Rancang Bangun Model Komputasi Perambatan Gelombang Radio Tiga Dimensi menggunakan Metode UTD Modifikasi

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Radio dan Medan Elektromagnetik

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM PERENCANAAN JARINGAN SISTEM SELULAR

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

SIMULASI MODEL INDOOR CEILING MOUNT ANTENNA SEBAGAI PENGUAT SINYAL WI-FI MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS V10.0

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel)

ANALISA ANTENA DIPOLE-λ/2 PADA MODUL PRAKTIKUM B4520 MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS VERSI 10.0 DAN CST MICROWAVE STUDIO 2010

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi baik dari manusia maupun dunia maya semakin

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

SIMULASI MODEL EMPIRIS OKUMURA-HATA DAN MODEL COST 231 UNTUK RUGI-RUGI SALURAN PADA KOMUNIKASI SELULAR

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS BTS BERBASIS ANTENA SINGLE- BAND DAN MULTI-BAND UNTUK MENDUKUNG KESTABILAN JARINGAN

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO

ANALISIS HANDOFF JARINGAN UMTS DENGAN MODEL PENYISIPAN WLAN PADA PERBATASAN DUA BASE STATION UMTS

Optimasi Posisi Antena pada UAV Alap-Alap BPPT menggunakan Computer Simulation Technology

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

BAB III METODE PERENCANAAN

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi peningkatan jumlah pengguna jaringan GSM (Global System for

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

III. METODE PENELITIAN

ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TEKNIK PLANAR ARRAY

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL PROPAGASI WALFISCH-IKEGAMI

ANALISA EFISIENSI ANTENA DIPOLE DITINJAU DARI PENGGUNAAN BAHAN REFLEKTOR

TUGAS AKHIR TE Desain Antena Log Periodik Mikrostrip untuk Aplikasi Pengukuran EMC pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz.

ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS

SKRIPSII BOLIC DISUSUN OLEH: JURUSAN

EVALUASI EFISIENSI PERANGKAT BASE STATION MENGGUNAKAN DRIVE TEST PADA ANTENA SINGLE-BAND DAN MULTI-BAND

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

ANALISIS UNJUK KERJA RADIO IP DALAM PENANGANAN JARINGAN AKSES MENGGUNAKAN PERANGKAT HARDWARE ALCATEL-LUCENT 9500 MICROWAVE PACKET RADIO (MPR)

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

Optimasi BTS Untuk Peningkatan Kualitas Jaringan CDMA 2000

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bidang telekomunikasi yang begitu pesat, semakin banyak pilihan yang

ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

RANCANG BANGUN GROUND PENETRATING RADAR UNTUK MENDETEKSI SALURAN PIPA BAWAH TANAH

Survei Topografi dalam Penentuan Line of Sight (LoS) BTS (Base Transceiver Station)

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

ANALISIS JENIS MATERIAL TERHADAP JUMLAH KUAT SINYAL WIRELESS LAN MENGGUNAKAN METODE COST-231 MULTIWALL INDOOR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dalam implementasi Passive

BAB II LANDASAN TEORI

PERANCANGAN ANTENA HELIX PADA FREKUENSI 433 MHz

ANALISIS PENYEBAB BLOCKING CALL DAN DROPPED CALL PADA HARI RAYA IDUL FITRI 2012 TERHADAP UNJUK KERJA CDMA X

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem C-MIMO

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

Pengukuran Coverage Outdoor Wireless LAN dengan Metode Visualisasi Di. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

RANCANG BANGUN ANTENA YAGI 2,1 GHz UNTUK MEMPERKUAT PENERIMAAN SINYAL 3G

Sistem Transmisi Telekomunikasi. Kuliah 6 Jalur Gelombang Mikro

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

UNJUK KERJA ALGORITMA HARD HANDOFF TERHADAP VARIASI KECEPATAN MOBILE STATION

ANALISIS RUGI-RUGI LINTASAN GELOMBANG RADIO DARI LUAR KE DALAM GEDUNG ANTARA PADA SISTEM GSM1800 DAN 3G

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center)

IMPLEMENTASI AMBIENT ELECTROMAGNETIC HARVESTING PADA FREKUENSI TV BROADCASTING UNTUK MENGHASILKAN ENERGI LISTRIK MELALUI TRANSFER DAYA TANPA KABEL

OPTIMASI BTS MENGGUNAKAN ANTENA SEKTORAL SANDY KUSUMA/ UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman kebutuhan manusia akan bidang telekomunikasi juga semakin meningkat,

Analisis Pengaplikasian MCPA pada Perusahaan Provider GSM di Daerah Sumatera Utara

RANCANG BANGUN ANTENA YAGI MODIFIKASI OMNIDIRECTIONAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PENERIMA SIARAN TELEVISI ULTRA HIGH FREQUENCY

Analisis BTS Initial Planning Jaringan Komunikasi Selular PT. Provider GSM di Sumatera

STUDI PERENCANAAN JARINGAN SELULER INDOOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Antena merupakan suatu bagian yang mutlak diperlukan dalam sistem

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SURVEI TOPOGRAFI UNTUK MENENTUKAN GARIS TAMPAK PANDANG BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget

ANALISIS PERHITUNGAN FRESNEL ZONE WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

BAB I PENDAHULUAN. informasi tersebut. Berkembangnya teknologi informasi dan komputer

BAB IV. Perancangan Dan Realisasi Antena Horn

BAB II DASAR TEORI. cara menitipkan -nya pada suatu gelombang pembawa (carrier). Proses ini

2017, No Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2016 tentang Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

PERANCANGAN ANTENA YAGI UDA 11 ELEMEN PADA FREKUENSI MHz (TVONE) MENGGUNAKAN SOFTWARE NEC-Win Pro V e

BAB III METODE PENELITIAN

SISTEM UNTUK MENGAKSES INTERNET

Gejala Gelombang. gejala gelombang. Sumber:

SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM STUDI KASUS PT TELKOMSEL

BAB I PENDAHULUAN. broadband seperti high speed internet, digital video, audio broadcasting dan

PENGARUH JARAK ANTAR ELEMEN PADA ANTENA SMART YANG MENGGUNAKAN MATRIKS BUTLER

Transkripsi:

Rancang Bangun Model Komputasi Perambatan Gelombang Radio Tiga Dimensi menggunakan Metode UTD Modifikasi Dodi Sudiana 1), Dwi Putri P. 1), Arman Djohan Diponegoro 1) Departemen Teknik Elektro FTUI, Kampus Baru UI Depok 16, e-mail: dodi@ee.ui.ac.id Abstrak - Komunikasi bergerak adalah teknologi telekomunikasi yang banyak memberikan kemudah-an kepada penggunanya dalam berkomunikasi. Perencanaan dalam penempatan Base Transceiver Station (BTS) harus direncanakan sebaik mungkin untuk memperkecil kemungkinan terdapatnya daerah lubang (blank-spot) pada daerah dimana BTS ditempatkan. Di dalam penelitian ini, dirancang perangkat lunak untuk mendeteksi daerah lubang sesuai dengan spesifikasi BTS dan ponsel. Pendeteksian daerah lubang dilakukan dengan menghitung besarnya kuat medan yang diterima oleh penerima dengan menggunakan metode UTD (Uniform Theory of Diffraction). Hasil perhitungan ditampilkan dalam peta dua dimensi daerah pegunungan dengan kawasan berwarna hitam sebagai daerah lubang dan warna putih sebagai daerah jangkauan komunikasi. Faktor yang memengaruhi luas daerah lubang adalah: nilai Effective Isotropic Radiated Power- yang berbanding terbalik dengan jumlah daerah lubang, sensitifitas antena berbanding lurus dengan jumlah daerah lubang. Sementara ketinggian antena BTS tidak terlalu signifikan pengaruhnya terhadap jumlah daerah lubang yang muncul. I. PENDAHULUAN Pendeteksian daerah lubang (blank-spot) pada awal penempatan pemancar komunikasi bergerak dapat memberikan gambaran daerah-daerah yang tidak dapat menerima sinyal. Simulasi untuk mendeteksi daerah lubang sangat diperlukan untuk mempermudah pekerjaan dalam perencaan sel dalam komunikasi bergerak. Oleh karena itu dibuatlah suatu perangkat lunak yang dapat mendeteksi daerah lubang. Perangkat lunak ini dirancang berupa simulasi dimana suatu pemancar dengan spesifikasi yang telah ditentukan diletakkan pada suatu daerah pegunungan. Untuk menentukan daerah lubang dilakukan perhitungan kuat medan penerima. Metode yang digunakan oleh perangkat lunak ini untuk menghitung kuat medan penerima adalah metode Uniform Theory of Diffraction (UTD) Modifikasi. Perlu diketahui bahwa perhitungan kuat medan yang dilakukan perangkat lunak ini tidak memperhatikan masalah fading. II. UNIFORM THEORY OF DIFFRACTION Kuat medan yang diterima oleh penerima dari suatu propagasi gelombang dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini []. E( P) = E( Q) D( ϕ, ϕ ) A( r, l) φ( ϕ, ϕ, r, l) (1) Dimana: E(P) = kuat medan yang diterima; E(Q) = pemancar; D(φ,φ ) = koefisien difraksi UTD; A(r,l) = redaman ruang bebas; φ ( ϕ, ϕ, r, l) = faktor phasa; ϕ = sudut difraksi UTD; ϕ = sudut datang UTD; r = persamaan jarak x-y; l = persamaan jarak r- h. Redaman ruang bebas dinyatakan dengan persamaan () sebagai berikut: df A( r, l) = () c Dimana: d = jarak pemancar dengan penerima ; f = frekuensi (Hz); c = kecepatan cahaya (m/s). Sedangkan koefisien difraksi UTD dinyatakan dalam persamaan (3). D (, l n) = D D R ( D D ) ϕ (3) s, h, 1 s, h 3 dengan: j e D1 k j e D k j e D3 k j e D k = ϕ ϕ = ϕ ϕ α n = k = λ F ± ± jx [ kla ( )] = j xe x ju du Dimana: α = sudut kemiringan halangan e () (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (1)

L = parameter jarak Modifikasi UTD dilihat dari penentuan sudut datang dan sudut difraksi pada saat pembacaan peta topografi. Sudut dating dan sudut difraksi UTD ditentukan melalui permukaan dan perhitungan yang harus dihitung satu persatu sepanjang lintasan transmisi. Sedangkan sudut datang dan sudut difraksi UTD modifikasi ditentukan dari garis normal yang tegak lurus dengan bumi. Oleh karena itu, persamaan sudut datang dan sudut difraksi menjadi [1]: α φ = ϕ (13) α φ = ϕ (1) Dimana: ϕ = sudut datang UTD modifikasi dan φ = sudut difraksi UTD modifikasi. Jika persamaan (13) dan (1) dimasukkan ke persamaan (), (5), (6), dan (7), maka persamaan koefisien difraksi UTD mengalami modifikasi pada komponen cotangen. Sehingga komponen (, ϕ,n) cot ϕ menjadi [1] : ( φ φ ) 3 cot = cot ( φ φ ) cot = cot ( φ φ ) 3 cot = cot ( φ φ ) cot = cot α α (15) (16) (17) (18) Perhitungan parameter L, sudut datang modifikasi dan sudut difraksi modifikasi dapat ditentukan melalui Gambar 1. Gambar 1: Representasi tinggi pada peta topografi untuk menentukan φ,φ, L [3] dk φ = tan 1 dk( k) ( k ) d( k 1) tan d φ = 1 dh( k 1) (19) (0) dengan : dk = jarak antara ketinggian selanjutnya yang besarnya h(k1) dk(k) = h(k) h(k-1) - ht ht dh(k1)= h(k) h(k) d(k1) = l(k1) l(k) d(k) = l(k) l(k1) = tinggi antena pemancar III. PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK Perangkat lunak dirancang untuk melakukan dua proses perhitungan kuat medan dengan menggunakan metode UTD Modifikasi. Proses perhitungan adalah sebagai berikut: 1. Perhitungan kuat medan dengan BTS sebagai pemancar dan ponsel sebagai penerima.. Perhitungan kuat medan dengan ponsel sebagai pemancar dan BTS sebagai penerima. Flow chart perancangan perangkat lunak ini ditunjukkan pada Gambar. IV. DETEKSI DAERAH LUBANG Perangkat lunak deteksi daerah lubang ini menggunakan metode UTD modifikasi untuk mendeteksi daerah lubang. Uji coba yang dilakukan terhadap perangkat lunak ini terbagi menjadi dua tahap, yaitu uji coba deteksi daerah lubang dari sisi BTS dan deteksi daerah lubang dari sisi ponsel..1. Uji Coba Deteksi Daerah Lubang Dari Sisi BTS Uji coba ini dilakukan pada salah satu daerah pegunungan di Jawa Barat dengan BTS sebagai pemancar dan ponsel sebagai penerima. Pengujian ini dilakukan dengan mengubah-ngubah tiga nilai parameter dari BTS. Parameter-parameter yang diubah tersebut adalah: (1) Effective Isotropic Radiated Power () BTS. () antena penerima ponsel. (3) menara BTS. Perangkat lunak hanya dapat menempatkan satu BTS dan satu ponsel dalam satu daerah yang telah ditentukan. Selain itu, diperlukan input berupa data tinggi antena, frekuensi,, dan sensitifitas antena penerima, baik dari BTS maupun dari ponsel. Kemudian sistem melakukan perhitungan kuat medan keluaran dari pemancar sehingga memperoleh kuat medan masukan pada sisi penerima dan membandingkan kuat medan masukan tersebut dengan suatu nilai tertentu, yaitu nilai sensitifitas antena penerima.

Jika kuat medan masukan pada penerima lebih besar dari nilai sensitifitas antena penerima di sisi penerima, maka dapat diartikan bahwa penerima tersebut mampu menerima sinyal dari pemancar. Namun sebaliknya, jika kuat medan masukan pada penerima lebih kecil dari sensitifitas antena penerima pada sisi penerima, maka penerima tersebut tidak dapat menerima sinyal dari pemancar. Untuk daerah yang memiliki nilai kuat medan lebih besar dari nilai sensitifitas antena penerima, maka dalam peta akan diberi warna putih. Sedangkan untuk nilai kuat medan yang lebih kecil dari nilai sensitifitas antena penerima, maka akan diberikan warna hitam (blank spot) pada peta. Mulai Baca peta topografi Baca data BTS dan ponsel Gambar 3: Lokasi dan posisi BTS dan ponsel a. Pengujian dengan mengubah BTS Parameter pada BTS diubah dari 60. dbm menjadi 50. seperti tampak pada Tabel 1. Dengan perubahan parameter tersebut, tampak bahwa dengan 60. dbm, sebagian besar wilayah dapat menerima sinyal dengan baik seperti pada Gambar. Gambar 5 menunjukkan daerah lubang (blank spot) jauh lebih luas dibandingkan Gambar. Hal ini dikarenakan dengan BTS yang lebih besar, berarti pancaran kuat medan dari BTS pemancar kuat, sehingga level penerimaan kuat medan di sisi penerima berada pada nilai di atas sensitifitas antena ponsel yang dinyatakan dengan sedikitnya daerah lubang yang muncul. Ponsel Pemancar? Tentukan lokasi BTS Tentukan lokasi ponsel Tentukan pola radiasi antena ponsel Tabel 1: BTS dan ponsel dengan perubahan BTS1 0 91 60. -10 BTS 0 91 50. -10 Ponsel 1.5 896 36-10 Tentukan pola radiasi antena BTS Hitung kuat medan dengan UTD Modifikasi Plot kuat medan Gambar : Hasil uji coba dengan BTS1=60. dbm Selesai Gambar : Flow chart perancangan perangkat lunak deteksi daerah lubang (blank spot) Untuk pengujian sistem, dilakukan simulasi dengan meletakkan ponsel dan BTS di kawasan pegunungan di Jawa Barat seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 5: Hasil uji coba dengan BTS=50.dBm

b. Pengujian dengan mengubah sensitifitas antena ponsel Parameter sensitifitas antena ponsel akan diubah dari - 10 dbm menjadi -10 dbm untuk mengetahui efeknya seperti ditunjukkan pada Tabel. Tabel : BTS dan ponsel dengan perubahan sensitifitas antena ponsel BTS 0 91 56. -10 Ponsel1 1.5 896 36-10 Ponsel 1.5 896 36-10 c. Pengujian dengan mengubah tinggi menara BTS Untuk mengetahui efek tinggi menara BTS terhadap cakupan area blank spot, dilakukan uji coba dengan parameter-parameter pada Tabel 3. Peletakan BTS dan ponsel dengan ketinggian 50 dan 0 m ditunjukkan masing-masing pada Gambar 8 dan 9. Nilai sensitifitas antena ponsel sebesar -10 dbm atau sama dengan 6.3096 x 10-1 watt. Tabel 3: BTS dan ponsel dengan tinggi menara BTS 50 meter BTS1 50 91 56. -10 BTS 0 91 56. -10 Ponsel 1.5 896 36-10 Gambar 6: Blank spot dengan sensitifitas antena ponsel=-10 dbm Gambar 8: Posisi BTS dan ponsel (tinggi menara 50 meter) Gambar 7: Blank spot dengan sensitifitas antena ponsel=-10 dbm Dari Gambar 6 dan 7, tampak bahwa daerah lubang dengan sensitifitas ponsel yang berbeda akan memengaruhi hasil uji coba. Dengan memperbesar nilai sensitifitas antena, maka jumlah daerah-daerah lubang akan lebih banyak. Hal ini dikarenakan kuat medan penerima yang bernilai lebih kecil dari nilai sensitifitas antena penerima jumlahnya lebih banyak dari kuat medan penerima yang nilainya lebih besar dari sensitifitas antena penerima. Namun, jika sensitifitas antena diperkecil, maka jumlah kuat medan penerima yang nilainya lebih besar dari sensitifitas antena penerima akan lebih banyak dibandingkan dengan nilai kuat medan penerima yang nilainya lebih kecil dari sensitifitas antena penerima. Sehingga daerah daerah lubang yang muncul juga akan lebih sedikit. Gambar 9: Posisi BTS dan ponsel (tinggi menara 0 meter) Gambar 10: Hasil uji coba tinggi menara BTS 50 meter

Gambar 11: Hasil uji coba tinggi menara BTS 0 meter Gambar 1. Posisi BTS dan ponsel. Gambar 10 merupakan hasil dari uji coba dengan tinggi menara BTS 50 meter memiliki letak daerah daerah lubang yang tidak jauh berbeda dengan ketinggian menara BTS 0 meter (Gambar 11). Hal ini dikarenakan letak BTS pada kedua pengujian berdekatan. Ketika pengujian dengan tinggi menara BTS 50 dan 0 meter, BTS terletak pada koordinat (107.1691 BT, -6.9035 LS) dan (107.65 BT, - 6.937 LS). Selain itu Gambar 10 menunjukkan daerah lubang yang lebih sedikit dibandingkan dengan Gambar 11. Hal ini menyimpulkan bahwa ketinggian menara BTS memengaruhi munculnya daerah lubang walaupun pengaruhnya tidak terlalu besar. Gambar 13. Hasil uji coba dimana ponsel=0 dbm... Uji Coba Deteksi Daerah Lubang dari Sisi Ponsel Deteksi daerah lubang dari sisi ponsel juga dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ini. Parameter-parameter yang diubah dalam uji coba adalah : (1) ponsel. () antena BTS. Hasil dari uji coba ini berupa peta dimana warna putih menandakan daerah jangkauan ponsel, sedangkan warna hitam menandakan daerah daerah lubang. a. Pengujian dengan mengubah ponsel Pengujian ini dilakukan dengan mengubah ponsel dari 0 menjadi 30 dbm, seperti tampak pada Tabel. Tabel. Parameter ujicoba pengubahan ponsel BTS 0 91 56. -10 Ponsel1 1.5 896 0-10 Ponsel 1.5 896 30-10 Posisi BTS dan ponsel ditunjukkan pada Gambar 1 dimana ketinggian BTS dan ponsel masing-masing 0 dan 1.5 m. Titik merah menandakan letak ponsel dan titik hijau yang menandakan letak BTS. Gambar 1. Hasil uji coba pada saat ponsel=30 dbm Daerah lubang yang muncul pada Gambar 13 dan 1 cukup banyak dan tampak bahwa daerah-daerah lubang pada Gambar 1 lebih banyak dari Gambar 13. Perbedaan jumlah daerah lubang yang muncul dengan adanya perbedaan ponsel disebabkan pengaruh kuat atau lemahnya kuat medan yang dipancarkan ponsel. Kuat medan yang dipancarkan ponsel mempengaruhi kekuatan pancaran sinyal ponsel ke BTS. Jika diperhatikan kembali, masih terdapat daerah yang bukan merupakan daerah lubang. Daerah-daerah yang bukan daerah lubang tersebut merupakan daerah yang dijadikan jalur oleh ponsel untuk mengirimkan sinyalnya kepada BTS. b. Pengujian dengan mengubah sensitifitas antena BTS Pengujian ini dilakukan dengan posisi BTS dan ponsel yang sama (Gambar 1), namun sensitifitas antena BTS diubah dari -10 menjadi -100 dbm (Tabel 5).

Tabel 5. BTS dan ponsel dengan sensitifitas antena BTS -10 dan -100 dbm BTS1 0 91 56. -10 BTS 0 91 56. -100 Ponsel 1.5 896 36-10 Hasil uji coba pada Gambar 15 menunjukkan daerah lubang yang cukup banyak, namun masih terlihat daerah yang berwarna putih pada gambar tersebut. Kemudian dari Gambar 16 dimana BTS diturunbkan sensitifitasnya menjadi -100 dbm memperlihatkan bahwa daerah yang berwarna hitam mendominasi gambar. Gambar 15: Hasil uji coba ketika sensitifitas antena BTS=-10 dbm Gambar 16: Hasil uji coba ketika sensitifitas antena BTS=-100 dbm. (3) menara BTS tidak memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap jumlah daerah lubang yang muncul. DAFTAR ACUAN [1] Djohan D., Arman, The Implementation of UTD Calculation Modification on the Computing of Diffraction Loss in The UHF Radio Propagation. IEEE International Conference on Jakarta Asia Pacific Communication Conference 1995 Linking Asia-Pacific to The World (Jakarta, Indonesia: Hotel Horison, Jakarta s Ocean Front Hotel, Taman Impian Jaya Ancol, November, 1995), hal. 13.3.1 [] D.A., McNamara, Pistorius C.W.I. and Malherbe J.AG..Introduction to The Uniform Geometrical Theory of Diffraction (Boston, London: Arte House, 1990), hal. 3. [3] Djohan D., Arman, Model Komputasi Perambatan Gelombang Radio 3 Dimensi untuk Perencanaan Sistim Pemancar Televisi di Pegunungan Dalam Mengatasi Masalah Blankspot, Laporan Penelitian Hibah Bersaing III/, Jurusan Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok, 1995/1996, hal. -3. [] Djohan D., Arman, Model Komputasi Perambatan Gelombang Radio 3 Dimensi untuk Perencanaan Sistim Pemancar Televisi dalam Mengatasi Masalah Blank-Spot Gelombang Pantul dan Multi Coverage di Indonesia, Laporan Penelitian Hibah Bersaing, Jurusan Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok, 1995. [5] Untung, G. Budijanto, Pembelajaran Difraksi Fresnel Pada Penghalang Lurus Menggunakan Gelombang Ultrasonik, Seminar Nasional MIPA, 005 (Depok: FMIPA Universitas Indonesia, November, 005), hal. 1. V. KESIMPULAN Dari hasil pengujian dan analisa didapat bahwa teknik perambatan propagasi gelombang radio 3-dimensi dengan metode Uniform Theory of Diffraction (UTD) modifikasi dapat digunakan untuk mendeteksi daerah lubang pada daerah pegunungan dengan kondisikondisi sebagai berikut : (1) pemancar bernilai besar, maka jumlah daerah lubang yang muncul sedikit. Sedangkan jika pemancar bernilai kecil, maka jumlah daerah lubang yang muncul cukup banyak. () antena penerima kecil, maka jumlah daerah lubang yang muncul sedikit dan sensitifitas antena penerima besar, maka jumlah daerah lubang yang muncul cukup banyak.