BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dasar Determinasi Pasien TB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bakteri Mycobacterium Tuberkulosis (KemenKes, 2014). Kuman tersebut

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dasar Determinasi Kasus TB. EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

Dasar Determinasi Kasus TB

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. M. Tuberculosis merupakan kelompok bakteri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) secara teratur dievaluasi dan

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang sampai saat ini

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Tinjauan Pustaka

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya (Depkes RI, 2011). Manusia adalah satu-satunya tempat untuk. termasuk bakteri aerob obligat (Todar, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium. mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB tidak hanya menyerang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. paru,tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. Kuman Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. yang akan dilakukan yaitu : Program Pemberantasan TB Paru. 3. Hambatan Pelaksanaan Program Pemberantasan TB Paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUBERKULOSIS. Fransiska Maria C. Bag. FKK-UJ

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian.

Tinjauan Pustaka. Tuberculosis Paru. Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S.

TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang bersifat aerobik, tahan

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PRAKATA... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

BAB I PENDAHULUAN. (Human Immunodeficiency Virus). Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat 9 juta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. TBC (Mycobacterium tuberculosis) (Kemenkes RI, 2013). Tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberkulosis. 4 Sekitar 80%

7 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

II. TINJAUAN PUSTAKA. di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya

Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. FKUI-RS Persahabatan

LISTY CEARINA N K

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DEWASA DI INSTALASI RAWAT JALAN BALAI BESAR KESEHATAN PARU X TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Salah satu penyakit penyebab kematian utama yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAGI PENDERITA TBC/TUBERCULOSIS DI KOTA BANDUNG. yakni menyerang berbagai organ tubuh (Wahyu, 2008, h.2).

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. juga mengenai organ tubuh lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2007). Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium tuberculosis termasuk bakteri gram positif dan berbentuk batang. Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis sehingga disebut sebagai basil tahan asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Kuman dapat dormant atau tertidur sampai beberapa tahun dalam jaringan tubuh. Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberkulosis

ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Secara klinis, tuberkulosis dapat terjadi melalui infeksi primer dan pasca primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena kuman tuberkulosis untuk pertama kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam alveoli (gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan oleh kuman tuberkulosis yang berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Waktu terjadinya infeksi hingga pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Kelanjutan infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan respon daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB dengan cara menyelubungi kuman dengan jaringan pengikat. Ada beberapa kuman yang menetap sebagai persister atau dormant, sehingga daya tahan tubuh tidak dapat menghentikan perkembangbiakan kuman, akibatnya yang bersangkutan akan menjadi penderita tuberkulosis dalam beberapa bulan. Pada infeksi primer ini biasanya menjadi abses (terselubung) dan berlangsung tanpa gejala, hanya batuk dan nafas berbunyi. Tetapi pada orang-orang dengan sistem imun lemah dapat timbul radang paru hebat, ciri-cirinya batuk kronik dan bersifat sangat menular. Infeksi pasca primer terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer. Ciri khas tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya efusi pleura. Risiko terinfeksi tuberkulosis sebagian besar adalah faktor risiko eksternal, terutama adalah faktor lingkungan seperti rumah tak sehat, pemukiman padat dan kumuh. Sedangkan risiko menjadi sakit tuberkulosis, sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh penderita sendiri yang disebabkan oleh terganggunya sistem

kekebalan dalam tubuh penderita seperti kurang gizi, infeksi HIV/AIDS, dan pengobatan dengan immunosupresan. Penderita tuberkulosis paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan obat antituberkulosis (OAT) tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simtomatis. Resistensi terhadap OAT terjadi umumnya karena penderita yang menggunakan obat tidak sesuai atau patuh dengan jadwal atau dosisnya. Resistensi ini menyebabkan jenis obat yang biasa dipakai sesuai pedoman pengobatan tidak lagi dapat membunuh kuman. 2.2 Diagnosis Tuberkulosis Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis, mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. 2.2.1 Gejala Klinis Tuberkulosis Paru Gejala utama pasien tuberkulosis paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik dan demam

meriang lebih dari satu bulan. Mengingat prevalensi tuberkulosis di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien tuberkulosis dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. 2.2.2 Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa sewaktu-pagisewaktu (SPS). 1. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua. 2. P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas. 3. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. 2.3 Klasifikasi Tuberkulosis Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: 1. Tuberkulosis paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 2. Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopik: 1. Tuberkulosis paru BTA positif. 1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. 2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. 3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman tuberkulosis positif. 4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2. Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada tuberkulosis paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: 1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif. 2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. 3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit: 1. Tuberkulosis paru BTA negatif foto toraks positif

Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas. 2. Tuberkulosis ekstraparu dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu: 1) Tuberkulosis ekstra paru ringan, misalnya: tuberkulosis kelenjar limfe, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal. 2) Tuberkulosis ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, tuberkulosis tulang belakang, tuberkulosis usus, tuberkulosis saluran kemih dan alat kelamin. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu: 1. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). 2. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi. 3. Kasus setelah putus berobat (default ) Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. 4. Kasus setelah gagal (failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5. Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006). 2.4 Pengobatan Tuberkulosis Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan kuman tahan asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat dan cepat sekali timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat. Umumnya antibiotika bekerja lebih aktif terhadap kuman yang cepat membelah dibandingkan dengan kuman yang lambat membelah. Sifat lambat membelah yang dimiliki mikobakteri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perkembangan penemuan obat antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat dibandingkan antibakteri lain (Istiantoro dan Setiabudy, 2007). Obat yang digunakan untuk tuberkulosis digolongkan atas dua kelompok yaitu kelompok pertama dan kelompok kedua. Kelompok obat pertama yaitu rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol dan streptomisin. Kelompok obat ini memperlihatkan efektivitas yang tinggi dengan toksisitas yang dapat diterima. (Depkes RI, 2006). Jenis dan dosis OAT dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Jenis dan dosis OAT Jenis OAT Dosis harian (mg/kg) Dosis 3 kali seminggu (mg/kg) Rifampisin (R) 10 (8-12) 10 (8-12) Isoniazid (H) 5 (4-6) 10 (8-12) Pirazinamid (Z) 25 (20-30) 35 (30-40)

Etambutol (E) 15 (15-20) 30 (20-35) Streptomisin (S) 15 (12-18) 15 (12-18) Antituberkulosis kelompok kedua yaitu antibiotik golongan fluorokuinolon (siprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin), sikloserin, etionamid, kanamisisn, kapreomisin dan para aminosalisilat (Istiantoro dan Setiabudy, 2007). Penggunaan OAT kelompok kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT kelompok pertama juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT kelompok kedua (Depkes RI, 2006). 2.4.1 Prinsip Pengobatan Tuberkulosis OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Penggunaan OAT tunggal (monoterapi) harus dihindari. Pemakaian obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap (OAT KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Pengawasan langsung atau directly observed treatment (DOT) oleh seorang pengawas menelan obat (PMO) harus dilakukan untuk menjamin kepatuhan pasien. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Pada tahap intensif atau awal pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan.

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. 2.4.2 Panduan Obat Antituberkulosis yang Digunakan di Indonesia Paduan obat antituberkulosis yang digunakan oleh program nasional penanggulangan tuberkulosis di Indonesia dibagi dalam dua kategori. 1. Kategori satu Kategori satu diobati dengan kombinasi 2(HRZE)/4(HR)3. Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama dua bulan, kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam seminggu selama empat bulan. Pasien yang termasuk kategori satu yaitu pasien baru tuberkulosis paru dengan hasil uji BTA positif, pasien tuberkulosis paru dengan hasil uji BTA negatif tetapi hasil foto toraks positif dan pasien tuberkulosis ekstra paru. Dosis obat antituberkulosis untuk kategori satu dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Dosis kategori satu Berat badan (kg) Tahap intensif tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275) Tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150) 30-37 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT 38-54 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT 55-70 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT 71 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT 2. Kategori dua Kategori dua diobati dengan kombinasi 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HRE)3. Tahap intensif diberikan selama tiga bulan, yang terdiri dari dua bulan dengan

HRZES setiap hari, dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Paduan obat antituberkulosis ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya yaitu pasien kambuh, pasien gagal, pasien dengan pengobatan setelah default (terputus). Dosis obat antituberkulosis untuk kategori dua dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Dosis kategori dua Berat Tahap intensif tiap hari RHZE badan (150/75/400/275) + S (kg) Selama 56 Hari Selama 28 hari 2 tablet 4KDT 30-37 2 tablet 4KDT + 500 mg Streptomisin injeksi 38-54 3 tablet 4KDT + 750 mg Streptomisin injeksi 55-70 4 tablet 4KDT + 1000 mg Streptomisin injeksi 3 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT Tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 5 bulan RH (150/150) + E(275) 2 tablet 2KDT + 2 tablet Etambutol 2 tablet 2KDT + 2 tablet Etambutol 3 tablet 2KDT + 3 tablet Etambutol 4 tablet 2KDT + 4 tablet Etambutol