STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

dokumen-dokumen yang mirip
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro)

IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya. kepemilikan kendaraan di perkotaan akan mempengaruhi pertumbuhan dan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil analisis dan pembahasan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum

I.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup.

Ir. Drs. Budi Tjahjono, M.T. Staf Pengajar Program Studi Arsitektur - Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon ABSTRAKSI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. masyarakat dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data Indikator Ketenagakerjaan. November

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG

FENOMENA PASAR KREMPYENG MALAM HARI PETERONGAN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 481. Oleh: VERA P.D. BARINGBING L2D

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian dinamika aktifitas di ruang pejalan kaki di Jalan

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java

KAJIAN KARAKTERISTIK KORIDOR JALAN LETJEND. SUKOWATI SEBAGAI PENUNJANG AKTIVITAS PERDAGANGAN PUSAT KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TUGAS AKHIR. Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D

ANALISIS KARAKTERISTIK PARKIR KHUSUS TERHADAP INTENSITAS PARKIR DI KAWASAN SIMPANG LIMA TUGAS AKHIR

PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENATAAN TEMPAT USAHA PEDAGANG KAKI LIMA DI SEKITAR WILAYAH PASAR KEPUTRAN KOTA SURABAYA

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk dan mobilitas masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang pada gilirannya merupakan penawaran tenaga kerja yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tantangan pembangunan di Indonesia saat ini adalah mengatasi

PENETAPAN TARIF PARKIR SEBAGAI INSTRUMEN PENGENDALI PENGGUNA JASA PARKIR DI KAWASAN SIMPANGLIMA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

STUDI PEMANFAATAN PARKIR UMUM DAN PARKIR KHUSUS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR PERPARKIRAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KONSEP SIMBIOSIS MUTUALISTIK SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL PERKOTAAN UNTUK PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI SEPANJANG KORIDOR JALAN SAMANHUDI JEMBER

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Di Sentra PKL Viaduk Gubeng Kota Surabaya). SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas

S - 16 KAJIAN PENATAAN PKL BERDASARKAN PREFERENSI PKL DAN PERSEPSI MASYARAKAT DI KAWASAN PASAR SUDIRMAN PONTIANAK

PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA. (Studi Kasus pada PKL di Jalan R. Suprapto. Purwodadi Kabupaten Grobogan)

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

BAB I PENDAHULUAN. 1981). Kondisi dualistik pada kawasan perkotaan di gambarkan dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. Daftar Isi...1. Daftar Gambar...4. Daftar tabel...7. Kata Pengantar...8. Bab I: Pendahuluan...9

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perhatian terhadap perlindungan sosial bagi para pekerja di negara-negara

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area

BAB IV ANALISIS PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TENTANG ASPEK PERANCANGAN KOTA

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN KARAKTER AKTIVITAS DAN KARAKTER BERLOKASI PKL DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Merriam webster s Collegiate Dictionary. Tenth Edition (Massachussets, USA 1994), 64

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja di Indonesia. Indonesia

PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR

Manajemen Relokasi Pedagang Kaki Lima Taman Menteri Supeno di Kota Semarang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Stephen Carr dibedakan menjadi¹: pagar, tanaman, dan berlokasi dijalan utama pusat kota.

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. informal ini menunjukan bukti adanya keterpisahan secara sistemis-empiris antara

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman

BAB I PENDAHULUAN. kota tersebut. Namun sebagian besar kota-kota di Indonesia tidak dapat memenuhi

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. menjadikan Kota Semarang sebagai pusat segala aktifitas dan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan

Transkripsi:

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR Oleh: HAPSARI NUGRAHESTI L2D 098 433 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A N G 2003

ABSTRAKSI Keberadaan PKL di Koridor Jalan Sudirman yang kurang terwadahi dalam ruang menyebabkan PKL menyerobot ruang-ruang publik dan privat kota. Kondisi ini selain mengganggu sirkulasi jalan utama dan trotoar juga tampilan fisik dari bangunan formal yang melatarbelakanginya. Dari permasalahan ini, perlu adanya studi untuk menentukan pedoman arahan penataan aktivitas PKL di Koridor Jalan Sudirman. Studi ini dilakukan berdasarkan lima analisis, yaitu analisis aktivitas pengunjung, analisis pemilik/penghuni pertokoan Jalan Sudirman, analisis aktivitas PKL, analisis elemen perancangan, dan analisis kebutuhan ruang PKL. Metode analisis yang digunakan adalah metode kualitatif (komparatif dan deskriptif) serta kuantitatif yang menggunakan alat analisis Tabulasi Silang, Distribusi Frekuensi dan metode analisis perhitungan keruangan (spatial accounting model). Dari hasil analisis ini diketahui temuan-temuan studi yang merupakan masukan bagi pedoman arahan penataan PKL. Sebagian besar PKL berpreferensi untuk tetap berjualan pada jenis usaha semula. Adanya hubungan signifikan antara jenis usaha dan sarana usaha menjadi dasar pertimbangan menentukan jenis sarana usaha PKL. Akivitas PKL perlu ditempatkan pada ruang khusus yang terpisah dari jalur lalu lintas, sehingga konsumen aman dan nyaman. Waktu berjualan mengikuti aktivitas formal. Pola persebarannya memanjang mengelompok dan bercampur. Pola pengelolaan ruang berupa stabilisasi, dengan kebutuhan ruang yang disesuaikan dengan aktivitas dari jenis usaha dan sarana usaha PKL. Dari temuan-temuan studi tersebut dapat ditentukan pedoman arahan bagi penataan aktivitas PKL. Tempat usaha PKL berada di samping jalur pedestrian, disisi luar arcade. Jenis usaha sesuai dengan aktivitas formal, dan sarana usahanya disesuaikan dengan jenis usahanya yakni meja untuk sembako, sandang, barang kelontong dan mainan anak, emas, jasa stempel. Gerobak untuk PKL makanan kecil, lauk-pauk, minuman, jasa tambal ban. Lemari kaca untuk jam, kacamata, aksesoris, servis jam. Warung tenda untuk PKL makanan olahan. Pikulan untuk PKL minuman. Dan Kios untuk PKL bunga, tembakau, rokok. Pola persebaran aktivitas memanjang berkelompok, dalam 2 kategori PKL basah/kering. Waktu pelayanan PKL juga mengikuti waktu aktivitas formal, yakni pagi-sore hari (depan bangunan perkantoran dan pasar), dan pagi-malam hari (depan bangunan pertokoan). Sifat pelayanan PKL menetap dengan penggunaan sarana usaha yang mudah dipindahpindah. Fasilitas PKL jalur pejalan kaki berada di ruang khusus dengan arkade. Parkir ditempatkan pada kantong-kantong parkir depan bangunan Pasaraya I dan II (pola parkir menyudut 90 0 ) dan parkir on street (pola sejajar) pada selain peak hour pukul 13.00-14.00 dan 17.00-18.00. Untuk tata massa bangunan PKL disesuaikan dengan bangunan formal, yakni merah/oranye dan biru/hijau. Untuk bahan sarana usaha PKL merupakan bahan yang fungsional, ringan dan praktis (plastik, kayu, seng). Dan untuk bentuk bangunan PKL melihat pada bentuk bangunan formal yang didominasi pada bentuk balok/empat persegi panjang yakni lemari kaca, meja, gerobak, pikulan dan kios. Penempatannya diberi jarak untuk taman kecil sebagai ruang terbuka hijau. Pemasangan reklame hanya dibatasi pada sarana meja dan kios pada muka bangunan. Atau pada tiang yang berdiri sendiri, tidak menyatu PKL pada pertigaan Jalan Sukowati, Pemotongan dan Taman Pahlawan. Keberadaan PKL di kawasan studi tetap dipertahankan, dengan disertai tindakan penataan ruang aktivitas dan penertiban aktivitas PKL yang jelas agar terkendali dan sesuai dengan kapasitas ruang. Oleh karena itu, perlu peninjauan kembali mengenai peraturan yang mengatur aktivitas PKL yang sesuai dengan karakteristik PKL di Koridor Jalan Sudirman.

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya perkembangan kota yang merupakan sentra dari kegiatan ekonomi memunculkan suatu fenomena urbanisasi yang terjadi di negara-negara berkembang seperti yang terjadi di Indonesia. Urbanisasi telah menyebabkan ledakan jumlah penduduk kota yang sangat pesat, yang salah satu implikasinya adalah terjadinya penggumpalan tenaga kerja di kota-kota besar di Indonesia. Susahnya mencari pekerjaan di kota besar karena adanya tuntutan kapabilitas yang tinggi dan besarnya tingkat kompetisi antar individu dalam pencarian lapangan pekerjaan, menyebabkan kaum urbanis yang hanya didukung oleh modal ketrampilan yang terbatas seringkali tersingkir dari sektor formal. Kondisi ini menyebabkan para migran untuk berusaha masuk ke sektor informal yang memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk masuk ke dalamnya. Oleh karena itu, sektor informal dikenal sebagai katup pengaman dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan atau holding tank bagi mereka yang belum tertampung dalam sektor formal. Selain adanya fenomena urbanisasi, faktor lain yang menyebabkan merebaknya keberadaan sektor informal adalah ketika terjadinya krisis ekonomi seperti di Indonesia. Akibat dari krisis ekonomi ini, laju pertumbuhan perekonomian menjadi menurun, dan jumlah lapangan kerja yang tersedia semakin terbatas. Tenaga kerja yang tidak tertampung dalam sektor formal akhirnya terjun dalam sektor informal. Jadi pada dasarnya, aktivitas sektor informal ini merupakan bentuk perwujudan dari survival masyarakat, baik bagi kaum urbanis maupun mereka yang kehilangan pekerjaan sektor formal karena terimbas dari krisis ekonomi yang terjadi. Faktor lainnya yang dapat dilihat dari eksistensi sektor informal perkotaan ini adalah kenyataan adanya dualisme ekonomi perdagangan di Indonesia. Dalam hal ini terdapat karakteristik keterpisahan dari satu sistem menjadi dua bagian, yaitu sektor

2 tradisional yang diasosiasikan sebagai sektor informal, dan sektor modern yang merupakan perwujudan dari sektor formal. Keberadaan sektor informal yang mampu memberikan kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja dan kapasitas output-nya yang potensial, memberikan pandangan bahwa sektor informal merupakan alternatif yang komplementer terhadap sektor formal (Rachbini, 1994:29). Namun dari kenyataan yang ada, kebijakan pemerintah daerah justru menerapkan kebijakan yang menyulitkan gerak sektor informal. Hal ini terbentur oleh adanya kepentingan pemerintah daerah dalam mewujudkan kota yang nyaman, bersih dan indah, sehingga kurang adanya totalitas komitmen penyelesaian yang utuh yang mampu mendukung keberlangsungan aktivitas sektor informal. Kondisi yang tidak menguntungkan ini tidak menjadi suatu penghalang bagi sektor ini untuk terus berkembang. Hal ini dilihat dari semakin maraknya aktivitas sektor informal yang ditandai dengan banyaknya spot-spot baru lokasi pedagang kaki lima (PKL) di kawasan pengembangan kota. Kondisi ini membawa dampak dualisme bagi perkembangan kota. Di satu sisi, perkembangan aktivitas PKL ini merupakan salah satu potensi dan kesempatan ekonomi kota, yang sesuai dengan suatu pendapat yang menyatakan bahwa sektor informal merupakan benihbenih kewiraswastaan yang berfungsi mendorong pertumbuhan ekonomi kota (Mc Gee, 1973, Mazumdar, 1976; Sethuraman, 1985 dalam Yustika, 2000:188). Namun di sisi lainnya, keberadaan PKL yang kurang tertata seringkali menimbulkan masalah ruang fisik kota, yaitu menurunnya kualitas lingkungan fisik kota yang terkesan kumuh. Kemudian, terjadinya penyerobotan ruang publik kota yakni jalan, trotoar, taman-taman kota dan lokasi strategis lainnya untuk ruang aktivitas PKL. Kondisi seperti ini juga terjadi di Kota Salatiga, terutama di kawasan pusat kota dan kawasan CBD (Central Bussiness District) kota yang berada di Koridor Jalan Sudirman. Padatnya aktivitas PKL di kawasan ini, kurang diimbangi dengan ketersediaan lahan yang ada sehingga mereka cenderung menyerobot ruang-ruang publik kota: jalur pedestrian, jalan umum, emperan pertokoan, yang menimbulkan suasana yang tidak tertib dan menurunnya kualitas lingkungan fisik kawasan. Situasi yang tidak tertib ini terlihat dari terjadinya

3 kemacetan lalu lintas pada jalan utama terutama pada jam-jam puncak (peak hour). Hal ini disebabkan karena penataan ruang PKL dan parkir yang semrawut, serta penempatannya yang memakan badan jalan terutama untuk ruang parkir yang menempati tepi jalan raya (on-street parking) ± duapertiga badan jalan. Kondisi ini menimbulkan padatnya intensitas aktivitas pada jalan utama sehingga timbul ketidaknyamanan bagi pejalan kaki dan pemakai jalan, karena jalan yang penuh dengan PKL dan kendaraan bermotor. Sedangkan kondisi menurunnya kualitas lingkungan fisik kawasan akibat aktivitas PKL ini ditandai dengan terjadinya perusakan estetika lingkungan seperti ketidaksesuaian tampilan bangunan PKL dan bangunan formal yang melatarbelakanginya. Kemudian, juga disebabkan oleh PKL yang tidak membongkar kembali sarana dagangannya, dan kurang terpeliharanya kebersihan lingkungan kawasan, sehingga kawasan terlihat kumuh. Permasalahan lainnya yang kurang mendukung keberadaan PKL di Koridor Jalan Sudirman yakni terlihat dalam hal regulasi mengenai penataan aktivitas PKL di kawasan tersebut. Dari hasil wawancara dengan staf Dinas Pengelolaan Pasar dan Pedagang Kaki Lima Kota Salatiga, terlihat bahwa kebijakan pemerintah kota yang diambil selama ini dalam menangani masalah PKL, masih bersifat sementara. Artinya, belum dibuat suatu kebijakan atau peraturan daerah yang khusus dan spesifik menangani masalah penataan aktivitas PKL. Sampai detik ini, peraturan yang dikeluarkan untuk menata PKL berupa SK Walikota, yang hanya berisi pengaturan lokasi dan waktu berdagang PKL. Sedangkan untuk pengaturan hal-hal lainnya mengenai PKL tidak disebutkan. Dalam penyusunan rencananya, pemerintah kota Salatiga kurang melakukan tindak lanjut dari rencana pada tingkatan sebelumnya mengenai pengelolaan aktivitas PKL. Rencana penataan PKL hanya terhenti pada buku-buku rencana (RTRW, RDTRK, RTRK) yang ada. Oleh karena itu, dengan menyadari permasalahanpermasalahan ini, perlu dilakukan studi mengenai arahan penataan fisik aktivitas PKL di Kawasan Koridor Jalan Sudirman Kota Salatiga, yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang terjadi dan tercipta aktivitas PKL yang terkendali sesuai dengan kapasitas ruang yang tersedia.