BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan media komunikasi yang semakin pesat,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. anak berkebutuhan khusus sebagai bagian dari masyarakat perlu memahami

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tetapi ada beberapa permasalahan seperti perkembangan seksual,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB V KESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN

BABI PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial secara kodrat mempunyai berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lahir ke dunia akan mengalami pertumbuhan dan. perkembangan. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan akan terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad 21 seperti pada zaman sekarang, terjadi perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengenai kekerasan seksual pada anak (KSA). Kekerasan seksual yang dialami oleh anakanak

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau. sosial dan emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tindak: kekerasan seksual kian marak terjadi di sekitar kita saat ini. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMU e. Perguruan tinggi II. Pertanyaan tentang Pengetahuan 1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan internet?

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

B A B I PENDAHULUAN. Republika tabloid (7 November 2013) membahas pada sebuah media cetak

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BABl PENDAHULUAN. Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan salah satu harapan bangsa demi kemajuan Negara, dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dimana anak-anak akan memasuki usia pra-remaja. Pada usia pra-remaja ini anakanak

BAB I PENDAHULUAN. Menarche merupakan menstruasi pertama yang biasa terjadi pada seorang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan. perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial. Buku-buku Pediatri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN. mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarwono, 2001)

Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Kompetensi Dasar 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tahap remaja melibatkan suatu proses yang menjangkau suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya penampakan karakteristik seks sekunder (Wong, 2009: 817).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa dan merupakan periode kehidupan yang paling banyak terjadi

PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN

BABI PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam suku dan sebagian besar suku yang menghuni kabupaten Merangin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

SEMINAR BAHAYA PORNOGRAFI

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

PELATIHAN BASIC HYPNOPARENTING BAGI AWAM

tersisih ", mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan dalam dua bentuk yang berbeda, baik. secara fisik maupun psikis, yang kemudian diberi sebutan sebagai

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah Kota Gorontalo atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. fisik, biologis, psikologis dan sosial budaya (Sarwono, 2008). dan hormonal yang terjadi selama masa remaja awal.

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN

BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan media komunikasi yang semakin pesat, informasi menjadi cepat tersebar ke seluruh pelosok Indonesia melalui berbagai media. ~yak media massa yang menampilkan hal-hal yang berbau seksual dan pomografi dalam berbagai bentuk. Misalnya iklan-iklan televisi dan spanduk yang terpampang di sudut-sudut jalan raya tidak jarang menampilkan gambar-gambar erotis yang dapat menimbulkan dorongan se~~l. Kondisi ini mungkin berpengaruh pada kehidupan manusia sebagai makhluk seksual. Berbicara mengenai makhluk seksual, individu retardasi mental mengalami perkembangan seksual yang normal. Secara biologis, individu retardasi mental mengalami percepatan fungsi hormonal, kematangan ciri-ciri seks primer dan sekunder seperti menstruasi, membesamya payudara, berubahnya bentuk tubuh, tumbuhnya bulu-bulu halus di daerah kemaluan dan ketiak (Cleland, 1978: 93). Kartono (1989: 49) menyatakan bahwa beberapa individu retardasi mental tipe moron atau debil-instabil memiliki dorongan seksual yang kuat, meskipun tidak memiliki kondisi yang wajar untuk mengadakan hubungan seksual yang normal. Artinya, individu retardasi mental tidak mempertimbangkan dengan siapa individu boleh melakukan hubungan seksual, waktu dan tempat yang tepat untuk berperilaku seksual, cara berperilaku seksual yang aman untuk kesehatan

2 reproduksinya dan yang dapat diterima oleh agama dan norma yang berlaku di masyarakat. Kondisi ini menyebabkan individu tersebut sering melakukan hubungan seksual yang terlarang atau melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar norma susila. Jika mereka dilarang seringkali mereka menjadi tegang, yang kemudian akan memunculkan reaksi-reaksi yang agresif dan nafsu yang merusak. Memasuki usia remaja, individu retardasi mental menunjukkan perkembangan seksual seperti remaja normallainnya, tidak hanya secara fisik tapi juga secara psikologis, yakni ketertarikan pada aktivitas-aktivitas seksual atau aktivitas yang berkaitan dengan lawan jenis. Sebagai contohnya, di SLB C Eka Mandiri guru melaporkan salah satu murid laki-laki mencium ternan perempuan di sekolah dengan alasan melihat perilaku orangtuanya di rumah. Selain itu, dari observasi informal yang dilakukan oleh peneliti sendiri di SLB C Eka Mandiri, seorang siswa kelas 4 SD mengatakan kepada guru dan ternan-ternan di kelas: "Aku biasanya mengerjalwn PR (Pekerjaan Rumah) sambil menontonjilm 'gini' (film porno)" (menunjukkan dengan jarinya suatu simbol seksual). Pada situasi lain, seorang siswa putra SLB C tingkat SMP yang berkumpul saat jam istirahat sekolah menunjukkan kepada siswi SLB C kelas 5 SD lambang seksual dengan jari, siswi tersebut meniru membuat lambang tersebut tanpa mengerti artinya. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa siswi-siswi SLB C mudah terpengaruh (meniru) perilaku-perilaku seksual yang ditunjukkan oleh orang lain dan kurang diimbangi dengan pertimbangan-pertimbangan mengenai konsekuensi yang muncul sebagai akibat dari perilakunya.

3 Perilaku seksual ini tidak hanya dikarenakan dorongan seksual yang kuat tetapi juga akibat kurangnya pengetahuan tentang seksualitas yang benar. Keterbatasan pengetahuan tentang seksualitas ini selain disebabkan karena keterbatasan intelektual individu retardasi mental untuk memaharni masalahmasalah kompleks seperti seksualitas, juga dikarenakan minimnya pendidikan seksualitas yang diberikan oleh orangtua dan sekolah. Drew, Logan & Hardman (1990: 303) mengatakan bahwa sebagian orangtua dari individu retardasi mental beranggapan bahwa anaknya yang berada pada masa pubertas tidak memperhatikan penarnpilan dan perubahan-perubahan yang teljadi pada fisiknya, karena keterbatasan intelektual yang dimilikinya. Anggapan ini menyebabkan individu retardasi mental yang sebenarnya menyadari penarnpilan dirinya dan berusaha mengembangkan minat heteroseksual, tidak mendapat bimbingan yang tepat dari orangtua maupun anggota keluarga yang lain (Drew, Logan & Hardman, 1990: 300). Individu retardasi mental yang ingin menunjukkan afeksi terhadap lawan jenis mungkin kurang trarnpil untuk melakukannya dengan cara-cara yang dapat diterima masyarakat. Sumber pengetahuan seksualitas individu retardasi mental bisa saja dari media massa. Saat ini berbagai media massa menarnpilkan tayangan-tayangan seksual yang bisa disalahartikan oleh individu retardasi mental karena keterbatasan intelektualnya. Banyak individu retardasi mental yang mencoba meniru apa yang dilihat di televisi atau yang didengar dari diskusi dengan ternanternan sebayanya tanpa bisa membedakan antara kenyataan dengaft fantasi (Drew, Logan & Hardman, 1990: 299).

4 Individu retardasi mental dan individu dengan intelegensi normal mempunyai perbedaan dalam menerima informasi dari media massa. Individu dengan intelegensi normal pada dasarnya mampu memilah perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat karena mereka dapat memperoleh pengetahuan yang benar tentang seksualitas dengan membaca buku atau majalah tanpa mengalami kesulitan untuk memahaminya. Mereka dapat juga bertanya pada orang yang lebih kompeten sehingga mereka lebih mengerti norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sementara itu, individu retardasi mental mungkin juga membaca buku yang sama tetapi individu ini tidak dapat memahami pesan yang terkandung di dalamnya karena keterbatasan kapasitas intelektualnya (Drew, Logan & Hardman, 1990: 302). Selain berperilaku seksual, Schor (1987, Issues of sexuality in Down Syndrome, para.6) mengatakan bahwa individu dengan ketidakmampuan mental (mentally disabled) mudah diserang dengan perlakuan seksual yang salah karena beberapa alasan, yaitu: pengisolasian, kemampuan komunikasi yang terbatas dan jumlah kelompok ternan sebayanya yang terbatas. Di samping itu, Schor juga menyatakan bahwa kesendirian yang mungkin dikarenakan orangtua sibuk bekerja dan rasa frustasi yang dialami individu retardasi mental dapat mendorong individu untuk mau menerima berbagai bentuk perhatian dari orang lain baik itu yang bersifat positif seperti kasih sayang, kesabaran menemani individu retardasi mental maupun yang bersifat negatif seperti perhatian yang dapat mengarah pada pelecehan hingga kekerasan seksual. Faktor-faktor lain yang mendorong terjadinya penyalahgunaan seksual meliputi situasi tempat tinggal yang didiami

5 oleh banyak orang dan lingkungan sekitar seperti tetangga Kasus pemerkosaan pada individu yang mengalami retardasi mental banyak dilaporkan di media massa. Misalnya, pemerkosaan terhadap seorang gadis idiot yang dilakukan oleh tetangganya sendiri (Jawa Pos, 10 juli 2002). Selikowitz (1995: 209) mengatakan pentingnya peran orangtua untuk memastikan anaknya mengetahui dan memahami cara-cara yang dapat diterima dan tidak dapat diterima dalam hal bersentuhan. Dengan demikian, orangtua, anggota keluarga dan guru bertanggung jawab untuk menolong individu retardasi mental agar individu tersebut dapat belajar perilaku-perilaku seksual yang dapat diterima di masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan suatu bentuk pendidikan seksual bagi individu retardasi mental yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual mereka. Berdasarkan observasi secara informal tampak bahwa individu retardasi mental di SLB C Eka Mandiri menunjukkan minat heteroseksual dan perilaku seksual yang kurang pada tempatnya karena kondisi keterbatasan intelektual mereka serta kurangnya informasi yang benar mengenai seksualitas. Siswa-siswi SLB C Eka Mandiri mempunyai keingintahuan dan dorongan seksual yang terusmenerus meningkat sejalan dengan usia kronologis mereka yang semakin dewasa sehingga mengakibatkan munculnya berbagai perilaku seksual seperti membuka baju lawan jenis, membiarkan dirinya dicium dan dipeluk oleh lawan jenis. Bahkan pada individu retardasi mental yang usia kronologisnya berada pada tara[ dewasa awal juga berperilaku seksual. Kondisi ini diduga berkaitan dengan kurangnya bimbingan dari pihak sekolah dan orangtua mengenai seksualitas. Oleh

6 karena itu, peneliti merasa perlu untuk melak.ukan penelitian mengenai bentukbentuk perilaku seksual individu putri retardasi mental, perilaku individu putri retardasi mental terhadap lawan jenis, reaksi orangtua dan guru ketika mengentahui perilaku seksual tersebut serta darnpak dari reaksi orangtua dan guru terhadap perilaku seksual individu retardasi mental. 1.2. Batasan Masalah Masalah dalam penelitian ini akan dibatasi sehingga dapat diperoleh pemaparan yang lebih terfokus dalam pembahasannnya. Penelitian ini difokuskan pada perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja putri dan wanita dewasa seperti.membaca buku novel porno, berduaan dengan lawan jenis di tempat tersembunyi, berkhayal, agresi seksual secara verbal dan nonverbal. Untuk menggali pertanyaan-pertanyaan penelitian mengenai perilaku seksual secara lebih mendalam, maka dilakukan penelitian yang bersifat kualitatif, yakni dalam bentuk studi kasus. Subyek dalam penelitian ini adalah siswi-siswi SLB C Eka Mandiri Batu usia remaja awal dan dewasa awal (usia kronologis) 13 dan 26 tahun yang mengalami retardasi mental (Intellectual defective). Jumlah subyek dalam penelitian ini sebanyak dua orang siswi.

7 1.3. Rumusan Masalah Mengacu pada Jatar belakang masalah yang di atas, pennasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: I. Bagaimana bentuk-bentuk penyaluran dorongan seksual individu putri retardasi mental? 2. Bagaimana perilaku seksual individu putri retardasi mental terhadap lawan jenis? 3. Bagaimana reaksi orangtua dan guru ketika mengentahui perilaku seksual individu putri retardasi mental? 4. Apa dampak dari reaksi orangtua dan guru pada perilaku seksual individu putri retardasi mental selanjutnya? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi perilaku seksual individu putri retardasi mental. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk menjawab pennasalahan penelitian dan menggali secara lebih mendalam mengenai perilaku seksual individu putri retardasi mental sehingga diperoleh gambaran yang jelas ten tang: I. bentuk-bentuk penyaluran dorongan seksual pada individu putri retardasi mental 2. perilaku seksual individu putri retardasi mental terhadap lawanjenis 3. reaksi orangtua dan guru ketika mengetahui perilaku seksual individu putri retardasi mental

8 4. dampak dari reaksi orangtua dan guru terhadap perilaku seksual individu putri retardasi mental selanjutnya. l.s. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: l. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi disiplin ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan dan psikologi klinis yang berhubungan dengan perilaku seksual individu putri retardasi mental. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong peneliti-peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut masalah perilaku seksual pada individu putri retardasi mental maupun individu yang memiliki kebutuhan khusus lainnya mengingat penelitian mengenai perilaku seksual pada individu retardasi mental masih minim. 2. Manfaat praktis a. Bagi orangtua individu retardasi mental. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi orangtua mengenai perilaku seksual yang ditunjukkan oleh individu retardasi mental dan dampak dari reaksi orangtua terhadap individu yang bersangkutan. b. Bagi pihak sekolah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai perilaku seksual individu putri sehingga dari masukan tersebut, pihak SLB C Eka

9 Mandiri dapat memberikan bimbingan yang disesuaikan dengan tingkat intelektual individu untuk memahami seksualitasnya dan cara penyaluran yang sehat dan adaptif.