Diagnosa Infeksi Fasciola gigantica pada Sapi dengan Uji Capture-ELISA untuk Deteksi Antigen dalam Feses

dokumen-dokumen yang mirip
Perbandingan Antara Uji Elisa-Antibodi dan Pemeriksaan Telur Cacing Untuk Mendeteksi Infeksi Fasciola gigantica pada Sapi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba

PENGEMBANGAN TEKNIK DIAGNOSA FASCIOLOSIS PADA SAPI DENGAN ANTIBODI MONOKLONAL DALAM CAPTURE ELISA UNTUK DETEKSI ANTIGEN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

FLUKTUASI ANTIBODI SAPI YANG DIINFEKSI DENGAN FASCIOLA GIGANTICA DAN PENGARUH PEMBERIAN OBAT TRICLABENDAZOLE

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

ABSTRAK. Kata kunci: Ascaridia galli, antigen ekskretori/sekretori, ELISA ABSTRACT

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA

PENGGUNAAN ANTIGEN EKSKRESI/SEKRESI Fasciola gigantica DALAM UJI ELISA UNTUK DETEKSI FASCIOLOSIS PADA SAPI

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

RESPON KEKEBALAN DOMBA TERHADAP ANTIGEN EKSTRAK CACING HATI FASCIOLA GIGANTICA DEWASA

PENGEMBANGAN METODE ELISA UNTUK MENDIAGNOSIS PENDERITA SCHISTOSOMIASIS DI NAPU SULAWESI TENGAH TAHUN 2012

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

III. METODE PENELITIAN A.

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3. METODE PENELITIAN

PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika. Kamis 9 Januari 2014, pukul

Lampiran 1a Gambar alat presto. Lampiran 1b Gambar alat oven. Lampiran 1c Gambar alat timbangan analitik

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)

Pengaruh Infestasi Cacing Hati Fasciola gigantica terhadap Gambaran Darah Sel Leukosit Eosinofil pada Domba

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

Evaluasi Uji ELISA dengan Serum Lapangan sebagai Crude Antigen di Bali. Evaluation of ELISA Test using Field Serum as a crude antigen in Bali

LAPORAN PRAKTIKUM. ELISA (Enzyme Linked Immune-sorbent Assay ) - NITA ANDRIANI LUBIS. TANGGAL PRAKTIKUM: Kamis, 9 Januari 2014, pukul

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

NI MADE AYUDININGSIH ASTITI SUDEWI NIM

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVII, No. 87, Desember 2015 ISSN : X

METODELOGI PENELITIAN

Hilman Nurmahdi, Aulanni am*, Chanif Mahdi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

APLIKASI ELISA DETEKSI ANTIBODI UNTUK MENGUJI SERUM LAPANGAN YANG DIAMBIL DARI HEWAN DI DAERAH ENDEMIK TRYPANOSOMA EVANSI

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan orang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH

III. METODOLOGI PENELITIAN

STUDI KOMPARATIF RESISTENSI ANTARA SAPI BALI DAN MADURA TERHADAP INFEKSI Fasciola gigantica

BAB III METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

PENGEMBANGAN ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY UNTUK DETEKSI ANTIGEN CAMPYLOBACTER JEJUNI PADA DAGING AYAM

PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI REAL TIME PCR VIRUS INFLUENZA A ANTARA METODE GUANIDIUM,-THIOCYANATE-PHENOL- CHLOROFORM DAN METODE SPIN KOLOM

Pengembangan Teknik Enzyme Linked Immunosorbent Assay untuk Mendeteksi adanya Antibodi Terhadap Virus Infectious Laryngotrachitis dalam Serum Ayam

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

KARAKTERISASI ANTIGEN PROTEIN DARI FASCIOLA GIGANTICA PADA BERBAGAI UMUR

II. BAHAN DAN METODE

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

BAB IV METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

Antigenisitas, Sensitivitas, dan Spesifisitas Protein Toxocara canis pada Pemeriksaan Antibodi Serum Mencit dengan Indirect-ELISA

BAB III METODE PENELITIAN

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

3 METODE. Bahan. Alat

ADLN - Perpustakaan Unair

Crude Antigen Cystisercus Taenia Saginata Isolat Bali untuk Deteksi Sistiserkosis pada Sapi

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA

Balai Penelitian Veteriner, Jalan R. E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor 16114, Indonesia 2

TEKNIK IMUNOLOGI. Ika Puspita Dewi

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi shock dan

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan antara virus hepatitis ini terlatak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

Y ij = µ + B i + ε ij

PREVALENSI DAN RISIKO INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING YANG DIIMPOR MELALUI BANDARA SOEKARNO-HATTA ESMIRALDA EKA FITRI

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

(Diterima dewan redaksi 11 April 1999) ABSTRACT ABSTRAK

RPMI 1640 medium. Kanamisin 250 µg. Coomassie brilliant blue G-250

Kata kunci: Fascioliosis, total eritrosit, kadar hemoglobin,pakced cell voleme, Sapi Bali

Lokakarya Fungsional Non Penelib' mycoplasma broth base (oxoid), D-glucose (BDH Chemicals), L.cystein HCI (BDH Chemicals), Thallous acetate (BDH Chemi

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian

3 SEROPREVALENSI TRICHINELLOSIS PADA BABI DI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN OEBA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ABSTRACT PENDAHULUAN. Infectious Laryngotracheitis (ILT) adalah penyakit saluran pernafasan pada unggas, terutama ayam METODOLOGI

BAB IV METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3

BAB HI. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Ikan Fakultas

PENGAPLIKASIAN KIT RIA BATAN UNTUK PENGUKURAN PROGESTERON SUSU SAPI

ARTIKEL PELABELAN ANTIBODIANTI-NS1 DENGUE KELINCI DENGAN HORSERADISH PEROKSIDASE. Faisal,* Beti Ernawati Dewi,** T. Mirawati Sudiro,** Fithriyah**

Deteksi Antibodi terhadap Cysticercus Cellulosae pada Babi Lokal yang Dipotong di Tempat Pemotongan Babi Panjer, Denpasar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III BAHAN DAN METODE

MENGENAL PRODUK BARU

Lampiran 1. DATA SHEET : RIBAVIRIN (Bertrand 2000 dalam McEvoy 2005)

Peran Sel Imunologi Domba Ekor Tipis dalam Membunuh Cacing Hati Fasciola gigantica secara In Vitro

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Transkripsi:

JITV Vol. 11 No. 3 Th. 2006 Diagnosa Infeksi Fasciola gigantica pada Sapi dengan Uji Capture-ELISA untuk Deteksi Antigen dalam Feses SARWITRI ENDAH ESTUNINGSIH Balai Besar Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114 (Diterima dewan redaksi 14 Mei 2006) ABSTRACT ESTUNINGSIH, S.E. 2006. Diagnosis of Fasciola gigantica infection in cattle using capture-elisa assay for detecting antigen in faeces. JITV 11(3): 229-234. Capture-ELISA assay is a diagnosis for antigen detection in the serum or faeces using polyclonal or monoclonal antibodies. The purpose of this study was to determine the sensitivity and specificity of capture-elisa assay using polyclonal antibody for diagnosing Fasciola gigantica infection in cattle by detecting antigen in the faeces. In this study, faecal samples and livers were collected from 141 cattle slaughtered in the abattoir in Jakarta. From each animal, liver was processed for liver flukes count and the corresponding faecal sample was analysed for coproantigen. The result of capture-elisa assay for antigen detection showed that from 85 cattle infected with Fasciola gigantica, 83 had OD > 0.52 (range from 0.52-1.39) and 2 cattle had OD < 0.52 (range from 0.17-0.51). The sensitivity and specificity of the assay were 97.6% and 92.8% respectively. The assay also able to detect 50 ng/ml of antigen in faecal supernatant. It suggests that this assay will have the advantage over the other methods on its ability to detect the active infection. Collection of faeces, rather than serum, will allow a more cost-effective and adaptable method. Key Words: Fasciola gigantica, Diagnosis, Capture-ELISA, Antigen ABSTRAK ESTUNINGSIH, S.E., 2006. Diagnosa infeksi Fasciola gigantica pada sapi dengan uji capture-elisa untuk deteksi antigen dalam feses. JITV 11(3): 229-234. Uji capture-elisa merupakan uji diagnosa untuk mendeteksi adanya antigen dalam darah ataupun dalam feses dengan menggunakan antibodi poliklonal maupun antibodi monoklonal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sensitifitas dan spesifisitas uji capture-elisa dengan menggunakan antibodi poliklonal untuk diagnosa infeksi Fasciola gigantica pada sapi dengan cara mendeteksi antigen dalam feses. Sampel feses dan hati dikoleksi dari 141 ekor sapi yang dipotong di RPH Jakarta. Dari masing-masing sapi, hati diproses untuk penghitungan jumlah cacing Fasciola gigantica dan fesesnya diproses untuk analisa antigen (coproantigen). Hasil dari uji capture-elisa untuk deteksi antigen menunjukkan bahwa dari 85 ekor sapi yang terinfeksi Fasciola gigantica, 83 ekor sapi mempunyai OD > 0,52 (kisaran OD 0,52-1,39) dan 2 ekor sapi mempunyai OD < 0,52 (kisaran OD 0,17-0,51). Sensitifitas dan spesifisitas dari uji capture-elisa masing-masing adalah 97,6 dan 92,8%. Uji tersebut juga mampu mendeteksi 50 ng/ml antigen dalam supernatan feses. Hal ini menunjukkan kesan bahwa uji tersebut mempunyai keunggulan karena dapat mendeteksi adanya infeksi aktif. Pengambilan sampel feses akan lebih murah dan mudah dilakukan daripada pengambilan sampel darah/serum. Kata Kunci: Fasciola gigantica, Diagnosa, Capture-ELISA, Antigen PENDAHULUAN Pada umumnya, diagnosa fasciolosis yang disebabkan oleh infeksi cacing Fasciola gigantica dilakukan secara konvensional yaitu dengan melakukan identifikasi telur cacing di dalam feses. Akan tetapi pada penyakit yang akut dan masih dalam periode prepaten, keberadaan cacing tidak dapat diketahui karena telur cacing yang dikeluarkan dalam feses jumlahnya terlalu sedikit sehingga sulit untuk mendeteksinya. Selain itu, pemeriksaan serologi dengan uji ELISA untuk deteksi antibodi terhadap Fasciola spp. dengan menggunakan antigen yang spesifik juga telah dilakukan (HILLYER et al., 1992; HILLYER, 1993; ESTUNINGSIH et al., 2004a). Namun uji tersebut masih memiliki kelemahan, karena titer antibodi yang tinggi hanya bisa untuk menunjukkan bahwa hewan tersebut pernah terinfeksi akan tetapi tidak bisa menunjukkan bahwa hewan tersebut sedang terinfeksi oleh Fasciola (infeksi aktif). Selain itu hewan yang telah diobati pun tetap menunjukkan titer yang tinggi terhadap Fasciola (ESTUNINGSIH et al., 2004b). Imunodiagnosis untuk fasciolosis hingga saat ini difokuskan untuk mendeteksi antigen dalam serum maupun dalam feses hewan yang terinfeksi. Uji capture-elisa dengan menggunakan antibodi monoklonal (Mab ES 78) memberikan hasil yang sangat baik dan spesifik untuk mendeteksi antigen ES 229

ESTUNINGSIH: Diagnosa Infeksi Fasciola gigantica pada sapi dengan uji capture-elisa untuk deteksi antigen dalam feses F. hepatica dalam serum dan feses manusia maupun pada hewan yang terinfeksi (ESPINO et al., 1990; CASTRO et al., 1994; DUMENIGO et al., 1996). ALMAZAN et al. (2001) melaporkan bahwa antigen ES dalam serum domba dapat terdeteksi pada minggu pertama setelah infeksi dan mengalami penurunan setelah periode prepaten, sedangkan antigen ES dalam feses dapat terdeteksi selama periode prepaten dan setelah periode tersebut antigen masih tetap terdeteksi. Uji capture-elisa untuk deteksi antigen dalam feses memiliki kelebihan dibandingkan dengan uji antibodi- ELISA, karena bisa mendeteksi adanya infeksi aktif selama cacing masih berada di dalam kantong empedu. Selain itu, pengambilan sampel lebih mudah dilakukan karena feses segar masih bisa didapatkan di sekitar kandang atau padang penggembalaan, sehingga tidak diperlukan penanganan khusus terhadap hewannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sensitifitas dan spesifisitas uji capture-elisa dengan menggunakan antibodi poliklonal untuk mendiagnosa infeksi F. gigantica pada sapi dengan mendeteksi adanya antigen dalam feses. Sampel MATERI DAN METODE Seratus empat puluh satu feses dan hati sapi dikoleksi dari Rumah Potong Hewan (RPH) Jakarta secara acak sederhana. Sampel-sampel tersebut dibawa ke Laboratorium Parasitologi, Balitvet untuk dilakukan pemeriksaan. Sampel feses diproses untuk deteksi adanya antigen F. gigantica dengan uji capture-elisa. Selanjutnya, sampel hati diproses untuk pemeriksaan dan penghitungan jumlah cacing F. gigantica seperti yang telah diuraikan oleh ESTUNINGSIH et al. (2004a). Persiapan supernatan feses untuk deteksi antigen Supernatan feses dipersiapkan mengikuti metode ESPINO et al. (1990). Feses dihancurkan dengan menggunakan mortar supaya homogen, kemudian diambil 1 gram dan dilarutkan dalam 2 ml larutan PBST 1%. Larutan feses tersebut diaduk dengan vortek dalam kecepatan tinggi, selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit pada suhu 4 0 C. Supernatan dikoleksi dan disimpan pada suhu 20 0 C hingga saat digunakan. Pembuatan antigen Metode pembuatan antigen ES dari cacing F. gigantica sama seperti yang telah diuraikan sebelumnya oleh ESTUNINGSIH et al. (2004a). Cacing F. gigantica dewasa dikoleksi dari saluran empedu pada hati sapi yang dipotong di RPH. Cacing hati yang masih dalam keadaan hidup ditempatkan dalam kontainer yang berisi larutan Phosphate Buffer Saline (PBS) dan diinkubasikan pada suhu 37 0 C selama 15-20 menit (50 cacing dalam 100 ml PBS). Cacing yang sudah terlihat bersih dipindahkan ke dalam kontainer yang berisi media RPMI yang mengandung antibiotik yang bersuhu 37 0 C selama 20 menit. Kemudian, semua cacing hati yang masih hidup dan terlihat bersih dipindahkan ke dalam medium RPMI yang baru dan diinkubasikan pada suhu 37 0 C selama 4-6 jam (2 cacing dalam 1 ml RPMI). Setelah inkubasi, larutan yang sudah mengandung ES antigen disentrifugasi dan supernatannya disimpan dalam suhu 20 0 C hingga saat digunakan. Produksi antibodi poliklonal Antibodi poliklonal diperoleh dari kelinci yang telah diimunisasi dengan antigen ES F. gigantica. Dua ekor kelinci diimunisasi dengan 0,5 ml (300 μg/ml) antigen ES yang telah diemulsikan dengan 0,5 ml Freund s complete adjuvant secara subkutan. Kemudian, diimunisasi dua kali dengan 0,5 ml (300 ug/ml) antigen ES yang dicampur dengan 0,5 ml Freund s incomplete adjuvant secara subkutan dengan interval 1 bulan. Satu bulan setelah imunisasi terakhir dilakukan pengambilan darah untuk dikoleksi serumnya dan diperiksa level antibodinya. Setelah kelinci mempunyai level antibodi tinggi (OD > 2) darah kelinci diambil sebanyakbanyaknya untuk dipisahkan serumnya dan disimpan di 20 0 C sampai diperlukan. Anti-ES F. gigantica Ig G antibodi Presipitasi serum antibodi poliklonal dilakukan dengan menggunakan 50% amonium sulfat untuk memisahkan Ig G. Purifikasi Ig G dilakukan dengan menggunakan kolom protein, selanjutnya dilakukan pencucian kolom (elute) dengan glisin dan fraksi Ig G yang keluar dari kolom ditampung dan dikoleksi. Ig G didialisa dengan PBS pada suhu 4 0 C selama 12 jam. Konsentrasi protein diukur mengikuti prosedur LOWRY et al. (1951). Selanjutnya, antibodi Ig G yang sudah diketahui kandungan proteinnya dikonjugasi dengan enzim peroksidase dengan metode periodate (WILSON dan NAKANE, 1978). Standarisasi uji capture-elisa untuk deteksi antigen dalam buffer dan feses Untuk optimalisasi uji capture-elisa, dilakukan titrasi anti-es F. gigantica Ig G sebagai antigen capture dalam beberapa pengenceran (1:400 s/d 1 : 12,800). Titrasi yang sama juga dilakukan terhadap anti-es F. gigantica Ig G yang telah dikonjugasi dengan enzim peroksidase sebagai secondary antibody. Dari optimalisasi tersebut diperoleh kombinasi pengenceran 230

JITV Vol. 11 No. 3 Th. 2006 baik untuk capture maupun untuk secondary antibody masing-masing 1 : 1,600. Selanjutnya, untuk deteksi antigen ES dalam feses dilakukan dengan cara mencampurkan antigen ES dengan konsentrasi yang sudah ditentukan ke dalam larutan feses sapi yang negatif F. gigantica. Konsentrasi antigen ES adalah mulai dari 50 μg/ml dengan pengenceran seri sampai 0,012 μg/ml yang dilakukan dengan duplikasi. Uji capture-elisa untuk deteksi antigen ES F. gigantica dalam feses Cawan ELISA (NUNC, maxisorf) dengan dasar datar dilapisi dengan 100 μl/lubang anti-es F. gigantica Ig G dengan pengenceran 1 : 1,600 dan diinkubasikan pada suhu 4 0 C semalam. Setelah inkubasi, cawan dicuci sebanyak 3x dengan larutan PBST 1%, kemudian diinkubasi dengan 5% skim milk dalam PBST sebanyak 200 μl/lubang pada suhu 37 0 C selama 1 jam. Selanjutnya, cawan ELISA dicuci lagi 3x dengan PBST, dan 100 μl supernatan feses tanpa pengenceran dimasukkan ke dalam lubang cawan dan diinkubasikan lagi pada suhu 37 0 C selama 1 jam. Setiap sampel dilakukan duplikasi dan setiap cawan ELISA ada kontrol positif dan negatifnya. Setelah dilakukan pencucian 4x dengan PBST, 100 μl yang mengandung 1 : 1,600 anti-es F. gigantica Ig G yang telah dikonjugasi dengan enzim peroksidase dimasukkan ke setiap lubang dan diinkubasikan lagi pada suhu 37 0 C selama 1 jam. Kemudian, cawan dicuci lagi 4x dengan PBST dan 100 μl larutan substrat (1 tablet TMB+1 ml DMSO+9 ml fosfat buffer+2 μl H 2 O 2 untuk setiap cawan) dimasukkan ke dalam setiap lubang pada cawan ELISA dan ditunggu 10 menit sampai ada perubahan warna. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 25 μl H 2 SO 4 ke setiap lubang dan reaksi akan berwarna kekuningan. Optical Density (OD) dibaca pada panjang gelombang 450 nm dengan menggunakan mesin baca ELISA (Multiskan Ex). Untuk menentukan nilai cut-off, dihitung dari ratarata OD yang diperoleh dari semua sampel feses sapi yang negatif F. gigantica (negatif telur cacing maupun negatif cacing dewasa) ditambah 3x standar deviasi (HILLYER et al., 1992). Nilai rata-rata OD negatif Fasciola adalah 0,31 dengan standar deviasi 0,07, sehingga nilai OD positif F. gigantica adalah > 0,52. HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi antigen ES F. gigantica dalam feses dengan uji capture-elisa dengan menggunakan antibodi poliklonal merupakan langkah baru untuk diagnosa fasciolosis di Indonesia. Hasil standarisasi uji capture- ELISA dengan menggunakan antibodi poliklonal dipaparkan pada Tabel 1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kombinasi antara anti-es F. gigantica Ig G sebagai antigen capture pada pengenceran 1 : 1,600 dan deteksi dengan anti-es F. gigantica Ig G yang telah dikonjugasi dengan enzim peroksidase pada pengenceran 1 : 1,600 memberikan hasil yang optimal (7x perbedaan antara positif dan negatif sampel). Selanjutnya kombinasi tersebut dipakai dalam menguji sampel feses sapi untuk deteksi antigen F. gigantica dengan uji capture-elisa. Hasil uji capture-elisa untuk deteksi antigen F. gigantica dalam feses dikelompokkan berdasarkan nilai cut-off (OD = 0,52) seperti yang tercantum pada Tabel 2. Jumlah sapi yang positif cacing F. gigantica sebanyak 85 ekor, 83 ekor diantaranya mempunyai OD > 0,52 (kisaran OD 0,52-1,39) dan 2 ekor sapi mempunyai OD < 0,52 (kisaran OD 0,17-0,51). Sementara itu, jumlah sapi yang negatif cacing F. gigantica adalah 56 ekor dan 4 ekor diantaranya mempunyai OD > 0,52 (kisaran OD 0,54-0,55). Tabel 1. Hasil standarisasi uji capture-elisa dengan menggunakan antibodi poliklonal Capture (anti- ES F. gigantica Ig G) 1 : 400 1 : 800 1 : 1,600 1 : 3,200 1 : 6,400 1 : 12,800 +++ = OD >1,0 ++ = OD 0,75-1,0 + = OD 0,5-0,74 = OD <0,5 Anti-ES F. gigantica Ig G yang telah dikonjugasi dengan enzim peroksidase 1 : 400 1 : 800 1 : 1,600 1 : 3,200 1 : 6,400 1 : 12,800 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ ++ + + + + - + - - - - - - - - - - - - - - - 231

ESTUNINGSIH: Diagnosa Infeksi Fasciola gigantica pada sapi dengan uji capture-elisa untuk deteksi antigen dalam feses Sensitifitas dan spesifisitas dari uji capture-elisa masing-masing adalah 97,6% (83/85 x 100%) dan 92,8% (52/56 x 100%), sedangkan akurasi dari uji tersebut adalah 95,7% (83 + 52)/141 x 100%). Antara jumlah cacing dan antigen absorben yang terdeteksi pada feses mempunyai korelasi yang positif (R 2 =0,4384) seperti yang terlihat pada Gambar 1. Adapun pada Gambar 2 memperlihatkan bahwa uji capture-elisa sangat efektif dan sensitif dalam mendeteksi antigen ES dalam feses pada dosis tertentu dan dapat mendeteksi 50 ng/ml antigen ES dalam supernatan feses (di atas nilai cut-off). Sensitifitas dan spesifisitas uji capture-elisa untuk deteksi antigen ES F. gigantica dalam feses sapi pada penelitian ini masing-masing adalah 97,6; 92,8 dan 58,9% dari total sampel yang diperiksa menunjukkan positif F. gigantica. Hasil ini sedikit berbeda dengan hasil yang dilaporkan oleh SANCHEZ-ANDRADE et al. (2000) dalam mendiagnosa infeksi alami F. hepatica pada sapi dengan sandwich ELISA. Sensitifitas dan spesifisitas dari uji tersebut masing-masing adalah 94,4 dan 100%, serta 37,3% dari total sampel yang diperiksa menunjukkan positif F. hepatica. Spesifisitas yang sangat tinggi tersebut kemungkinan disebabkan karena positif palsu yang diperolehnya sangat rendah sehingga menyebabkan uji tersebut sangat spesifik. Demikian pula antara antigen ES dalam feses dengan jumlah cacing yang ditemukan dalam hati sapi menunjukkan adanya korelasi yang positif (44%) (Gambar 1). Di sini terlihat jumlah cacing yang meningkat, kuantitas antigen ES dalam feses juga meningkat yang ditandai dengan tingginya antigen absorben yang terbaca pada cawan ELISA. Hasil ini sesuai dengan hasil yang dilaporkan oleh DUMENIGO et al. (1996) bahwa ada korelasi positif antara jumlah cacing dengan konsentrasi antigen dalam feses pada 100 ekor sapi yang dipotong di RPH. Selanjutnya, ABDEL-RAHMAN et al. (1998) juga melaporkan adanya korelasi yang kuat antara nilai OD pada feses dengan jumlah cacing dalam hati. Tabel 2. Jumlah sapi yang positif (OD > 0,52) dan negatif (OD < 0,52) terhadap cacing F. gigantica Antigen dalam feses Positif cacing F. gigantica Negatif cacing F. gigantica Jumlah OD > 0,52 OD < 0,52 83 2 4 52 87 54 Jumlah 85 56 141 Antigen absorben (OD) 1,5 1,25 1 0,75 0,5 0,25 0 y = 6E-12x 5-5E-09x 4. + 2E-06x 3-0,0003x 2 + 0,0157x + 0,4673 R 2 = 0,4384 0 50 100 150 200 250 300 350 Jumlah cacing Gambar 1. Korelasi antara jumlah cacing dengan antigen absorben 232

JITV Vol. 11 No. 3 Th. 2006 0,9 Absorbent (OD) 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 50 25 12,5 6,25 3,12 1,56 0,78 0,39 0,2 0,09 0,05 0,02 0,01 Gambar 2. Deteksi antigen dalam supernatan feses sapi negatif F. gigantica dengan dan tanpa penambahan antigen ES F. gigantica Uji capture-elisa bisa untuk mendeteksi kuantitas antigen yang terdapat dalam feses. Pada penelitian ini antigen ES F. gigantica hanya terdeteksi 50 ng/ml dalam supernatan feses dan hasil ini lebih rendah dari yang dilaporkan oleh ESPINO dan FINLAY (1994) yaitu 15 ng/ml antigen dalam feses manusia dan ABDEL- RAHMAN et al. (1998) yang mampu mendeteksi 300 pg coproantigen/ml dalam supernatan feses sapi. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena antibodi capture yang digunakan berbeda. Pada penelitian ini antibodi poliklonal dipakai untuk capture, sedangkan kedua penulis tersebut menggunakan antibodi monoklonal untuk capture. Dalam mendiagnosa fasciolosis diperlukan suatu uji yang mempunyai sensitifitas dan spesifisitas tinggi, di samping itu diperlukan juga kecepatan waktu untuk mendiagnosa. Diagnosa fasciolosis dengan uji capture- ELISA dalam penelitian ini mempunyai sensitifitas dan spesifisitas tinggi dibandingkan dengan uji sebelumnya dengan antibodi-elisa atau identifikasi telur cacing dalam feses. ESTUNINGSIH et al. (2004a) melaporkan bahwa diagnosa F. gigantica dengan uji antibodi- ELISA mempunyai sensitifitas 91% dan spesifisitasnya 88%, sedangkan identifikasi telur cacing dalam feses sensitifitas dan spesifisitasnya masing-masing adalah 87 dan 100%. Meskipun spesifisitas dari identifikasi telur cacing 100% tetapi sensitifitasnya rendah dan metode ini hanya bisa untuk mendeteksi infeksi paten. Uji capture-elisa untuk deteksi antigen dalam feses mempunyai beberapa keunggulan, disamping mempunyai sensitifitas dan spesifisitas tinggi, uji tersebut juga bisa untuk mendeteksi adanya infeksi aktif F. gigantica baik pada sapi maupun domba (ESTUNINGSIH et al., 2004b), sehingga pengobatan bisa difokuskan hanya terhadap hewan yang terinfeksi saja. Selain itu, untuk pengambilan sampel feses pada hewan di lapang akan lebih mudah dilakukan dibandingkan pengambilan darah/serum yang memerlukan keahlian. KESIMPULAN Dari hasil yang telah diuraikan di atas bisa diambil kesimpulan bahwa uji capture-elisa dengan antibodi poliklonal untuk deteksi antigen ES F. gigantica dalam feses mempunyai sensitifitas 97,6% dan spesifisitas 92,8%. Disamping itu uji tersebut juga mampu mendeteksi 50 ng/ml antigen ES F. gigantica dalam feses. Diagnosa fasciolosis dengan uji capture-elisa dengan antibodi poliklonal untuk deteksi antigen dalam feses merupakan diagnosa yang lebih tepat, akurat dan mudah dilakukan, sehingga diharapkan bisa diterapkan di lapangan. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Department for International Development yang telah memberi dana untuk penelitian ini, dan kepada Drh. Adin Priadi yang telah membantu dalam pembuatan konjugat. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Drs. Gatot Adiwinata, saudara Suharyanta dan Sudrajat yang telah membantu dalam pengambilan sampel. DAFTAR PUSTAKA ABDEL-RAHMAN, S.M., K. O REILLY and J.B. MALONE. 1998. Evaluation of a diagnostic monoclonal antibody-based capture enzyme-linked immunosorbent assay for detection of a 26- to 28-kd Fasciola hepatica coproantigen in cattle. Am. J. Vet. Res. 59: 533-537. 233

ESTUNINGSIH: Diagnosa Infeksi Fasciola gigantica pada sapi dengan uji capture-elisa untuk deteksi antigen dalam feses ALMAZAN, C., G. AVILA, H. QUIROZ, F. IBARRA and P. OCHOA. 2001. Effect of parasite burden on the detection of Fasciola hepatica antigens in sera and feces of experimentally infected sheep. Vet. Parasitol. 97: 101-112. CASTRO, J., B. DUMENIGO and A. ESPINO. 1994. Deteccion de coproantigenos para evaluar infeccion activa poor Fasciola hepatica en ganado bovino. Parasitol. al Dia. 18: 33-38. DUMENIGO, B.E., A.M. ESPINO and C.M. FINLAY. 1996. Detection of Fasciola hepatica antigen in cattle faeces by a monoclonal-based sandwich immunoassay. Res. Vet. Sci. 60: 278-279. ESPINO, A.M., R. MARCET and C.M. FINLAY. 1990. Detection of circulating excretory-secretory antigens in human fasciolosis by sandwich enzyme-linked immunosorbent assay. J. Clin. Microbiol. 28: 2637-2640. ESPINO, A.M. and C.M. FINLAY. 1994. Sandwich enzymelinked immunosorbent assay for detection of excretorysecretory antigens in humans with fasciolosis. J. Clin. Microbiol. 32: 190-193. ESTUNINGSIH, S.E., S. WIDJAJANTI dan G. ADIWINATA. 2004a. Perbandingan antara Uji ELISA-Antibodi dan pemeriksaan telur cacing untuk mendeteksi infeksi Fasciola gigantica pada Sapi. JITV 9: 55-60. ESTUNINGSIH, S.E., S. WIDJAJANTI, G. ADIWINATA and D. PIEDRAFITA. 2004b. Detection of coproantigens by sandwich ELISA in sheep experimentally infected with Fasciola gigantica. Trop. Biomed. Supplement: 51-56. HILLYER, G.V., J. SOLER DE GALANES, J. RODRIGUEZ, J. BJORLAND, M. SILVA DE LAGRAVA, S.R GUZMAN and R.T. BRYAN. 1992. Use of the falcon assay screening test- enzyme-linked immunosorbent assay (FAST- ELISA) and the enzyme-linked immunoelectrotransfer blot (EITB) to determine the prevalence of human fasciolosis in the Bolivian Altiplano. Am. J. Trop. Med. Hyg. 46: 603-609. HILLYER, G.V. 1993. Serological diagnosis of Fasciola hepatica. Parasitol. al Dia. 17: 130-136. LOWRY, O.H., N.J. ROSERBROUGH, A.L. FARR and R.J. RANDALL. 1951. Protein measurement with the Folin phenol reagent. J. Biol. Chem. 193: 265-275. SANCHEZ-ANDRADE, R., A. PAZ-SILVA, J. SUAREZ, R. PANADERO, P. DIEZ-BANOS and P. MORRONDO. 2000. Use of a sandwich-enzyme-linked immunosorbent assay (SEA) for the diagnosis of natural Fasciola hepatica infection in cattle from Galicia (NW Spain). Vet. Par. 93: 39-46. WILSON, M.B. and P.K. NAKANE. 1978. Recent developments in the periodate method of conjugating horseradish peroxidase (HRPO) to antibodies. In: Immunofluoresence and Related Staining Techniques. Elsevier. KNAPP, W., K. HOLUBAR and G. WICKS (Eds.). Amsterdam. pp. 215-224. 234