BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Komposit terus mengalami peningkatan kualitas dengan adanya bahan filler yang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adhesif atau bonding sistem (Puspitasari, 2014). Sistem mekanik yang baik

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

BAB 2 BAHAN ADHESIF. Kata adhesi berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti menyatukan

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki warna yang hampir mirip dengan warna gigi asli dan kekuatan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. 27 Dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan bahan adhesif telah menyebabkan restorasi resin komposit lebih dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. yang paling sering digunakan dibidang kedokteran gigi restoratif. Selain segi

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. Resin

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah servikal gigi sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

ETSA & B ndinģ AgЁņT

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal warna dan daya tahan terhadap

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. digunakan dikedokteran gigi. Bahan restorasi ini diminati masyarakat karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer

PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi mengembangkan berbagai jenis material restorasi sewarna gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencegah, mengubah dan memperbaiki ketidakteraturan letak gigi dan

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 2 RESIN KOMPOSIT SEBAGAI BAHAN TAMBALAN. seperti bubuk quartz untuk membentuk struktur komposit.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tumpatan warna gigi yang lain (Winanto,1997). Istilah resin komposit dapat

BAB 2 RESIN KOMPOSIT. yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk area yang memiliki daerah tekan yang lebih besar (Powers dan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem stomatognasi dalam kedokteran gigi merupakan ilmu yang di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil studi morbiditas SKRT-Surkesnas menunjukkan penyakit gigi menduduki urutan pertama (60% penduduk)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Simple Random Sampling. itu direndam dalam larutan fisiologis. Silinder dengan diameter 4 mm dan tinggi 4 mm

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. terhadap restorasi estetik semakin banyak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

BAB I PENDAHULUAN. Abrasi merupakan suatu lesi servikal pada gigi dan keadaan ausnya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masalah estetik namun juga melibatkan fungsi dari gigi yang akan direstorasi

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting dalam proses reparasi gigi baik pada perawatan endodontik maupun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan

BAB 1 PENDAHULUAN. layer. 4 Smear layer menutupi seluruh permukaan saluran akar yang telah dipreparasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. restorasi general (Heymaan et al, 2011). depan karena faktor intrinsik (Heymaan et al, 2011).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Restorasi dapat dibedakan menjadi restorasi direk dan indirek. Restorasi direk

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang sakit agar dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karies dini, tersedia dalam bentuk bahan resin maupun glass ionomer cement dan

3 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fungsional gigi dapat menyebabkan migrasi (tipping, rotasi, dan ekstrusi),

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Lama Pengaplikasian Bahan Bonding

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. utama yaitu preparasi biomekanis saluran akar atau pembersihan dan

BAB 2 BAHAN RESTORASI RESIN KOMPOSIT

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena selain dapat menghasilkan senyum yang indah juga sangat membantu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggantikan gigi hilang. Restorasi ini dapat menggantikan satu atau lebih gigi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik restorasi indirek maupun pasak. Dibandingkan semen konvensional, semen

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melindungi jaringan periodontal dan fungsi estetik. Gigi yang mengalami karies,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan perawatan saluran akar mencakup Triad Endodontik yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi. Resin komposit banyak digunakan sebagaibahan restorasi pada gigi anterior

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. restorasi resin komposit tersebut. Material pengisi resin komposit dengan ukuran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memuaskan. Meningkatnya penggunaan resin komposit untuk restorasi gigi

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposit Saat ini restorasi resin komposit telah banyak digunakan untuk memperbaiki kerusakan gigi yang disebabkan karies ataupun faktor lain. Pemilihan resin komposit dikarenakan kecocokan warna yang lebih tepat, modifikasi bentuk lebih mudah, dan pengambilan jaringan gigi yang lebih sedikit. Komposit terus mengalami peningkatan kualitas dengan adanya bahan filler yang makin tahan tekanan, bahan bonding yang semakin baik, metode penyinaran yang makin maju, dan meningkatnya teknik-teknik yang memungkinkan pengendalian daerah kerja, Walaupun sifat bahan resin komposit telah meningkat, tetapi ada faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatannya antara lain gaya tarik, gaya gesek, perubahan warna, pengerutan bahan, dan kebocoran mikro yang akan mempengaruhi daya tahan restorasi (Edwin et al, 2011). Perlekatan komposit pada dentin gigi merupakan hal yang kompleks. Dentin merupakan jaringan yang selalu basah karena adanya cairan pada tubuli dentin sehingga komposit yang bersifat hidrofobik tidak dapat melekat pada dentin, oleh sebab itu dibutuhkan suatu bahan bonding untuk merekatkan dentin dan komposit (Anusavice, 2004).

2.1.1 Komposisi dan struktur Komposisi resin komposit terdiri dari empat komponen yaitu 1. Matriks resin, yang merupakan bahan dasar, sebagai bahan pengisi anorganik (Hatrick, 2003). Matriks komposit terdiri dari BIS-GMA, urethane dimetakrilat (UEDMA), dan trietilen glikol dimetakrilat (TEGDMA). BIS-GMA adalah bahan dasar resin komposit dari kombinasi cairan bubuk poly (methyl methacrylate) yang dikeraskan melalui reaksi kimia. Matriks ini lebih banyak tersusun dari hasil reaksi bahan epoxide yang disebut Glycidyl Methacrilate dengan campuran bahan organik yaitu Bisphenol yang bersama-sama membentuk ikatan polimer yang dikenal dengan BIS-GMA atau resin Bowen (Anusavice, 2004). Partikel pengisi (filler), komposit berisi bahan pengisi yang terdiri atas kristal hidroxy-apatite. Penambahan bahan pengisi ini meningkatkan kekuatan resin dan daya ikat antara partikel matriks. Filler yang biasa digunakan dalam resin komposit adalah partikel anorganik seperti quartz, silica, kaca barium, stronsium atau zinc (Hatrick, 2003). Jenis resin komposit berdasarkan ukuran partikel pengisinya adalah resin komposit macrofill, resin komposit microfill, resin komposit Hybrid. Pertama, Komposit macrofill menonjolkan kekuatannya, yang kedua resin komposit microfill lebih menunjukkan estetikanya. Ketiga, jenis komposit hybrid dikembangkan dengan menggabungkan kelebihan yang ditawarkan resin komposit macrofill dan microfill (Baum et al, 1997). Oleh karena itu saat ini banyak digunakan komposit jenis

hybrid, termasuk pada penelitian ini digunakan komposit jenis tersebut. 2. Coupling Agent, merupakan bahan pengikat yang digunakan untuk menghasilkan ikatan yang lebih kuat diantara filler dengan matriks resin. Coupling agent yang sering digunakan adalah silane yang reaksinya dapat menyebabkan filler dan matriks resin beradesi (membentuk suatu perlekatan) (Hatrick, 2003). 3. Pigmen, pigmen anorganik ditambahkan dengan takaran yang berbeda untuk mendapatkan variasi warna yang paling mendekati warna dasar gigi (Hatrick, 2003). Reaksi Polimerisasi matriks komposit resin diinisiasi radikal bebas oleh katalis diketon dan aselelator alifatik amin. Reaksi polimerisasi termasuk tipe adisi polimerisasi radikal bebas. Sumber sinar yang digunakan adalah LEDs (light-emitting diodes) dengan range spectrum 440-480mm, QTH (Quartz- Tungsten-Halogen) dengan range spectrum 400-500nm, PAC (Plasma arc curing) dan laser argon yang mempunyai intensitas tertinggi dengan spketrum 490nm (Anusavice, 2004). 2.2 Bonding Bonding adalah suatu proses yang dibutuhkan untuk melekatkan jaringan keras gigi dengan bahan restorasi komposit. Bonding terdiri dari tiga komponen utama yakni etsa, primer, dan adesif, ketiganya dikombinasikan untuk menghasilkan suatu perlekatan (Craig, 2002). Perlekatan bonding terdiri dari perlekatan mekanik dan kimia. Bonding dapat diaplikasikan pada enamel dan

dentin, namun banyak masalah tentang perlekatan bonding pada dentin (Reisbick, 1982). 2.2.1 Bonding dentin Bonding dentin dapat diperoleh dengan membentuk ikatan kimia antara resin dengan komponen organik maupun anorganik dari dentin. Molekul ini dapat digambarkan dengan bentuk molekul M-R-X, dimana M adalah gugus Metakrilat, R adalah rantai hidrokarbon dan X adalah gugus fungsional yang berfungsi untuk membentuk perlekatan terhadap jaringan gigi. Gugus fosfat X membentuk ikatan terhadap kalsium selama pelapisan dentin dengan bahan primer. Jadi selama polimerisasi, gugus metakrilat molekul M-R-X akan bereaksi dengan bahan komposit dan membentuk ikatan kimia antara komposit dengan dentin (Anusavice, 2004). Saat ini bahan bonding yang digunakan adalah glutaraldehid, suatu senyawa yang diketahui memiliki ikatan terhadap kolagen. Adanya perlekatan molekul seperti HEMA dengan kolagen yang berikatan dengan glutaraldehid dan menggunakan gugus metakrilat dari HEMA untuk berikatan terhadap komposit selama polimerisasi, sehingga ikatan kimia dapat dibentuk antara kolagen dan komposit. HEMA merupakan komponen hidrofilik yang dapat dengan mudah berinfiltrasi pada anyaman kolagen yang dihasilkan dari pengulasan dentin menggunakan cairan asam yang disebut conditioner (Anusavice, 2004).

A. B. C. D. E. Gambar 2.1 gambaran teoritis ikatan kolagen terhadap komposit melalui perlekatan hidroksietil metakrilat (HEMA) dengan kolagen glutaraldehid dan menggunakan gugus metakrilat dari HEMA untuk berikatan dengan komposit (Anusavice, 2004) A. Aldehid yang mendekati gugus amino terdapat sepanjang molekul kolagen. B. Suatu ikatan hydrogen terbentuk antara hydrogen dari gugus amino dan oksigen dari gugus karboksil dari aldehid. C. Nitrogen dari gugus amino mulai berinteraksi dengan karbon dari gugus karbonil dari aldehid. Pada saat yang sama, ikatan kovalen terbentuk antara nitrogen dari kolagen dan karbon dari aldehid. D. Gugus OH dari HEMA mendekati gugus amino bereaksi dengan gugus aldehid. E. Suatu reaksi kondensasi terjadi antara rantai kolagen dan molekul HEMA menyebabkan dilepaskannya molekul air. Selama reaksi ini, molekul HEMA yang tetap ada menjadi berikatan kovalen dengan kolagen. 2.2.2 HEMA sebagai bahan dasar Dentin Bonding HEMA (2-hidroksietil metakrilat) ditambahkan ke sistem perekat untuk memfasilitasi penetrasi komponen hidrofobik ke dalam keadaan dentin. Keuntungan dari monomer ini adalah memberikan kestabilan polimer polietilena yang difasilitasi oleh dua gugus polimerisasi. HEMA merupakan monomer

hidrofilik yang ada pada sistem adesi, karena molekulnya berat, HEMA merupakan pelarut, meminimalkan fase pemisahan dan meningkatkan kelarutan komponen hidrofobik dan hidrofilik (Felizardo et al, 2011). HEMA mudah berpenetrasi ke dalam rongga mikro antar fibril kolagen. Kemudian asam polialkenoat mengalami kopolimerisasi dengan HEMA menjadi hidrogel yang elastik dan ini mempunyai kemampuan cukup tinggi untuk melekat secara mekanis pada fibril kolagen (Adioro, 2006). 2.2.3 Total etch Sistem bonding total etch terdiri dari 2 generasi yakni generasi keempat dan kelima. Generasi keempat proses etsa, primer, dan adesif dilakukan secara terpisah, sedangkan sistem bonding total etch generasi kelima menggabungkan primer dan adesif ke dalam satu larutan dengan proses etsa asam yang terpisah yang akan melarutkan seluruh smear layer dan kristal hidroxy-apatite dan dilakukan pencucian untuk menghilangkan smear layer dan garam-garam setelah proses pengetsaan. Sistem total etch menggunakan asam fosfat 30-40% untuk melarutkan seluruh smear layer. Selain itu melarutkan kristal hidroxy-apatite dan sebagian kolagen yang terdenaturasi 2µm serta dekalsifikasi intertubular dentin dengan kedalaman 1-5 mikrometer, karena tubulus dentin dan sabut kolagen terbuka maka akan membuat lebih banyak infiltrasi resin bonding kedalam rongga nanomikro diantara anyaman kolagen dentin sehingga terjadi ikatan mekanik dan kimia bonding dengan gugus amino dentin juga meningkat (Christensen, 2006). Sistem total etch menghasilkan mechanical interlocking dengan dentin yang dietsa dan formasi hybrid layer. Hybrid layer adalah suatu lapisan yang mengandung adesif resin pada dentin yang telah terdemineralisasi dan berfungsi

sebagai perlekatan micromechanic pada dentin sehingga menunjukkan nilai kekuatan bonding yang cukup tinggi (Perdiago & Lopez, 2001). 2.2.4 Self etch Sistem bonding self etch adalah kombinasi bahan etsa, primer dan adesif menjadi satu langkah. Saat ini self etch banyak digunakan karena penggunaannya yang praktis dan ekonomis. Pada sistem self etch terjadi demineralisasi dan penetrasi bahan primer serta adesif pada dentin berlangsung simultan.( Kugel, 2000). Sistem ini tidak dilakukan pencucian yang mengganggu stabilitas fibril kolagen serta menjadikan pembasahannya tidak berlebih selain itu tidak diperlukan pengeringan sehingga kolagen tidak kolaps, hal ini yang membuat infiltrasi adesi ke dalam dentin dapat terjadi (Adioro, 2006), namun menurut Felizardo, (2011) menyatakan perlekatan resin ini pada dentin untuk jangka panjang masih diragukan, karena tidak ada pencucian, sehingga garam-garam yang terbentuk belum terbuang, dan adanya kandungan HEMA yang terkandung akan menyerap air sehingga akan menurunkan kekuatan perlekatan adesi. Sistem self-etch tidak menghilangkan smear layer tapi menginfiltrasinya sehingga tubuli dentin tidak langsung terbuka namun bahan bonding masih bisa berpenetrasi sehingga didapatkan kekuatan perlekatan yang cukup (Powers & Wataha, 2008). Sistem self etch memodifikasi smear layer yakni dengan cara membentuk hybrid layer yang terdiri dari sebagian smear layer pada permukaan dentin, intertubular dan hybridized smear plug dalam tubuli dentin. Self etch, primer akan bergabung dengan smear plug. Smear plug merupakan bagian dari smear layer yang menutupi tubuli dentin. Saat bergabung dengan smear plug, primer self etch mempersiapkan jalan untuk penetrasi cairan kedalam

micromechanical pada smear plug. Kemudian Adesif resin berpenetrasi kedalam micromechanical tersebut membentuk suatu retensi mikromekanik (Strassler, 2004). 2.3 Dentin Jaringan keras gigi terdiri dari enamel, dentin, dan sementum. Dentin merupakan bagian terbesar dari jaringan keras gigi. Bagian luar dentin ditutupi oleh enamel pada mahkota dan sementum pada akar. Bagian dalam dentin membentuk dinding rongga pulpa, Dentin dibentuk oleh sel-sel odontoblast (Roberson et al, 2001). 2.3.1 Struktur Dentin merupakan jaringan hidup yang mengelilingi pulpa mengandung sel odontoblast yang terkalsifikasi membentuk matriks dentin. Badan sel odontoblast tersusun di sepanjang permukaan pulpa dari tonjolan sitoplasma (Tome fibers) berada dalam tubulus dentin yang merupakan kanal mikroskopik pada dentin (Roberson et al, 2001).

Gambar 2.2 Tomes fibers, daerah tubulus yang berasal dari dalam dentin (Roberson, 2001.). Jumlah tubuli dentin yakni kurang lebih 30.000 tiap mm2 dan berdiameter 0,5-1,5µm, masing-masing tubuli mengandung serat kolagen tersusun dalam suatu jaringan yang membentuk matriks yang berisi Kristal hidroxy-apatite. Tubuli dentin terdiri dari dua macam yaitu peritubuli dentin dan intertubuli. Peritubuli dentin adalah struktur yang melapisi dentin, sedangkan intertubuli merupakan bagian dari dentin yang terletak di antara peritubuli dentin (Anusavice, 2004). Dentin berfungsi melindungi pulpa dari gangguan termal dan menghalangi penetrasi bahan yang berbahaya, karena tubuli dentin berisi serat dentin yang menyalurkan rasa nyeri ke pulpa, apabila dentin tidak terlindungi oleh enamel, maka serat dentin akan memindahkan nyeri ke dalam pulpa. Selain itu dentin merupakan struktur yang dinamis dengan perubahan cairan yang terus menerus pada strukturnya melalui prinsip hukum kapiler (Anusavice, 2004).

2.3.2 Komposisi Dentin bersifat heterogen dan terdiri atas 50% bahan anorganik hidroxyapatite, 30% bahan organik (khususnya kolagen tipe 1), dan 20% cairan (Anusavice, 2004). Bahan anorganik dentin berupa hidroxy-apatite dengan rumus kimia Ca 10 (PO4) 6 (OH) 2. Bahan organik dari dentin terdiri dari serat kolagen, yang paling dominan adalah kolagen tipe 1 sedangkan tipe V dalam jumlah sedikit. Bahan organik lainnya selain kolagen adalah phosphoprotein, g- carboxyglutamate-n-containing protein, acidic glycoprotein, growth factor, dan lipid (Cohen & Burns, 2002). 2.3 Etsa Asam Suatu tindakan pengulasan bahan asam pada permukaan dentin biasanya dikenal juga sebagai pengetsaan. Etsa asam ini digunakan untuk melarutkan smear layer setelah dilakukan preparasi, dan hidroxy-apatite, namun hal ini dapat menyebabkan masuknya bakteri dan cairan tubulus dentin akan keluar kepermukaan sehingga menggangu proses adesi. Sampai sekarang terjadi pertentangan para peneliti, beberapa menyebutkan agar lapisan smear layer harus ditinggalkan tetapi dalam bentuk yang termodifikasi, sementara peneliti lain mengatakan bahwa lapisan tersebut harus dibuang untuk mengoptimalkan perlekatan bahan restorasi (Anusavice, 2004). Menurut Nakabayashi,(1994) dikemukakan bahwa larutan etsa asam dapat melarutkan hidroxy-apatite dentin sehingga jaringan fibril kolagen akan terbuka dan kolagen ini akan berikatan dengan resin dentin bonding (HEMA) yang diaplikasikan di atas dentin tersebut.

Penelitian secara in vivo, ethylene diamine tetra acetic acid (EDTA) ditemukan efektif untuk etsa asam untuk menghilangkan smear layer. Peningkatan penghilangan smear layer dapat juga menggunakan asam sitrat, poliakrilik, laktik, dan asam fosporit (Summit et al, 2006). Gambar 2.3 Permukaan dentin yang dietsa menghilangkan smear layer dan hidroksiapatit pada permukaan sekitar 2µm (Craig, 2002) 2.5 Smear layer Smear layer merupakan lapisan yang melapisi permukaan dentin, dan menghalangi kontak langsung resin bonding dengan dentin. Smear layer terdiri dari debris hasil preparasi jaringan keras gigi, bakteri, minyak dari high atau low speed handpieces. Ketebalannya bervariasi sekitar 5µm tergantung dari tipe instrument yang digunakan (Yaseen & Subba, 2009). Konsistensi smear layer sangat halus sehingga dapat menyumbat tubulus dentin. Bila smear layer dibersihkan maka sumbatan pada tubulus dentin akan hilang dan bahan bonding akan dapat masuk dan berikatan dengan kolagen dentin. Banyak bahan yang dapat digunakan untuk melarutkan smear layer mulai dari asam, chelating agents seperti EDTA, sodium hipoklorit dan enzim proteolitik.

Asam yang sering digunakan adalah asam fosfat 30-40% yang diaplikasikan selama 15 detik (Akpata, 2000). Gambar 2.4 smear layer pada dentin (craig, 2002) A. Scanning electron photomicrograph pada kavitas yang telah dipreparasi menunjukkan smear layer dengan beberapa debris pada permukaannya. B. High-magnification scanning electron microscopic (SEM) menunjukkan smear layer pada permukaan yang sama tampak smear layer dan debris. C. Cross-sectional menunjukkan smear layer dengan ketebalan 1-2µm dengan smear plug tampak pada dentin yang terbuka. Tebal lapisan smear layer ini antara 0.5 0.6 µm dan harus dibuang terlebih dahulu supaya bahan resin bonding dapat mengikat fibril kolagen untuk membentuk lapisan dentin hybrid (Tay & Pashley, 2001). Sampai saat ini pembersihan smear layer masih menjadi perdebatan. Beberapa mengatakan perlekatan komposit pada dentin yang optimal tidak harus membuang seluruh lapisan smear layer yang disebut bonding self etch namun pendapat lain mengatakan perlekatan resin dengan dentin yang optimal harus membuang seluruh lapisan smear layer yang disebut bonding total etch (Kugel, 2000).

2.6 Adesi Menurut Craig, (2002) daya adesi maksimal dapat diperoleh apabila dalam kondisi permukaan substrat bersih sehingga bahan adesif dapat membasahi dan menyebar ke seluruh permukaan dengan sempurna. Adaptasi bahan adesif terhadap substrat harus sempurna tanpa ada udara atau bahan lain yang terjebak diantaranya, Adanya kekuatan kimia dan mekanik untuk menahan tekanan intraoral, dan bahan adesif setting dengan sempurna. 2.5.1 Sifat-sifat mekanis adesi Perlekatan yang kuat antara satu zat dengan yang lain dapat juga terjadi melalui ikatan mekanis atau retensi, bukan oleh gaya tarik-menarik molekul. Ikatan mekanis melibatkan mekanisme seperti penetrasi bahan adesif kedalam porositas pada permukaan suatu zat. Pada pengerasan besarnya rembesan bahan adesif yang tertanam pada permukaan adheren memberikan retensi pada substrat. Contoh ikatan mekanis yang dapat diterima akhir-akhir ini adalah bahan restorasi resin. Resin ini tidak mempunyai kemampuan berikatan langsung dengan struktur gigi, kebocoran di pinggir restorasi merupakan masalah besar. Pola kebocoran semacam ini dapat menyebabkan perubahan warna pada tepi tambalan, karies sekunder, dan iritasi terhadap pulpa (Anusavice, 2004).

2.5.2 Adesi pada struktur gigi Prinsip adesi pada struktur gigi ialah proses penggantian bahan anorganik gigi digantikan dengan resin. Proses ini terjadi dalam dua tahap. Fase pertama ini membuat mikroporositas pada permukaan enamel atau dentin, selanjutnya fase hibridisasi melibatkan infiltrasi dan substitusi polimerisasi resin kedalam permukaan mikroposositas yang telah dibentuk. Hasilnya terjadi mechanical interlocking yang merupakan dasar mekanisme difusi. Micromechanical interlocking merupakan syarat untuk mencapai perlekatan bonding yang baik secara klinis (Summit et al, 2006). Pada bidang kedokteran gigi, perlekatan resin pada struktur gigi adalah hasil dari keempat mekanisme yakni Mekanik melalui penetrasi resin dan formasi resin tags pada permukaan gigi, Adsorption melalui ikatan kimia pada komponen anorganik hidroxy-apatite atau komponen organik (tipe kolagen1) pada struktur gigi, Difusi melalui substansi yang terdapat pada permukaan gigi sehingga monomer resin dapat berikatan secara mekanik atau kimia. Kombinasi dari ketiga mekanisme yang tersebut diatas (Roberson et al, 2001). Menurut Anusavice, (2004) dijelaskan bahwa proses perlekatan bahan restorasi pada struktur gigi merupakan hal yang kompleks. Termasuk resin bonding HEMA. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kegagalan perlekatan resin ini pada permukaan gigi, diantaranya gigi yang pernah diaplikasi dengan larutan fluor, hal Ini dapat mengurangi sifat pembasahan bahan resin, adanya smear layer di permukaan gigi, lapisan ini merupakan debris yang tertinggal pada saat preparasi kavitas atau pemotongan gigi untuk persiapan sampel, komposisi gigi yang tidak homogen. Komponen bahan organik dan anorganik sangat berbeda

di bagian enamel atau dentin. Suatu restorasi yang dapat melekat di bagian organik belum tentu dapat melekat pada bagian anorganik. Demikian sebaliknya, kontaminasi permukaan gigi dengan saliva atau darah. Menurut Adioro, (2006) dentin merupakan jaringan yang selalu basah karena adanya tubuli dentin. Resin komposit tidak dapat melekat pada dentin karena sifatnya yang hidrofobik, sedangkan HEMA karena bersifat hidrofilik, dapat melekat di jaringan dentin. Walaupun jumlah air dalam dentin merupakan pertimbangan tersendiri. Terlalu banyak kandungan air akan mengganggu perlekatan HEMA pada dentin. 2.7 Kekuatan Geser Kekuatan geser adalah kekuatan maksimum yang dapat diterima suatu material sebelum terpisah (Craig, 2002). Kekuatan geser dapat dihitung dengan rumus : (Craig, 2002). τ = F A Keterangan : τ = kekuatan geser (shear strength), satuan : N/mm 2 F = gaya yang diterima (force), satuan : N A = luas permukaan yang menerima gaya (area), satuan mm 2

2.8 Gigi Sapi (Bovine) Pada penelitian ini digunakan gigi sapi bovine sebagai sampel percobaan. Gigi yang digunakan adalah gigi insisivus daerah dentin. Daerah dentin dapat dicapai dengan pemotongan enamel sekitar 2mm, dan terlihat warna dentin yang lebih kekuningan dibandingkan daerah enamel (Wegehaupt et al, 2010). Penggunaan gigi manusia dalam laboratorium penelitian telah diminimalkan karena keterbatasan etika, kesulitan dalam memperoleh ukuran sampel yang sesuai dan ketidakmungkinan standardisasi. Dilakukan berbagai penelitian untuk menemukan substitusi dari gigi manusia, dengan spesies lain yang mempunyai lapisan gigi yang sama dengan manusia secara morfohistologi. Didapatkan beberapa hewan yang dapat dipakai diantaranya bovine dan swine. Disebutkan tidak ditemukan perbedaan pada test antara lapisan gigi manusia dan bovine yang dilakukan (Fais, 2010). Pada penelitian Nakamichi, (1983) tentang adesi pada dentin bovine menyatakan bahwa tidak ada perbedaan kekuatan perlekatan yang signifikan pada lapisan dentin antara gigi manusia. Schilke, (2000) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara gigi manusia dan bovine dalam hal jumlah tubulus dentin per mm 2 dan diameter tubulus meskipun densitas tubulus gigi bovine secara signifikan lebih tinggi. Seperti halnya pada gigi manusia, pada sapi muda didapatkan susunan geligi sulung, sedangkan pada sapi dewasa diperoleh susunan geligi permanen. Sapi dipilih yang sehat, berumur sekitar 3 tahun dan tidak dibedakan jenis kelaminnya. Binatang sapi ini diperoleh dari rumah potong hewan Jl. Pegirian Surabaya. Gigi insisivus pada sapi hanya terdapat pada rahang bawah, sedangkan pada rahang atas tidak ada. Pada rahang bawah, gigi bentuk insisivus dan kaninus

tidak dapat dibedakan, karena bentuknya mirip satu sama lain. Gigi premolar pada rahang atas maupun rahang bawah perkembangannya tidak sempurna (Adioro, 2006)