BAB I PENDAHULUAN. tahun 1999 dan UU no. 25 tahun 1999 yang dalam perkembangannya kebijakan ini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

Jawa Timur Tahun Anggaran )

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu rencana kerja

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya flypaper effect pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB V PENUTUP. adalah tersedianya sumber sumber pembiayaan, sumber pembiayaan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. No. 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.32 tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan. merata berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar negara republik

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah. otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Disahkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut : Peneliti Judul Variabel Hasil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transformasi sistem pemerintahan dari sentralisasi ke dalam desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pusat kegiatan perekonomian, agar kegiatan sektor riil meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

3. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia telah memulai babak baru dalam kehidupan bermasyarakat sejak

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan daerah adalah meningkatkan. pertumbuhan sektor ekonomi, dengan pendapatan sektor ekonomi yang tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU no. 25 tahun 1999 yang dalam perkembangannya kebijakan ini diperbaharui dengan dikeluarkannya UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004. Kedua UU ini mengatur tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Kebijakan ini merupakan tantangan dan peluang bagi Pemerintah Daerah (Pemda) dikarenakan pemda memiliki kewenangan lebih besar untuk mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah. Pemerintah daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat (UU No. 32 tahun 2004). Inti hakekat otonomi adalah adanya kewenangan daerah, bukan pendelegasian (Saragih, 2003). Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk di kembangkan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim,

2001). Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah pemerintah daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembagunan pada sektor sektor yang produktif di daerah. Untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal dan adanya kebutuhan pendanaan daerah yang cukup besar, pemerintah memberikan dana perimbangan dan salah satu komponen dana ini yang memberikan kontribusi terbesar adalah Dana Alokasi Umum (DAU). Dalam beberapa tahun berjalan, proporsi DAU terhadap peneriman daerah masih yang tertinggi dibanding dengan penerimaan daerah yang lain, termasuk PAD (Adi, 2006). Hal ini menunjukkan masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pasokan dana dari pemerintah pusat ini. Namun demikian, dalam jangka panjang, ketergantungan semacam ini harus menjadi semakin kecil. Berbagai investasi yang dilakukan pemerintah daerah diharapkan memberikan hasil positif yang tercermin dalam peningkatan PAD. Pada praktiknya, transfer dari Pemerintah Pusat (Pempus) merupakan sumber dana utama Pemda untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari, yang oleh Pemda dilaporkan di perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi (kalau tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri (Simanjuntak dalam Sidik et al, 2002).

Sayangnya, alokasi transfer di negara-negara sedang berkembang pada umumnya lebih banyak didasarkan pada aspek belanja tetapi kurang memperhatikan kemampuan pengumpulan pajak lokal (Naganathan dan Sivagnanam, 1999). Akibatnya, dari tahun ke tahun pemerintah daerah selalu menuntut transfer yang lebih besar lagi dari pusat (Shah, 1994), bukannya mengeksplorasi basis pajak lokal secara lebih optimal (Oates, 1999). Keadaan tersebut juga ditemui pada kasus pemerintah daerah kota dan kabupaten di Indonesia. Data menunjukkan proporsi PAD hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling tinggi sebesar Pajak daerah dan retribusi daerah seyogyanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah. Perbedaan potensi pajak daerah dan retribusi daerah menghasilkan perbedaan penerimaannya yang selanjutnya menghasilkan pula perbedaan belanjanya. Analisis pengaruh DAU dan PAD terhadap prediksi Belanja Pemerintah Daerah di wilayah Propinsi Jawa Tengah dan DIY sebelumnya telah diteliti dan menghasilkan analisis DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah, baik dengan lag maupun tanpa lag. Ketika tidak menggunakan lag, pengaruh PAD terhadap Belanja Daerah lebih kuat daripada DAU, tetapi ketika menggunakan lag, pengaruh DAU terhadap belanja daerah justru lebih kuat daripada PAD. Hal ini berarti telah terjadi flypaper effect dalam respon Pemda terhadap DAU dan PAD. Ketika kedua faktor (DAU dan PAD) diregres serentak terhadap BJD (belanja daerah), pengaruh keduanya juga signifikan, baik dengan ataupun tanpa lag. Dalam model prediksi BJD, daya prediksi DAU terhadap BJD tetap lebih tinggi

dibandingkan daya prediksi PAD. Dengan demikian, memang telah terjadi flypaper effect (Prakosa, 2004). Studi Aaberge & Langorgen (1997) menganalisis perilaku fiskal dan Belanja Pemda dengan simultaneous setting dan menemukan adanya flypaper effect dalam respon daerah terhadap perubahan pendapatan. Penelitian Zampeli (1986) memberikan bukti senada untuk data pemerintah kota di Amerika Serikat, yakni terjadi flypaper effect dalam reaksi belanja terhadap unditional grants. Karena itu flypaper effect dipandang sebagai suatu anomali dalam prilaku rasional jika transfer harus dianggap sebagai (tambahan) pendapatan masyarakat (seperti halnya pajak daerah), sehingga emestinya dihabiskan (dibelanjakan) dengan cara yang sma pula (Hines & Thaler, 1995). Fenomena flypaper effect dapat terjadi dalam dua versi (Gorodnichenko, 2001). Pertama merujuk pada peningkatan pajak daerah dan anggaran belanja pemerintah yang berlebihan. Kedua mengarah pada elastisitas pengeluaran terhadap transfer yang lebih tinggi daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah. Gramlich (1977) menyatakan dalam kasus keuangan daerah ada respon yang tidak simetri terhadap perubahan besaran transfer. Ia menjelaskan bahwa transfer diberikan untuk jangka waktu tertentu. Selama periode tersebut, pihak-pihak tertentu yang memperoleh keuntungan dari penerimaan transfer mulai meningkat. Setelah transfer dikurangi, mereka melakukan lobi untuk mempertahankan keuntungannya melalui kenaikan pajak. Oates (1994) mengemukakan karena alasan politis belanja

pemerintah daerah bisa jadi tidak sensitif terhadap penurunan transfer yang menunjukkan flypaper effect terjadi dalam satu arah. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari empat kabupaten dan satu kota, yaitu : kabupaten Bantul, kabupaten Gunung Kidul, kabupaten Kulon Progo, kabupaten Sleman, dan kota Yogyakarta. Data yang diperoleh dari laporan APBD di Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai DAU periode tahun 2004 sampai 2007 dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut : TABEL 1.1 Perkembangan DAU Periode Tahun 2004 2007 Kabupaten / Kota DAU 2004 2005 2006 2007 Bantul 292.700.000.000,00 308.106.000.000,00 470.847.000.000,00 524.293.000.000,00 Gunung Kidul 255.642.000.000,00 268.325.000.000,00 432.868.000.000,00 459.851.000.000,00 Kota Yogyakarta 197.787.000.000,00 201.231.000.000,00 316.832.000.000,00 365.042.000.000,00 Kulon Progo 215.470.000.000,00 231.438.000.000,00 344.035.000.000,00 378.145.129.800,00 Sleman 307.331.000.000,00 318.139.000.000,00 485.397.000.000,00 543.065.000.000,00 Sumber : Data Sekunder tahun 2004 2007 Berdasarkan tabel 1.1 menunjukkan bahwa penerimaan DAU di empat kabupaten dan satu kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dari periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data yang diperoleh dari laporan APBD di Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai PAD periode tahun 2004 sampai 2007 dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut :

TABEL 1.2 Perkembangan PAD Periode 2004 Sampai 2007 Kabupaten / Kota PAD 2004 2005 2006 2007 Bantul 30.777.820.174,83 37.683.848.341,38 44.005.310.869,67 57.229.726.493,63 Gunung Kidul 19.715.647.666,78 24.187.455.770,45 29.801.036.248,67 28.878.356.546,15 Kota Yogyakarta 79.911.419.100,82 89.196.416.784,70 96.419.456.304,52 114.098.350.942,31 Kulon Progo 19.834.960.000,00 24.332.483.446,02 35.203.275.122,35 38.637.833.503,34 Sleman 70.499.050.996,77 77.904.742.688,20 90.710.095.117,40 120.656.548.721,00 Sumber : Data Sekunder tahun 2004 2007 Dari tabel 1.2 dapat dilihat bahwa PAD kabupaten Bantul, kabupaten Gunung Kidul, kabupaten Kulon Progo, kabupaten Sleman, dan kota Yogyakarta dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 terus mengalami peningkatan, kecuali pada kabupaten Gunung Kidul yang mengalami penurunan pada tahun 2007 dari tahun 2006 sebesar Rp 922.679.700,00. TABEL 1.3 Perkembangan Belanja Daerah Periode 2004 Sampai 2007 Kabupaten / Kota Belanja Daerah 2004 2005 2006 2007 Bantul 396.426.761.200,19 417.798.070.033,78 545.132.135.933,38 676.835.481.623,06 Gunung Kidul 347.112.283.629,59 352.144.432.553,91 503.624.606.065,30 546.289.227.332,34 Kota Yogyakarta 370.340.575.770,04 399.244.605.370,45 496.768.977.052,30 569.120.372.561,96 Kulon Progo 311.321.680.000,00 286.455.293.540,21 418.144.655.401,94 492.840.107.093,71 Sleman 488.077.549.928,01 508.279.543.758,17 596.746.191.327,55 724.509.909.798,12 Sumber : Data Sekunder tahun 2004 2007 Dari tabel 1.3 dapat dilihat bahwa Belanja Daerah kabupaten Bantul, kabupaten Gunung Kidul, kabupaten Kulon Progo, kabupaten Sleman, dan kota Yogyakarta dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 terus mengalami peningkatan, kecuali pada Kabupaten Kulon Progo yang mengalami penurunan pada tahun 2005 dari tahun 2004 sebesar Rp. 24.866.386.459,79.

Dari data tersebut diatas PAD, DAU, dan Belanja Daerah di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta cenderung mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Kenaikan PAD dan DAU seharusnya dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau untuk meningkatkan pelayanan dari Pemerintah Daerah kepada masyarakatnya. Data tersebut memperkuat adanya indikasi terjadinya flypaper effect terhadap kinerja keuangan Pemerintah Daerah seperti yang telah diteliti sebelumnya oleh Prakosa pada tahun 2004. Hal ini mendorong peneliti untuk membuktikan apakah telah terjadi flypaper effect dalam penggunaan DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah (BD) di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. I.2. RUMUSAN MASALAH Adanya transfer dana (DAU) bagi Pemda merupakan sumber pendanaan dalam melaksanakan kewenangannya, sedangkan kekurangan pendanaan diharapkan dapat digali melalui sumber pendanaan sendiri (PAD). Namun kenyataannya, banyak daerah yang mempergunakan transfer dana dari Pemerintah Pusat sebagai sumber dana utama Pemerintah Daerah untuk membiayai belanja daerah, sehingga masalah penelitian yang dapat dirumuskan : Apakah terjadi flypaper effect pada pengaruh peningkatan penerimaan transfer DAU dan peningkatan jumlah PAD terhadap peningkatan jumlah Belanja Daerah di Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta?

I.3. BATASAN MASALAH Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dana Alokasi Umum (DAU) Sesuai dengan Undang-Undang No.33 tahun 2004 disebutkan bahwa DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Estimasi untuk perhitungan anggaran DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. 2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sesuai dengan Undang-Undang No.33 tahun 2004 disebutkan bahwa Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari : pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah, dan lain-lain PAD yang sah. 3. Belanja Daerah Belanja Daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang dapat mengakibatkan berkurangnya nilai ekuitas dana sebagai kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran serta tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.

4. Flypaper Effect Dengan kenaikan jumlah transfer dalam penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah pusat (DAU) dan kenaikan penerimaan pendapatan yang berasal dari daerahnya sendiri (PAD) cenderung akan meningkatkan jumlah belanja pemerintah daerah. Selain itu pemerintah daerah cenderung mengandalkan penerimaan transfer yang bersumber dari pemerintah pusat (DAU) daripada pendapatan dari daerahnya sendiri (PAD) untuk membiayai peningkatan pengeluaran daerahnya. Hal ini dalam kajian ilmu ekonomi biasa disebut dengan istilah flypaper effect. 5. Penelitian ini menggunakan APBD Pemerintah Daerah di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun anggaran 2004-2007. I.4. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris mengenai kemungkinan terjadinya flypaper effect pada peningkatan penerimaan transfer DAU dan peningkatan jumlah PAD terhadap peningkatan jumlah Belanja Daerah di Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta periode tahun 2004 sampai 2007. I.5. MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagi Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan penelitian ini dapat digunakan sebagai pemikiran dan bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam peningkatan kinerja keuangan di daerahnya. 2. Bagi Penulis. Sebagai sarana untuk menelaah, menganalisa serta mempraktekkan teori-teori yang didapat dan dipelajari pada bangku perkuliahan yang kemudian dibandingkan dengan penerapannya, sehingga penulis dapat mengetakui seberapa jauh pemahaman dan penjabaran yang penulis dapat lakukan terhadap teori-teori yang penulis ketahui. 3. Bagi Pihak Lain. Melalui penelitian ini, penulis berharap dapat menambah wawasan bagi masyarakat dan dapat menjadi perbandingan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan permasalahan keuangan daerah. I.6. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Agar penyusunan Laporan Akhir ini terarah dan sistematis, maka penulis membagi Laporan Akhir ini menjadi 5 ( lima ) bab yang merupakan satu kesatuan dan saling melengkapi yang tersusun berdasarkan sistematika sebagai berikut ini :

BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan. BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, penulis akan menguraikan secara singkat tentang teori-teori yang mendukung data-data yang penulis ambil dan susun guna pembahasan permasalahan yang terjadi. Seperti definisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Pendapatan Daerah, Flypaper Effect, Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis. BAB III METODE PENELITIAN Berisi mengenai Objek dan Lokasi Penelitian, Data Penelitian, Metode Pengumpulan Data, dan Metode Analisis Data. BAB IV ANALISA DATA Bab ini merupakan bab dimana penulis akan menganalisa permasalahan dengan menggunakan regresi sederhana dan regresi berganda yang meliputi: Kontribusi PAD dan DAU terhadap Total Pendapatan; Perkembangan DAU, PAD dan Belanja Daerah; Analisis pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah; dan Pembahasan.

BAB V PENUTUP Dari hasil pembahasan pada Bab IV, dalam bab terakhir ini, penulis akan mencoba untuk mengambil kesimpulan dari permasalahan yang dihadapi Pemerintah Daerah dan kemudian mencoba memberikan saran-saran yang diperlukan.