STUDI SISTEM PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI PADA TIPOLOGI UNDERGROUND BUILDING

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Ventilasi suatu bangunan merupakan salah satu elemen penting dalam

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

BAB III TINJAUAN KHUSUS

PERANCANGAN APARTEMEN MENGGUNAKAN DOUBLE SKIN FACADE

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Latar Belakang Proyek. Dewasa ini tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia terutamanya

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB III TINJAUAN KHUSUS

tetap akan memberikan kontribusi besar terhadap penurunan konsumsi energi secara nasional. Bangunan merupakan penyaring faktor alamiah penyebab

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

TUGAS SAINS ARSITEKTUR II

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar WARNA HEALING ENVIRONMENT. lingkungan yang. mampu menyembuhkan. Gambar 4. 1 Konsep Dasar

Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi

PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta sebagai kota metropolitan bertumbuh sangat pesat terutama dari segi

berfungsi sebagai tempat pertukaran udara dan masuknya cahaya matahari. 2) Cross Ventilation, yang diterapkan pada kedua studi kasus, merupakan sistem

Analisis Itensitas Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Prodi Arsitektur Universitas Malikussaleh

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada saat ini keterbatasan lahan menjadi salah satu permasalahan di Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

Pengembangan RS Harum

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. Jumlah Penduduk DKI Jakarta Sumber : diakses tanggal 2 Oktober 2015

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : FERIA ETIKA.A.

Pengembangan RS Harum

BAB V KONSEP PERANCANGAN. menggunakan dinding yang sifatnya masif.

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

PENCAHAYAAN SEBAGAI INDIKATOR KENYAMANAN PADA RUMAH SEDERHANA YANG ERGONOMIS Studi Kasus RSS di Kota Depok Jawa Barat

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

1.1 Latar Belakang Penelitian. menjadi bagian yang tak terpisahkan dari arsitektur. Ketergantungan bangunan

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar. Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir

SAINS ARSITEKTUR II GRAHA WONOKOYO SEBAGAI BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI IKLIM TROPIS. Di susun oleh : ROMI RIZALI ( )

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.

PENERAPAN KONSEP PENGHAWAAN ALAMI PADA WISMA ATLET SENAYAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB

APARTEMEN HEMAT ENERGI DAN MENCIPTAKAN INTERAKSI SOSIAL DI YOGYAKARTA DAFTAR ISI.

Bab IV. Konsep Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar. Tema

Pasar Seni Parangtritis Dengan Pendekatan Fungsi Ruang dan Hemat Energi untuk Mencapai Kenyamanan Termal Melalui Pendinginan Pasif

Perpustakaan Umum di Yogyakarta dengan Pendalaman Desain Pencahayaan

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

BAB V KONSEP. mengasah keterampilan yaitu mengambil dari prinsip-prinsip Eko Arsitektur,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Sumber:

BAB V KAJIAN TEORI Kajian Teori Penekanan Desain. Arsitektur Tropis. Arsitektur tropis dipilih sebagai tema desain pada pondok retret di

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang

PENDAHULUAN. Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang

RUMAH SUSUN HEMAT ENERGI DI LEBAK BULUS JAKARTA DENGAN PENERAPAN PENCAHAYAAN ALAMI

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Bentuk massa bangunan berdasar analisa angin dan matahari

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN CATATAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGANTAR PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pemikiran yang melandasi perancangan dari proyek Mixed-use Building

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek. kota besar di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah

Pengaturan Pencahayaan Ruangan Menggunakan Sinar Matahari

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB V KONSEP PERANCANGAN

1.1.3 Kenyamanan Termal Pasifsebagai faktor penentu perancangan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Sensus Penduduk dan Tabel 2. Data Proyeksi Perkembangan Sensus Penduduk

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC)

RESORT DENGAN FASAILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB V KONSEP PERANCANGAN. 5.1 Konsep dasar perancanagan. 5.2 Konsep perancangan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebanyak 8,2 juta hektar untuk mengatasi kekurangan pangan dan luas lahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Judul Proyek. Kota Jakarta adalah tempat yang dianggap menyenangkan oleh mayoritas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL...

SAINS ARSITEKTUR II ARTIKEL ILMIAH TENTANG BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III ELABORASI TEMA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas merupakan sebuah tempat di mana berlangsungnya sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Antara Penataan Ruang Perpustakaan Dengan Minat Belajar Siswa Di Perpustakaan

APARTEMEN HIJAU DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Abstrak. 2. Studi Pustaka. 54 DTE FT USU

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Kondisi lingkungan saat ini sudah sangat menghawatirkan dengan berbagai

Transkripsi:

STUDI SISTEM PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI PADA TIPOLOGI UNDERGROUND BUILDING Emil Salim 1 dan Johanes Van Rate 2 1 Mahasiswa PS S1 Arsitektur Unsrat 2 Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Unsrat ABSTRAK Karya tulis ini berisikan kajian studi sistem pencahayaan alami dan penghawaan alami pada bangunan yang bertipologi underground building atau bangunan bawah tanah. Dalam hal ini underground building bukan merupakan bangunan yang tertutup sepenuhnya dari ruang luar melainkan bangunan yang kuat dan tahan air, yang dilindungi, dan ditutupi dengan tanah dan berbagai tanaman sehingga erat hubungannya dengan green architecture. Underground building sering dikaitkan dengan 2 (dua) maslah penting, yaitu bagaimana mendapatkan pencahayaan yang alami dan bagaimana mendapatkan penghawaan yang alami mengingat posisi bangunan yang tertutup dengan tanah. Maka dari itu, kajian studi sistem pencahayaan alami dan penghawaan alami ini merekomendasikan berbagai cara dalam memberikan pencahayaan dan penghawaan alami yang ideal pada bangunan yang tertutup oleh tanah, juga menegaskan pentingnya perancangan bangunan sekarang ini yang seharusnya hemat energi dan ramah lingkungan. Kata kunci: Pencahayaan, Penghawaan, Alami, Undergroun, Building 1. PENDAHULUAN Topik yang diangkat adalah Studi Sistem Pencahayaan dan Penghawaan pada Tipologi Underground Building. Dasar pemikiran yang memotivasi pemilihan topik/isu tematik yang dikaji adalah untuk mengajak para perancang lebih mengenal suatu pendekatan Arsitektural dalam menghasilkan karya-karya bangunan yang ramah lingkungan dan hemat energi. Maksud kajian ini adalah untuk mendapatkan pemahaman lebih terhadap isu yang diusung, juga lebih mengarah pada acuan dalam merancang bangunan yang ramah lingkungan dan hemat energi sehingga lebih menggunakan potensi alam secara maksimal. Sedangkan tujuannya adalah untuk memberikan jawaban dari permasalahan pencahayaan dan penghawaan alami dalam merancang Underground Building, serta tersedianya suatu solusi dalam perancangan yang ramah lingkungan dan hemat energi. 2. PEMBAHASAN 2.1. Deskripsi Umum Pencahayaan dan Penghawaan pada Underground Building yang di bahas merupakan suatu ide rancangan yang menghasilkan suatu sistem dan skema sebagai suatu solusi. Underground Building bukan berarti merancang bangunan yang di bangun di dalam tanah, dengan menggali dan membangun suatu bangunan di dalamnya. Underground Building juga bukan berarti merancang bangunan yang tertutup dari ruang luar sepenuhnya, sehingga tidak memungkinkan cahaya dan udara masuk ke dalamnya. Underground Building adalah sesuatu yang lebih sederhana seperti membangun bangunan tahan air yang kuat, terlindung, dan menutupi bangunan itu dengan tanah dan tanaman. Underground Architecture juga merupakan Earth Sheltered Architecture yang adalah bagian dari Eco Friendly Design. Earth Shelter Design memiliki berbagai tipe. True Underground yang menutupi keseluruhan bangunan dengan tanah, Atrium yang menutupi sebagian besarnya tetapi menyisakan beberapa bagian dengan atap yang terbuka, Elevational yang menutupi bangunan sampai atap dengan tanah tetapi mebuka sisi bangunan (biasanya di bangun di daerah yang miring dan berkontur), Penetrational yang menutupi setengah bagian bangunan ke bawah tetapi membuka setengah bagian bangunan ke atas, dan Combination yang menggabungkan beberapa tipe sebelumnya. 60

Gambar 1. Earth Shelter Design Sumber: www.seccul.co.uk. 2012 Pencahayaan Alami dapat diartikan sebagai cahaya yang masuk kedalam ruangan pada bangunan yang berasal dari Cahaya Matahari. Sebelum masuk kedalam ruangan melalui jendela, cahaya ini dapat diproses terlebih dahulu dengan menggunakan Shading.. Shading dimaksudkan sebagai penyaring cahaya yang masuk kedalam ruangan sehingga menghasilkan kualitas pencahayaan pada ruang yang diinginkan (Sihombing, Ferry, 2008.) Penghawaan Alami diartikan sebagai kelancaran sirkulasi dan pergantian atau perputaran udara yang masuk kedalam ruangan pada bangunan yang berasal dari alam langsung. Penghawaan alami yang dimaksudkan tidak menggunakan bantuan alat seperti Kipas Angin AC, melainkan melalui bukaan seperti ventilasi dan jendela pada bangunan yang sesuai terhadap pola sirkulasi bangunan yang memberikan udara masuk dan udara keluar yang lancar sehingga pergantian udara terjadi terus menerus. 2.2. Identifikasi Masalah Untuk mendapatkan pencahayaan dan penghawaan alami pada Underground Building memang tidak seperti bangunan lain biasanya. Underground Building atau yang juga di sebut Earth Sheltered Building merupakan bangunann yang tertutupi oleh tanah dan berbagai tanamann sehingga menghasilkan berbagai masalah dalam mendapatkan pencahayaan dan penghawaan alaminya. Maka dari itu ada beberapa masalah dalam merancang Pencahayaan dan Penghawaan Alami pada Underground Building, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut : Sulitnya mendapatkan pencahayaan dan penghawaan yang sama pada setiap ruangan karena tidak semua sisi bangunan bisa di buat jendela dan ventilasi. Penempatan jendela dan ventilasi yang tidak pada semua sisi dan terbatas. Terbatasnya ukuran bangunan karena keterbatasan jangkauan cahayaa dan udara masuk untuk menggapai keseluruhan ruangan pada bangunan. Tiga permasalahan yang ada memiliki karakteristik yang hampir sama. Hanya saja penyelesaian atau solusi dari setiap permasalahan berbeda. Ketiga permasalahan yang ada berhubungan pada keterbatasan jangkauan dari pencahayaan dan penghawaan alami yang bisa didapatkan langsung dari alam. Sehingga membatasi penggunaan jendela, ventilasi dan bukaan, yang juga mempengaruhi kelancaran sirkulasi masuk-keluarnya udara, serta membatasi ukuran rancangan yang dapat di buat karena kesulitan dalam memberikan pencahayaan dan penghawaan alami yang merata pada setiap ruangan yang ada. Dari permasalahan yang telah didapatkan, solusi atau pemecahan masalah menyangkut pada Pola Sirkulasi dan Pola Hubungan Ruang, serta strategi yang tepat dalam menyiasati keterbatasan yang ada dan mengubahnya menjadi suatu kelebihan dan nilai jual dengan menggunakan materi yang ada dan tidak mahal dalam pengaplikasiannya terhadap rancangan. 61

2.3. Pendekatan Aspek Pencahayaan dan Penghawaan Alami Matahari sebagai sumber cahaya alami terbesar sangat berperan dalam mengendalikan seluruh kehidupan manusia di bumi ini. Tidak terkecuali dalam proses pencarian dan penciptaan ruang-ruang bawah tanah. Matahari adalah sumber cahaya yang kaya untuk menerangi bentuk-bentuk dan ruangruang di dalam Arsitektur. Salah satu sifat cahaya adalah bergerak lurus ke semua arah. Buktinya adalah manusia dapat melihat sebuah lampu yang menyala dari dari segala penjuru dalam sebuah ruang gelap. Apabila cahaya terhalang, bayangan yang dihasilkan disebabkan cahaya yang bergerak lurus tidak dapat berbelok, namun dapat dipantulkan. Inilah salah satu keterbatasan cahaya yang menjadi salah satu permasalahan dalam pencahayaan pada Underground Building, yang menyebabkan ruangan setelah ruang sumber cahaya tidak mendapatkan cahaya apabila terhalang tembok. Maka dari itu dalam perancangan, hubungan ruang harus berpola Central, dengan bukaan terpusat pada satu area sebagai sumber cahaya dan udara sebagai Gambar 1. Swiss Mountai House Kata kunci: Christian Muller Architects. 2011 penghawaannya seperti pada Swiss Mountain House rancangan SeARCH dan Christian Muller Architects. Ruang terbuka bertempat di tengah atau pusat, lalu di kelilingi dengan bangunan rumah sehingga seluruh jendela dan ventilasi mengambil cahaya dan udara pada ruang terbuka ini sebagai sumbernya, dan melalui banyaknya jendela maka pencahayaan juga penghawaan alami yang didapatkan mencukupi kebutuhan keseluruhan ruangan. Dapat juga dilihat pada tembok sisi kiri dan kanan ruang terbuka, dipenuhi dengan jendela dan pintu kaca hingga pada lantai atas. Dari bentuk dan pola yang digunakan tidak menciptakan adanya ruangan setelah ruangan penerima cahaya, sehingga tidak ada ruangan yang tidak menerima cahaya dan tidak memiliki jendela langsung untuk menerima udara alami. Dari pola dalam merancang Underground Building yang digunakan pada Swiss Mountain House ini sudah dapat menjawab permasalahan akan keterbatasan, untuk mencukupi pencahayaan dan penghawaan alami. Hanya saja untuk memaksimalkan pencahayaan dan penghawaan yang di dapatkan dari konsep seperti ini juga harus memperhatikan orientasi dari bangunan. Untuk menentukan orientasi bangunan yang tepat maka perlu melihat pada mata angin, juga arah angin bertiup yang setiap tempat dalam membangun memiliki arah yang berbeda-beda. Maka dari itu sebelum melakukan perancangan perlu dirasakan dulu lahan yang ingin di bangun. Orientasi bangunan atau arah bangunan ditentukan melalui arah tiupan angin terhadap bangunan. Setiap Underground Building yang akan dirancang sebaiknya memperhatikan arah tiupan angin, sehingga dapat menentukan posisi dan arah bangunan yang tepat. Di Indonesia yang beriklim tropis sedikit berbeda dalam penentuan arah hadapan bangunannya. Karena pada dasarnya memiliki suhu yang cenderung panas, maka pembangunan Underground Building di Indonesia sebaiknya memilih untuk menghadap arah yang meniupkan angin yang berkecepatan tinggi dan suhu udara yang cukup hangat. Jadi orientasi bangunan yang tergantung pada arah angin dalam hal penghawaan alami berbeda-beda pada setiap daerah, tergantung iklim daerah setempat. Dalam kasus Underground Building, arah hadapan bangunan tidak tergantung pada jalur matahari terhadap bangunan, karena cahaya alami yang di butuhkan bukanlah sinar matahari langsung, melainkan sinar matahari yang tidak langsung yang merupakan pantulan cahaya dari matahari yang di refleksikan melalui langit, awan, bangunan lainnya, dan lain-lain. Arah angin yang diperhatikan dalam menentukan arah dari tiupannya berbeda pada setiap daerah, seperti arah angin darat dan angin laut apabila berada di dekat pantai. Dengan pertimbangan arah angin, orientasi dari bangunan ditentukan menghadap ke arah dengan kecepatan angin yang cukup. Dikatakan cukup karena apabila kelas kecepatan angin yang tinggi juga dapat mengganggu aktivitas. 62

Gambar 2. Tingkat Kecepatan Angin Kata kunci: Angin + Kecepatan. 2011 Sifat angin berbeda dengan cahaya. Apabila terhalang, cahaya tidak dapat tembus, sedangkan angin berbeda. Angin dapat terus lewat dengan dinamis melalui celah dan sisi benda padat dan terus masuk melewati ruang apabila memiliki lubang sirkulasi angin untuk keluar dan masuk. Pada setiap ruangan memiliki lubang sirkulasi yang terhubung langsung dengan area terbuka yang telah ditetapkan, sehingga angin yang masuk melalui jendela dapat keluar dan terus-menerus berganti sehingga udara dalam ruangan terus terganti dengan udara segar yang baru, dan suhu dalam ruangan terus terjaga dan tidak mengalami peningkatan suhu karena suhu tubuh yang beraktivitas di dalamnya. Dalam kasus penghawaan alami dengan menggunakan lubang udara dan orientasi yang menghadap dan menantang angin dengan kualitas kecepatan yang tepat dapat mencukupi kebutuhan penghawaan suatu gedung bawah tanah sekalipun. 2.4. Strategi Implementasi Tematik Pola sirkulasi udara di atur dengan menggunakan pipa sirkulasi udara yang menerima dan menyerap angin dari luar, dan kemudian mensuplai udara di dalam bangunan dengan lubang angin keluar berada di lantai dasar, sehingga udara masuk sampai pada lantai dasar dan menyediakan udara yang cukup untuk setiap lantai. Untuk melancarkan sirkulasi dalam, bangunan menggunakan Atrium yang tembus dari permukaan hingga lantai dasar. Pola sirkulasi udara menggunakan kombinasi dari desain Atrium-Elevational. Gambar 3. Sirkulasi Udara Underground Kata kunci: Udara + Underground. 2011 Dengan penggunaan pola sirkulasi seperti ini diharapkan dapat terus menjaga suhu ideal yang sesuai dengan standar kenyamanan termal yang sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) tahun 1993, yang berkisar antara 18ºC - 26ºC. 18ºC merupakan suhu minimal rata-rata di bulan terdingin. Suhu udara pada umumnya di Indonesia yang beriklim tropis berkisar antara 20ºC - 23ºC sedangkan 63

23ºC - 26ºC merupakan batas maksimum yang dapat diterima, dan lebih dari 26ºC sudah tidak dapat menerima. Perkiraan suhu kenyamanan ideal dalam ruangan yang di dapat berdasarkan Penelitian Pendekatan Adaptif dan Pendekatan Statik dengan mengikuti Prosedur Penelitian Standar Kenyamanan Adaptif ASHRAE 55. Dengan penggunaan desain Atrium-Elevational, menghasilkan dua arah sumber cahaya dari satu sisi permukaan dan sebagian dari atap yang tembus pandang. Juga mendapat angin dari sisi permukaan yang diserap untuk memberikan penghawaan alami yang cukup pada setiap lantai dan ruang pada bangunan. Konsep ini juga memudahkan aliran angin yang bebas tanpa melalui pipa sirkulasi dan keluar melalui pipa angin keluar yang bertempat di lantai dasar bangunan, dari tingkat udara bertekanan tinggi ke yang lebih rendah, di buang kembali ke permukaan dan akan terus berulangulang. Gambar 4. Reflektor Cahaya Kata kunci: Cahaya + Underground. 2011 Pada gambar 4 juga dapat dilihat metode refleksi cahaya matahari yang digunakan untuk pencahayaan pada gedung skala besar, yang memberikan jawaban akan keterbatasan ukuran dari Underground Building yang menggunakan pencahayaan dan penghawaan alami, dengan merefleksikan cahaya matahari dari permukaan dan memantulkannya ke dalam bangunan, dan di bantu dengan reflektor di dalam bangunan yang terletak pada sepanjang atrium dari atas ke bawah untuk mendistribusikan cahaya. Dalam merancang suatu Underground Building dengan memaksimalkan pencahayaan dan penghawaan alami haruslah merasakan lahan bangun terlebih dahulu, dan juga merasakan potensi lahan seperti jalur matahari, arah mata angin, dan juga arah hembusan dan kecepatan anginnya. Setelah itu baru menentukan orientasi dari bangunan yang akan di rancang. Penerapan dari pencahayaan dan penghawaan alami terhadap Underground Building di Indonesia, tertuju pada basement pada suatu bangunan komersial seperti Mall, Apartemen, Convention Center, dan lain-lain. Basement yang dirancang sebaiknya memperhatikan bukaan pada sisi bagian atas untuk mendapatkan cahaya dan penghawaan alaminya, dan sebaiknya untuk mendapatkan penghawaan lami dengan sirkulasi yang lancar, maka sebaiknya di seluruh sisi bagian atas menggunakan ventilasi. Sedangkan untuk pencahayaannya menggunakan Light Reflector yang di tempatkan di tengah atau di pusat, yang merupakan daerah batasan jangkauan cahaya yang berasal dari sinar matahari tidak langsung, yang juga berasal dari ventilasi di seluruh sisi bagian atas. Bentuk dari Underground Building akan mengikuti fungsi penerapan cahaya dan penghawaan alaminya, karena lebih menekankan pada segi fungsi dan kenyamanan daripada estetika bangunan semata. Nilai estetika dari Underground Building memiliki karakter tersendiri yang lebih akrab dengan lingkungan seperti yang dilihat pada Swiss Mountain House. Hal ini mengajak para perancang untuk lebih memperhatikan rancangan yang ramah lingkungan dengan penggunaan pencahayaan dan penghawaan alami untuk menghemat energi yang semakin lama semakin berkurang. 64

3. PENUTUP Kesimpulan yang di dapat dari makalah ini adalah perancangan Underground Building dengan pencahayaan dan penghawaan alami tidaklah membatasi kreatifitas dari perancang dalam merancang, hanya saja lebih memperhatikan pada Pola Sirkulasi dan Hubungan Ruangan, serta tidak lupa memperhatikan Sifat-sifat dari Cahaya dan Angin sehingga dapat mempergunakan potensi-potensi alam secara maksimal. Dalam perancangan Underground Building dengan pencahayaan dan penghawaan alami juga haruslah memperhatikan teknologi yang telah ada untuk membantu memaksimalkan potensinya. Hanya saja penggunaan teknologi yang tidak mengkonsumsi energi atau lebih irit dan ramah lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Roy, Bob. 1994. Underground Houses. How to Build a Low Cost Home. Sterling Publishing. New York. Sihombing, Ferry. 2008. Studi Pemanfaatan Pencahayaan Alami Pada Beberapa Rancangan Ruang Kelas Perguruan Tinggi Di Medan. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara, Medan. Colt. Lightron. 2010. Heliostat System Bringing Natural Light Into Buildings By The Reflections Of Sunlight. Colt Group International. Brown, G. Z. 1994. Matahari Angin dan Cahaya. Strategi Perancangan Arsitektur. Penerbit Intermatra, Bandung. Guzowski, Mary. 2000. Daylightning for Sustainable Design. McGraw-Hill. 65