5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat dominan dalam pendapatan nasional Indonesia mencapai lebih dari 50 persen, semakin lama semakin diimbangi oleh sektor lain terutama sektor industri, jasa, dan perdagangan. Dewasa ini, secara relatif, sumbangan pertanian dalam GDP telah menurun hingga 23 persen. Walaupun secara absolut sumbangannya terus meningkat. Perkembangan kondisi ekonomi juga menunjukkan semakin terkaitnya kegiatan sektor pertanian dengan sektor-sektor lain. Oleh karena itu, penanganan kegiatan pertanian serta kegiatan-kegiatan lain yang terkait sebagai suatu sistem agribisnis merupakan tuntutan yang semakin tidak dapat dihindari. Dapat dipastikan bahwa sistem agribisnis akan terus berkembang di masa yang akan datang. Untuk itu, diperlukan bentuk kebijaksanaan yang tepat sebagai penunjangnya. Pengertian Agribisnis Agribisnis (ada pula yang menyebutnya agrobisnis) merupakan suatu cara lain untuk melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis yang terdiri dari empat subsistem yang terkait satu sama lain. Keempat subsistem tersebut adalah (1) subsistem agribisnis hulu, (2) subsistem agribisnis usahatani, (3) subsistem agribisnis hilir, dan (4) subsistem jasa penunjang (supporting institution). Subsistem agribisnis hulu mencakup semua kegiatan untuk memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian dalam arti luas. Dengan demikian, di dalamnya termasuk kegiatan pabrik pupuk, usaha pengadaan bibit unggul, baik untuk tanaman pangan, tanaman perkebunan, ternak maupun ikan; pabrik pakan untuk ternak dan ikan; pabrik pestisida; serta kegiatan perdagangannya. Subsistem agribisnis usahatani merupakan kegiatan yang selama ini dikenal sebagai kegiatan usahatani, yaitu kegiatan di tingkat petani, pekebun, peternak dan nelayan, serta dalam arti khusus, termasuk pula kegiatan perhutanan; yang berupaya mengelola input-input (lahan, tenaga kerja, modal, teknologi dan manajemen) untuk menghasilkan produk pertanian.
Subsistem agribisnis hilir, sering pula disebut sebagai kegiatan agroindustri, adalah kegiatan industri yang menggunakan produk pertanian sebagai bahan baku. Kegiatan pabrik minyak kelapa sawit, industri pengalengan ikan, pabrik tepung tapioka dan banyak kegiatan lain termasuk dalam kelompok subsistem ini. Subsistem perdagangan hasil pertanian atau hasil olahannya merupakan kegiatan terakhir untuk menyampaikan output sistem agribisnis kepada konsumen, baik konsumen di dalam negeri maupun konsumen luar negeri (ekspor). Kegiatan-kegiatan pengangkutan dan penyimpanan merupakan bagian dari subsistem ini. Subsistem keempat adalah subsistem jasa penunjang (supporting institution) yaitu kegiatan jasa yang melayani pertanian seperti kebijakan pemerintah, perbankan, penyuluhan, pembiayaan dan lain-lain. Secara ringkas dapat dinyatakan, sistem agribisnis menekankan pada keterkaitan dan integrasi vertikal antara beberapa subsistem bisnis dalam satu sistem komoditas. Keempat subsistem tersebut saling terkait dan tergantung satu sama lain. Kemandegan dalam satu subsistem akan mengakibatkan kemandekan subsistem lainnya. Misalnya, kegiatan agroindustri tidak mungkin berkembang tanpa dukungan pengadaan bahan baku dari kegiatan produksi pertanian maupun dukungan sarana perdagangan dan pemasaran. Potensi Agribisnis Pendekatan dengan sistem agribisnis akan memperbesar potensi pertanian, karena akan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi produk-produk pertanian dan dapat mendorong tingkat efisiensi usaha yang semakin tinggi. Integrasi vertikal dalam agribisnis menyebabkan perolehan nilai tambah sektor pertanian akan berkait serta saling mempengaruhi dengan nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor industri, perdagangan, dan jasa. Sumbangan agribisnis bagi perekonomian dapat dipastikan akan jauh lebih besar dari sumbangan sektor pertanian. Sumbangan yang besar disertai dengan keterkaitan ekonomi yang luas dengan kegiatan lain menyebabkan agribisnis menjadi kegiatan ekonomi yang sangat penting. Agribisnis juga memiliki peluang-peluang usaha baru yang masih potengsial, seperti sistem agribisnis berbagai komoditas hortikultura (buah, sayur, bunga, jamur, rempah-rempah dan lain-lain), rumput laut, berbagai komoditas perikanan, agroindustri lanjutan hasil tanaman pangan dan perkebunan, serta industri pakan ternak dan ikan. Dengan prinsip keterkaitan, dalam sistem agribisnis juga akan terbuka peluang usaha dalam bidang 90
transportasi, penyimpangan, jasa informasi, lembaga pembiayaan, asuransi dan sebagainya. Peluang-peluang tersebut akan lebih banyak lagi jika pada pengembangannya juga diusahakan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi pada tiap subsistem atau tiap unit usaha. Potensi pengembangan agribisnis juga didukung oleh keinginan (komitmen) pemerintah untuk terus mengembangkan kegiatan-kegiatan produksi dan ekspor nonmigas, yang hingga saat ini sebagian besar merupakan produk pertanian, potensi pasar ekspor dan pasar domestik yang masih terbuka, dan faktor-faktor stabilitas ekonomi dan keamanan yang menguntungkan. Potensi agribisnis tersebut akan diikuti dengan perolehan manfaat lain. Di antaranya adalah semakin terbukanya kesempatan mobilitas sumber daya, terutama modal dan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor lain, seperti industri dan jasa, dan sebaliknya. Hal ini akan menempatkan kedudukan kegiatan pertanian yang semakin penting dalam perekonomian nasional, tanpa harus membuat sektor lain menjadi berkurang artinya. Juga dapat lebih menjelaskan kondisi perekonomian Indonesia yang masih tetap berciri agraris (agriculture-based-economy) dengan potensi pertumbuhan serta kemampuan untuk memperoleh nilai tambah yang besar. Masalah Pengembangan Masalah-masalah pokok yang dihadapi oleh agribisnis adalah masalah integrasi dan koordinasi kebijaksanaan, serta beberapa masalah umum. Masalah utama yang dihadapi agribisnis timbul justru karena antar subsistem agribisnis seringkali masih belum terintegrasi dengan baik. Misalnya, sering terjadi masalah kekurangan bahan baku pada agroindustri, tetapi di lain pihak, terjadi pula kondisi dimana hasil produksi pertanian terbuang percuma. Hal tersebut sering terjadi karena pendekatan yang terlalu sektoral, yang menjurus pada pementingan satu sektor tertentu. Perlu disadari bahwa masalah integrasi ini dapat juga terjadi karena beberapa masalah internal unit-unit bisnis. Seperti kelemahan dalam teknologi dan manajemen yang berakibat pada rendahnya produktivitas, terutama pada subsistem produksi pertanian, sehingga integrasi sulit dilakukan atau biaya per unit untuk kegiatan subsistem selanjutnya menjadi besar. Masalah lain yang sering dirasakan sebagai penghambat adalah longgarnya koordinasi antara penentuan kebijaksanaan yang berpengaruh pada agribisnis. Kebijaksanaan yang ada belum merupakan kebijaksanaan agribisnis (agribusiness policy) yang berpengaruh terhadap seluruh sistem agribisnis secara 91
utuh, tetapi masih berbentuk beberapa kebijaksanaan yang mempengaruhi masing-masing subsistem yang ada dalam agribisnis (policies in agribusiness). Potensi besar kegiatan agribisnis akan lebih terasa jika koordinasi dan integrasi antarsubsistem dapat terjadi dengan baik. Masalah lainnya lebih merupakan masalah yang umum dihadapi oleh setiap kegiatan usaha. Seperti kondisi pasar yang semakin ketat yang disertai dengan tingkat ketidakpastian yang juga semakin tinggi, halangan-halangan perdagangan dan kurangnya sarana penunjang. Kebijaksanaan Terpadu Kebijaksanaan pengembangan agribisnis mencakup beberapa bentuk kebijaksanaan. Pertama, kebijaksanaan pengembangan produksi dan produktivitas di tingkat perusahaan (farm level policy). Kedua, kebijaksanaan tingkat sektoral untuk mengembangkan seluruh kegiatan usaha sejenis. Ketiga, kebijaksanaan pada tingkat sistem agribisnis yang mengatur keterkaitan antara beberapa sektor. Keempat, kebijaksanaan ekonomi makro yang mengatur seluruh kegiatan perekonomian yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap agribisnis. Pengembangan agribisnis terutama ditujukan agar agribisnis sebagai suatu sistem bisnis dapat dimanfaatkan secara optimal melalui peningkatan keunggulan komparatifnya dibandingkan dengan kegiatan lain. Penanganan agribisnis sebagai suatu sistem tersebut merupakan strategi dasar kebijaksanaan pengembangan yang diperlukan. Kebijaksanaan pengembangan agribisnis secara strategis dititikberatkan pada kebijaksanaan sistem agribisnis yang mengatur keterpaduan antar subsistemnya. Kebijaksanaan itu sendiri harus pula didukung oleh kebijaksanaan tingkat perusahaan yang sesuai, terutama untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, kebijaksanaan tingkat sektoral yang tepat terutama untuk bidang penelitian, dan pengadaan sarana, serta kebijaksanaan ekonomi makro yang kondusif bagi kegiatan pertanian terutama dalam hal nilai tukar valuta yang realistis, tingkat inflasi yang rendah, dan tingkat bunga yang wajar. Selanjutnya diperlukan kebijaksanaan operasional yang terutama diarahkan untuk mengatasi masalah dan sekaligus mengembangkan potensi. Kebijaksanaan operasional tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan semacam forum komunikasi yang dapat mengkoordinasikan pelaku-pelaku kegiatan agribisnis dengan penentu- 92
penentu kebijaksanaan yang dapat mempengaruhi sistem agribisnis secara keseluruhan; atau subsistem di dalam agribisnis. 2. Forum tersebut hendaknya terdiri dari wakil-wakil pejabat pemerintah lintas departemen (terutama Departemen Pertanian, Industri Perdagangan, dan Perhubungan) serta perwakilan atau asosiasi pengusaha agribisnis. Sebagai contoh, Departemen Pertanian dan Departemen Perindustrian telah membentuk PAIWC (Permanent Agriculture and Industry Working Committes) pada bulan April 1989 yang berperan dalam perencanaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan agroindustri. Seyogianya, forum ini juga melibatkan peran serta departemen lain untuk meningkatkan hasil gunanya. 3. Mengembangkan dan menguatkan asosiasi pengusaha yang terlibat dalam kegiatan agribisnis, tidak hanya asosiasi yang bergerak dalam satu subsistem saja, tetapi asosiasi yang dapat bergerak antar subsistem. Kadin merupakan lembaga yang potensial untuk melaksanakan peran tersebut dan barangkali perlu juga mengurangi kendalanya sendiri, karena saat ini masih terlalu terkompartementalisasi dalam bentuk kompartemenkompar-temen; pertanian, industri dan perdagangan, mengikuti birokrasi pemerintahan. Koperasi pengusaha agribisnis juga merupakan potensi besar yang belum dikembangkan secara optimal hingga saat ini. 4. Mengembangkan kegiatan masing-masing subsistem agribisnis yang terutama ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan kemampuan manajemen, melalui kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi. Keterpaduan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut diharapkan dapat mendorong sistem agribisnis berkembang memenuhi kebutuhan pasar domestik dan lebih dapat bersaing di pasar internasional yang semakin kompetitif. 93