1. Latar Belakang Indonesia mempunyai kompleksitas dalam fenomena cuaca dan iklim. Atmosfer diatas Indonesia sangat kompleks dan pembentukan awannya sangat unik. Secara latitudinal dan longitudinal, Indonesia dibawah pengaruh kekuasaan sirkulasi ekuatorial dan monsunal yang sangat berbeda karakteristiknya. Beberapa kenyataan ini menunjukkan curah hujan di Indonesia sangat labil, kompleks, dan memiliki variabilitas yang sangat besar, sehingga meskipun ketepatan prediksi sangat penting, namun hingga saat ini sangat sulit diprediksi secara akurat dengan metode peramalan tradisional. Bahkan dalam bidang klimatologi, curah hujan di Indonesia menjadi salah satu faktor yang paling sulit diramalkan secara akurat[1]. Pengetahuan tentang sifat dan karakteristik hujan dapat menjadi salah satu informasi penting dalam menyikapi kondisi iklim pada berbagai aktivitas ekonomi masyarakat diberbagai sektor, khususnya pertanian. Dalam tataran operasional, kebutuhan untuk mengetahui curah hujan di masa mendatang mendorong pentingnya dilakukan prediksi iklim khususnya prediksi curah hujan. Curah hujan yang tidak menentu pada musim kemarau sangat berisiko buruk terhadap berbagai sektor yang bergantung pada kondisi iklim dan cuaca[2]. Para petani memprediksikan curah hujan dengan hanya melihat kondisi iklim dan curah hujan pada periode satu tahun sebelumnya sebagai acuan (cross sectional). Besarnya curah hujan, kondisi iklim dan masa tanam sama dengan tahun lalu. Menanggapi ketidaktepatan atau ketidakpastian prediksi pola curah hujan saat ini, maka dilakukan prediksi untuk meningkatkan keakurasian pola hujan dengan metode Time Series. Time Series menggunakan data masa lalu untuk mengestimasi keadaan yang akan datang[3]. Dalam hal ini, seluruh kekuatan yang membentuk pola data masa lalu diasumsikan tidak berubah sehingga perilaku data dimasa yang akan datang diharapkan tidak banyak berbeda dari periode waktu yang digunakan sebagai dasar estimasi. Secara teoritits dalam analisa Time Series yang paling menentukan adalah kualitas data atau keakuratan dari data yang diperoleh serta periode dari data tersebut dikumpulkan[4]. Prediksi curah hujan menggunakan pendekatan metode Time Series (Exponential Smoothing) serta menentukan kriteria iklim dan penjabaran kegiatan pertanian menurut Oldeman. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan bulanan dari Stasiun Geofisika Banjarnegara dari bulan Januari tahun 2000 sampai dengan bulan November tahun 2013. Hasil prediksi curah hujan digunakan sebagai prediksi acuan dalam menentukan curah hujan bulanan dan kriteria sifat hujan untuk kegiatan pertanian di Banjarnegara. Pemodelan dari klasifikasi iklim di wilayah Banjarnegara berdasarkan klasifikasi iklim menurut Oldeman. 2. Tinjauan Pustaka Time Series merupakan model yang digunakan untuk memprediksi masa depan dengan menggunakan data historis. Dengan kata lain, model Time Series mencoba melihat apa yang terjadi pada suatu kurun waktu tertentu dan 1
menggunakan data masa lalu untuk memprediksi. Contoh dari model Time Series ini antara lain Moving average, Exponential Smoothing dan proyeksi trend. Metode Exponential Smoothing digunakan ketika data menunjukan adanya trend dan perilaku musiman. Untuk menangani musiman, telah dikembangkan parameter persamaan ketiga yang disebut metode Holt-Winters sesuai dengan nama penemunya. Metode ini dijadikan cara untuk meramalkan data yang mengandung faktor musiman dan metode ini dapat menangani faktor musiman secara langsung[5]. Metode ini digunakan untuk pola data musiman (seasonal). Metode ini merupakan lanjutan dari metode Holt dua parameter. Perbedaannya hanya pada penambahan satu parameter untuk nilai musiman (seasonality). Nilai musiman ini diperoleh dari perkalian antara seasonal indeks (Yt/At) dengan konstanta musiman γ kemudian ditambahkan dengan perkalian nilai musiman sebelumnya (St-L) dengan (1-γ). Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Pemulusan eksponential 2. Perkiraan kecenderungan 3. Perkiraan nilai musiman 4. Peramalan pada perioda 5 adalah sebagai berikut: Keterangan : At= Nilai Pemulusan baru α= Konstanta pemulusan (0<α<1) Yt= Nilai Peramalan Aktual pada periode t β= Konstanta pemulusan trend (0<β<1) T1= Nilai perkiraan trend γ= Konstanta pemulusan seasonal St= Nilai seasonal perkiraan p= periode peramalan L = Panjang Musiman Yt+p= Nilai peramalan pada periode berikutnya Pengujian asumsi dilakukan melalui plot sisaan standar, plot ACF dan uji Ljung-Box. Jika semua nilai ACF dari sisaan berada pada batas kritisnya dapat disimpulkan bahwa galat a t dan galat sebelumnya tidak berkorelasi. Pengujian asumsi dilakukan melalui uji Ljung-Box dengan hipotesis : H 0 : galat a t dan galat sebelumnya tidak berkorelasi, atau E[a t a t-k ] = 0, k = 1, 2,, H 1 : terdapat korelasi antara galat a t dan galat sebelumnya. 2
dan statistik ujinya adalah Dengan n menyatakan ukuran data time series, nilai acf sampel pada lag ke-i, untuk i = 1,2,...,K dan K adalah maksimum lag yang digunakan, K dapat dipilih bebas tetapi cukup besar, misal K 5. Untuk n, statistik dapat diaproksimasi oleh distribusi chi-square dengan derajat kebebasan K p q. Jika p-value lebih besar dari taraf tertentu maka H 0 tidak dapat ditolak, artinya galat a t dan galat sebelumnya tidak berkorelasi. H 0 ditolak jika p-value < α H 0 ditolak jika LB > atau p-value <α [6]. Studi ini memprediksikan curah hujan yang akan datang, mengingat hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama. Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah digunakan di Indonesia antara lain adalah Sistem Klasifikasi Koppen, Sistem Klasifikasi Mohr, Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson, Sistem Klasifikasi Bakosurtanal, dan Sistem Klasifikasi Oldeman [7]. Klasifikasi Iklim Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi dan palawija. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut. Oldeman, L.R (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, sedangkan untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan, sehingga menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm. Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas yang digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalan satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam, jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah secara berurutan, tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan. Penjabaran tipe utama klasifikasi iklim (Tabel 1) dan sub divisi klasifikasi iklim (Tabel 2) serta penjabaran kegiatan pertanian menurut Oldeman disajikan pada Tabel 3 [8]. Tabel 1 Tipe Utama Klasifikasi Iklim Oldeman Tipe Utama Bulan Basah Berturut-turut A B C D E > 9 7 9 5 6 3 4 < 3 3
Keterangan : Iklim A. Iklim yang memiliki bulan basah lebih dari 9 kali berturut-turut Iklim B. Iklim yang memiliki bulan basah 7-9 kali berturut-turut Iklim C. Iklim yang memiliki bulan basah 5-6 kali berturut-turut Iklim D. Iklim yang memiliki bulan basah 3-4 kali berturut-turut Iklim E. Iklim yang memiliki bulan basah kurang dari 3 kali berturut-turut Tabel 2 Sub Divisi Klasifikasi Iklim Oldeman Sub divisi Bulan Kering Berturut-turut 1 2 3 4 Keterangan : Sub divisi 1. Jika terdapat bulan kering kurang dari 2 kali berturut-turut Sub divisi 2. Jika terdapat bulan kering 2-3 kali berturut-turut Sub divisi 3. Jika terdapat bulan kering 4-6 kali berturut-turut Sub divisi 4. Jika terdapat bulan kering lebih dari 6 kali berturut-turut Tabel 3 Penjabaran Kegiatan Pertanian Berdasarkan Klasifikasi Oldeman Tipe Iklim Penjabaran A1, A2 Sesuai untuk Padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun. B1 Sesuai untuk Padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik. Produksi tinggi bila panen musim kemarau. B2, B3 Dapat tanam Padi dua kali setahun dengan varitas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija. C1 Tanam Padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun. C2, C3, C4 Tanam Padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun. Tetapi penanaman palawija yang kedua harus hati-hati jangan jatuh pada bulan kering. D1 Tanam Padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bisa tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi. Waktu tanam palawija. D2, D3, D4 Hanya mungkin satu kali Padi atau satu kali palawija setahun tergantung pada adanya persediaan air irigasi. E Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun tergantung adanya hujan. Zona A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zona B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zona C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zona D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zona E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik. 3. Metode Penelitian < 2 2 3 4 6 Tahapan alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 : > 6 4
Mulai Pengambilan data Perancangan sistem untuk prediksi dan validasi dengan menggunakan tool R Prediksi curah hujan dengan metode Time Series (Exponential Smoothing) Menampilkan hasil prediksi dalam bentuk tabel dan grafik Selesai Gambar 1 Alur Penelitian Tahap pertama yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengambilan data, dimana data diperoleh dari pencatatan alat di Stasiun Geofisika Banjarnegara dari bulan Januari tahun 2000 sampai dengan bulan November tahun 2013 yang disajikan pada Tabel 4. Gambar 2 Wilayah Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah Tabel 4 Data Curah Hujan Bulanan Kab. Banjarnegara Tahun 2000 s/d 2013 (14Tahun) Terakhir Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 2000 343 203 811 383 231 81 2 21 41 408 583 551 2001 342 337 547 621 188 52 180 0 93 814 393 249 2002 343 203 811 383 231 81 2 21 41 408 563 551 2003 687 462 588 314 196 48 0 12 72 379 599 559 2004 799 292 458 414 343 46 66 0 81 145 534 892 2005 414 367 441 365 267 222 101 197 267 477 418 784 2006 673 595 205 534 369 36 49 4 0 29 203 591 2007 178 313 465 393 214 137 38 17 13 156 547 653 2008 392 242 481 553 279 64 2 73 55 695 582 278 2009 671 514 408 305 363 185 28 0 46 271 502 331 2010 654 625 664 479 515 233 457 247 597 487 665 328 2011 212 268 717 518 304 105 77 0 41 250 912 462 2012 819 559 149 296 213 147 6 0 4 213 673 802 2013 618 283 292 610 221 182 262 50 16 214 218 5
Perancangan sistem untuk prediksi dan validasi dilakukan setelah didapatkan data-data yang diperlukan. Pada penelitian ini aplikasi menggunakan tool R dari http://cran-r.project. Metode yang digunakan adalah Time Series (exponential smoothing) untuk menerapkan model peramalan dan pemrosesan data. Hasil prediksi yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik yang nantinya akan digunakan untuk mengklasifikasikan iklim dan penjabaran kegiatan pertanian. Gambar 3 Desain Arsitektur Model Gambar 3 menunjukkan desain arsitektural model, secara umum model dapat dilihat pada tiga bagian ini, yaitu: 1. Data dalam.csv, yaitu adalah data aktual curah hujan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah periode tahun 2000-2013. 2. Proses analisis curah hujan menggunakan Time Series, dengan metode prediksi untuk peramalan menggunakan Holt-Winters Exponential Smoothing dan pengujian hipotesis menggunakan Uji Ljung-Box. 3. Visualisasi digunakan untuk memvisualisasikan hasil penelitian seperti tabel dan grafik. Untuk pemrosesan data prediksi curah hujan menggunakan tool R. Data hasil peramalan curah hujan divisualisasikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk mengklasifikasikan iklim dan penjabaran kegiatan pertanian di Kabupaten Banjarnegara. 4. Hasil dan Pembahasan Pada penelitian ini data awal yang akan diolah adalah data curah hujan bulanan Kabupaten Banjarnegara dari bulan Januari tahun 2000 sampai dengan bulan November tahun 2013, sebagaimana visualisasi dalam bentuk grafik atau plot disajikan pada Gambar 4. 6
Gambar 4 Grafik Data Curah Hujan Bulanan Kab. Banjarnegara 2000-2013 Gambar 5 Output dari HoltWinters ( ) Gambar 5 menunjukkan nilai estimasi parameter alpha pada data awal. Output dari HoltWinters ( ) mengatakan bahwa nilai estimasi parameter alpha pada data curah hujan adalah 0.076. Dari keterangan diatas, telah disimpan output dari HoltWinters ( ) fungsi dalam daftar variable "Curah Hujan Banjarnegara forecasts". Secara default, HoltWinters ( ) membuat perkiraan untuk periode waktu yang sama yang dicakup oleh time series asli. Sehingga prakiraan juga untuk tahun yang sama yang disajikan pada Gambar 6. dan Plot Time Series asli terhadap perkiraan Gambar 7. Gambar 6 Perkiraan Untuk Periode Waktu yang Sama Gambar 7 Plot Time Series Asli Terhadap Perkiraan 7
Selanjutnya menentukan nilai awal untuk prediksi di HoltWinters ( ) dengan menggunakan fungsi "l.start" parameter. Untuk membuat perkiraan dengan nilai awal diatur ke 337 (nilai time series diatas). Ditunjukkan pada Gambar 8.. Gambar 8 Nilai Awal Prediksi HoltWinters ( ) Berikut adalah "perkiraan" paket R untuk periode waktu yang akan datang. Fungsi forecast.holtwinters ( ) memberikan perkiraan, interval prediksi 80% dan interval prediksi 95% untuk ramalan. Curah hujan diperkirakan untuk bulan Desember 2013 adalah sekitar 512 mm, dengan interval prediksi 95% dari (170, 854) dan untuk bulan berikutnya. Ditunjukkan pada Gambar 9. Gambar 9 Perkiraan Untuk Periode Waktu yang Akan Datang Pada Gambar 10 untuk prakiraan 2014-2015 diplot sebagai garis biru, interval prediksi 80 % area abu-abu tua, dan interval prediksi 95 % area abu-abu yang lebih cerah. Gambar 10 Plot Prakiraan Curah Hujan Tahun 2014-2015 Program R untuk pengujian prediksi meliputi plot sisaan standar (standardized residual) Jika fluktuasi sisaan terjadi disekitar 0 dan bergerak disuatu kisaran nilai tertentu maka dapat dikatakan bahwa asumsi rataan nol dan variansi konstan sudah terpenuhi (Gambar 11). Dengan plot ACF dan PACF (hanya sedikit yang berada diluar batas signifikansi (standart error)), dan plot p- 8
value uji Ljung-Box (Jika p-value lebih besar dari taraf alpha (nilai p-value adalah 0,1602 dan nilai alpha 0,076). Ditunjukkan pada Gambar 12 dan Gambar 13. Gambar 11 Plot Sisaan Standar Gambar 12 uji Ljung-Box Gambar 13 Plot ACF Gambar 14 adalah gambar grafik yang menyajikan grafik aktual, yang menunjukkan grafik fit (nilai data periode lalu garis warna hitam), grafik interval prediksi 95% (ditunjukkan pada garis warna biru) dan grafik forecast (nilai peramalan periode sebelumnya dan periode yang akan datang, ditunjukkan garis warna merah). Gambar 14 Grafik Aktual Dari data prediksi curah hujan di Kabupaten Banjarnegara, maka dapat diketahui kapan terjadinya BB, BL dan BK dengan estimasi dan prediksi (Point Forecast) curah hujan perbulan pada periode tahun 2014-2015 pada Tabel 5. 9
Time Tabel 5 Curah Hujan Perbulan Pada Periode Tahun 2014-2015 Point Forecast Lo 80 Hi 80 Lo 95 Hi 95 Dec-13 512.319889 288.597316 736.0425 170.16574 854.474 Jan-14 489.893018 265.484926 714.3011 146.69046 833.0956 Feb-14 359.44187 134.325008 584.5587 15.15534 703.7284 Mar-14 422.342601 196.493474 648.1917 76.93617 767.749 Apr-14 445.821988 219.216871 672.4271 99.25937 792.3846 May-14 245.476734 18.091682 472.8618-102.27869 593.2322 Jun-14 94.578763-133.610381 322.7679-254.40642 443.5639 Jul-14 72.98774-156.029851 302.0053-277.26444 423.2399 Aug-14 12.580007-217.290576 242.4506-338.97671 364.1367 Sep-14 59.400534-171.347763 290.1488-293.49853 412.2996 Oct-14 292.945666 61.294762 524.5966-61.33382 647.2252 Nov-14 514.479833 281.901275 747.0584 158.78162 870.178 Dec-14 506.691711 268.43293 744.9505 142.30635 871.0771 Jan-15 484.26484 245.047208 723.4825 118.41304 850.1166 Feb-15 353.813693 113.612092 594.0153-13.54295 721.1703 Mar-15 416.714423 175.503615 657.9252 47.81433 785.6145 Apr-15 440.19381 197.94844 682.4392 69.71149 810.6761 May-15 239.848557-3.456833 483.1539-132.25493 611.952 Jun-15 88.950585-155.440378 333.3415-284.81314 462.7143 Jul-15 67.359562-178.142609 312.8617-308.10361 442.8227 Aug-15 6.951829-239.687263 253.5909-370.25011 384.1538 Sep-15 53.772356-194.029435 301.5741-325.20778 432.7525 Oct-15 287.317488 38.327163 536.3078-93.48035 668.1153 Nov-15 508.851655 258.646915 759.0564 126.19653 891.5068 Tahun 2014 : Jumlah Bulan Basah (BB) Berturut-turut adalah 8 bulan, Bulan Lembab (BL) Berturut-turut adalah 0 bulan, Bulan Kering (BK) Berturut-turut adalah 4 bulan. Klasifikasi Tipe Utama Iklim menurut Oldeman seperti yang disajikan pada Tabel 1 berdasarkan pada jumlah bulan basah secara berturut-turut dan jumlah bulan kering secara berturut-turut dalam satu tahun, Klasifikasi Tipe Utama Iklim di wilayah Banjarnegara tahun 2014 adalah tipe B. Klasifikasi Sub Divisi Iklim menurut Oldeman seperti yang disajikan pada Tabel 2 berdasarkan pada jumlah bulan basah secara berturut-turut dan jumlah bulan kering secara berturut-turut dalam satu tahun, di wilayah Banjarnegara tahun 2014 adalah Sub Divisi 3. Tipe iklim menurut Oldeman untuk prediksi di wilayah Banjarnegara pada periode tahun 2014 adalah B3 dengan periode masa tanam 7-8 bulan, yang artinya 10
dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk palawija (disajikan pada Tabel 3). Tabel 6 Kriteria sifat hujan (Criteria of rainfall characteristic) No. Sifat Hujan 1 Tahun Basah 2 Tahun Normal Kriteria Keterangan > 115% Jika nilai perbandingan curah hujan tahunan terhadap rata-ratanya lebih besar dari 115%. 85 115% Jika nilai perbandingan curah hujan tahunan terhadap rata-ratanya antara 85-115%. 3 Tahun Kering >85% Jika nilai perbandingan curah hujan tahunan terhadap rata-ratanya kurang dari 85%. Perhitungan berdasarkan kriteria sifat hujan (Criteria of rainfall characteristic) seperti yang disajikan pada Tabel 6, nilai perbandingan curah hujan tahunan terhadap rata-rata pada 14 tahun periode sebelumnya adalah Kriteria sifat hujan untuk tahun 2014 di wilayah Banjarnegara seperti yang disajikan pada Tabel 6, sifat hujan diwilayah Banjarnegara merupakan kriteria Tahun Normal. Prediksi curah hujan sangat penting bagi sektor pertanian diwilayah Banjarnegara yang sebagian besar wilayahnya adalah lahan tegalan (disajikan pada Gambar 15), yaitu lahan kering yang bergantung pada pengairan air hujan yang ditanami tanaman musiman atau tahunan. Jika musim kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit untuk ditumbuhi tanaman pertanian. Curah hujan lokal yang beragam yang sering terjadi di Banjarnegara disebabkan adanya perbedaan kondisi topografi (Gambar 16), karena adanya pegunungan dan perbukitan yang menyebabkan penyebaran hujan tidak merata. Diketinggian lebih dari 600m diatas permukaan laut, umumnya curah hujan paling banyak turun. Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kab. Banjarnegara Gambar 15 Peta Lahan Kabupaten Banjarnegara 11
Gambar 16 Peta Topografi Kabupaten Banjarnegara 5. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menggunakan metode peramalan Time Series (exponential smoothing) dapat menghasilkan peramalan hampir mendekati fluktuasi rata-rata nilai dari curah hujan periode pada tahun-tahun sebelumnya dengan menggunakan data yang dikumpulkan dalam satu series waktu. Peramalan metode exponential smoothing untuk menghitung curah hujan merupakan salah satu cara untuk memperkirakan curah hujan pada periode yang akan datang. Sektor pertanian di Kabupaten Banjarnegara sangat bergantung pada curah hujan yang terjadi, mengingat sebagian besar lahan pertaniannya berupa lahan tegalan karena wilayah Banjarnegara berada di daerah pegunungan dan perbukitan. 6. Daftar Pustaka [1] Indrabayu. (2001). Prediksi Curah Hujan Di Wilayah Makassar Menggunakan Metode Wavelet Neural Network. http://journal.unhas.ac.id/. Diakses tanggal 8 Januari 2014. [2] Adhani, Gita. (2013). Pendugaan Curah Hujan Musim Kemarau Menggunakan Data Southern Oscillation Index Dan Suhu Permukaan Laut NINO3.4 Dengan Metode Support Vector Regression. http://repository.ipb.ac.id/. Diakses tanggal 8 Januari 2014. [3] Maghfiroh, Niswatul. (2012). Peramalan Jumlah Wisatawan Di Agrowisata Kusuma BAatu Menggunakan Metode Analisis Spektral. http://digilib.its.ac.id/. Diakses tanggal 8 Januari 2014. [4] Martisunu, Dwi. (2012). Pengolahan data statistika Analisa Time Series. http://stti.i-tech.ac.id/. Diakses tanggal 8 Januari 2014. [5] Raharja, Alda. (2013). Penerapan Metode Exponential Smoothing Untuk Peramalan Penggunaan Waktu Telepon Di PT.TELKOMSEL DIVRE3 Surabaya. http://blog.ub.ac.id/. Diakses tanggal 10 Januari 2014. [6] Nurhayati, Nunung.(2011). Uji Diagnostik. http://nunung.blog.unsoed.ac.id/. Diakses 12 Januari 2014. 12
[7] Sudrajat, Ayi. (2009). Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman Dan Schmidth- Fergusson Sebagai Upaya Pemanfaatan Sumberdaya Iklim Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Di Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/. Diakses 12 Januari 2014. [8] Kusuma Dewi, Nur. (2005). Kesesuaian Iklim Terhadap Pertumbuhan Tanaman. http://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/. Diakses 12 Januari 2014. [9] Versani, J. (2002). simpler - Using R for Introductory Statistics. http://www.math.csi.cuny.edu/statistics/r/simpler/simple. Diakses tanggal 12 Januari 2014. [10] Kuhnert, P. and B. Venables. (2005). An Introduction to R: Software for Statistical Modelling & Computing. CSIRO Australia. http://cran.r-project.org/. Diakses tanggal 14 Januari 2014. [11] Runtunuwu, E. dan H. Syahbuddin. (2007). Perubahan Pola Curah Hujan dan Dampaknya Terhadap Periode Masa Tanam. Jurnal Tanah dan Iklim No. 26/2007. 13