BAB IV RELASI ANTAR KOMUNITAS DAN ORGANISASI LUAR

dokumen-dokumen yang mirip
Universitas Indonesia

BAB XI P E N U T U P. Hasil penelitian memperlihatkan kelembagaan-kelembagaan lokal yang terlibat

DISERTASI RUDY PRAMONO UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM SOSIOLOGI DEPOK JULI 2008

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. Jumlah Desa Rusak Tidak Total Kabupaten/Kota

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Nomor : 5/PER/BP-BRR/I/2007 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

EKONOMI KELEMBAGAAN UNTUK SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN (ESL 327 ) Ko-Manajemen. Kolaborasi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

Tsunami Evaluation Coalition: Links between Relief, Rehabilitation and Development in the Tsunami Response RINGKASAN ESEKUTIF

BAB VI PENUTUP. pengelolaan modal sosial bonding, bridging dan linking didalam kehidupan. perempuan pelaku usaha di Wukirsari pasca bencana.

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

Penilaian Preferensi Masyarakat Pengungsi terhadap Potensi Konflik Tenurial dan Tingkat Interaksi terhadap Hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melihat tentang penguatan modal sosial untuk pengembangan mafkah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU

penanggulangan bencana penanggulangan bencana penanggulangan bencana 1. Mengidentifikasi strategi perencanaan bencana lokal yang ada

Bab I Pendahuluan. 1 Subandono Diposaptono, Rehabilitasi Pascatsunami yang Ramah Lingkungan, Kompas 20

SOCIAL CAPITAL. The important thing is not what you know, but who you know

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Modal Sosial (Social Capital)

Pekerjaan Sosial PB :

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Post Conflict Need Assessment (PCNA)

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

KKPP Perumahan & PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN BERTUMPU MASYARAKAT

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif

1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Modal Sosial

penelitian 2010

1. Membangun kemitraan dengan masyarakat dan pemangku kepentingan

KODE UNIT : O JUDUL UNIT

PEMBANGUNAN MASYARAKAT (D) R. Ahmad Romadhoni Surya Putra, S.Pt., M.Sc., Ph.D. Laboratorium Komunikasi dan Pembangunan Masyarakat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. yang memadai dan efektif pada setiap tahapan manajemen public relations

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta dalam menghadapi bencana, dapat

BAB I PENDAHULUAN. bergiat dalam melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan dilakukan di bidang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI

1. Definisi tentang komunitas dan identifikasi asset komunitas :

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

KODE UNIT : O JUDUL UNIT

Pedoman Program Sertifikat Bersama untuk Kepemilikan Tanah

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BERSAMA MEMBANGUN. Multi-Donor Fund untuk Aceh dan Nias

I. Permasalahan yang Dihadapi

LAMPIRAN 6. PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas)

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 3 Tahun 2014 Seri D Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

HASIL RUMUSAN KOMISI A BIDANG REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SINERGISITAS TIGA PILAR (PEMERINTAH-MASYARAKAT-PENGUSAHA): Upaya Keamanan Maritim

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. membuktikan bahwa proses ini dapat menjawab kebutuhan masyarakat,

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

Oleh Prof Dr Abdullah Ali

Powered by TCPDF (

Butir-Butir Laporan Gubernur NAD pada Sidang Kabinet Terbatas Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias, 5 Juli 2005

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Proses perencanaan pembangunan yang bersifat top-down sering dipandang

KOORDKOORDINASI FUNGSI KOMANDO. susunan organisasi sebagai berikut:

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/76/2015 TENTANG TIM KOORDINASI PASCA KRISIS KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti

LAMPIRAN C. Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk daerah abu-abu )

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. hidup, serta baiknya pengelolaan sumber daya alam yang ada. diri menjadi penting agar masyarakat dapat berperan dalam model

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

Transkripsi:

BAB IV RELASI ANTAR KOMUNITAS DAN ORGANISASI LUAR 4.1. Pendahuluan Studi kapital sosial ini bertitik tolak pada asumsi yang saling terkait, yaitu bahwa kapital sosial bukan suatu keberadaan yang berdiri sendiri, melainkan tertambat dalam struktur sosial (Granovetter, 1985; Coleman, 1988, Putnam, 1983). Struktur sosial yang dimaksud menunjuk pada hubungan (relation), jejaring (network), kewajiban, harapan (expectation) yang menghasilkan dan dihasilkan oleh kepercayaan (trust) dan sifat dapat dipercayai (trustworthiness) yang berkembang diantara orang-orang yang saling berhubungan itu. (Coleman, 1988; Fukuyama, 1995, Burt, 1997, Leana dan Van Buren, 1999). Kapital sosial ini berfungsi sama dengan kapital-kapital yang lain dalam mencapai tujuan untuk memberikan dukungan kehidupan bagi manusia (Coleman, 1988; Dasgupta, 2000). Fungsi ini berkaitan dengan sesuatu dan proses yang dapat memperlancar dan mempererat (Anderson et. al, 2002) ikatan-ikatan sosial dalam suatu sistem sosial dan ekonomi. Dalam studi ini kapital sosial menunjuk pada semua kekuatan sosial yang dikembangkan oleh individu atau kelompok dalam menjalin hubungan dengan individu atau kelompok lain; yang mengacu pada struktur sosial yang menurut mereka dapat berfungsi memfasilitasi tujuan individu atau kelompok secara efektif dan efisien dengan kapital-kapital yang lain. Kekuatan sosial itu dikembangkan untuk mempertahankan hidup melalui proses interaksi terbatas pada suatu komunitas (bonding social capital) maupun interaksi dengan jaringan di luar komunitas dalam tingkat mezzo dan makro (bridging dan linking capital). Kapital sosial merupakan konstruksi dalam relasi sosial yang pada dasarnya bersifat utilitarianistik, sehingga muncul unsur komunikasi (pertukaran informasi), kepercayaan, harapan dan tekad untuk mencapai tujuan bersama yang menimbulkan pembagian peran, kesukarelaan, kewajiban, norma dan sangsi yang mendukung tercapainya tujuan individu atau kelompok. Kapital sosial ini merupakan alat (means) yang dikembangkan oleh individu atau kelompok dalam

135 mencapai tujuan (end) individu atau kelompok. Dalam hubungan, koproduksi dan sinerji dengan kapital-kapital yang lain, ada kemungkinan kapital sosial mempunyai peran dominan dalam mencapai suatu tujuan namun ada kalanya tidak terlalu penting, karena tergantikan oleh kapital-kapital yang lain. Bab ini menjelaskan diskusi teoretis antara temuan-temuan yang diperoleh dari hasil penelitian dengan teori-teori yang yang sedang berkembang mengenai kapital sosial masyarakat Aceh, baik dalam aspek bonding, bridging dan linking capital. Selain itu bab ini juga menjelaskan diskusi tentang fungsi kapital sosial masyarakat dalam menghadapi bencana dan fungsinya dalam program-program pemulihan bencana yang dilakukan oleh organisasi-organisasi dari luar. Selain itu juga menjelaskan perkembangan intervensi program program pemulihan bencana yang dilakukan oleh organisasi-organisasi dari luar, serta implikasi praktik pelaksanaan pengelolaan program pemulihan pascabencana yang berbasis masyarakat. 4.2 Proses Berperannya Kapital Sosial Dalam suatu program pemulihan pasca bencana, kapital sosial berfungsi untuk memfasilitasi bertemunya kapital-kapital lain, seperti kapital fisik, manusia dan finansial untuk mencapai suatu tujuan dalam membantu memulihkan kondisi korban pasca bencana. Berfungsinya kapital sosial dapat dilihat melalui enam usaha. Pertama, mengumpulkan orang-orang yang dianggap mempunyai kapital manusia yang dapat diandalkan. Mereka ini diharapkan dapat membantu usaha untuk memulihkan kondisi korban bencana melalui program pemulihan. Fungsi ini terjadi pada awal program yakni pertemuan antara keuchik dengan kepala lorong (yang sering disebutkan oleh masyarakat dengan istilah keplor) dan tokohtokoh lainnya. Setelah mendapat dukungan dari mereka, maka langkah selanjutnya mereka menginformasikan kepada anggota masyarakat lainnya untuk menghadiri pertemuan. Kedua, mengidentifikasi dan mendorong orang-orang yang memiliki kapital sosial untuk difungsikan dalam upaya mencapai kepentingan umum.

136 Ketiga, mengintegrasikan semua potensi dalam kelompok untuk tujuan bersama dalam program melalui pertemuan formal dan informal yang diselenggarakan. Keempat, menyadarkan orang dalam suatu kelompok bahwa mereka merupakan anggota dari suatu kelompok yang dapat memberikan sumbangan untuk tujuan bersama. Kelima, mengubah sumber daya alam dan kapital finansial yang ada menjadi kapital fisik yang berguna untuk mencapai tujuan. Keenam, melakukan sinergi antara kapital fisik dan kapital manusia untuk mencapai tujuan suatu program yang dilakukan. (Lawang, 2005) Di awal, sesaat setelah bencana terjadi, masyarakat Lampulo menjalani enam proses tersebut sekaligus yakni dalam bentuk saling membantu di antara mereka sendiri. Hal ini dialami oleh warga lorong tiga yang mengungsi secara bersama-sama ke satu tempat yang sama. Kondisi ini memudahkan terjadinya enam proses tersebut di atas. Sementara itu, warga lorong satu tidak mengungsi di satu tempat. Namun, begitu mendengar bahwa sudah ada posko pengungsian di Lampulo mereka segera kembali ke Lampulo. Oleh sebab itu, kondisi mereka cenderung mirip dengan kondisi warga lorong tiga. Berbeda dengan gambaran tersebut, warga lorong dua dan empat mengungsi secara terpisah-pisah. Bahkan, sebagian dari mereka tinggal dengan saudara mereka, atau menyewa rumah. Dengan demikian, enam proses tersebut tidak segera dapat mereka lakukan di antara warga lorong. Enam proses tersebut juga dilakukan oleh pihak luar yang datang membantu masyarakat Lampulo. Pada kasus Aceh Relief, proses identifikasi ini terjadi saat mereka menjalin kerjasama dengan orang-orang di Lampulo. Bahkan kerja sama tersebut terjalin sebelum Aceh Relief membantu masyarakat Lampulo, yakni saat Aceh Relief memerlukan tempat untuk transit ketika akan membantu masyarakat di Pulo Aceh. Organisasi lain mempunyai pendekatan yang berbeda dalam tiap tahapan peran kapital sosial dalam program, lihat Tabel 4.

137 Tahapan peran kapital sosial Mengumpulkan orang Identifikasi orang Tabel 4.1. Proses Kapital Sosial dalam Program BRR 1.Keuchik dan kepala lorong menginformasikan program BRR, pada korban tsunami. 2. Korban yang berminat untuk mendapatkan rumah melengkapi persyaratan administratif untuk diserahkan ke BRR. BRR memasukan dalam daftar penerima bantuan 1. BRR melaku kan tender dan kontrak dengan kontraktor yang membangun rumah. 2. BRR menunjuk konsultan yang mengawasi kontraktor. Care International 1. Staff care melakukan pendekatan dengan tokoh-tokoh masyarakat untuk menawarkan program. 2. Keuchik dan keplor mengumpulkan anggota masyarakat untuk berdiskusi dengan staff Care untuk persetujuan program dari Care. 3. Penandatanganan antara Care dan Keuchik 1. Perencanaan komunitas secara partisipatif. 2. Melibatkan orangorang lokal sebagai tenaga lapangan. 3. Melakukan pendataan dan verifikasi calon penerima program Aceh Relief 1. Relasi yang sudah terjalin antara Aceh Relief dengan posko Lorong tiga memudahkan Aceh Relief untuk melakukan programnya. 2. Melalui ketua posko, keplor staff Aceh Relief melakukan sosialisasi program ke masyarakat. 3. Persetujuan untuk, dan persyaratan administrasi yang dikumpulkan 1. Hasil pertemuan menunjuk keplor, ketua posko dan beberapa pemuda lorong untuk mewakili warga lorong tiga dalam berinteraksi dengan Aceh Relief. 2. Orang-orang yang ditunjuk bertugas mengidentifikasi penerima program dan mempersiapkan berkas-berkas administrasi untuk diserahkan pada Aceh Relief. Kata Hati 1. Relasi yang terbangun antara Kata Hati dengan tokohtokoh desa dan masyarakat pada program sebelumnya (cash for work) memudahkan bagi Kata Hati menawarkan program perumahan bagi lorong satu. 2. Setelah mendapatkan dukungan dana, Kata Hati berkoordinasi dengan keuchik dan keplor untuk mengumpulkan warga yang ingin dibangun rumahnya oleh Kata Hati 1. Perencanaan komunitas secara partisipatif. 2. Melibatkan orangorang lokal sebagai tenaga lapangan. 3. Melakukan pendataan dan verifikasi calon penerima program Integrasi potensi bersama Menyadarkan anggota kelompok Mengubah sumber daya alam Melakukan sinergi Kontraktor bekerjasama dengan konsultan pengawas, keuchik, kepala lorong dan warga yang dibangun rumahnya Keuchik dan kepala lorong menyadarkan anggota masyarakat untuk membantu penyelesaian Kontraktor menggunakan kapital finansial untuk mengupah tenaga kerja, staff dan mengadakan material-material yang diperlukan untuk pembangunan rumah 1. Kontraktor yang menginte grasikan material, tenaga Pembangunan rumah mulai dilakukan 1 tahun setelah penandatangan perjanjian. Keuchik dan kepala lorong menyadarkan anggota masyarakat untuk membantu penyelesaian Mengerahkan tenaga kerja, materialmateraial yang dipergunakan untuk membangun rumah segera setelah mengikuti prosedur yang ditetapkan Care Internasional 1. Memasok materialmaterial yang diperlukan untuk Berdasarkan berkasberkas yang diajukan, staf Aceh Relief melakukan verifikasi dan persiapanpersiapan. Staff Aceh Relief dan orang kunci yang ditunjuk warga berkomunikasi untuk menjelaskan rencana. Mengerahkan tenaga kerja, materialmateraial yang dipergunakan untuk membangun rumah segera setelah mendapatkan persetujuan. 1. Melakukan Pembangunan rumah dilakukan melibatkan pemasok dan kontraktor pekerja dengan pengawasan dari staff Kata Hati Staff lapangan berkoordinasi dengan penerima program dan keplor untuk memperlancar pembangunan Kontraktor menggunakan kapital finansial untuk mengupah tenaga kerja, staff dan mengadakan material-material yang diperlukan untuk pembangunan rumah 1. Melakukan

138 Sumber : analisis data. kerja dan alat-alat yang digunakan untuk membangun rumah. 2. Tenaga kerja dan material berasal dari luar desa.. 2. Menunjuk pemborong tenaga kerja yang bekerja untuk pembangunan rumah. 3. Pasokan material dan tenaga kerja tidak saling mendukung sehingga bermasalah dengan menggunakan tenaga kerja dari luar desa 2. Memasok materialmaterial yang diperlukan untuk dari luar desa. 3. Pasokan material dan tenaga kerja lancar sehingga rumah dapat diselesaikan lebih cepat. dengan menggunakan tenaga kerja dari luar desa 2. Memasok materialmaterial yang diperlukan untuk dari luar desa. 3. Pasokan material dan tenaga kerja lancar sehingga rumah dapat diselesaikan lebih cepat. 4.3. Kapital Sosial dan Keberhasilan Program Kapital sosial komunitas di Lampulo pada umumnya masih bergerak dan tertambat di tataran mikro pada kelompok yang diikat karena hubungan keluarga, kekerabatan, kesamaan mata pencaharian, kesamaan daerah, kesamaan etnis dan agama. Pada sisi lain, sebagai akibat perkembangan desa yang mengarah pada masyarakat perkotaan mulai berkembang jenis kapital sosial yang mempunyai tingkat integrasi yang lebih rendah dengan jaringan luar komunitas yang semakin tinggi yang menghasilkan kinerja kapital sosial rendah. Jenis kapital sosial di desa Lampulo dapat dilihat dalam Tabel 4.2. Tabel 4.2. Kinerja Bonding Social Capital Institusi Integrasi Lingkage/Jejaring Kapital sosial Lorong Satu Tinggi Sedang Tinggi Lorong Dua Rendah Tinggi Rendah Lorong Tiga Tinggi Rendah Tinggi Lorong Empat Rendah Tinggi Rendah Gampong Lampulo Rendah Tinggi Rendah Sumber : hasil analisis (lihat bab 2) Integrasi : ikatan dalam komunitas lorong Jejaring : jaringan luar komunitas Sementara kinerja kapital sosial organisasi-organisasi yang terlibat dalam program pemulihan dalam aspek integrasi organisasi dan sinergi menunjukkan kinerja seperti tampak dalam Tabel 4.3.

139 Tabel 4.3. Kinerja Bridging Social Capital Institusi Integrasi organisasi Sinergi Kapital Sosial BRR Rendah Tinggi Sedang Care Internastional Rendah Tinggi Rendah Kata Hati Tinggi Tinggi Tinggi Aceh Relief Tinggi Tinggi Tinggi Sumber : analisis (lihat bab 3) Sinergi : kerjasama internal dan eksternal dalam organisasi Integrasi organisasi : Kapasitas dan koherensi korporat organisasi Relasi antar kapital sosial pada tingkat komunitas dan tingkat organisasi akan menghasilkan kinerja antar kapital sosial seperti yang terlihat dalam Tabel 4.4. Tabel 4.4. Relasi kapital sosial bridging dan bonding Lorong Satu Dua Tiga Empat Organisasi Kapital Sosial Tinggi Rendah Tinggi Rendah BRR Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Care International Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Aceh Relief Tinggi - - Tinggi - Kata Hati Tinggi Tinggi - - - Sumber : analisis Organisasi yang mempunyai kinerja kapital sosial rendah inefisien (organisasi lemah) dan bekerja pada komunitas dengan kondisi rendah, mengakibatkan terjadinya kegagalan program pemulihan pasca bencana. Sebaliknya organisasi yang mempunyai kinerja hasil memunculkan kerjasama dan fleksible meskipun bekerja pada komunitas kapital sosial yang sedang masih menunjukkan keberhasilan program. Dalam proses pengembangan program dalam komunitas masih dipengaruhi oleh dilemma relasi mikro dan makro. Hasil yang positif kapital sosial dari aspek ketertambatan dan otonomi perlu diidentifikasi pada tingkat komunitas lokal, antar komunitas lokal dan kelompok dengan luar yang

140 berhubungan dengan masyarakat sipil, antara masyarakat sipil dan institusi di tingkat makro dan dalam korporasi organisasi. Keempat dimensi kapital sosial ini harus muncul secara optimal untuk mendapatkan hasil program pembangunan yang optimal juga. Keberhasilan relasi kapital sosial antara inisiatif bottom up dan top down merupakan hasil kumulasi proses berjalan dalam relasi sosial yang dinamis. Jika relasi sosial salah diantara empat dimensi ini, maka hasil pembangunan akan mengalami kegagalan atau tidak optimal. Di tingkat makro, organisasi yang terlibat dalam upaya pembangunan seharusnya dikondisikan untuk memiliki sinergi dan integrasi organisasi yang tinggi, sedangkan di tingkat mikro program pembangunan seharusnya memunculkan partisipasi organisasi yang meningkatkan kemampuan di tingkat mikro, sehingga meningkat juga tanggung jawab akan diri mereka sendiri sementara jaringan dan ikatan dalam komunitas mereka juga meningkat. 4.4. Sinergi antar Kapital dan Kinerja Hasil Program Prinsip sinergi berasumsi bahwa suatu kegiatan akan berhasil bila semua kapital (manusia, fisik dan sosial) yang ada dalam masyarakat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Hal ini tidak hanya untuk mencapai tujuan, namun juga untuk keberlangsungan program itu sendiri. Dalam tahap gawat darurat sinerji muncul melalui interaksi yang terjadi antara masyarakat penerima bantuan Bila kapital yang ada dalam masyarakat tidak dilibatkan atau tidak dimanfaatkan secara optimal, akan berpengaruh pada tujuan dan kelangsungan dari suatu program, karena akan menimbulkan ketergantungan pada kapital dari luar masyarakat. Sinergi antar kapital yang terjadi dalam program pasca bencana lihat tabel di bawah ini.

141 Tabel 4.5. Sinergi antar Kapital Program Pasca Bencana Sinergi Kapital Sosial Tahap Tanggap Darurat 1. Bonding Social Capital a. Lembaga : Kerabat, Keuchik, Keplor, Posko dan lorong b. Jaringan kerabat, jaringan c. Nilai, norma keluarga dan reusam. 2. Bridging Social Capital. a. Lembaga pemerintah dan non pemerintah b. Kelompok kerja c. Komunikasi dan informasi d. kewajiban dan harapan e. Jaringan Tahap Rehabilitasi 1. Bonding Social Capital a. Lembaga : Kerabat, Keuchik, Keplor, Posko dan lorong d. Jaringan kerabat, jaringan e. Nilai, norma keluarga dan reusam. 2. Bridging Social Capital. a. Lembaga pemerintah dan non pemerintah b. Kelompok kerja c. Komunikasi dan informasi d. kewajiban dan harapan e. Jaringan Tahap Rekonstruksi 1. Bonding Social Capital a. Lembaga : Kerabat, Keuchik, Keplor, Posko dan lorong f. Jaringan kerabat, jaringan g. Nilai, norma keluarga dan reusam. 2. Bridging Social Capital. a. Lembaga pemerintah dan non pemerintah b. Kelompok kerja, kontraktor c. Komunikasi dan informasi d. kewajiban dan harapan e. Jaringan Kapital Manusia Kapital Fisik Tujuan Sumber : analisis 1. Keuchik dan aparat 2. Koordinator dan relawan posko 3. Tenaga medis dan paramedis 4. Relawan kemanusiaan 5. Pekerja lembaga pemerintah dan non pemerintah 6. Warga yang mendapatkan bantuan 1. Bantuan makanan dan non makanan. 2. Bantuan pelayanan kesehatan 3. Bantuan tunai langsung 4. Program padat karya (cash for work) pembersihan Distribusi bantuan untuk korban bencana untuk memenuhi kebutuhan korban bencana 1. Keuchik dan aparat 2. Staf lapangan lembaga non pemerintah dan pemerintah 3. Tenaga pelatih untuk pelatihan 4. warga yang mendapatkan bantuan 1. Bantuan alat-alat produksi untuk mata pencaharian : perahu, mesin jahit, mesin las, becak motor dsb. 2. Bantuan permodalan untuk membuka usaha Distribusi bantuan dan modal usaha untuk membantu korban bencana memulai kegiatan matapencaharian kembali 1. Keuchik dan aparat 2. Staf lapangan lembaga non pemerintah dan pemerintah 3. Staf pengawas 4. Pekerja pembangunan rumah 5. Warga yang mendapatkan rumah. 6. Pada fase ini kondisi kapital manusia makin meningkat, namun relasi antar kapital manusia ditandai berbagai konflik pada sisi lain biaya hidup makin meningkat. Sehingga sinergi kapital manusia dalam program mengalami hambatan. 1. Tanah untuk lokasi. 2. Bahan-bahan untuk : batu, bata, pasir, semen dsb. 3. Pada fase ini distribusi kapital fisik terhambat dengan makin sulitnya bahan dan meningkatnya harga, sehingga sinergi yang diharapkan menjadi terganggu Perbaikan dan pembangunan kembali rumah warga korban bencana

142 Tabel 4.6. Sinergi antar Kapital dalam Kinerja Program BRR Care Aceh Relief Kata Hati International Kinerja Sedang Rendah Tinggi Tinggi Kapital sosial Kapital Fisik Terhambat Terhambat Lancar Lancar Kapital Tersedia Tidak tersedia Tersedia Tersedia Manusia Sinergi antar Sedang Rendah Tinggi Tinggi Kapital Penilaian Hasil Program Bermasalah Tidak Berhasil Bermasalah Tidak Berhasil Sedikit Masalah Berhasil Sedikit Masalah Berhasil Fungsi Kap Tdk berfungsi Tdk berfungsi Berfungsi Berfungsi Sumber : analisis Berdasarkan Tabel 4.5. dan 4.6. terlihat bahwa relasi kapital sosial komunitas dengan organisasi-organisasi yang terlibat dalam program pemulihan bencana dalam mendukung keberhasilan program juga dipengaruhi oleh dukungan sinergi kapital manusia dan kapital fisik. Program-program yang diimplementasikan dengan sinergi antar kapital yang tinggi menunjukkan keberhasilan, demikian sebaliknya. Oleh karena dalam program-program pasca bencana usaha-usaha untuk menjamin dukungan (pasokan, kualitas dan biaya/harga yang stabil) kapital manusia dan kapital fisik yang memadai, akan menjamin keberhasilan program pasca bencana. 4.5. Diskusi Analisis Woolcock tentang kapital sosial membedakan kapital sosial dalam tiga bentuk yaitu, bonding social capital, bridging social capital dan linking social capital. Berdasarkan studi kasus ini menunjukkan bahwa bentuk kapital sosial ini di tingkat komunitas tidak bisa dibedakan secara tegas, karena struktur informal dan informal komunitas menyatu pada satu institusi dan lorong melalui tokoh keuchik dan kepala lorong. Tokoh ini pada satu sisi sebagai pengikat ikatan masyarakat (bonding), namun pada sisi lain sebagai wakil dari pemerintah (linking social capital). Sedangkan Woolcock tidak memberikan definisi secara tegas pengertian komunitas.

143 Kapital sosial organisasi luar yang terlibat dalam program pemulihan pasca bencana secara umum dikategorikan dalam organisasi non pemerintah, organisasi bisnis dan organisasi pemerintah. Pada organisasi pemerintah yang terlibat dalam program pemulihan pasca bencana, juga tidak dapat dipisahkan secara tegas bentuk kapital sosialnya masuk dalam kategori bridging social capital ataukah linking social capital. Sementara peran pemerintah daerah dalam program pemulihan pasca bencana di Lampulo (sebagai linking social capital) kurang nampak. Sehingga dengan berakhirnya masa kerja organisasi luar yang terlibat dalam program pemulihan, maka untuk kelanjutan program pemulihan pasca bencana peran pemerintah daerah makin penting. Model kapital sosial Woolcock dalam mendukung keberhasilan program dianalisis secara dualistis, antara organisasi luar dan komunitas lokal. Padahal dalam kenyataan interaksi ini melibatkan banyak struktur organisasi dan institusi lain yang saling mempengaruhi dalam keberhasilan program. Pada satu sisi kapital sosial organisasi luar dianalisis Woolcock dengan pendekatan Weberian tentang birokrasi yang lebih bersifat rasional, dengan jenis solidaritas organis seperti yang dikemukakan oleh Durkheim. Pada sisi yang lain kapital sosial komunitas dimana program dijalankan menggunakan analisis pendekatan Durkheimian dengan solidaritas yang bersifat mekanis, karena adanya kesamaan tempat tinggal. Pendekatan ini mengakibatkan perbedaan interaksi yang terjadi dalam kinerja kapital sosial di lapangan, yang membutuhkan indikasi-indikasi yang jelas. Woolcock tidak menjelaskan lebih jauh mengenai indikasi elemen capital social dalam program ini secara jelas. Dalam masyarakat yang terkena dampak bencana, kapital sosial yang ada berubah dengan cepat. Studi di lapangan menunjukkan bahwa sebuah struktur sosial bisa berubah atau hilang manakala struktur tersebut tidak bermanfaat bagi para aktor yang ada dalam struktur tersebut. Sebagai contoh struktur posko bencana di tingkat desa dan lorong, yang pada awal bencana digunakan untuk membantu menyalurkan bantuan pada korban bencana. Namun setelah bekerja selama dua tahun struktur ini bubar dengan sendirinya, karena sudah tidak diperlukan oleh para aktor yang terlibat dalam posko tersebut. Demikian juga kelompok-kelompok yang dibentuk oleh organisasi luar desa untuk menyalurkan

144 bantuan bidang matapencaharian, setelah bantuan diberikan dan tidak ada arahan lanjutan dari organisasi luar, maka kelompok-kelompok tersebut juga bubar dengan sendirinya. Namun demikian, ada juga kelompok yang masih bertahan, atas kesepakatan anggota-anggotanya. Fenomena ini menunjukkan bahwa, aktor dapat memengaruhi struktur seperti yang dikatakan oleh Giddens. Hal ini juga dapat dilihat dari perubahan strategi dan struktur organisasi luar yang bekerja di Lampulo, melalui terbentuknya Komite Percepatan Pembangunan Pemukiman Desa (KP4D) sebagai badan yang dibentuk BRR untuk menampung partisipasi komunitas dalam program perumahan. Struktur ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan pemukiman bagi korban tsunami, namun dalam kenyataannya struktur ini tidak mampu mempercepat pembangunan perumahan di Lampulo bahkan memunculkan masalah baru. Menurut pemahaman Giddens struktur ini diharapkan menjadi enabling bagi para aktor yang terlibat dalam mencapai tujuan program, namun dalam kenyataan bisa menjadi constraint