PROGRAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH:KONSEP PELAKSANAAN, PERENCANAAN, MONITORING, EVALUASI, DAN SUPERVISI

dokumen-dokumen yang mirip
PANDUAN ADVOKASI DAN LOKAKARYA PENYUSUNAN RENCANA KEGIATAN, ANGGARAN, SUPERVISI DAN MONITORING PROGRAM MBS

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH B2-2

Strategi UNICEF dalam Mendukung Pemerintah untuk Memperluas Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

ADVOKASI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PROGRAM MBS B2-4

KEBIJAKAN- KEBIJAKAN PENDIDIKAN FORMAL. Rahmania Utari, M. Pd.

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB IV BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

BAB III RENCANA STRATEGIS PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

i Indonesia pendidikan dikenal sebagai hak asasi manusia yang mendasar dan berkembang sebagai komponen yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu

Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. merupakan sarana mencerdaskan kehidupan bangsa. dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 (UUD 1945) yaitu :

MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah

Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Menuju Sekolah Ramah Anak

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT

CONTOH SUKSES PELAKSANAAN MBS B2-3

BAB 26 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP PENDIDIKAN YANG LEBIH BERKUALITAS

TUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan urusan wajib yang harus dipenuhi oleh pemerintah

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 09 TAHUN 2011 TENTANG

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

BAB II BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN DAN SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

DORONGAN BELAJAR SISWA PASCA PEMBERIAN BOS TESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah

UNJUK KERJA KOMITE SEKOLAH DI SMA NEGERI 3 SEMARANG TESIS

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TREND DAN ESTIMASI ANGGARAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA BIDANG PENDIDIKAN DI PROVINSI JAMBI

Tujuan 4: Memastikan kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta mempromosikan kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN BAB I

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 41 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 911 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia. tahun 1945 menyatakan bahwa, salah satu tujuan Negara Republik

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Pada Bab ini akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan penyusunan RKS

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP dan BUPATI CILACAP MEMUTUSKAN :

BAB 26 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP PENDIDIKAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB I PENDAHULUAN. proses kehidupan sebuah bangsa. Seperti halnya kesehatan, pendidikan tidak

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi kewenangan ke tingkat sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN DASAR DI KABUPATEN/KOTA

BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

PANDUAN PEMBINAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

PANDUAN NASIONAL MBS-SD

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu

Meluaskan Akses Pendidikan 12 Tahun

CATATAN ATAS PRIORITAS PENDIDIKAN DALAM RKP 2013

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN DASAR DI KABUPATEN/KOTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Rencana Kerja Sekolah Dasar (SD) / Madrasah Ibtidaiyah (MI)

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

PANDUAN NASIONAL MBS-SD

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk

PENGELOLAAN SEKOLAH DASAR STANDAR NASIONAL Studi Situs Di SD Negeri Karangtowo 1 Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak TESIS

ANALISIS ANAK TIDAK SEKOLAH USIA 7-18 TAHUN

BUPATI LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. yang bernama komite sekolah (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002). karena pembentukan komite sekolah di berbagai satuan pendidikan atau

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. UUD 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat

BAB V PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. negara karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Bantuan United Nations Children s Fund (UNICEF) Dalam Mensukseskan

Transkripsi:

PROGRAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH:KONSEP PELAKSANAAN, PERENCANAAN, MONITORING, EVALUASI, DAN SUPERVISI B2 FA Book 2.indd 1 10/26/10 1:54:40 PM

FA Book 2.indd 2 10/26/10 1:54:40 PM

B2 Penulis Drs. Trias Subarkah Drs. Abdul Mukti, MEd Bambang Irianto Dra. Kartini Saade, MPd Dra. Lilik Sutiyah Dra. Purnamaningsih Jiyono Suhaeni Kudus Nara Sumber Drs. Mudjito Ak, MSi. Dr. Utju Sumarsana Dr. Dewi Utama Faizah Editor Drs. Jose Rizal Lukman, MEd Drs. Sukiono, MM FA Book 2.indd 3 10/26/10 1:54:40 PM

B FA Book 2.indd 4 10/26/10 1:54:40 PM

MENGAPA MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PENTING? B2-1 FA Book 2.indd 5 10/26/10 1:54:41 PM

FA Book 2.indd 6 10/26/10 1:54:41 PM

DAFTAR ISI B2-1 A. Kita Perlu MBS 08 B. Pendidikan itu Penting 10 Bagi Setiap Anak B. MBS Sebagai Gerakan 11 Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar FA Book 2.indd 7 10/26/10 1:54:41 PM

B2-1 A. KITA perlu MBS Program MBS dimaksudkan untuk membantu pemerintah, sekolah dan masyarakat dalam mengatasi sebagian permasalahan yang disebutkan diatas dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, khususnya di sekolah dasar, termasuk Madrasah Ibtidaiyah. Program yang memiliki konsep yang sama dengan MBS sudah dilaksanakan di banyak negara dalam rangka desentralsasi pendidikan pada tingkat sekolah, dimana kewenangan pengambilan keputusan tentang pendidikan diserahkan ke sekolah. Menurut Caldwel (2005) MBS merupakan desentralisasi kewenangan dari pemerintah pusat ke sekolah. Sedangkan Mallen et.al (1990) memberikan penjelasan lebih lengkap, bahwa MBS merupakan perubahan formal dari struktur pemerintahan, dalam bentuk desentralisasi yang menjadikan sekolah sebagai unit utama dalam upaya perbaikan pendidikan yang bertumpu pada pembagian kewenangan dalam pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan perbaikan dan kemajuan. Jadi kewenangan yang sebelumnya berada ditangan pemerintah dilimpahkan ke sekolah (kepala sekolah, guru, dan orang tua murid). Kewenangan yang dilimpahkan dapat terdiri dari alokasi anggaran, pengangkatan guru dan personil sekolah, penyusunan kurikulum, penentuan buku pelajaran dan alat bantu mengajar lainnya, serta monitoring dan evaluasi kinerja sekolah. Jadi dapat disimpulkan bahwa MBS merupakan gerakan reformasi pengelolaan pendidikan yang memungkinkan sekolah untuk memiliki kewenangan dalam pengelolaan sumberdaya (personalia, dana dan peralatan/bahan). Sedangkan tujuan utama MBS adalah meningkatkan kinerja sekolah dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara lebih efektif dan efisien, dengan asumsi bahwa pengambilan keputusan di tingkat sekolah lebih efektif dibandingkan dengan tingkat pemerintah karena sekolah lebih memahami kebutuhan dan kondisi nyata di sekolah. Program Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak (Creating Learning Communities for Children atau CLCC) atau yang dikenal luas di lapangan sebagai Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dirintis pertama kali oleh Pemerintah Indonesia (khususnya melalui Depdiknas) dengan bantuan UNICEF dan UNESCO sejak tahun 1999. Tujuan utama program adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolah dasar (SD/MI) dengan memfokuskan pada tiga pilar utama ialah: (1) manajemen sekolah yang transparan, partisipatif dan akuntabel; (2) peran serta masyarakat yang kuat untuk membantu sekolah; dan (3) pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Program ini dikembangkan pada saat Indonesia sedang dalam masa transisi menuju sistem desentralisasi pemerintahan, termasuk desentralisasi pendidikan, dimana kewenangan pelaksanaan dan penganggaran pendidikan diserahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota. Dengan kondisi ini sebagian besar pelayanan dan anggaran pendidikan berada dibawah tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Program MBS dikembangkan dan dilaksanakan di Indonesia mendahului disusunnya peraturan perundangan yang diperlukan sebagai dasar pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Tujuannya untuk menciptakan model MBS yang dapat dilaksanakan secara efektif dan terjangkau dari segi biaya di sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Program MBS yang semula dirintis oleh DEPDIKNAS-UNESCO- UNICEF bekerjasama dengan pemerintah daerah dengan sebutan Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak (CLCC) dalam perkembangannya mendapat bantuan dana dari lembaga donor seperti NZAID, AUSAID dan lembagalembaga sektor swasta. Kemudian model MBS diadopsi dan dikembangkan lebih lanjut di banyak daerah oleh lembaga donor dan mitra pengembang lainnya seperti USAID, AusAID, EU, Save the Children, PLAN International, WVI, ILO, meskipun kadang-kadang dengan nama yang berbeda. 8 B2-1 - Bahan Advokasi MBS - 2009 FA Book 2.indd 8 10/26/10 1:54:41 PM

B2-1 Sejalan dengan pengembangan dan pelaksanaan model MBS di sekolah dan daerah, pemerintah telah berhasil menyusun dan memberlakukan sejumlah peraturan perundangan sebagai dasar pelaksanaan desentralisasi pendidikan dan manajemen pendidikan di tingkat sekolah, diantaranya sebagai berikut: Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 51 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standard pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Keputusan Mendiknas RI nomor 044/U/2002 tentang Dewan pendidikan dan Komite Sekolah, yang memuat tata cara pembentukan serta tugas dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah untuk mendukung pelaksanaan pendidikan di kabupaten/kota dan sekolah. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang memuat 8 standar, standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Sejumlah Peraturan Mendiknas yang menjabarkan setiap standar nasional pendidikan, misalnya Kepmendiknas nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan, dan Kepmendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Rencana Strategis Pendidikan Nasional tahun 2005-2009, yang menargetkan bahwa 40 persen SD/MI di seluruh Indonesia sudah akan melaksanakan MBS pada tahun 2009. B2-1 - Bahan Advokasi MBS - 2009 FA Book 2.indd 9 9 10/26/10 1:54:43 PM

B2-1 B. Pendidikan ITU PentinG BAGI SETIAP ANAK Bukti menunjukkan bahwa tingkat perkembangan dan kemajuan suatu bangsa atau masyarakat sangat ditentukan oleh tingkat kemajuan pendidikan bangsa dan masyarakat itu sendiri. Negara-negara seperti Swiss, Jepang, dan Singapura adalah contoh beberapa negara maju dan berpenghasilan tinggi karena memiliki penduduk atau sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi, sebagai dampak dari pendidikan mereka yang berkualitas. Padahal negara tersebut miskin akan sumberdaya alam. Oleh karena itu, menurut PBB dimana Indonesia adalah salah satu anggotanya, pendidikan merupakan salah satu hak azasi anak yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat, untuk mendukung perkembangan dirinya secara optimal, sehingga menjadi pribadi yang mandiri dan bermanfaat bagi masyarakat (Konvensi Hak Anak). perempuan, harus dapat menyelesaikan pendidikan dasar. Jauh sebelum deklarasi Tujuan Pembangunan Milenium, Indonesia telah menetapkan bahwa semua warga negara berhak untuk memperoleh pendidikan (Pasal 31 ayat 1 UUD 1945). Selain itu, dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan pula bahwa salah satu tujuan negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti negara Republik Indonesia sejak awal telah berkomitmen untuk menjamin bahwa setiap warga negara, tanpa membedakan status sosial, ras, etnis, agama, dan gender, berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya. Secara lebih rinci Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 5 menyatakan bahwa setiap anak usia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Di tingkat dunia, faktor pendidikan diyakini dapat mempengaruhi pembangunan peradaban suatu bangsa terutama terkait dengan upaya pengentasan kemiskinan. Begitu pentingnya faktor pendidikan tersebut, sehingga dalam penilaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pendidikan menjadi salah satu variabel penentu. Karena fakta ini pulalah maka sudah semestinya pendidikan harus dapat dinikmati oleh semua orang. Mengacu pada tujuan ketiga Pembangunan Milenium yang merupakan salah satu konvensi PBB, secara jelas ditetapkan bahwa pada tahun 2015 semua anak, baik laki-laki maupun Siswa memanfaatkan waktu istirahat dengan membaca. Ekspresi riang anak-anak Tanah Papua. 10 B2-1 - Bahan Advokasi MBS - 2009 FA Book 2.indd 10 10/26/10 1:54:44 PM

B2-1 C. MBS SEBAGAI GERAKAN peningkatan mutu pendidikan di sekolah DASAR Kelompok Masalah 1: Kesenjangan Akses Pendidikan Dasar o o Indonesia, seperti halnya negara berkembang lainnya, memiliki masalah disparitas dalam akses pendidikan yang disebabkan oleh letak geografis maupun kesenjangan sosial ekonomi. Sebagai contoh APM SD dan SMP di provinsi/kabupaten di wilayah Indonesia bagian timur jauh lebih rendah dibandingkan dengan di provinsi/kabupaten di wilayah Indonesia lainnya. Sedangkan akses dan mutu pendidikan di daerah terpencil dan pedesaan dengan tingkat sosial ekonomi rendah selalu kurang baik dibanding dengan daerah perkotaan dan daerah dengan tingkat sosial ekonomi yang lebih baik. Data Susenas tahun 2005 menunjukkan hampir 3 juta anak usia pendidikan dasar (7-15) belum bersekolah karena berbagai sebab, termasuk putus sekolah dan tidak mendaftar di sekolah. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam memajukan pendidikan di Indonesia selama beberapa dekade terakhir ini, termasuk dalam peningkatan akses pendidikan, mutu dan manajemennya. Banyak keberhasilan yang telah diraih dalam upaya peningkatan akses pendidikan, terutama dalam pendidikan dasar. Misalnya, angka partisipasi Murni (APM) SD/MI meningkat dari 93% menjadi 95 % dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2008. Sedangkan APM SMP/MTs meningkat dari 58% menjadi 72% dalam kurun waktu yang sama. Namun demikian masih banyak masalah yang dihadapi dalam hubungannya dengan upaya peningkatan akses, mutu dan manajemen pendidikan. Berbagai masalah utama yang ditemui berkenaan dengan sistem pendidikan dasar bersumber dari sejumlah sebab utama termasuk belum tepatnya pengalokasian dana/anggaran untuk pendidikan dasar (khususnya sebelum adanya peningkatan anggaran pendidikan melalui APBN pada beberapa tahun terakhir ini), kurangnya kapasitas/ kemampuan sekolah dan pemerintah daerah, kurangnya bantuan dan peran serta masyarakat terhadap pendidikan, dan tingkat kemiskinan masyarakat, yang semuanya bermuara pada rendahnya kualitas pembelajaran di sekolah. Berbagai masalah yang diakibatkan oleh sebab-sebab utama tersebut meliputi empat kelompok masalah sebagai berikut. B2-1 - Bahan Advokasi MBS - 2009 11 FA Book 2.indd 11 10/26/10 1:54:44 PM

B2-1 Kelompok Masalah 2: Rendahnya Kualitas dan Relevansi Pendidikan di Sekolah o Pembelajaran kurang aktif, efektif, kreatif dan menyenangkan di sekolah, serta didominasi dengan ceramah oleh guru dan murid menghafal pelajaran. o Kurangnya jumlah dan mutu buku pelajaran, buku referensi dan alat serta materi pembelajaran lainnya di sekolah. Kelompok Masalah 3: Lingkungan Sekolah yang Kurang Mendukung o Kondisi fisik dan lingkungan sekolah yang belum mendukung terjadinya proses pendidikan dan pembelajaran yang utuh dan berkualitas bagi peserta didik. Misalnya, kurang baiknya kondisi gedung sekolah, ruang kelas, sanitasi dan air bersih, perpustakaan, dan perabot di banyak sekolah. o Rendahnya inisiatif dan tanggung jawab pihak sekolah untuk memelihara sekolah Suasana lingkungan salah satu sekolah MBS yang sederhana namun hijau dan bersih. 12 B2-1 - Bahan Advokasi MBS - 2009 FA Book 2.indd 12 10/26/10 1:54:45 PM

B2-1 Pelibatan anak dalam gerakan pencegahan Flu Burung di sekolah sebagai upaya menanamkan nilai pentingnya hidup sehat sejak dini. Anak-anak beristirahat setelah kegiatan ekstra kurikuler Pramuka di sekolah. Kelompok Masalah 4: Manajemen yang Kurang Efisien Berbagai tantangan untuk melaksanakan desentralisasi pendidikan antara lain adalah: kurangnya kapasitas di tingkat kabupaten/kota dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta supervisi dan tindak lanjut program pendidikan. Lemahnya manajemen yang menyebabkan kurang efisiennya pemanfaatan sumberdaya, termasuk distribusi guru yang tidak merata yang menyebabkan kekurangan guru di daerah terpencil/ pedesaan dan kelebihan guru di daerah perkotaan. Kurangnya kemampuan sekolah dalam manajemen sumberdaya sekolah; kebanyakan sekolah belum menerapkan manajemen sekolah yang transparan, partisipatif, akuntabel, dan mandiri untuk membangun demokrasi pendidikan. Kurangnya partisipasi dan tanggung jawab masyarakat dan orang tua murid dalam membantu/ mendukung pengembangan sekolah; bantuan orang tua dan masyarakat cenderung hanya terbatas pada bantuan keuangan, dan belum mencakup bantuan dalam penentuan kebijakan sekolah, perencanaan kegiatan dan anggaran, dan kontrol serta bantuan teknis untuk sekolah. B2-1 - Bahan Advokasi MBS - 2009 FA Book 2.indd 13 13 10/26/10 1:54:46 PM

FA Book 2.indd 14 10/26/10 1:54:46 PM