(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

I. PENDAHULUAN. membutuhkan modal karena keberadaan modal sangat penting sebagai suatu sarana

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini akan mengkaji dan meneliti penyelesaian perkara yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa Perancis, Bahasa Belanda, Bahasa Inggris, Bahasa Latin serta Bahasa

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

Penundaan kewajiban pembayaran utang

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

2016, No Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB V PENUTUP. 1. Didalam pasal 222 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang. kepailitan dan PKPU, dikatakan Debitur yang tidak dapat atau

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Kepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

ORGANISASI PERUSAHAAN DAN KEPAILITAN WISHNU KURNIAWAN SEPTEMBER 2007

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

II. Tinjauan Pustaka. 1. PKPU sebagai upaya untuk menghindari kepailitan. PKPU diatur dalam Bab II dari Pasal 222 sampai dengan Pasal 298 UUK PKPU.

UNIVERSITAS MEDAN AREA BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai

Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia)

Syarat DEBITOR Pailit (Psl 2 (1) UU 37/2004)

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

Penundaan Pembayaran Utang bagi Debitor yang dinyatakan Pailit dalam Kasus Kepailitan Oleh : Umar Haris Sanjaya 1 ABSTRAKSI

PENGERTIAN PERDAMAIAN

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

BAB V KESIMPULAN, KETERBATAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan Hasil Penelitian dan Pembahasan yang telah penulis

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB V PENUTUP. 1. Kesimpulan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebagaimana telah

TINJAUAN YURIDIS PERKARA KEPAILITAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut PKPU) pada umumnya dikaitkan dengan permasalahan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH PERSEROAN TERBATAS (PT) SEBAGAI DEBITOR UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN PKPU

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

Asas dan Dasar Hukum Kepailitan. Dr. Freddy Harris Fakultas Hukum Universitas Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP PERJANJIAN SEWA MENYEWA MENURUT UNDANG-UNDANG No. 37 TAHUN 2004 SKRIPSI

Heri Hartanto - FH UNS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUM DAGANG. Panji Susilo ( ) 03 HUKMD 417 KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kemakmuran masyarakat. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

PERDAMAIAN ANTARA DEBITOR DAN KREDITOR KONKUREN DALAM KEPAILITAN PEACEFUL SETTLEMENT BETWEEN DEBTORS AND CREDITORS CONCURENT IN BANKRUPTCY

Transkripsi:

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NO: 01/ PEMBATALAN PERDAMAIAN/ 2006/ PN. NIAGA.JKT. PST. TENTANG PEMBATALAN PERDAMAIAN TERHADAP P.T. GORO BATARA SAKTI (SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2010

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan secara terus menerus atau teratur dengan tujuan memperoleh keuntungan. Perusahaan dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jika dilihat dari bentuk hukumnya yaitu perusahaan berbadan hukum dan perusahaan bukan berbadan hukum. Jika dilihat dari jumlah kepemilikannya, dapat dibagi menjadi perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan. Perusahaan membutuhkan modal untuk menjalankan usahanya. Modal perusahaan berasal dari kekayaan perusahaan itu sendiri yang berupa saham, gedung, pabrik, komputer, kendaraan, dan lain-lain. Selain itu modal perusahaan juga dapat berasal dari pinjaman pihak lain, baik dari perseorangan, perusahaan lain, lembaga keungan bank, serta lembaga keuangan bukan bank. Pinjaman diperoleh setelah perusahaan (debitor) mengadakan perjanjian utang piutang dengan pihak lain (kreditor). Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan harta debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, hal tersebut berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut UU

2 No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Syarat pailit yaitu debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, hal tersebut berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Debitor yang telah memenuhi syarat tersebut, dapat diajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga. Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit adalah debitor, kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, serta Menteri Keuangan. Debitor dapat melakukan upaya hukum untuk menghindari pailit, yaitu melalui penundaan kewajiban pembayaran utang (selanjutnya disebut PKPU). Definisi PKPU tidak dijelaskan di dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.PKPU adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga, dimana dalam masa tersebut kepada pihak kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana perdamaian seluruh atau sebagian utangnya (Munir Fuadi, 2005: 171). Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan PKPU adalah debitor dan kreditor, hal tersebut berdasarkan Pasal 222 Ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. PKPU diajukan oleh debitor yang mempunyai lebih dari 1 ( satu) kreditor atau oleh kreditor. Namun, dalam prakteknya jarang terjadi permohonan PKPU diajukan oleh kreditor. Permohonan PKPU diajukan kepada Pengadilan Niaga sebelum adanya putusan pernyataan pailit. Apabila putusan pernyataan pailit sudah diucapkan oleh hakim, maka permohonan PKPU

3 tidak dapat diajukan lagi. Permohonan PKPU diajukan bersama-sama dengan permohonan pailit, maka permohanan PKPU akan diperiksa terlebih dahulu oleh hakim. Permohonan PKPU yang diajukan, harus memenuhi syarat-syarat administrasi dan diproses sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Apabila syarat-syarat administrasi telah dipenuhi, maka permohonan akan segera diproses untuk ditetapkan menjadi PKPU sementara. Putusan PKPU sementara berisikan hakim mengangkat hakim pengawas dan pengurus serta menetapkan hari sidang berikutnya untuk menetapkan PKPU tetap. Pada sidang PKPU tetap, hakim memberikan penetapan mengenai rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor dapat diterima atau tidak. Debitor dalam proses PKPU dapat mengajukan rencana perdamaian, meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utangnya kepada kreditor. Perdamaian dalam PKPU diatur dalam Pasal 265 Ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, debitor berhak pada waktu mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang atau setelah itu menawarkan suatu perdamaian kepada debitor. Rencana perdamaian dapat diajukan bersamaan pengajuan permohonan PKPU ataupun diajukan setelah permohonan PKPU diajukan. Rencana perdamaian dibahas oleh debitor dan para kreditor pada saat rapat kreditor, selanjutnya para kreditor melakukan pemungutan suara ( voting) terhadap rencana perdamaian tersebut. Apabila melalui voting rencana perdamaian tersebut ditolak oleh para kreditor, maka hakim pengawas memberitahukan

4 penolakan dengan cara menyerahkan kepada Pengadilan Niaga salinan rencana perdamaian. Akibat hukum yang timbul terhadap penolakan perdamaian yaitu proses pailit dilanjutkan kembali dan perdamaian tidak dapat ditawarkan kembali. Jika rencana perdamaian tersebut disetujui oleh para kreditor, maka rencana perdamaian harus mendapat pengesahan dari pengadilan agar berlaku secara hukum. Rencana perdamaian yang telah mendapat pengesahan oleh Pengadilan Niaga, mengikat semua kreditor kecuali kreditor yang tidak menyetujui rencana perdamaian. PKPU berakhir pada saat putusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Perdamaian yang telah dilakukan tidak menutup kemungkinan terjadinya pembatalan perdamaian. Tututan pembatalan perdamaian diatur dalam Pasal 291 Ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 dan Pasal 171 berlaku mutatis mutandis terhadap pembatalan perdamaian. Menurut ketentuan Pasal 170 Ayat (1), k reditor dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan apabila debitor lalai memenuhi isi perdamaian tersebut. Tuntutan pembatalan perdamaian dapat diajukan oleh kreditor kepada Pengadilan Niaga, jika debitor lalai memehuhi isi perjanjian perdamaian. Jika Pengadilan Niaga menilai bahwa debitor telah lalai melakukan isi perjanjian maka permohonan pembatalan perdamaian dikabulkan. Akibat adanya putusan pembatalan perdamaian adalah proses pailit dibuka kembali dan perdamaian tidak dapat ditawarkan kembali.

5 Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang alasan pemohon mengajukan pembatalan perdamaian, dasar hukum pertimbangan hakim dan akibat hukum yang timbul dari Putusan Pengadilan Niaga No: 01/ Pembatalan Perdamaian/ 2006/ PN. Niaga. Jkt. Pst. Tentang Pembatalan Perdamaian Terhadap P.T. Goro Batara Sakti. Kasus pembatalan perdamaian terjadi dikarenakan P.T. Goro Batara Sakti telah melakukan wanprestasi terhadap isi perjanjian perdamaian yang telah disahkan oleh Pengadilan Niaga. Bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh P.T. Goro Batra Sakti yaitu setelah melakukan pembayaran angsuran pertama, P.T. Goro Batara Sakti tidak melakukan pembayaran lagi atas sisa utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih terhadap Koperasi Karyawan (KOPKAR) P.T. Goro Batara Sakti dan P.D. Lingkar Sembada Pangan. Selain itu P.T. Goro Batara Sakti tidak melakukan pembayaran utangnya sama sekali terhadap P.T. Madu Sumbawa Alami. Berdasarkan alasan tersebut para kreditor mengajukan permohonan pembatalan perdamaian terhadap P.T. Goro Batara Sakti. Permohonan pembatalan perdamaian tersebut kemudian diterima dan dikabulkan oleh Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Niaga No: 01/ Pembatalan Perdamaian/ 2006/ PN, NIAGA. JKT. PST. tentang Pembatalan Perdamaian terhadap P.T. Goro Batara Sakti, mempunyai akibat hukum yaitu P.T. Goro Batara Sakti dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya. Hasil penelitian akan dituangkan dalam skripsi dengan judul Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Niaga No: 01/ Pembatalan Perdamaian/ 2006/ PN. Niaga. Jkt. Pst. Tentang Pembatalan Perdamaian Terhadap P.T. Goro Batara Sakti.

6 B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahannya adalah bagaimanakah permohonan pembatalan perdamaian berdasarkan putusan Pengadilan Niaga No: 01/ Pembatalan Perdamaian/ 2006/ PN. NIAGA. Jkt. Pst. tentang Pembatalan Perdamaian Terhadap P.T. Goro Batara Sakti? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi lingkup bahasan dalam penelitian ini, yaitu: a. alasan pemohon mengajukan pembatalan perdamaian; b. dasar pertimbangan hukum dalam putusan pembatalan perdamaian; dan c. akibat hukum yang timbul dari putusan pembatalan perdamaian. Adapun lingkup bidang ilmu dalam penelitian ini adalah hukum keperdataan (ekonomi), khususnya mengenai kepailitan. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang hukum, karena fokus kajiannya meliputi permohonan pembatalan perdamaian pada putusan Pengadilan Niaga No: 01/ Pembatalan Perdamaian/ 2006/ PN. NIAGA. JKT. PST tentang Pembatalan Perdamaian terhadap P.T. Goro Batara Sakti. Penelitian ini merupakan kajian dari lingkup ekonomi, karena putusan Pengadilan Niaga No: 01/ Pembatalan Perdamaian/ 2006/ PN. NIAGA. JKT. PST terhadap P.T. Goro Batara Sakti membawa dampak di bidang ekonomi khususnya kategori usaha makro.

7 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan dan ruang lingkup di atas, maka tujuan dari penelitian ini menganalisis secara jelas, rinci, dan sistematis mengenai Putusan Pengadilan Niaga No: 01/ Pembatalan Perdamaian/ 2006/ PN. NIAGA. JKT. PST tentang Pembatalan Perdamaian Terhadap P.T. Goro Batara Sakti, yang dapat menjawab segala permasalahan pada penelitian ini secara jelas dan sistematis mengenai: a. alasan pemohon mengajukan pembatalan perdamaian; b. dasar pertimbangan hukum dalam putusan pembatalan perdamaian; dan c. akibat hukum yang timbul dari putusan pembatalan perdamaian. D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai dua aspek kegunaan yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis: a. Kegunaan Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan memberikan gambaran atau sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan hukum serta kajian untuk mengembangkan hukum kepailitan khususnya mengenai pembatalan perdamaian. b. Kegunaan Praktis Secara praktis penelitian ini ditujukan sebagai: a) upaya perluasan wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis tentang pembatalan perdamaian;

8 b) sumber bacaan dan referensi bagi pembaca mengenai pembatalan perdamaian; dan c) salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.