I. PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

I. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PADA KANTOR SEKRETARIAT KABUPATEN KUTAI BARAT. Supina Sino,Titin Ruliana,Imam Nazarudin Latif

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sejak tahun 1999 Indonesia telah menganut sistem pemerintahan

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

Transkripsi:

18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah dengan sistem pemerintahan desentralisasi sudah mulai efektif dilaksanakan sejak 1 Januari 2001. Undang-undang tersebut merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi pemerintah yang sesungguhnya. Otonomi daerah berarti telah memindahkan sebagian besar kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan (peraturan daerah) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, dengan otonomi daerah diharapkan pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Latar belakang pertimbangan mendasar terselenggaranya Otonomi Daerah (0tda) adalah perkembangan kondisi di dalam negeri yang mengindikasikan bahwa rakyat menghendaki keterbukaan dan kemandirian (desentralisasi). Selain itu keadaan di luar negeri juga menunjukkan bahwa semakin maraknya globalisasi yang menuntut daya saing tiap negara, termasuk daya saing pemerintah daerahnya. Daya saing pemerintah daerah ini diharapkan akan tercapai melalui peningkatan kemandirian pemerintah daerah. Selanjutnya peningkatan kemandirian pemerintah daerah tersebut diharapkan dapat diraih melalui 0tda (Halim, 2002). Tujuan program otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar-daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan, potensi maupun karakteristik di daerah masing-masing. Hal ini

ditempuh melalui peningkatan hak dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk mengelola rumah tangganya sendiri (Bastian, 2006). Adapun misi Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 dan Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 tersebut bukan hanya melimpahkan kewenangan pembangunan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, tetapi yang lebih penting adalah efektivitas dan efisiensi sumberdaya keuangan. Sehingga diperlukan suatu laporan keuangan yang handal dan dapat dipercaya agar dapat menggambarkan sumberdaya keuangan daerah berikut dengan analisis prestasi pengelolaan sumberdaya keuangan daerah itu sendiri (Bastian, 2001). Hal tersebut sesuai dengan ciri penting suatu daerah otonom yang mampu menyelenggarakan otonomi daerahnya, yaitu terletak pada strategi sumberdaya manusia (SDM) dan kemampuan di bidang keuangan daerah (Soedjono, 2000). Kabupaten Lampung Barat dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan tidak terlepas dari masalah sumber dan pembiayaan yang dalam hal ini adalah Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah (APBD). Secara konseptual APBD adalah alat untuk menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab dan merupakan rencana operasional Pemerintah Daerah. Dalam APBD menggambarkan pengeluaran untuk kegiatan pemerintahan dan proyek daerah. Proporsi APBD Kabupaten Lampung Barat saat ini sebagian besar masih bersumber dari pemerintah pusat dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Sedangkan pendapatan daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih relatif kecil. Tabel 1 di bawah ini memperlihatkan gambaran dari perbandingan antara PAD dengan APBD Kabupaten Lampung Barat dari tahun 2000 hingga 2007. Tabel 1. Perbandingan PAD dengan APBD Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003-2007 (Ribuan Rupiah) PAD APBD No Tahun (Juta Rupiah) (Juta Rupiah) 1 2003 5.394,41 235.949,47 2 2004 4.954,46 231.450,55 19

20 3 2005 6.197,94 272.990,81 4 2006 11.215,88 409.383,83 5 2007 12.341,41 449.439,42 Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Tahun 2007 Berdasarkan data tersebut di atas, dapat diketahui bahwa penerimaan dari pendapatan asli daerah setiap tahunnya mengalami peningkatan dibandingkan dengan penerimaan daerah secara keseluruhan (APBD). Namun demikian peningkatan tersebut relatif kecil dan dapat dikategorikan rendah atau di bawah 50 persen. Idealnya kontribusi PAD terhadap APBD daerah adalah sebesar 50 persen hingga 75 persen (Halim, 2002). Tahun 2007 PAD Kabupaten Lampung Barat masih sebesar 2,75 persen dari APBD-nya. Persentase ini tentu saja juga menjadi jauh lebih kecil bila membandingkan PAD Kabupaten Lampung Barat dengan alokasi Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN). Kondisi tersebut memerlukan strategi yang tepat dalam upaya meningkatkan PAD. Diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah diharapkan Daerah lebih proaktif meningkatkan PAD. Dengan demikian pemerintah daerah mampu mandiri serta tidak tergantung kepada pemerintah pusat. Pendapatan daerah dalam struktur APBD Kabupaten Lampung Barat masih merupakan elemen yang cukup penting peranannya, baik untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan maupun pemberian pelayanan kepada publik. Apabila dikaitkan dengan pembiayaan, maka pendapatan daerah masih merupakan alternatif pilihan utama dalam mendukung program dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di Kabupaten Lampung Barat. Arah pengelolaan pendapatan Kabupaten Lampung Barat pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang yaitu mobilisasi sumber-sumber PAD, dana perimbangan dan penerimaan daerah lainnya. Selain penerimaan dari pusat, sumber-sumber PAD ini berasal dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan daerah (Badan Usaha

21 Milik Daerah), dan lain-lain hasil usaha daerah yang sah. Dalam pengelolaan anggaran pendapatan daerah sangat perlu diperhatikan upaya untuk peningkatan pendapatan pajak dan retribusi daerah tanpa harus menambah beban bagi masyarakat dan menimbulkan ketidaktertarikan berinvestasi. Selain itu perlu juga perhatian pada pengembangan potensi atau mencari sumber-sumber PAD baru.

22 1.2. Perumusan Masalah Keuangan daerah tidak terlepas dari sumber penerimaan dan belanja daerah, dimana pada era otonomi daerah diberi keleluasaan penuh untuk mengelola APBD. Salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adalah daerah mampu membiayai berbagai pengeluaran daerah itu sendiri. Dengan demikian PAD yang merupakan salah satu komponen dalam neraca keuangan daerah memiliki peranan yang cukup menentukan jalannya roda pemerintahan dan pembangunan. Sejak digulirkan otonomi daerah tahun 1999 PAD Kabupaten Lampung Barat mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Jika pada tahun 2000 PAD Kabupaten Lampung Barat baru mencapai Rp. 1,55 milyar maka pada tiga tahun terakhir yaitu tahun 2005 sebesar Rp. 6,19 milyar, tahun 2006 Rp. 11,21 milyar dan pada tahun 2007 telah mampu mencapai Rp. 12,34 milyar. Namun secara umum, peningkatan PAD dari tahun ke tahun tidak terlepas dari semakin tingginya tuntutan beban anggaran, dimana sampai pada tahun 2007 kontribusi PAD Kabupaten Lampung Barat terhadap APBD sebesar 4,39 persen. Pencapaian PAD ini apabila dilihat dari potensi yang ada di Kabupaten Lampung Barat belum maksimal. Karena idealnya kontribusi PAD terhadap APBD daerah adalah sebesar 50 persen hingga 75 persen (Halim, 2002). Kondisi tersebut perlu diberi perhatian khusus yaitu dengan mengidentifikasi mengapa hal tersebut dapat terjadi pada kabupaten yang berani memisahkan diri dan berdiri secara otonomi. Berdirinya secara otonomi suatu daerah biasanya sejalan dengan banyaknya potensi daerah yang menjadi keunggulan daerah tersebut dibanding daerah lainnya. Sektor pertanian memainkan peran yang penting dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Barat yang pada tahun 2006 mencapai 64,65 persen. Sektor pertanian telah memberikan identitas yang terkenal pada daerah ini sebagai penghasil kopi di Indonesia. Potensi dari sektor pertanian ini tentu saja menjadi produk unggulan dari daerah ini dan aliran dana dari sektor ini dapat untuk meningkatkan PAD daerah ini. Namun jika hanya mengandalkan pada komoditi ini, maka PAD mungkin tidak akan maksimal. Oleh karena

itu perlu ditelaah kembali sumber-sumber PAD apa saja yang dapat meningkatkan PAD Kabupaten Lampung Barat. Hal ini dapat terjadi karena dengan perkembangan PAD semakin meningkat dari tahun ke tahun. Potensi penerimaan daerah pun masih sangat berpeluang untuk ditingkatkan, yaitu melalui pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan milik daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Gambaran sumber-sumber PAD Kabupaten Lampung Barat dari tahun 2001 hingga 2007 disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Realisasi Sumber-sumber PAD terhadap PAD Kabupaten Lampung Barat tahun 2001-2007 (Jutaan Rupiah) JENIS PENERIMAAN 23 TAHUN Pajak Daerah Retribusi Daerah Laba Perusahaa n Daerah Lain-lain Pendapata n yang Sah Jumlah PAD 2001 502 540-1,011 2,054 2002 696 569-2,712 3,978 2003 925 1,068 231 3,168 5,394 2004 906 1,465 287 2,295 4,954 2005 1,147 1,588 326 3,136 6,197 2006 1,798 2,084 437 6,895 11,215 2007 1,869 2,586 576 7,308 12,341 Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Tahun 2008 Dengan diberlakukannya otonomi daerah diharapkan Pemerintah Kabupaten/Kota menjadi lebih mandiri dengan salah satu indikatornya adalah meningkatnya PAD dan berkurangnya subsidi (grant) dari pusat melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dititikberatkan pada bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur jalan. Selanjutnya untuk membiayai program-program di luar ketiga bidang tersebut pemerintah daerah mengandalkan PAD. Rasio antara PAD dengan total pendapatan daerah yang menunjukkan kemandirian suatu daerah merupakan indikator keberhasilan pemerintah daerah dalam

24 menggali sumber-sumber pendapatan yang berasal dari potensi riil daerah. Kondisi tersebut semestinya membuat pemerintah daerah memiliki kemampuan dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi. Uraian di atas menggambarkan bahwa dimensi keuangan daerah otonom yang paling krusial adalah tingkat kemandirian keuangan. Kemandirian keuangan daerah yang dimaksud adalah kebebasan untuk memelihara dan menjalankan kepentingan daerah dengan keuangan sendiri. Kebebasan yang dimaksud di sini bukanlah kemerdekaan melainkan kemandirian yang merupakan wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Kemandirian keuangan daerah juga menunjukkan kemampuan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang menggambarkan sejauhmana ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern (terutama pemerintah pusat dan propinsi). Dimensi lain yang tidak kalah pentingnya sebagai indikator keberhasilan daerah dalam merealisasikan PAD yang dianggarkan adalah efektivitas keuangan daerah otonom. Efektivitas keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintahan daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Efektivitas keuangan daerah juga menggambarkan kemampuan daerah dalam menjalankan tugas yang dibebakan melalui target APBD, semakin tinggi pemerintah daerah merealisasikan maka pemerintah daerah dikategorikan efektif. Perbandingan PAD yang direncanakan dengan realisasi PAD akan mempengaruhi tingkat efektivitas pemerintah daerah. Di sisi lain dalam melakukan pemungutan pendapatan pemerintah daerah dituntut untuk dapat bertindak efisien, sehingga perbandingan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan besarnya pendapatan yang diterima bersifat rasional. Sehingga dimensi terakhir yang juga menentukan keberhasilan daerah dalam merealisasikan PAD yang dianggarkan adalah efisiensi keuangan daerah otonom. Efisiensi dalam hal ini mengarahkan pada sejauhmana besarnya biaya yang dikeluarkan

25 untuk memperoleh pendapatan yang diterima. Semakin rendah biaya yang dikeluarkan pemerintah dalam menjaring pendapatan dari PAD, maka pemerintah daerah masuk dalam kategori efisien. Namun dengan adanya tiga dimensi keuangan daerah tersebut belum tentu menjamin dapat meningkatkan PAD Kabupaten Lampung Barat. Kemandirian keuangan, efektivitas, dan efisiensi tidak mungkin dapat dengan sendirinya meningkatkan PAD jika potensi sumber-sumber PAD dari kabupaten tersebut belum berkembang dengan maksimal. Sehingga perlu upaya-upaya untuk meningkatkan PAD Kabupaten Lampung Barat melalui strategi-strategi yang dapat diimplementasikan dengan mempertimbangkan berbagai aspek sesuai dengan potensi yang dapat digali di Kabupaten Lampung Barat. Strategi tersebut tidak serta merta langsung dipilih semuanya untuk menjadi rancangan program. Lima strategi tersebut dipilih menjadi satu yang terpenting berdasarkan suatu kriteria yang juga paling dianggap penting. Kriteria-kriteria tersebut yaitu efektivitas, potensi SDM, anggaran biaya, kemudahan, dan potensi pengembangan. Oleh karena itu permasalahan dalam kajian ini adalah: 1. Sejauhmana kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Lampung Barat dalam upaya meningkatkan PAD? 2. Bagaimana rancangan program yang tepat untuk meningkatan PAD Kabupaten Lampung Barat? 1.3. Tujuan Kajian Tujuan dari kajian ini adalah: 1. Mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Lampung Barat 2. Menyusun rancangan program untuk meningkatkan PAD Kabupaten Lampung Barat 1.4. Manfaat Kajian Manfaat ilmiah/akademik dari kajian strategi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lampung Barat ini adalah untuk menambah wawasan tentang pembangunan daerah khusunya yang terkait

26 dengan peningkatan PAD. Manfaat praktisnya adalah diharapkan dapat menjadi pertimbangan pemerintah daerah dalam pengambilan kebijakan untuk meningkatkan penerimaan daerah yang bersumber dari potensi daerah terutama PAD di Kabupaten Lampung Barat.