BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Fe Fe e - (5.1) 2H + + 2e - H 2 (5.2) BAB V PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a) b) c) d)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

SIDANG TUGAS AKHIR. oleh : Rosalia Ishida NRP Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl TERHADAP KETAHANAN KOROSI HASIL ELEKTROPLATING Zn PADA COLDROLLED STEEL AISI 1020

ANALISA LAJU KOROSI PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA PADA PIPA API 5L GRADE B

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( )

Studi Pengaruh Pemanasan Setelah Anodisasi Pada Substrat Titanium Untuk Aplikasi Anoda Mixed Metal Oxide

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

Bab II Tinjauan Pustaka

PENGARUH PERLAKUAN MEDIA PENDINGINAN TERHADAP KOROSI BAJA COR ACI CF-8M DALAM LINGKUNGAN ASAM SULFAT. Intisari

ANALISA LAJU KOROSI PADA PUMP IMPELLER DI INDUSTRI PERTAMBANGAN BATU BARA

BAB 4 HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

PENGARUH KONSENTRASI CH3COOH TERHADAP KARAKTERISASI KOROSI BAJA BS 970 DI LINGKUNGAN CO2

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Analisa Pengaruh Perubahan Rapat Arus terhadap Pembentukan Passive Layer Al 2 O 3 pada Proses Hard Anodizing Material QQA-250/4, AMS 4037

Analisa Pengaruh Perubahan Rapat Arus Terhadap Pembentukan Passive Layer Al 2 O 3 Pada Proses Hard Anodizing Material QQA-250/4, AMS 4037

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT.

ANALISIS LAJU KOROSI PADUAN ALUMINIUM FERONIKEL PADA ph BASA DENGAN POTENSIOSTAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM TERHADAP LAJU KOROSI DENGAN METODE POLARISASI DAN UJI KEKERASAN SERTA UJI TEKUK PADA PLAT BODI MOBIL

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI LAPISAN HASIL HOT DIP GALVANIZING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PH LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU KOROSI STAINLESS STEEL AISI 304 DAN AISI 316

STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM 2 M HCl DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra)

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Gambar 4.1 Hasil anodizing aluminium 1XXX dengan suhu elektrolit o C dan variasi waktu pencelupan (a) 5 menit. (b) 10 menit. (c) 15 menit.

BAB III METODE PENELITIAN. Secara umum, metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aspek

BAB III METODELOGI PENELITIAN. korosi pada baja karbon dalam media NaCl jenuh CO 2 dan dalam media NaCl

BAB IV HASIL YANG DICAPAI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN

DEA JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS

PENGARUH PROSES TEMPERING PADA HASIL PENGELASAN BAJA TERHADAP MECHANICAL PROPPERTIES DAN SIFAT KOROSI

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK

BAB IV HASIL PENELITIAN

1 BAB IV DATA PENELITIAN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) F-56

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI KETAHANAN KOROSI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK UNTUK MATERIAL ORTOPEDI

Pengaruh ph, Kecepatan Putar, dan Asam Asetat terhadap Karakteristik CO 2 Corrosion Baja ASME SA516 Grade 70

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN

PENGARUH PH LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU KOROSI STAINLESS STEEL AISI 304 DAN AISI 316

BAB I PENDAHULUAN. Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau

PENGARUH PROSES NITRIDASI ION PADA BIOMATERIAL TERHADAP KEKERASAN DAN KETAHANAN KOROSI

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PELAPIS EPOKSI TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DIDALAM TANAH SKRIPSI

EFISIENSI INHIBITOR SENYAWA PURIN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA SS 304 DALAM LARUTAN ASAM DENGAN ADANYA ION I -

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

Pengaruh Polutan Air Sungai Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Pada Baja AISI1045 dan Stainless steel 304 di Sungai Bokor Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Jarak Anoda-Katoda dan Durasi Pelapisan Terhadap Laju Korosi pada Hasil Electroplating Hard Chrome

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh variasi..., Agung Prasetyo, FT UI, 2010.

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN

Penelitian ini akan menggunakan langkah-langkah seperti yang tercantum dalam Gambar III-1. Studi pustaka dan jurnal

Aryo Cahyo T 1, Budi Agung K, ST, M.Sc 2, Ir Rochman Rochiem, M.Sc 2

BAB III METODA PENELITIAN. Secara umum, proses penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama

Handout. Bahan Ajar Korosi

Analisis Pengaruh Time Buff Terhadap Tingkat Kekasaran dan Kekerasan Permukaan Pada Proses EDM MP-50 Material Stainless Steel SUS 304

PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl

Eksperimen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

ID PENGUKURAN LAJU KOROSI MATERIAL PEMBANGKIT UAP INCONEL 690 PADA SUHU DAN TEKANAN TINGGI DENGAN CMS100.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

Transkripsi:

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan prosedur pengujian pada Bab III maka didapatkan hasil pengujian Imersi, Potensiodinamik dan SEM sebagai berikut : 4.1 Hasil Pengujian Immerse Dari hasil pengujian didapatkan nilai laju korosi seperti pada Lampiran 2. Pada mengujian immerse terdapat pola laju korosi pada material CP Ti Grade 2. Variasi kekasaran dan bentuk permukaan memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada laju korosi. Nilai Laju Korosi CP Ti Grade 2 Immerse pada Larutan Hank's 0.006 mpy 0.005 0.004 0.003 0.002 0.001 Grade Gores Grade Poles Grade Lubang Grade Gores Grade Poles Grade Lubang 0 1 2 3 4 5 6 per 6 hari

Gambar 4.1 Nilai Laju Korosi CP Ti Grade 2 Immerse pada Larutan Hank s per 6 hari Dengan mengambil rata-rata dari per 6 harinya didapatkan nilai laju korosi mpy sebagai berikut : Nilai Rata-Rata Laju Korosi CP Ti Grade 2 Immerse 0.3 0.25 0.2 mpy 0.15 0.1 0.05 0 Gores Poles Lubang Gores Poles Lubang Spesimen Gambar 4.2 Nilai Rata-Rata Laju Korosi (mpy) CP Ti Grade 2 Immerse pada Larutan Hank s Tampak urutan dari yang memiliki laju korosi tertinggi adalah spesimen yang diberikan lubang pada permukaan, digores pada permukaan dan yang terakhir adalah spesimen yang tidak diberikan perlakuan apa-apa baik pada grid permukaan maupun grid permukaan. Adanya pembentukan lubang maupun gores menyebabkan tidak meratanya sebaran lapisan pasif pada permukaan, sehingga perlindungan lapisan pasif tidak maksimal. Nilai laju korosi spesimen dengan lubang ditengah

lebih besar dibanding dengan spesimen gores dikarenakan keliling lubang lebih besar dibanding panjang gores hal itu mengakibatkan semakin besarnya daerah yang lapisan pasifnya tidak bisa terbentuk dengan maksimal. Pada penelitian ini nilai imersi dan potensiodinamik tidak terpaut jauh. Hal ini dikarenakan pada pengujian imersi terjadi aerasi pada sirkulasi larutan Hank s sehingga ikatan antara Ti dengan oksigen membentuk TiO 2 semakin kuat karena semakin besar kosentrasi oksigen dan agitasi maka akan mempercepat korosi, dalam hal ini adalah dengan terbentuknya lapisan oksida yaitu TiO 2. Pada pengujian laju korosi secara manual (imersi) banyak faktor baik internal maupun eksternal spesimen yang mempengaruhi. Tapi dengan menggunakan European Standardisation dimana suatu material implant harus memiliki nilai laju korosi kurang dari 0.475 mpy maka menurut pengujian ini, CP Ti Grade 2 dapat dikategorikan layak sebagai salah satu material implant prostesis tubuh. 4.2 Hasil Pengujian Potensiodinamik Pengujian ini dilakukan dengan memasukkan inputan yang diperlukan seperti besar inisial, final potensial, dan scan rate. Untuk material Cp Titanium grade 2 harga initial potensialnya adalah -500mV dan harga final potensialnya adalah 1500mV dengan scan rate 1 mv. Density untuk material Cp Titanium Grade 2 adalah 5.45 gr/cm 3 dengan equivalent weight sebesar 23.95 g/equiv. Dengan memasukkan harga-harga tersebut diatas maka diperoleh kurva polarisasi sebagai berikut:

Gambar 4.3 Tafel Scan CP Ti Grade 2 dengan Grid Permukaan Gores Hasil Tafel Grid Gores Region = -881.5 mv - 1.1085 V Beta C = 276.0 mv/decade Beta A = 918 mv/decade Er = -0.3125 E pp = -0.3750 E corr = -0.4375 E pp = -0.4411 Icorr = 1.10-6 I crit = 0.8. 10-7 I p = 1.20.10-6

Gambar 4.4 Tafel Scan CP Ti Grade 2 dengan Kekasaran Permukaan Grid Lubang Hasil Tafel Grid Lubang Region = -1.3055V hingga 684.5V Beta C = 414.9 mv/decade Beta A = 975mV/decade Er = -0.3071 E pp = -0.3285 E corr = -0.4285 Icorr -6 = 1.10 I crit -7 = 8.19.10 I p -6 = 1.08.10

Hasil Tafel Grid Poles Region = -641.5mV hingga 251V Beta C = 153.7 mv/decade Beta A = 714.0 mv/decade Er = -0.3384 E corr = -0.4615 E pp = -0.3692 Gambar 4.5 Tafel Icorr = 5.27.10 Scan CP Ti -7 Grade 2 I crit = 8.25.10 dengan -7 Kekasaran I p = 1.13.10 Permukaan -6 Grid Poles

Gambar 4.6 Tafel Scan CP Ti Grade 2 dengan Kekasaran Permukaan Grid Gores Hasil Tafel Grid Gores Region = -765mV hingga 684.5V Beta C = 491 mv/decade Beta A = 908 mv/decade Er = -0.425 E corr = -0.500 E pp = -0.475 Icorr = 4.64. 10-7 I crit = 3.98. 10-7 I p = 6.81. 10-7

Gambar 4.7 Tafel Scan CP Ti Grade 2 dengan Kekasaran Permukaan Grid Lubang Hasil Tafel Grid Lubang Region = -828.5V hingga 1.1615V Beta C = 520.0 mv/decade Beta A = 931mV/decade Er = -0.2941 E corr = -0.6176 E pp = -0.3382 Icorr = 4.520. 10-7 I crit = 3.856.10-7 I p = 5,736. 10-7

Gambar 4.8 Tafel Scan CP Ti Grade 2 dengan Kekasaran Permukaan Grid Poles Hasil Tafel Grid Poles Region = -813.5V hingga 1.065V Beta C = 476.0 mv/decade Beta A = 740.3 mv/decade Er = - 0.2142 E corr = - 0. 3571 E pp = - 0.2857 Icorr = 3.16.10-7 I crit = 2.56.10-7 I p = 4.32.10-7

Berdasarkan persamaan 2.3 maka didapatkan nilai laju korosi (mpy) untuk spesimen CP Ti Grade 2 potensiodinamik adalah sebagai berikut : CP Ti Grade 2 Grid kekasaran permukaan Poles 0.00909 CP Ti Grade 2 Grid kekasaran permukaangores 0.01725 CP Ti Grade 2 Grid kekasaran permukaan Lubang 0.01725 CP Ti Grade 2 Grid kekasaran permukaan Poles 0.00545 CP Ti Grade 2 Grid kekasaran permukaan Gores 0.00800 CP Ti Grade 2 Grid kekasaran permukaan lubang 0.00779 4.2.1 Daerah-Daerah Pada Kurva Polarisasi Pada dasarnya kurva polarisasi mempunyai 3 daerah yaitu daerah aktive, passive dan transpassive dan daerah aktive dapat dibagi menjadi menjadi 2 daerah yaitu daerah anodik dan katodik. Pada penelitian ini pembahasan ditekankan pada 2 daerah yaitu daerah katodik, anodik (daerah aktif) dan passive berdasarkan potensial Vs SCE (Hg/Hg 2 ). Hal itu dikarenakan dalam pengaplikasian pada tubuh, tidak akan ada reaksi transpasif Titanium dengan potensial tinggi yaitu lebih dari 1750v. Daerah katodik yaitu daerah yang terdapat antara potensial minimum yang terukur sampai dengan potensial passive primer (Epp). Daerah anodik adalah daerah potensial korosi potensial passive primer (Epp) sampai dengan daerah Er sedangkan daerah passive adalah daerah diatas Er hingga potensial maximum terukur. Berikut ini adalah grafik perbandingan daerah-daerah yang tersebut pada CP Titanium Grade 2 yang dipotensiodinamik dengan media larutan Hank s.

Daerah Polarisasi CP Ti grade 2 dengan Variasi Permukaan Dalam Larutan Hank's potensial (mv) 0-0.1-0.2-0.3-0.4-0.5-0.6 Poles Lubang Gores Poles Lubang Gores Er Epp Ecorr -0.7 spesimen Gambar 4.9 Grafik Perbandingan Daerah Polarisasi (berdasarkan range potensial kurva polarisasi CP Titanium Grade 2 dengan variasi kekasaran pada Media Larutan Hank s) A. Daerah Aktif Daerah aktif ditunjukkan oleh harga Ecorr, Ep dan Er. Daerah aktif ini sendiri terbagi atas 2 bagian yaitu daerah katodik yaitu saat harga potensial awal dari kurva sampai dengan harga potensial korosi bebas dan daerah anodik yaitu dari harga potensial korosi bebas sampai dengan harga potensial awal passivasi. Perilaku korosi aktif-pasif dapat dilihat dari daerah ini yaitu daerah Ecorr sampai dengan Epp. Rendahnya harga Epp terhadap Ecorr pada suatu material mempunyai arti bahwa material tersebut cenderung untuk menjadi passive. Laju pasivasi yang merupakan properties terpenting dalam pembentukan lapisan pasif Titanium dikategorikan cepat karena konduktivitas listrik dari Titanium rendah. Kebanyakan logam menjadi semikonduktor dalam proses konduksi sedangkan pada saat proses pembentukkan lapisan pasif yang ada melibatkan elektrik

bahkan sampai ionik. Pada Gambar 4.7 tampak spesimen yang diberi lubang tengah baik grid memiliki nilai Epp yang lebih tinggi dibanding spesimen grid lainnya, hal itu menandakan bahwa material dengan lubang tengah lebih mudah terkorosi. Dibandingkan dengan spesimen gores, spesimen lubang ini memiliki range antara E corr dan Epp yang lebih besar. Dari nilai ini dapat dilakukan penganalisaan bahwa pada spesimen lubang, reaksi anodik berlangsung lebih lama sebelum terbentuknya lapisan pasif sempurna. Pada grid nilai Ecorr, Epp dan Er selatif sama. B. Daerah Pasif Daerah pasif adalah daerah yang berada pada potensial yang lebih positif daripada harga potensial korosinya. Lapisan Passive ini terbentuk pada permukaan logam berupa lapisan oksida yang tipis, saat lapisan pasif ini terbentuk laju korosi akan berkurang sejalan dengan meningkatnya kerapatan arus diharga yang lebih rendah, hal ini dikarenakan lapisan oksida merupakan lapisan penghalang difusi dari produk reaksi. Lapisan pasif utama yang terbentuk pada permukaan Titanium adalah TiO 2 dan untuk daerah pasif ini merupakan daerah Er sampai dengan potensial maksimal yang terukur. Terlihat bahwa material Titanium mempunyai lapisan pasif yang absolut dikarenakan lapisan pasif Titanium yang terbentuk kuat akibat Titanium mempunyai afinitas terhadap oksigen yang besar. Untuk material yang mempunyai kecenderungan untuk pasif akan mempunyai ketahanan korosi yang bagus pada kecepatan sedang sampai dengan tinggi [Fontana,1986]. Pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa nilai Epp dan Er tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa Titanium adalah material yang sangat reaktif dimana range antara potensial awal terbentuk lapisan pasif berlangsung sangat

cepat sampai pada akhirnya terbentuk lapisan pasif sempurna pada Er. 4.2.2 Hasil Analisa Tafel Dari kurva polarisasi hasil pengukuran potensiodinamik dapat dicari besar laju korosi dari material yang diuji, dengan cara memilih analisa tafel fit pada menu pop up Iv curve. Tafel fit sendiri adalah analisa dengan cara menarik garis yang sejajar dengan garis daerah katodik dan anodik sehingga dua garis sejajar tesebut berpotongan. Perpotongan pada garis yang sejajar dengan sumbu Y adalah Ecorr dan perpotongan yang sejajar garis sumbu x adalah Icorr. Pada pada hasil tafel fit juga ditampilkan harga Beta C dan Beta A. Beta A dan Beta C adalah menyatakan kemiringan dari garis linier hasil ekstrapolasi pada kurva polarisasi. Beta A menunjukkan kinetika reaksi anodik dan Beta C menunjukkan kinetika reaksi katodik. Hal ini mempunyai arti bahwa jika harga Beta C lebih rendah daripada Beta A maka reaksi anodik lebih besar daripada reaksi katodik sehingga logam lebih akan mudah terkorosi (karena rapat arusnya kecil). Dari Gambar 4.10 didapatkan harga semua Beta A jauh lebih besar daripada harga Beta C-nya, hal ini mempunyai arti bahwa CP Ti grade 2 sebenarnya terkorosi namun produk korosi yang ada merupakan lapisan passive TiO 2 yang justru melindungi logam Titanium terhadap ekspose dari lingkungan.

Nilai Beta A dan Beta C CP Ti Grade 2 dengan Variasi Kekasaran 1200 1000 mv/decade 800 600 400 200 0 poles lubang gores poles lubang gores Beta C Beta A Spesimen Gambar 4.10 Grafik Perbandingan Beta C dan Beta A untuk CP Titanium grade 2 pada Larutan Hank s Pada Tafel fit perpotongan garis yang sejajar pada kurva dapat ditarik harga disumbu X. Harga disumbu X ini adalah harga Icorr. harga Icorr merupakan salah satu harga yang penting dalam penentuan laju korosi karena harga Icorr akan dikali dengan equivalent weight dan dibagi densitasnya untuk mendapatkan laju korosi, harga Icorr yang kecil berarti laju korosi yang terjadi juga kecil. Nilai I Corr CP Ti Grade 2 1.2 ( x 10-6 A/cm2 ) 1 0.8 0.6 0.4 0.2 I corr 0 Poles Lubang Gores Poles Lubang Gores Spesimen

Gambar 4.11 Grafik perbandingan besar harga Icorr CP Titanium Grade 2 pada Larutan Hank s Dari Gambar 4.12, didapatkan nilai I corr paling tinggi pada spesimen dengan grid kekasaran permukaan lubang dan yang paling rendah adalah spesimen dengan grid kekasaran permukaan poles. Hal itu menunjukkan bahwa dengan kekasaran permukaan grid dan lubang tengah mengakibatkan laju korosinya menjadi lebih tinggi dibanding dengan spesimen lainnya. Dengan grid kekasaran permukaan poles, nilai Icorr paling rendah dibandingkan spesimen yang lainnya, hal itu dikarenakan terbentuknya lapisan pasif yang lebih sempurna dibanding dengan spesimen lainnya. 4.2.3 Laju Korosi Dari hasil pengujian potensiodinamik tampak adanya perbedaan laju korosi pada spesimen dengan berbedanya kekasaran dan perlakuan pada permukaan spesimen (pada Gambar 4.11). Nilai laju korosi CP Ti dengan grid memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding dengan dengan grid permukaan. Hal ini disebabkan dengan tingkat kestabilan lapisan oksida yang berbeda antara kekasaran permukaan grid dan kekasaran permukaan grid. Dengan permukaan kasar maka lapisan oksida yang terbentuk lebih mudah untuk lepas. Hal ini mengakibatkan kurang maksimalnya perlindungan lapisan oksida pada CP Ti Grade 2 dengan kekasaran permukaan grid bila dibanding dengan CP Ti Grade 2 dengan kekasaran permukaan grid.

Nilai Corrosion Rates CP Ti Grade 2 dengan Variasi Kekasaran dalam Larutan HAnk's 0.02 0.015 mpy 0.01 0.005 corr rates (mpy) 0 Poles Gores Lubang Poles Gores lubang Spesimen Gambar 4.12 Grafik perbandingan besar kinetika laju korosi CP Titanium Grade 2 pada Larutan Hank s 4.3 Hasil Analisa Struktur Mikro Titanium Oksida Setelah pengujian immerse diambil fotomikro dengan menggunakan SEM pada permukaan spesimen. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.13 dan 4.14 dibawah ini. a b

c d e Gambar 4.13 Foto SEM Cp Ti grade 2 kekasaran permukaan grade a) perbesaran 75x, b) perbesaran x, c) perbesaran 10000x, d) perbesaran 10000x, e) perbesaran 30000x

a b c d e f Gambar 4.14 Foto SEM Cp Ti grade 2 dengan permukaan grade a) perbesaran 75x b) perbesaran x, c) perbesaran 10000x, d) perbesaran 10000x, e) perbesaran 30000x, f) perbesaran 30000x Pada perbesaran yang lebih dari 10 ribu kali (Gambar 4.13 c,d,e dan Gambar 4.14 c,d,e,f) tampak adanya persebaran butiranbutiran TiO 2 dalam bentuk Rutile. Antara grid kekasaran permukaan dan grid kekasaran permukaan tampak adanya bentuk dan persebaran yang berbeda. Pada grid

tampak lapisan TiO 2 lebih merata dan butirannya lebih halus dibanding grid permukaan. Hal itu disebabkan adanya tegangan permukaan yang terjadi pada permukaan grid dibanding grid sehingga lapisan pasif yang terbentuk lebih kasar dan butirannya lebih besar dibanding grid. Pada pengujian potensiodinamik didapatkan nilai laju korosi paling rendah pada grid poles. Hal ini membuktikan bahwa kekasaran dan perlakuan permukaan sangat berpengaruh terhadap pembentukan lapisan pasif. Dimana semakin sempurna terbentuknya lapisan pasif maka laju korosi akan semakin rendah. Reaksi yang terukur antar permukaan implant dan cairan tubuh sangat ditentukan pada karakteristik permukaan material. Dalam pengaplikasiannya jaringan tidak hanya mampu untuk mendeteksi perbedaan pada kekasaran permukaan tetapi juga perbedaan kekasaran dengan topografi yang berbeda. Dengan mengambil nila skala yang tertera pada Gambar SEM 4.13 dan 4.14 maka dapat dihitung besaran butiran TiO 2 yang terbentuk. Pada CP Ti Grade 2 dengan kekasaran permukaan grid nilai besar butiran TiO2 berkisar antara 1.5-2 μm sedangkan pada grid ukurannya bekisar 0.7-1.3 μm. Perbedaan besar kekasaran butir ini berpengaruh pada surface roughness material. Ukuran butir yang besar memperbesar gaya gesek dengan cairan tubuh sehingga peluang untuk lapisan oksida ini lepas semakin besar.