1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Pasal 1 ayat (3). Sebagai konsekuensi dari paham negara hukum, maka seluruh sendi kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, bernegara harus berdasarkan pada dan tidak boleh menyimpang pada norma-norma hukum yang berlaku di Indonesia. Immanuel Kant yang mencetuskan konsep Rechtsstaat memandang negara sebagai instrumen perlindungan hak-hak warga negara dari tindakan penguasa. 1 Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Hukum harus dilaksanakan agar kepentingan masyarakat terlindungi, namun dalam pelaksanaannya, hukum dapat berjalan secara normal, tertib, efektif, tetapi dapat juga terjadi pelanggaran hukum. Menurut Sudikno Mertokusumo, dalam penegakan hukum lazimnya terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan (zweckmassigkeit), dan keadilan (gerechtigkeit). 2 Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan, setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Fiat justitia et pereat mundus (meskipun langit ini runtuh hukum harus ditegakkan), itulah yang diinginkan kepastian hukum. 3 Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang- 1 Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, CV.Mandar Maju, Bandung,2011,hlm.2. 2 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Yogyakarta, 1993, hlm.1. 3 Ibid 1
2 wenang. Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum dalam lalu lintas hukum pada umumnya memerlukan alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. Kehidupan masyarakat yang memerlukan kepastian hukum memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat atas pelayanan jasa. Hal ini berdampak pula pada peningkatan di bidang jasa notaris. Notaris dalam menjalankan profesinya memberikan pelayanan kepada masyarakat sepatutnya bersikap sesuai aturan yang berlaku. Pada dasarnya notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya tidaklah semata-mata untuk kepentingan pribadi atau pihak yang membutuhkan jasa notaris, melainkan juga untuk kepentingan masyarakat pada umumnya, sebab produk hukum notaris tidak hanya memperjelas status hak dan kewajiban hukum para pihak, tetapi juga terhadap masyarakat sebagai pihak ketiga. Notaris berperan membantu menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat. 4 Notaris dalam ranah pencegahan terjadinya masalah hukum melalui akta otentik yang dibuatnya sebagai alat bukti yang paling sempurna di pengadilan, apa yang terjadi jika alat bukti yang paling sempurna tersebut kredibilitasnya diragukan. 5 Berdasarkan atas kepentingan-kepentingan itu, dapat dikatakan bahwa notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberikan pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam pembuatan akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang keperdataan. 6 Dalam melaksanakan tugas jabatannya notaris mengemban 4 Reynaldo James Yo Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Proses Peradilan Pidana Berkaitan Dengan Akta Yang Dibuatnya Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, dalam Calyptra:Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, Vol.2.No.2(2013), hlm.2 5 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta, 2008, hlm.7 6 N.G. Yudara. Notaris dan Permasalahannya (Pokok-Pokok Pemikiran Diseputar Kedudukan dan Fungsi Notaris Serta Akta Notaris Menurut Sistem Hukum Indonesia), Makalah
3 amanah yang berasal dari dua sumber yaitu anggota masyarakat yang menjadi klien notaris itu menghendaki agar notaris membuat akta otentik bagi yang berkepentingan itu secara tersirat menurut kalimat penuhilah persyaratan formal untuk keabsahan sebagai akta otentik dan amanah berupa perintah dari undang-undang serta tidak langsung kepada notaris, agar untuk perbuatan hukum tertentu dituangkan dan dinyatakan dengan akta otentik, hal ini mengandung makna bahwa notaris terikat dan berkewajiban untuk mentaati peraturan yang mensyaratkan untuk sahnya sebagai akta otentik. 7 Dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang notaris harus berpegang teguh kepada kode etik jabatan notaris, karena tanpa itu, harkat dan martabat professionalisme akan hilang dan tidak lagi mendapat kepercayaan dari masyarakat. Notaris juga dituntut untuk memiliki nilai moral yang tinggi, karena dengan adanya moral yang tinggi maka notaris tidak akan menyalahgunakan wewenang yang ada padanya, sehingga notaris akan dapat menjaga martabatnya sebagai seorang pejabat umum yang memberikan pelayanan yang sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak merusak citra notaris itu sendiri. Perlindungan hukum terhadap notaris dalam menjalankan tugas dan wewenangnya demi terlaksananya fungsi pelayanan dan tercapainya kepastian hukum dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, telah diatur dan dituangkan dalam undang-undang tersendiri, yaitu Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut UUJN), undang-undang mana telah mengalami perubahan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut UUJNP). Pasal 1 angka 1 UUJNP menentukan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Notaris dikatakan sebagai disampaikan dalam rangka Kongres INI di Jakarta, Majalah Renvoi, Nomor 10.34 III, tanggal 3 Maret 2006, hlm.72 7 Sjaifurrachman, Op.cit. hlm. 20-21
4 pejabat umum karena notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah yang diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu karena ia ikut serta melaksanakan suatu kekuasaan yang bersumber pada kewibawaan dari pemerintah. 8 Meskipun notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, namun notaris tidak dapat disamakan dengan pegawai negeri yang juga diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Perbedaannya adalah notaris diangkat oleh pemerintah tanpa menerima gaji dari pemerintah. Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) berwenang membuat akta otentik. 9 Sehubungan dengan kewenangannya tersebut notaris dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya dalam membuat akta otentik yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau dilakukan secara melawan hukum. Pada saat notaris harus mempertanggungjawabkan mengenai akta yang telah dibuatnya, maka penjelasan mengenai dasar hukum dari muatan isi aktanya harus dapat diberikan oleh notaris tersebut dan notaris menjamin terhadap kebenaran, baik kebenaran formil maupun kebenaran materiilnya. 10 Tanggungjawab adalah kewajiban menanggung atau memikul segalanya yang menjadi tugas, dengan segala dilihat dari pada tindakan yang baik maupun yang buruk. Dalam hal tindakan atau perbuatan yang baik, maka tanggung jawab berarti menjalankan kewajiban atau perbuatan-perbuatan itu dengan baik, dalam hal tindakan atau perbuatan yang buruk, maka tanggungjawab berarti wajib memikul akibat tindakan atau perbuatan buruk. 11 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban merupakan suatu sikap atau tindakan untuk menanggung segala akibat dari perbuatan yang dilakukan atau sikap untuk menanggung segala resiko ataupun kosekuensinya yang ditimbulkan dari suatu perbuatan. 8 Hartanti Sulihandri&Nisya Rifiani, Prinsip-prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta, 2013,hlm. 5 9 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 13 10 Herlien Budiono, Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, hlm.2 11 Sjaifurrachman, op.cit. hlm. 15
5 Pertanggungjawaban itu ditentukan oleh sifat pelanggaran dan akibat hukum yang ditimbulkannya. Semua perbuatan notaris dalam menjalankan tugas kewajibannya harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, termasuk segala konsekuensinya untuk dikenakan sanksi hukum terhadap pelanggaran norma-norma hukum yang mendasarinya. Secara umum pertanggungjawaban yang biasa dikenakan terhadap notaris adalah pertanggungjawaban pidana, administrasi dan perdata. Pertanggungjawaban pidana dijatuhi sanksi pidana, pertanggungjawaban administrasi dijatuhi sanksi administrasi, dan pertanggungjawaban perdata dijatuhi sanksi perdata. Itu merupakan konsekuensi dari akibat pelanggaran atau kelalaian yang dilakukan oleh notaris dalam proses pembuatan akta otentik. Menentukan adanya suatu pertanggungjawaban secara perdata atau pidana yang dilakukan oleh seorang notaris harus memenuhi tiga syarat, yaitu pertama, harus ada perbuatan notaris yang dapat dihukum yang unsurunsurnya secara tegas dirumuskan oleh undang-undang, kedua, perbuatan notaris tersebut bertentangan dengan hukum, ketiga, harus ada kesalahan dari notaris tersebut. Notaris harus siap untuk menghadapi jika sewaktu-waktu dijadikan pihak yang terlibat dalam perkara bidang hukum perdata maupun hukum pidana, yang diakibatkan dari produk hukum yang dibuatnya. Dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dipungkiri lagi, saat ini cukup banyak perkara-perkara pidana maupun perdata yang terjadi dikarenakan perilaku notaris yang tidak professional dan memihak salah satu pihak pada akta-akta yang dibuatnya. Dewasa ini banyak terjadi kasus yang menjerat notaris dan membawa notaris ke pengadilan, salah satunya putusan Mahkamah Agung Nomor 1873K/Pdt/2012 juncto putusan Pengadilan Tinggi Nomor 47PDT/2011/PT.PALU juncto putusan Pengadilan Negeri Nomor 77/Pdt.G/2010/PN.PL yang menjatuhkan putusan bahwa notaris telah melakukan perbuatan melawan hukum dan mengakibatkan produk hukum yang dibuatnya yaitu akta otentik dianggap cacat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Berdasarkan hal tersebut, notaris yang melakukan
6 perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta otentik wajib mempertanggungjawabkan perbuatannya baik secara pidana maupun secara perdata, akan tetapi penerapan satu jenis sanksi dalam pertanggungjawaban notaris dirasa belum cukup, sehingga diperlukan komulasi atau penggabungan penerapan sanksi sebagai bentuk pertanggungjawaban notaris. Dengan demikian pertanggungjawaban seorang notaris terhadap perbuatan yang dilakukannya dapat memberikan jaminan kepastian hukum kepada notaris itu sendiri dan para pihak yang dirugikan. Ketentuan dalam UUJN dan UUJNP tidak mengatur mengenai komulasi atau penggabungan penerapan sanksi sebagai bentuk pertanggungjawaban yang dibebani terhadap notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum. UUJN dan UUJNP hanya mengatur mengenai penerapan sanksi perdata dan administrasi, dimana kedua jenis sanksi tersebut berdiri sendiri dan tidak dapat dilakukan secara bersama-sama tergantung pelanggaran yang dilakukan, sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan bentuk pertanggungjawaban yang layak dilakukan oleh notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum agar pertanggungjawabannya dirasakan adil khususnya bagi para pihak yang dirugikan maupun bagi notaris itu sendiri. Sehubungan dengan latar belakang di atas maka mendorong penulis untuk mengkaji permasalahan tersebut ke dalam sebuah penulisan tesis hukum yang berjudul PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PEMBUATAN AKTA OTENTIK (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1873K/PDT/2012). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalahmasalah sebagai berikut :
7 1. Bagaimana tanggung jawab notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum atas pembuatan akta otentik dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1873 K/PDT/2012? 2. Bagaimana pelaksanaan tugas membuat akta otentik sebagai notaris yang baik dan professional dalam melaksanakan jabatannya? C. Tujuan Penelitian Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga dengan tujuan tersebut dapat diperoleh solusi atau jawaban atas masalah yang dihadapi. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Menganalisis tanggungjawab seorang notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta otentik. b. Mengetahui pelaksanaan tugas membuat akta otentik dalam melaksanakan jabatannya sebagai notaris yang baik dan professional. 2. Tujuan Subyektif a. Menambah dan memperluas pengetahuan penulis mengenai tanggungjawab notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum atas pembuatan akta otentik terhadap kasus terkait dan pelaksanaan tugas membuat akta otentik dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris yang baik dan professional. b. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelas Magister Kenotariatan dalam bidang ilmu kenotariatan pada Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
8 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kenotariatan dalam kaitannya mengenai perbuatan notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku serta dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis berikutnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu tambahan referensi, masukan data ataupun literatur bagi penulisan hukum selanjutnya yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan suatu gambaran dan informasi tentang penelitian yang sejenis dan pengetahuan bagi masyarakat luas tentang pertanggungjawaban notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta otentik dan pelaksanaan tugas sebagai notaris yang baik. b. Memberikan pendalaman, pengetahuan, dan pengalaman baru kepada penulis mengenai permasalahan hukum yang dikaji, yang dapat berguna bagi penulis di kemudian hari.