawa terlihat mengalami penurunan dalam pertumbuhan akibat dari krisis global 2008. Provinsi yang mengalami penurunan cukup signifikan yaitu Jawa Barat sebesar 1,74 persen. Hal ini dikarenakam provinsi tersebut memiliki ketergantungan yang kuat terhadap pangsa pasar ekspor. Sehingga disaat negara tujuan ekspor tersebut terkena krisis, berdampak pada menurunnya permintaan barang-barang industri Jawa Barat. Provinsi yang lebih tahan dari imbas krisis global tahun 2008 yaitu DI Yogyakarta. Di saat seluruh provinsi mengalami penurunan, provinsi tersebut justru mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 1,87 persen. Hal ini dikarenakan industri yang berkembang di provinsi DI Yogyakarta merupakan industri kecil dan menengah yang hanya memiliki pangsa pasar domestik

60 sehingga ketika terjadi krisis global tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhannya. Rata-rata pertumbuhan sektor industri setiap tahunnya terbesar ada di provinsi Jawa Tengah sebesar 5,77 persen dan terendah provinsi DI Yogyakarta 2,71 persen. Pertumbuhan 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00-2.00-4.00 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Ratarata DKI Jakarta 4.59 5.05 5.74 5.07 4.97 4.60 3.87 0.14 3.63 4.18 Jawa Barat 4.07-0.72 3.24 8.62 8.51 7.35 9.01-1.74 2.90 4.58 Jawa Tengah 5.46 5.49 6.41 4.80 4.52 5.56 4.50 1.84 13.40 5.77 DI Yogyakarta 2.82 2.80 3.25 2.59 0.73 1.89 1.38 1.87 7.01 2.71 Jawa Timur -0.73 4.46 5.28 4.61 3.05 6.68 4.36 2.80 4.32 3.87 Banten 2.70 3.41 4.39 4.42 5.43 3.10 2.31 1.50 3.27 3.39 Sumber : BPS, 2001-2010 (diolah) Gambar 4.5. Pertumbuhan PDRB Sektor Industri Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2002-2010 Kontribusi PDRB sektor perdagangan, hotel dan restoran tiap-tiap provinsi di Pulau Jawa disajikan pada gambar 4.6. Selama kurun waktu 2001 hingga 2010 Provinsi Jawa Timur selalu memiliki kontribusi terbesar dalam PDRB di sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada tahun 2001 kontribusinya sebesar 30,59 persen kemudian meningkat pada tahun 2010 sebesar 31,62 persen dengan rata rata persentase setiap tahunnya sebesar 31,92 persen. Besarnya PDRB sektor perdagangan, hotel dan restoran di Provinsi Jawa Timur dikarenakan kontribusi subsektor perdagangan besar dan kecil yang setiap tahunnya besarnya kurang lebih mencapai 80 persen. Pertumbuhan ekonomi sektor perdagangan, hotel dan restoran masing-masing provinsi di Pulau Jawa ditunjukkan pada gambar 4.7. Pertumbuhan diseluruh provinsi setiap tahunnya terlihat lebih stabil. Pertumbuhan

61 rata-rata tertinggi setiap tahunnya ada di provinsi Banten sebesar 7,87 persen, sedangkan pertumbuhan terendah di provinsi Jawa Tengah sebesar 5,02 persen. Persentase 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Sumber : BPS, 2001-2010 (diolah) Gambar 4.6. Kontribusi PDRB Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 20010-2010 14.00 12.00 Pertumbuhan 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 Rata 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 -rata DKI Jakarta 7.26 6.62 6.95 7.89 6.47 6.88 6.66 4.01 7.29 6.67 Jawa Barat 6.16 10.64 6.48 3.80 7.32 8.03 3.92 10.12 11.77 7.58 Jawa Tengah 1.85 5.24 2.45 6.05 5.85 6.54 5.10 6.01 6.06 5.02 DI Yogyakarta 5.43 6.30 5.86 5.05 3.63 5.04 5.28 5.42 5.33 5.26 Jawa Timur 8.32 7.92 9.25 9.15 9.62 2.94 8.07 5.58 4.42 7.25 Banten 6.06 5.81 6.25 8.84 7.28 11.52 10.95 6.51 7.60 7.87 Sumber : BPS, 2001-2010 (diolah) Gambar 4.7. Pertumbuhan PDRB Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2010-2010

62 4.5. Perkembangan Investasi Sektor industri dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Tahun 2001-2010 Salah satu aspek yang menjadi faktor penting dalam meningkatkan penyerapan tenagakerja adalah investasi. Investasi dapat digunakan sebagai modal dalam kegiatan pembangunan. Kebijakan yang diambil pemerintah daerah seperti menciptakan iklim investasi yang aman, perbaikan kualitas dan kuantitas infrastruktur yang dilakukan secara tidak langsung akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan akan berdampak pada penyerapan investasi baik asing maupun domestik yang pada akhirnya akan meningkatkan lapangan pekerjaan dan mengurangi jumlah pengangguran. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan bahwa konsentrasi investasi di Indonesia baik pada tahun-tahun sebelum otonomi maupun pada saat otonomi daerah saat ini, Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sekitar kurang lebih 60 persen masih terpusat di wilayah padat penduduk yaitu Pulau Jawa. Selain memiliki kaya akan potensi serta sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai bila dibandingkan dengan pulau lainnya, Pulau Jawa juga memiliki jumlah penduduk terbesar sekitar kurang lebih 60 persen dari jumlah total penduduk Indonesia. Hal tersebut dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor untuk berinvestasi di wilayah Pulau Jawa karena dengan jumlah penduduk yang besar akan berpotensi dalam meningkatkan daya beli yang besar pula sehingga akan memberikan tingkat keuntungan yang lebih cepat bagi para investor.

63 Tabel 4.4. Nilai Realisasi investasi dan Daya Serap Tenaga Kerja Sektor Industri PMA dan PMDN di Pulau Jawa Tahun 2001-2010 PMA Tahun Jumlah Pertumbuhan (Rp Milyar) (%) Tenaga Kerja (orang) Jumlah (Rp Milyar) PMDN Pertumbuhan (%) Tenaga Kerja (orang) 2001 16.069.26-949 2.3789-1.574 2002 12.872,16-19,89 7.130 9.550 301,57 10.274 2003 13.581,54 5,51 12.993 5.085-46,76 3.454 2004 16.399,48 20,75 48.754 4.005-21,24 27.197 2005 30.500,83 85,99 83.108 9.510 137,44 43.637 2006 24.538,28-19,55 137.398 9.535 0,27 21.496 2007 32.267,36 31,50 115.371 14.541 52,49 33.833 2008 35.027,41 8,55 178.364 9.428 35,16 36.313 2009 34.164,59-2,46 128.820 14.690 55,81 59.555 2010 30.496,22-10,74 319.526 16.813 14,45 101.584 Ratarata 24.591,61 11,07 103.244 10.351 58,8 37.483 Sumber : BKPM, 2001-2010 (diolah) Perkembangan realisasi investasi PMA dan PMDN sektor industri di Pulau Jawa dapat diamati pada tabel 4.3. Nilai PMA pada sektor industri terlihat lebih besar dibandingkan dengan PMDN. Pertumbuhan nilai PMA dan PMDN dalam kurun waktu tahun 2001-2010 cenderung fluktuatif. Rata-rata pertumbuhan nilai realisasi PMA di sektor industri dalam kurun waktu 2001-2010 mencapai 11,07 persen per tahun, meningkat dari Rp. 16.069,26 Milyar pada tahun 2001 menjadi Rp. 30.496,22 Milyar pada tahun 2010. Pertumbuhan nilai realisasi investasi yang memberikan pertumbuhan negatif pada tahun 2002, 2006, 2009, dan 2010 dapat dikarenakan oleh adanya iklim investasi serta kondisi politik dan perekonomian indonesia yang kurang mendukung, selain itu dapat dikarenakan juga adanya pengembangan sektorsektor industri di koridor luar Jawa sehingga jumlah investasi dialihkan ke

64 wilayah luar Jawa untuk menciptakan adanya unsur pemerataan dalam rangka memperluas dan mempercepat pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang. Meskipun iklim PMA terlihat cenderung fluktuatif, namun cukup memberikan kontribusi yang cukup baik dalam menyerap tenaga kerja dan relatif cenderung meningkat dari tahun 2001-2010 sebesar 949 orang menjadi 319.526 orang dengan rata-rata per tahunnya sebesar 103.244 orang. Besarnya tenaga kerja yang terserap oleh adanya PMA di sektor industri dapat dikarenakan PMA tersebut memiliki nilai realisasi yang relatif lebih besar serta jumlah proyek yang dijalankannya juga besar sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja yang dipekerjakan di sektor industri tersebut. Perkembangan realisasi PMDN sektor industri di Pulau Jawa dalam kurun waktu 2001-2010 sama halnya dengan PMA menunjukkan nilai fluktuatif dan cenderung memberikan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan negatif hanya terjadi pada tahun 2003 dan 2004. Penurunan nilai investasi yang terjadi pada saat krisis global tahun 2008 tidak terlihat signifikan bila dibandingkan dengan PMA, namun investasi kembali tumbuh membaik seiring pemulihan perekonomian pasca krisis. Rata-rata pertumbuhan nilai realisasi PMDN adalah mencapai 58,80 persen per tahun, meningkat dari Rp. 2.3789 miliar pada tahun 2001 menjadi Rp. 16.813 tahun 2010. Dampak dari adanya investasi PMDN yang terjadi pada sektor industri di Pulau Jawa yaitu, dayaserap tenagakerja masih menunjukkan trend relatif mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hingga tahun 2010. Rata-rata daya serap tenaga kerja sektor industri dari PMDN adalah sebesar 37.483 orang per tahun. Jumlah rata-rata tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan daya serap

65 tenaga kerja PMA. Hal ini dapat dikarenakan nilai PMDN yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan PMA serta dapat mengindikasikan pula bahwa PMDN yang terserap pada sektor industri di Pulau Jawa lebih dialokasikan untuk proyekproyek padat karya seprti pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur pendukung serta belanja barang modal untuk kebutuhan tahap awal produksi. Tabel 4.5. Jumlah PMA dan PMDN Sektor Industri Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2001, 2005 dan 2010 (persen) Provinsi 2001 2005 2010 PMA PMDN PMA PMDN PMA PMDN DKI Jakarta 8,70 4,11 3,30 5,70 5,62 1,66 Jawa Barat 35,85 16,56 56,87 30,81 47,00 33,05 Jawa Tengah 2,41 26,49 0,65 10,31 1,18 2,32 DI Yogyakarta 0,01 0,27 0,01 0,19 0,05 0,00 Jawa Timur 8,71 42,38 20,78 39,05 30,93 38,38 Banten 44,28 10,61 18,36 13,90 15,20 24,55 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber :BKPM, 2001-2010 (diolah) Pada tahun 2001 PMA sektor industri tertinggi ada di Provinsi Banten sebesar 44,28 persen. Pada tahun 2005 dan 2010 mulai bergeser ke Jawa barat sebesar 56,87 persen dan 47 persen. Untuk PMDN sektor industri pada tahun 2001, 2005 dan 2010 dialokasikan paling besar di Provinsi Jawa Timur sebesar 42,38 persen; 39,05 persen dan 38,38 persen. Pada tahun 2001 hingga 2010, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta terlihat selalu mendapat alokasi investasi baik PMA maupun PMDN yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan provinsi lainnya. Rendahnya investasi sektor industri di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta pada tahun 2001-2010 mengindikasikan bahwa di provinsi tersebut memiliki kawasan industri yang relatif kecil bila dibandingkan dengan provinsi lainnya, selain itu

66 dapat dikarenakan juga industri yang lebih berkembang di wilayah tersebut merupakan industri kecil dan menengah yang mungkin tidak membutuhkan modal investasi dalam jumlah yang besar. Subsektor Industri yang terlihat mengalami peningkatan cukup besar dalam kurun waktu lima tahun yaitu subsektor industri makanan. Pada tahun 2005 jumlah PMA subsektor industri makanan sebesar 13,25 persen lalu mengalami peningkatan pada tahun 2010 menjadi sebesar 30,28 persen. Sama halnya dengan PMDN subsektor industri makanan juga mengalami peningkatan dengan jumlah yang cukup signifikan yaitu pada tahun 2005 sebesar 19,83 persen menjadi 63,87 persen pada tahun 2010. Besarnya proporsi investasi di subsektor tersebut mengindikasikan bahwa subsektor industri makanan di Pulau Jawa semakin berkembang cukup prospektif dan memberikan keuntungan (return) yang relatif lebih cepat sehingga menimbulkan minat yang besar kepada para investor untuk berinvestasi di sektor tersebut. Akan tetapi investasi dalam industri makanan baik PMA maupun PMDN tersebut cenderung lebih padat modal dan lebih menggunakan teknologi (mesinmesin) dalam proses produksinya. Berdasarkan data terlihat jumlah proporsi investasi yang selalu lebih besar, akan tetapi belum diiringi dengan jumlah penyerapan teaga kerja yang terlihat lebih besar. Sedangkan subsektor industri yang memiliki proporsi paling kecil dalam menyerap nilai investasi adalah subsektor industri instrumen kedokteran, presisi, optik dan jam. Hal ini mengindikasikan bahwa subsektor tersebut kurang diminati oleh investor asing maupun dalam negeri.

67 Tabel 4.6. Jumlah PMA dan PMDN dan Tenaga Kerja Menurut Subsektor Industri di Pulau Jawa Tahun 2005 dan 2010 (persen) Subsektor Industri logam dasar, barang logam, mesin dan elektronik Industri Instrumen kedokteran, presisi, optik dan jam PMA (%) 2005 2010 TK PMDN TK PMA TK PMDN TK (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) 14,45 20,17 11,86 11,88 21,78 17,07 2,02 29,03 0,03 0,03 0 0 0 0,003 0 0 Industri Kayu 0,11 1,15 1,23 3,95 0,26 0,57 0 0,37 Industri Kertas, barang dari kertas, dan percetakan Industri Kimia Dasar, barang kimia dan farmasi Industri dari karet, barang karet dan plastik Industri mineral non logam Industri alat angkutan dan transportasi lainnya Industri Makanan 0,13 0,64 24,62 14,43 1,68 1,17 5,96 24,31 36,4 13,7 9,06 22,63 17,02 6,6 12,94 15,3 12,3 8,29 4,8 6,83 4,07 5,71 2,81 18,73 2,0 2,53 7,98 12,9 1,21 0,6 8,52 8,27 11,42 9,06 2,93 5,97 15,93 8,13 1,55 9,53 13,25 9,88 19,83 35,09 30,28 8,0 63,87 45,63 Industri Tekstil 2,18 18,61 16,7 45,07 6,6 22,94 2,21 21,81 Industri kulit, barang dari kulit dan sepatu 1,5 6,81 0,15 8,31 6,1 22,78 0,07 2,5 Industri lainnya 6,15 9,06 0,81 6,87 1,12 6,38 0,02 2,82 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BKPM, 2001-2010 (diolah)

68 Perkembangan realisasi investasi PMA dan PMDN sektor perdagangan, hotel dan restoran di Pulau Jawa dapat diamati pada tabel 4.6. pada sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki nilai PMA lebih besar dibandingkan dengan nilai PMDN. Nilai dari kedua investasi tersebut cenderung fluktuatif setiap tahunnya. Pertumbuhan nilai Investasi PMA yang terjadi dalam kurun waktu tahun 2001-2010 mencapai 36,98 persen per tahun, meningkat dari Rp. 847,63 milyar pada tahun 2001 menjadi Rp. 7.280,89 pada tahun 2010. Rata-rata penyerapan tenaga kerja dari adanya investasi PMA di sektor tersebut sebesar 10.624 orang setiap tahunnya. Tabel 4.7. Nilai Realisasi investasi PMA dan PMDN dan Daya Serap Tenaga Kerja Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Tahun 2001-2010 PMA PMDN Tahun Jumlah (Rp Milyar) Pertumbuhan (%) Daya Serap Tenaga Kerja (orang) Jumlah Pertumbuhan (Rp Milyar) (%) Daya Serap Tenaga Kerja (orang) 2001 847,63-1.111 604,34-1.109 2002 1.469,31 73,34 2.584 111,17-81.6 407 2003 3.359,83 128,67 1.930 439,69 295,51 155 2004 2.053,70-38,87 9.249 387,74-11,82 957 2005 4.334,43 111,05 9.267 221,66-42,83 957 2006 4.034,50-6,92 10.601 525,99 137,30 1.570 2007 5.038,52 24,89 8.462 258,60-50,84 800 2008 5.821,51 15,54 17.117 556,71 115,28 3.700 2009 7.297,55 25,36 11.315 1.928,27 246,37 3.639 2010 7.280,89-0,23 34.598 1.648,77 14,49 3.634 Rata- 4.153,78 36,98 10.624 668,30 69,09 1.693 rata Sumber : BKPM, 2001-2010 (diolah)

69 Pertumbuhan rata-rata nilai investasi PMDN setiap tahunnya sebesar 69,09 persen lebih tinggi dibandingkan dengan PMA. Besar nilainya meningkat dari Rp 604,34 miliar pada tahun 2001 menjadi Rp. 1.648,77 miliar pada tahun 2010. Rata-rata penyerapan tenaga kerja dari adanya investasi PMDN di sektor tersebut sebesar 1.693 orang setiap tahunnya. Selama kurun waktu lima tahun, proporsi nilai PMA sektor perdagangan, hotel dan restoran tertinggi ada di Provinsi DKI Jakarta sebesar 66,16 persen; 78,95 persen; dan 71,98 persen. Untuk PMDN sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2001 dan 2005 juga dialokasikan paling besar di Provinsi DKI Jakarta 85,50 persen dan 54,30 persen. Namun, pada tahun 2010 jumlah PMDN terbesar bergeser pada provinsi Banten sebesar 95,40 persen. Bergesernya alokasi nilai PMDN ke provinsi Banten dapat dikarenakan telah banyaknya penawaran (over supply) terhadap perdagangan, pusat perbelanjaan, hotel dan restoran di DKI Jakarta sehingga menurunkan minat investor untuk berinvestasi di provinsi tersebut. Besarnya nilai PMA dan PMDN sektor perdagangan, hotel dan restoran di karenakan provinsi DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan sekaligus ibu kota yang memiliki pusat perdagangan atau perbelanjaan, hotel serta restoran yang cukup prospektif yang setiap tahun mengalami perkembangan. Pada tahun 2001 hingga 2010, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta terlihat selalu mendapat alokasi investasi baik PMA maupun PMDN yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan provinsi lainnya. Rendahnya investasi sektor perdagangan, hotel dan restoran di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta pada tahun 2001-2010 mengindikasikan bahwa di provinsi tersebut tidak memiliki kawasan

70 perkotaan yang luas bila dibandingkan dengan provinsi DKI Jakarta sehingga belum cukup prospektif untuk dialokasikan di provinsi tersebut. Tabel 4.8. Jumlah PMA dan PMDN Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2001, 2005 dan 2010 (persen) Provinsi 2001 2005 2010 PMA PMDN PMA PMDN PMA PMDN DKI Jakarta 66,16 85,50 78,95 54,30 71,98 1,95 Jawa Barat 7,94 14,47 10,29 0,00 22,09 2,65 Jawa Tengah 12,25 0 0,11 0,00 1,61 0,00 DI Yogyakarta 0 0 3,62 0,00 0,19 0,00 Jawa Timur 7,82 0,03 3,50 1,48 0,89 0,00 Banten 5,84 0 3,53 44,21 3,23 95,40 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BKPM, 2001-2010 (diolah) Berdasarkan data pada tabel 4.8 subsektor perdagangan, hotel dan restoran yang mengalami peningkatan cukup signifikan setiap lima tahun yaitu subsektor perdagangan. Pada tahun 2005 jumlah PMA subsektor perdagangan sebesar 83,14 persen lalu mengalami peningkatan pada tahun 2010 menjadi sebesar 90,66 persen. Nilai PMDN untuk subsektor tersebut juga mengalami peningkatan sebesar 41,47 persen pada tahun 2005 menjadi 98,28 persen tahun 2010. Hal ini juga mengindikasikan bahwa subsektor perdagangan baik perdagangan kecil maupun besar di Pulau Jawa semakin berkembang cukup prospektif. Terlebih lagi dengan adanya provinsi DKI Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan sekaligus terkenal sebagai icon kota perdagangan yang sampai saat ini masih melekat dan mampu menciptakan kesempatan kerja disamping adanya berbagai tempat pusat perbelanjaan yang menyediakan segala kebutuhan masyarakat DKI Jakarta seperti berbagai pusat grosir, pasar induk, Pekan Raya Jakarta (PRJ) dan pusat perbelanjaan mewah lainnya. Selain itu kota Jakarta juga

71 memiliki banyak tempat rekreasi yang cukup luas dan terkenal beberapa diantaranya seperti dunia fantasi, taman impian jaya ancol, wisata kota tua, dan musium yang juga memiliki fasilitas-fasilitas penginapan untuk para wisatawan domestik maupun asing. Melihat adanya potensi tersebut, dapat memberikan inisiatif tersendiri bagi para investor untuk menanamkan modalnya di wilayah Pulau Jawa. Konsentrasi pusat-pusat perdagangan di provinsi DKI Jakarta diantaranya wilayah Jakarta Pusat yaitu Pasar Baru, ITC Cempaka Mas, ITC Roxy; di Jakarta Selatan yaitu Pondok Indah Mall, Mayestik, Blok M mall, ITC Fatmawati, ITC cipulir; di Jakarta Utara yaitu WTC Mangga Dua, Mall kelapa Gading, SCBD pluit; dan di Jakarta Timur yaitu Pusat Grosir Jatinegara, Kampung Melayu, Cibubur, Pasar Induk Beras Cipinang, Pasar Induk Beras Keramat Jati; dan di Jakarta Barat yaitu Jembatan Lima, Pasar Induk Rawa Buaya, ASEMKA, Lokasari-Mangga Besar. Banyaknya berbagai pusat perdagangan di setiap wilayah DKI Jakarta juga memberikan kontribusi yang cukup besar dalam meyerap tenaga kerja di Pulau Jawa. Berdasarkan data pada tabel 4.7 provinsi DKI Jakarta mendominasi dalam menyerap PMA dan PMDN khsusnya pada sektor perdagangan. Tabel 4.9. Jumlah PMA dan PMDN dan Tenagakerja Menurut Subsektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Tahun 2005 dan 2010 (persen) Subsektor 2005 2010 PMA TK PMDN TK PMA TK PMDN TK Perdagangan 83,14 85,66 41,47 18,39 90,66 93,4 98,28 77,02 Hotel dan Restoran 16,85 14,33 58,52 81,6 9,33 6,5 1,71 22,98 Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100 Sumber : BKPM, 2011