BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB I PENDAHULUAN. antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam ikatan suatu perkawinan.ikatan perkawinan adalah ikatan lahir

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kejadian penting dalam sejarah kehidupan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini.

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Batak Angkola bermukim di daerah Tapanuli Bagian Selatan yang merupakan. Etnis Angkola bekerja sebagai petani dan beragama Islam.

BAB V PENUTUP. yakni menjadi seorang muslim yang tidak menanggalkan identitas sebagai orang Batak Toba. Sebab untuk saat ini dan akan datang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang

BAB I PENDAHULUAN. Dari yang terendah: Mate di Bortian (meninggal dalam kandungan), Mate Posoposo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak dan Batak Mandailing,

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN. proses dalam merencanakan keuangan pribadi untuk dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. hanya akan mendapat hak waris bergerak seperti emas, perhiasan atau

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Suku Batak dari sekian banyak suku yang ada di negeri ini termasuk salah satu suku yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. besar.segala hal yang menyangkut tentang perkawinan haruslah dipersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka terhadap budaya yang dipangkunya karena budaya merupakan landasan filosofi yang mendasari setiap prilaku manusia. Sehingga dengan demikian seringkali manusia secara tidak sadar bersikap tertutup terhadap kemungkinan perubahan dalam nilai-nilai yang selama ini dipangkunya, juga merasa bahwa nilai-nilai yang dimilikinya merupakan yang terbaik dan harus dipertahankan. Didalam kehidupan manusia yang bermasyarakat terdapat dua potensi yang saling bertolak belakang antara satu dengan yang lain, yaitu potensi konflik dan potensi damai (konsensus). Kedua potensi ini bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Potensi konflik dan potensi damai menyatu dalam kehidupan masyarakat yang sewaktu-waktu dapat muncul secara bergantian. Potensi konflik akan muncul lebih kuat apabila manusia terlalu mengutamakan kepentingan individu sehingga terjadi persaingan untuk mencapai tujuan. Sebaliknya potensi damai akan lebih dominan apabila manusia lebih mengutamakan kepentingan kelompok yang dilandasi oleh nilai dan norma sosial yang pada akhirnya akan menciptakan suatu kedamaian Selain sebagai mahluk sosial, manusia juga mahkluk yang berfikir (homo sapiens). Inilah yang kemudian mendorong manusia untuk berusaha mengatasi masalah-masalahnya terutama masalah yang ditimbulkan sebagai akibat atau konsekuensi dari hidup bermasyarakat. Dan karena itu juga manusia disebut 5

sebagai mahkluk yang berbudaya. Kata kebudayaan berasal dari kata sansekerta yaitu Buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata Buddhi yang berarti akal atau budi. banyak sudah pakar Antropologi yang melahirkan defenisi kebudayaan seperti yang dikutip oleh Soekanto dari pendapat E.B. Taylor : Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain-lain kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Soekanto, 1986 ; 111). Kebudayaan mencakup seluruh yang didapat atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dalam lingkup cakupan ilmu sosiologi, menekankan bahwa kebudayaan sebagai alat yang digunakan manusia untuk berkeprilakuan dalam masyarakat, sebab pada dasarnya kebudayaan adalah untuk tujuan yang baik, mengatur tata kehidupan dan penghidupan dan memanipulasi alam. Meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaedah-kaedah dan nilai-nilai kemasyarakatan. Dalam konteks penelitian ini kebudayaan ditekankan pada aspek keluarga dan norma-norma kemasyarakatan dan agama yang dikhususkan pada adatistiadat perkawinan dalam ajaran agama. Dalam hal ini adat-istiadat diperkecil lingkupnya hanya pada adat-istiadat yang berlaku pada pesta perkawinan dan adat-istiadat itu sendiri akan dihubungkan pada ajaran agama. Etnis yang diteliti adalah Etnis Batak Toba, sedangkan kaitannya dengan ajaran agama adalah Kristen Protestan yang dominan dianut oleh Etnis Batak Toba ini. Batak Toba merupakan suatu sub suku yang rawan dengan konflik yang hidup pada pengawasan adat-istiadatnya, terutama pada adat perkawinan. Masyarakat Batak Toba merupakan salah satu sub suku bangsa Batak dan salah satu dari ratusan suku bangsa yang ada di Indonesia. Berdiri dengan satu identitas budaya, berasal dari daerah tertentu, memiliki bahasa, dan adat-istiadat tersendiri. 6

Masyarakat Batak Toba hidup dibawah pengawasan adat-istiadatnya yang berperan mengatur keseluruhan tingkah lakunya. Demikian juga dengan perkawinan sebagai salah satu siklus kehidupan seseorang. Perkawinan dalam kehidupan masyarakat Batak Toba memiliki aturan-aturan adat yang masih sangat kuat walaupun sudah mengalami berbagai perubahan pada saat ini. Perkawinan masyarakat Batak toba yang diatur oleh adat-istiadat akan lebih sah dan resmi (http://sehati.blogsome.com/2008/03/04/pernikahan-adat-batak/#more-286). Perkawinan bagi kebanyakan suku bangsa di Indonesia, khususnya Batak (Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Mandailing)Melayu, Minang, Jawa, Betawi, Sunda, Aceh, dan sebagainya pada zaman dulu dan bahkan sampai dewasa ini dianggap merupakan tingkat kedewasaan bagi masyarakatnya dan bukan ditentukan oleh usianya. Alasan idealnya karena pada saat itu seseorang sudah mandiri dan bertanggung jawab memenuhi nafkah pasangannya serta siap meneruskan generasi dan menafkahi anak-anaknya kelak. Namun pada kenyataannya tidak semuanya berada dalam kondisi seperti ini. Oleh karena itu baik dari pandangan agama dan kultur perkawinan dianggap sebagai sesuatu yang sifatnya sakral dan hanya dapat dilakukan setelah wanita dan pria mengikatkan diri melalui prosesi adat dan ritus keagamaan dalam suatu ikatan perkawinan. Perkawinan berdasarkan undang-undang perkawinan no.1 tahun 1974, perkawinan sendiri diartikan: ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan wujud menyatunya dua sejoli kedalam satu tujuan yang sama. 7

Tujuan perkawinan itu sendiri adalah: 1. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal 2. memenuhi kebutuhan biologis secara sah dan sehat 3. mendapatkan keturunan 4. untuk mendapatkan kaitannya dengan rohani secara nyata (cinta, ketenangan, merasa terlindungi) (http://www.luphkimm.com/perkawinan-disudut-pandang-sosiologi.htm). Berdasarkan tujuan pernikahan yang telah tercantum di atas maka perkawinan orang batak pun mengharapkan hal yang serupa dalam mahligai rumahtangga yang dibentuk yaitu berupa: Hamoraon, Hagabean, Hasanganpon atau istilah 3H. Ketiga kata itu telah menjadi salah satu pijakan orang batak dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Namun perlu diingat bahwa 3H diatas bukanlah falsafah hidup orang Batak yang menjadi falsafahya adalah Dalihan Natolu Somba marhulahula, Elek marboru, Manat mardongantubu,(http://habinsaran.wordpress.com/2007/07/31/hamoraonhasangapon-hagabeon/). Masyarakat Batak Toba yang secara tradisional bermukim di wilayah provinsi Sumatera Utara merupakan masyarakat yang patrilineal, di mana garis keturunan ditelusuri lewat sistem klan yang disebut marga. Keseluruhan marga yang ada saling berhubungan, dan meyakini bahwa mereka berasal dari satu keturunan. Hubungan sosial marga diatur dalam dalihan natolu (harfiah: tiga tungku ), yakni sebuah struktur kemasyarakatan yang dibangun berdasarkan tiga pilar: hula-hula (pihak pemberi istri), boru (pihak penerima istri), dan dongan sabutuha (saudara seibu). Dalam setiap upacara adat kita dapat melihat bagaimana peran serta hubungan relasional dari ketiga pihak 8

tersebut terhadap individu atau keluarga yang mengadakan upacara (suhut) tercermin. Dalam tradisi perkawinan, masyarakat Batak Toba menganut konsep bahwa sebuah ikatan perkawinan merupakan penyatuan dua set dari unsur dalihan na tolu dari dua keluarga luas individu yang akan menikah. Perkawinan pada masyarakat Batak Toba pada hakekatnya adalah sakral, dikatakan sakral karena dalam pemahaman adat Batak bermakna pengorbanan bagi parboru (pihak pengantin perempuan) karena memberikan satu nyawa manusia yang hidup yaitu anak perempuannya kepada orang lain yakni pihak paranak (pihak pengantin pria), yang menjadi besan nantinya sehingga pihak pria juga harus menghargainya dengan mengorbankan atau mempersembahkan satu nyawa juga yakni dengan menyembelih seekor hewan (sapi atau kerbau) yang kemudian menjadi santapan dalam pesta perkawinan (http://sehati.blogsome.com/2008/03/04/pernikahan-adat-batak/#more-). Pelaksanaan adat dalam setiap konteks pesta-pesta dalam masyarakat Batak Toba tidak seluruhnya sesuai dengan ajaran agama Kristen Protestan sebab pada dasarnya adat-istiadat dalam kegiatan apapun itu, awalnya berdasarkan pada ajaran animisme Batak yang belum mengenal Tuhan. Sebagian orang beranggapan bahwa seluruh ajaran dalam adat Batak Toba tidak bertentangan dengan ajaran agama yang mereka anut. Sebenarnya dalam ajaran Kristen, perkawinan tidaklah serumit yang dibayangkan yang paling mendasari ajaran Kristen adalah bahwa perkawinan itu diberkati di Gereja dan jelas-jelas ajaran Kristen menolak terjadinya perkawinan sedarah atau saudara kandung (inces). Dalam ajaran Kristen, pesta perkawinan itu 9

terbatas hanya pada yang dilaksanakan di Gereja berupa pemberkatan, selebihnya yang dilakukan dalam masyarakat Batak adalah pesta adat. 1.2. Perumusan Masalah 1. Apakah yang menjadi latar belakang bagi Pasangan Suami-Istri melakukan perkawinan tanpa adat dari sudut pandang agama Kristen? 2. Bagaimana pandangan dan anggapan dari pasangan pasangan yang telah menikah tanpa adat? 3. Aspek adat yang bagaimanakah yang memunculkan potensi konflik atau pertentangan dengan keimanan kristen? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui faktor apa saja dari agama Kristen yang melatarbelakangi pasangan yang melakukan pernikahan tanpa adat 2. Untuk mengetahui gambaran kehidupan pasangan yang menikah tanpa adat dalam kehidupan sosialisasinya dalam lingkungan keluarga dan masyarakat 3. Untuk mengetahui potensi konflik-konflik apa saja yang terjadi dalam kehidupan pasangan yang menikah tanpa adat dalam sosialisasi kehidupan baik dalam keluarga maupun masyarakat. 10

1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan penjelasan kepada masyarakat umumnya dan mahasiswa khususnya mengenai aspek-aspek adat yang bertentangan dengan keimanan Kristen 2. Membantu untuk lebih mengenal adat-istiadat Batak Toba kepada para pembaca, khususnya kepada kalangan Batak Toba itu sendiri 3. Sebagai salah satu tambahan refrensi studi mengenai sosiologi 1.5 Defenisi Konsep 1. Potensi Konflik merupakan kemampuan dan kemungkinan munculnya perlawanan mental sebagai akibat dari kebutuhan, dorongan, keinginan atau tuntutan yang berlawanan 2. Pernikahan merupakan suatu proses dimana terdapat pertemuan antara laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa untuk bersatu membentuk sebuah rumah tangga dan diikat dengan tali pernikahan itu sendiri 3. Pernikahan dalam pandangan Kristen adalah suatu proses dimana terdapat campur tangan Tuhan dalam mempertemukan seorang lakilaki dengan seorang perempuan dewasa dalam ikatan pernikahan yang suci dan berjanji dihadapan Tuhan untuk setia sehidup semati, dalam suka dan duka, dalam sehat dan sakit tanpa dapat dipisahkan oleh seorangpun kecuali oleh kematian 4. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang telah diciptakan oleh manusia yang mencakup seluruh sendi-sendi hidup dalam kehidupan manusia, dimana semuanya itu diciptakan dalam jangka waktu yang sangat lama 11

5. Adat istiadat merupakan suatu peraturan, pranata, norma, hukum, kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang telah diterima oleh masyarakat yang bersangkutan dan telah dilaksanakan dalam jangka waktu yang panjang, jiga tidak memiliki sanksi yang jelas. 12