BAB I PENDAHULUAN. harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. 1 - Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. zaman sekarang dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh kaum pria.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan orang lain.

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis seorang

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. siapa lagi yang akan dimintai bantuan kecuali yang lebih mampu. Ketika

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini para peserta didik berlomba-lomba untuk bisa

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

Sebagaimana yang diutarakan oleh Sarafino dan Smith (2012, h.29) bahwa stres memiliki dua komponen, yaitu fisik, yang berhubungan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan selanjutnya. (Manuaba,1998). dalam kehidupannya. Pengalaman baru ini memberikan perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pentingnya kehidupan keluarga yang sehat atau harmonis bagi remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

PENDAHULUAN Latar Belakang

KECEMASAN PADA WANITA YANG HENDAK MENIKAH KEMBALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

WEDDING CENTRE DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan kasih sayang. Melainkan anak juga sebagai pemenuh kebutuhan biologis

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BABI PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang menyertai dalam

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat

`BAB I PENDAHULUAN. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah topik yang hangat dikalangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang tidak pasti dari kematian adalah waktu datang dan proses menjelangnya.

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

Penjelasan lebih lanjut mengenai mahar dan prosesi pertunangan akan dibahas di bab selanjutnya.

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB I PENDAHULUAN. dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan di bawah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan perkembangan seseorang, semakin meningkatnya usia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. menjawab pertanyaan penelitian yaitu untuk mengetahui apakah terdapat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama masa hidupnya, individu mempunyai tugas-tugas perkembangan yang harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh individu yang berada pada masa dewasa awal adalah memilih pasangan hidup dan belajar untuk hidup dalam pernikahan (Havighurst, dalam Turner & Helms, 1995). Selain memilih pasangan, individu yang berada pada masa dewasa awal juga mempunyai tugas perkembangan lain, yaitu membina karier. Individu dituntut untuk bekerja dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa selain memilih pasangan dan menikah, tugas perkembangan lainnya yang dihadapi oleh individu yang berada pada masa dewasa awal adalah bekerja dan berkarier. Hal ini berarti semua individu yang berada pada masa dewasa awal dituntut untuk bekerja, baik laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, sangatlah wajar apabila hampir semua individu yang berada pada masa dewasa awal berkecimpung dalam dunia kerja, baik laki-laki maupun perempuan. Abad 21 dicirikan dengan persaingan di dunia kerja dan peluang tersebut sangat terbuka bagi para wanita (Bhatnagar & Rajadyaksha, 2001). Hal ini dikarenakan semakin tingginya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh wanita. Seiring

dengan tingginya tingkat pendidikan dewasa ini, banyak wanita yang berada pada masa dewasa awal memasuki dunia profesionalisme dengan bekerja. Banyaknya wanita yang bekerja pada masa dewasa awal ini membawa akibat bagi tugas perkembangan yang lain. Seringkali wanita karier menunda pernikahan hanya dikarenakan komitmen mereka terhadap pekerjaan. Namun, ada juga wanita karier yang memutuskan untuk menikah pada masa dewasa awal, di saat kariernya sedang menanjak. Pernikahan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-undang Perkawinan no. 1, 1974). Pernikahan adalah sebuah keputusan yang harus dibuat oleh setiap individu. Ada individu yang memutuskan untuk menikah, tetapi ada juga individu yang memutuskan untuk tidak menikah. Wanita yang memutuskan untuk menikah biasanya akan mulai mempersiapkan pernikahan mereka sedini mungkin. Berbagai macam persiapan dilakukan agar acara pernikahan mereka dapat berjalan dengan baik. Masa persiapan pernikahan ini adalah masa yang sangat menentukan bagi kelangsungan pernikahan seseorang. Apabila kedua calon pengantin dapat melewati masa ini dengan baik, maka tidak akan ada masalah yang berarti bagi kelangsungan pernikahan mereka. Namun, apabila masa persiapan pernikahan ini tidak bisa dilewati dengan baik, maka kelangsungan pernikahan mereka akan terganggu dan bahkan terancam batal.

Salah satu hal yang dapat mengganggu pada masa persiapan pernikahan adalah stress menjelang pernikahan (Pre Marriage Stress), yang biasanya lebih umum dialami oleh kaum wanita, walaupun tak sedikit juga pria yang mengalami Pre Marriage Stress ini. Pre Marriage Stress memang dapat mengacaukan rencana pernikahan yang telah disusun sejak dini. Oleh karena itu, tak jarang pernikahan akhirnya batal hanya dikarenakan kedua calon pengantin tidak dapat mengatasi masalah Pre Marriage Stress ini. Pre Marriage Stress lebih dikenal di masyarakat dengan istilah Pre Wedding Syndrome. Felis Catus (2008), seorang wedding planer, dalam blog-nya (www.sepocikopi.blogspot.com), menceritakan beberapa pengalaman wanita yang mengalami stress menjelang pernikahan, yang sering dijumpainya dalam pekerjaannya. Sindrom pre-wedding juga masalah yang cukup menarik, buat saya sih lucu malah. Sering di saat-saat terakhir CB (calon brides) curhat bilang CG (calon groom) mendadak acuh berkesan tidak peduli dengan pesta pernikahan. Seolah-olah CB menghadapi pernikahan sendirian (www.sepocikopi.blogspot.com). Pernikahan merupakan salah satu stressor yang cukup berpengaruh dalam hidup seseorang yang berada pada masa dewasa awal, dengan nilai Life-Change Units sebesar 50 LCUs (Holmes & Rahe, 1967 dalam Huffman, Vernoy, Williams, & Vernoy, 1991). Memasuki masa pernikahan sama artinya dengan memasuki sebuah kehidupan yang baru, yang belum pernah dirasakan oleh seseorang sebelumnya. Oleh karena itu, seringkali seseorang merasa stress apabila memikirkan tentang pernikahan, karena mereka merasa takut memasuki dunia yang baru ini.

Pada jaman modern ini, pernikahan bukan sekedar ikatan antara dua orang yang terlibat di dalamnya. Pernikahan pada saat ini merupakan suatu momentum yang besar dalam hidup seseorang, sehingga hampir semua orang yang akan menikah menyelenggarakan pesta pernikahan untuk merayakan moment bahagia tersebut. Seorang wanita yang akan menikah dan memutuskan untuk menyelenggarakan pesta pernikahan tentunya harus mempersiapkan diri mereka sedini mungkin agar pesta pernikahan dapat terselenggara dengan baik. Bagi wanita yang tidak bekerja, masa persiapan pernikahan tidak akan terlalu menjadi beban karena mereka memiliki banyak waktu untuk mengurus hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan pesta pernikahan mereka. Namun, bagi wanita yang bekerja, masa persiapan pernikahan akan terasa lebih menekan (stressful). Hal ini dikarenakan mereka harus membagi waktu antara pekerjaan dengan urusan-urusan yang menyangkut persiapan pernikahan mereka. Selain itu, mereka juga harus menghadapi stressor-stressor yang menyangkut dengan pekerjaan mereka. Pada wanita yang bekerja, masa persiapan pernikahan akan menjadi masamasa yang menyita waktu dan perhatian. Hal ini dikarenakan urusan persiapan pernikahan bagi wanita jauh lebih rumit daripada pada pria. Urusan persiapan pernikahan biasanya lebih sering dilakukan oleh wanita, mulai dari urusan bridal, catering, tempat pesta, dekorasi, dan sebagainya. Selain urusan pernikahan tersebut, wanita bekerja juga harus mengurus pekerjaannya supaya tidak terganggu dengan persiapan pernikahannya. Membagi waktu antara mengurus pekerjaan dan mengurus persiapan pernikahan bukanlah sesuatu hal yang mudah. Pekerjaan telah menyita

porsi waktu yang besar dalam hidup seseorang. Apabila ditambah dengan urusan persiapan pernikahan, maka waktu yang dimiliki untuk beristirahat semakin berkurang. Hal ini dapat menyebabkan kelelahan secara fisik yang sering dialami oleh seorang wanita bekerja yang akan menikah, sehingga kita seringkali dapat menjumpai wanita bekerja yang jatuh sakit menjelang hari pernikahannya. Selain stressor yang bersumber dari fisik, wanita yang akan menikah juga mempunyai sumber stress yang berasal dari masalah ekonomi (finansial). Seperti yang kita ketahui bahwa untuk mengadakan sebuah pesta pernikahan dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ada pasangan yang menikah dengan biaya dari kedua orangtua masing-masing, tetapi ada pula pasangan yang menikah dengan menggunakan biaya pribadi mereka. Apabila menggunakan biaya pribadi, maka tak jarang dari pihak wanita juga ikut mengeluarkan dana demi terselenggaranya pesta pernikahan. Hal ini dapat menjadi stressor yang cukup mengganggu, yang dialami oleh seorang wanita dalam masa-masa persiapan pernikahannya. Seorang wanita yang akan memasuki masa pernikahan, tidak hanya harus menghadapi stressor yang bersumber dari segi fisik dan ekonomi, tetapi juga harus menghadapi stressor yang bersumber dari segi psikologis. Memasuki masa pernikahan bukanlah sesuatu hal yang mudah. Seorang wanita yang pada akhirnya memutuskan untuk menikah, sebelumnya telah melewati masa-masa pengambilan keputusan yang tentunya tidak mudah. Pernikahan adalah suatu komitmen yang mengikat, suatu perjanjian antara dua orang untuk hidup bersama. Mengambil keputusan untuk menikah bukanlah suatu hal yang mudah, terutama bagi seorang

wanita. Seorang wanita yang memutuskan untuk menikah, harus merasa yakin terlebih dahulu bahwa dirinya sudah siap untuk memasuki fase kehidupan selanjutnya, yaitu pernikahan. Apabila seorang wanita yang akan menikah masih memiliki ketidakyakinan akan masa pernikahan yang akan segera mereka lalui, hal ini dapat menjadi stressor yang mengancam kelangsungan pernikahan. Seorang teman penulis, Susan, baru saja menikah pada bulan Oktober 2010. Ketika penulis memintanya untuk membagikan pengalamannya mengenai stress yang dialami menjelang pernikahan, ia menyatakan bahwa masa-masa persiapan pernikahannya cukup menekan. Dua bulan sebelum menikah, ia sempat bertengkar dengan pasangannya karena ia merasa pasangannya tidak peduli dengan persiapan pernikahan mereka. Ia bahkan sempat mengatakan kepada pasangannya untuk membatalkan pernikahan apabila pasangannya tidak ikut mengurus persiapan pernikahan mereka. Mempersiapkan sebuah resepsi pernikahan tidak hanya membutuhkan waktu dan dana yang cukup besar, melainkan juga membutuhkan tenaga yang cukup besar. Oleh karena itu, seringkali banyak pasangan yang akan menikah memutuskan untuk menggunakan jasa Wedding Organizer (WO) untuk meringankan tugas mereka dalam mengurus persiapan-persiapan pernikahan. Namun, ada juga pasangan yang tidak memiliki cukup budget untuk menyewa jasa Wedding Organizer, sehingga mereka harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk mengurus persiapan-persiapan pernikahan mereka. Hal ini tergolong ke dalam stressor sosial, yang nantinya dapat mengarah kepada kelelahan fisik (stress fisik).

Dalam mengatasi stress menjelang pernikahan, seorang wanita akan melakukan coping stress untuk mengurangi reaksi stress yang mereka alami. Coping stress dapat dilakukan dengan menggunakan metode problem-focused coping maupun emotion-focused coping. Lazarus & Folkman (dalam Sugiarti, 2000) menyatakan bahwa problem-focused coping adalah upaya untuk mengatasi stress langsung pada sumber stress, baik dengan cara mengubah masalah yang dihadapi, mempertahankan tingkah laku, maupun mengubah kondisi lingkungan. Sedangkan emotion-focused coping bertujuan untuk meredakan atau mengatur tekanan emosional dan mengurangi emosi negatif yang ditimbulkan oleh situasi. Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa seorang wanita bekerja yang sedang mempersiapkan pernikahan akan mengalami beberapa stressor yang dapat mengganggu kelangsungan masa persiapan pernikahan mereka. Stressor-stressor inilah yang nantinya dapat menyebabkan stress pada wanita bekerja yang akan menikah, sehingga pada akhirnya mereka akan melakukan coping stress sebagai upaya untuk mengatasi stress yang dialami menjelang pernikahan. B. Identifikasi Masalah Pernikahan bukanlah sekedar ikatan antara dua orang yang berkomitmen untuk hidup bersama. Pada jaman modern ini, pernikahan juga merupakan suatu moment yang wajib untuk dirayakan. Oleh karena itu, jarang sekali kita jumpai pasangan yang menikah tanpa mengadakan resepsi pernikahan. Bagi masyarakat di

kota-kota besar masa kini, pernikahan merupakan suatu moment sekali seumur hidup yang harus dirayakan. Mempersiapkan sebuah acara pernikahan bukanlah sesuatu hal yang mudah. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dalam mempersiapkan pernikahan, seorang wanita pasti akan mengalami stress. Stress yang dialami ini nantinya akan memunculkan reaksi-reaksi, baik secara fisik, psikologis, maupun tingkah laku. Untuk menghadapi stress menjelang pernikahan, seorang wanita bekerja harus melakukan coping stress yang bertujuan untuk meringankan reaksi stress yang mereka rasakan. Masalah yang menarik untuk diteliti adalah mengenai coping stress yang dilakukan oleh seorang wanita yang akan menikah. Ketika mengalami stress menjelang pernikahan, bagaimanakah seorang wanita bertahan menghadapi stress yang dialaminya? Hal inilah yang menjadi menarik untuk digambarkan dalam sebuah penelitian. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) gambaran stress menjelang pernikahan yang dialami oleh wanita bekerja yang akan menikah, (2) untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi sumber stress tersebut, serta (3) untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana cara coping stress yang dilakukan oleh para wanita bekerja yang mengalami stress menjelang pernikahan.

D. Kegunaan Penelitian a.i.1. Kegunaan Teoritis Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk menambah khasanah pengetahuan di bidang Psikologi, khususnya Psikologi Klinis, Psikologi Perkembangan, dan Psikologi Sosial. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan pedoman bagi penelitipeneliti yang ingin meneliti mengenai stress dalam cakupan yang lebih luas. a.i.2. Kegunaan Praktis Secara praktis, penelitian ini berguna untuk memberi informasi, khususnya bagi wanita bekerja yang akan memasuki masa pernikahan, mengenai gambaran stress yang biasanya dialami menjelang pernikahan. Sehingga diharapkan, seorang wanita bekerja yang mengalami stress menjelang pernikahan akan dapat menggunakan metode coping stress yang sesuai dengan kondisi mereka. Selain itu, penelitian ini juga berguna untuk memberi informasi kepada para konselor pernikahan agar lebih memperhatikan masalah stress menjelang pernikahan yang kerap dialami oleh calon pengantin, khususnya wanita. Dengan demikian, seorang konselor pernikahan diharapkan dapat memberikan solusi yang terbaik bagi calon pengantin supaya dapat mengatasi stress yang dialami (coping stress). E. Kerangka Berpikir Seorang wanita yang akan menikah dan akan mengadakan acara pernikahan tentunya membutuhkan persiapan-persiapan agar acara pernikahan dapat berjalan

dengan baik. Jika seorang wanita yang akan menikah tidak memiliki persiapan yang memadai, maka hal tersebut dapat memicu munculnya stress. Dalam mempersiapkan sebuah pernikahan, seorang wanita dapat mengalami beberapa stressor, di antaranya stressor ekonomi, fisik, psikologis, dan sosial. Mempersiapkan sebuah pernikahan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apabila seorang wanita yang akan menikah tidak memiliki biaya yang cukup untuk mempersiapkan pernikahan, maka hal tersebut bisa menjadi sebuah stressor ekonomi. Selain membutuhkan biaya, ketika memutuskan untuk menikah, seorang wanita juga harus memiliki kesiapan secara psikologis. Apabila seorang wanita yang akan menikah belum memiliki kesiapan secara psikologis, maka hal ini dapat menjadi sebuah stressor psikologis. Stressor lain yang dapat memicu munculnya stress adalah stressor fisik dan sosial. Stressor fisik dapat terjadi apabila seorang wanita tidak memiliki kondisi fisik yang cukup fit dalam mengurus pernikahannya. Sementara, stressor sosial dapat dikarenakan tidak adanya bantuan dari individu-individu di lingkungan sekitar yang membantu mengurus persiapan pernikahan. Stressor-stressor tersebut dapat memicu munculnya stress pada wanita yang akan menikah, yang biasanya dimanifestasikan ke dalam tiga bentuk reaksi stress, yaitu reaksi stress secara fisik (biologis), psikologis, dan psikososial. Dampak stress pada aspek biologis memunculkan reaksi fisiologis yang berpengaruh pada sistem kerja saraf dan hormonal (Sarafino, 2006). Dalam aspek psikologis, reaksi stress dapat muncul dalam bentuk keraguan atau kekhawatiran untuk menikah, sedangkan

dalam aspek psikososial, stress dapat mempengaruhi kognisi, emosi, serta perilaku sosial. Seorang wanita bekerja yang akan menikah, cenderung memiliki stressor fisik dan sosial, terkait dengan beban pekerjaannya. Selain bekerja, wanita yang akan menikah juga harus membagi waktu untuk persiapan pernikahan. Apabila kondisi pekerjaannya tidak memungkinkan untuk dibagi dengan urusan-urusan yang terkait dengan persiapan pernikahan, maka hal ini dapat menambah stress yang dialami oleh wanita bekerja yang akan menikah. Untuk mengatasi reaksi-reaksi terhadap stress tersebut diperlukan strategi mengatasi stress yang dikenal dengan istilah coping stress. Ada dua jenis strategi coping stress, yaitu problem-focused coping dan emotion-focused coping. Seorang wanita yang mengalami stress menjelang pernikahan harus menggunakan strategi coping stress tersebut untuk mengatasi stress yang dialaminya. Apabila ia dapat bertahan menghadapi stress, maka tidak akan ada masalah yang cukup berarti yang dapat mengganggu jalannya pernikahan. Bagan di bawah ini memberikan gambaran tentang kerangka berpikir dari penelitian ini.