Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto. Sri Utami Setyowati, Ir., MT



dokumen-dokumen yang mirip
28 NEUTRON, VOL.10, NO.1, PEBRUARI 2010: 28-42

ANALISA DIMENSI DAN STRUKTUR ATAP MENGGUNAKAN METODE DAKTILITAS TERBATAS

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN BALOK ANAK KONSTRUKSI PROPPED PADA BANGUNAN TINGKAT DUA DENGAN VARIASI JARAK BALOK DAN PORTAL DARI SEGI TEKNIK DAN BIAYA

Analisis Balok Anak Konstruksi Propped pada Portal Tingkat Dua berdasarkan Variasi Jarak Balok dan Portal (Aspek Tehnis dan Biaya)

Sambungan diperlukan jika

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

PERBANDINGAN BERAT KUDA-KUDA (RANGKA) BAJA JENIS RANGKA HOWE DENGAN RANGKA PRATT

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka:

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

V. PENDIMENSIAN BATANG

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Balok Lentur.

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

P ndahuluan alat sambung

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB I. Perencanaan Atap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

CAHYA PUTRI KHINANTI Page 3

5- STRUKTUR LENTUR (BALOK)

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG

Penyelesaian : Penentuan beban kerja (Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983) : Penutup atap (genteng) = 50 kg/m2

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PERHITUNGAN IKATAN ANGIN (TIE ROD BRACING )

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

PERHITUNGAN PANJANG BATANG

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. 3.1 Diagram Alir Perancangan Struktur Atas Bangunan. Skematik struktur

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja

STUDI ANALISA BAJA RINGAN PADA BALOK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA

Beban yang diterima gording : - Berat atap = 7,5 x 1.04 x 6 = kg - Berat gording = 4,51 x 6 =

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB II PERATURAN PERENCANAAN

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG

Struktur Baja 2. Kolom

Dimana : g = berat jenis kayu kering udara

III. BATANG TARIK. A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni.

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN SNI 7971 : 2013 IMMANIAR F. SINAGA. Ir. Sanci Barus, M.T.

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

Jenis las Jenis las yang ditentukan dalam peraturan ini adalah las tumpul, sudut, pengisi, atau tersusun.

BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

PERHITUNGAN GORDING DAN SAGROD

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

SIFAT MEKANIK KAYU. Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu :

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

VI. BATANG LENTUR. I. Perencanaan batang lentur

PERENCANAAN GEDUNG PERHOTELAN EMPAT LANTAI DAN SATU BASEMENT DI PACITAN DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang

Tugas Akhir Perencanaan Struktur Salon, fitness & Spa 2 lantai TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : Enny Nurul Fitriyati I

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

BAB III METODE PERANCANGAN

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

Analisis Alternatif Rangka Atap..I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 95

LEMBAR PENGESAHAN Tugas Akhir Sarjana Strata Satu (S-1)

BAB 1 PERHITUNGAN PANJANG BATANG

Pertemuan IX : SAMBUNGAN BAUT (Bolt Connection)

BAB II DASAR TEORI. baja yang dipakai adalah Baja Karbon (Carbon Steel) dengan sebutan Baja ASTM

TAMPAK DEPAN RANGKA ATAP MODEL 3

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA 5 LANTAI DI WILAYAH GEMPA 3

Kuliah ke-6. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

MODUL 3 STRUKTUR BAJA 1. Batang Tarik (Tension Member)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

STUDI PENGGUNAAN BAJA RINGAN SEBAGAI KOLOM PADA RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA PRAYOGA NUGRAHA NRP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR M. FAUZAN AZIMA LUBIS

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB IV ANALISA STRUKTUR

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tarik Pertemuan - 2

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Pertemuan XI : SAMBUNGAN BAUT

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR. lantai, balok, kolom dan alat penyambung antara lain sebagai berikut :

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA

BAB 4 Tegangan dan Regangan pada Balok akibat Lentur, Gaya Normal dan Geser

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

PERBANDINGAN BIAYA STRUKTUR BAJA NON-PRISMATIS, CASTELLATED BEAM, DAN RANGKA BATANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH (DEKRANASDA) JL. KOLONEL SUGIONO JEPARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

Transkripsi:

Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto 91 Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto Sri Utami Setyowati, Ir., MT ABSTRAK Tujuan efisiensi struktur rangka atap baja pada proyek pembangunan rumah susun Siwalankerto di Surabaya adalah untuk mengetahui besarnya efisiensi bahan (baja) dan biaya yang terjadi pada komponen struktur atap. Untuk analisa perhitungan struktur, digunakan program bantuan SAP 2000. Dari hasil analisa dilakukan dimensi profil serta mengaplikasikannya dalam bentuk gambar. Setelah dilakukan analisa ulang, didapatkan pengurangan dari data awal dengan data hasil analisa terhadap dimensi struktur atap. Pada data awal, untuk struktur atap baja dengan luas bangunan 15 x 45 m, menggunakan WF 250x125x5x8 pada rafternya dan kolom pendeknya menggunakan WF 250x250x8x13. Sedangkan untuk gordingnya menggunakan C 150x65x20x2,3 dan balok girdernya menggunakan WF 400x200x8x13. Dari hasil analisa terdapat efisiensi untuk dimensi profil baja. Pada rafter menggunakan WF 200x100x5,5x8, sedangkan untuk gordingnya menggunakan C 125x50x20x3,2, sedangkan kolom pendek menggunakan WF 250x175x7x11 dan balok girdernya menggunakan WF 300x150x6,5x9. Dari hasil Analisa biaya, biaya pada data awal sebesar Rp 281,843,100 sedangkan pada data analisa yaitu sebesar Rp 181,760,426, sehingga terjadi efisiensi biaya sekitar 35,51 %. Kata Kunci : Efisiensi, Atap baja, SAP 2000, Biaya PENDAHULUAN Latar Belakang : Baja dan besi sampai saat ini menduduki peringkat pertama logam yang paling banyak penggunaannya. Besi dan baja mempunyai kandungan unsur utama yang sama yaitu Fe, hanya kadar karbonlah yang membedakan besi dan baja, penggunaan besi dan baja dewasa ini sangat luas mulai dari perencanaan struktur seperti jembatan, gedung, rangka atap, sampai dengan peralatan yang sepele seperti jarum, peniti sampai dengan alat-alat dan mesin berat. Sifat struktur baja adalah tidak tahan terhadap korosi, tidak tahan terhadap kebakaran, kuat tarik besar dan pelaksanaan cepat. Profil baja wf banyak digunakan sebagai konstruksi rangka atap. misalnya, pada gudang, ruko, pabrik, gedung, dsb. Dengan penawaran harga yang bersaing dari setiap produsen produksi baja. Dari data awal rumah susun Siwalankerto menggunakan profil rangka atap baja wf dengan model rangka atap perisai. Dari data tersebut dicoba menganalisa desain profil baja wf dengan profil yang lebih ekonomis dan efisien pada desain kuda-kuda dan jarak yang masih sesuai dengan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI 1984). TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Baja High Strength Low Alloy Steel ( HSLS ) Sifat dari HSLA adalah memiliki tensile strength yang tinggi, anti bocor, tahan terhadap abrasi, mudah dibentuk, tahan terhadap korosi, ulet, sifat mampu mesin yang baik dan sifat mampu las yang tinggi (weldability). Untuk mendapatkan sifat-sifat diatas maka baja ini diproses secara khusus dengan menambahkan unsur-unsur seperti : tembaga (Cu), Nikel (Ni), Chromium (Cr), Molybdenum (Mo), Vanadium (Va) dan Columbium.

92 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113 Baja Perkakas ( Tool Steel ) Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh baja perkakas adalah tahan pakai, tajam, atau mudah diasah, tahan panas, kuat dan ulet. Kelompok dari tool steel berdasarkan unsur paduan dan proses pengerjaan panas yang diberikan antara lain: a. Later Hardening atau Carbon Tool Steel ( ditandai dengan tipe W oleh AISI ), Shock Resisting (Tipe S), memiliki sifat kuat dan ulet dan tahan terhadap beban kejut dan repeat loading. Banyak dipakai untuk pahat, palu, dan pisau. b. Cool Work Tool Steel, diperoleh dengan proses hardening dengan pendinginan yang berbeda-beda. Tipe O dijelaskan dengan mendinginkan pada minyak sedangkan tipe A dan D didinginkan di udara. c. Hot Work Steel (tipe H), mula-mula dipanaskan hingga (300-500)ºC dan didinginkan perlahan-lahan, karena baja ini banyak mengandung Tungsten dan Molybdenum sehingga sifatnya keras. d. High Speed Steel (tipe T dan M), merupakan hasil paduan baja dengan Tungsten dan Molybdenum tanpa dilunakkan. Dengan sifatnya yang tidak mudah tumpul dan tahan panas tetapi tidak tahan kejut. e. Campuran Carbon - Tungsten (tipe F), sifatnya adalah keras tapi tidak tahan aus dan tidak cocok untuk beban dinamis serta untuk pemakaian pada temperatur tinggi. Sifat - Sifat Bahan dan Tegangan- Tegangan Dasar Sifat-Sifat Bahan Untuk baja bangunan, hendaknya dipakai konstanta-konstanta sebagai berikut: Modulus elastisitas : E = 2,10 10 6 kg / cm 2. Modulus gelincir : G = 0,81 10 6 kg / cm 2. Angka pembanding Poisson : = 0,30. Koefisien pemuaian Linier : t = 12 10 6 per c. Tegangan- Tegangan Baja ( 1 ) Tegangan-tegangan leleh dan tegangan-tegangan dasar dari bermacam-macam baja bangunan. Apabila titik lelehnya tidak jelas, maka tegangan leleh tersebut didefinisikan sebagai tegangan yang menyebabkan regangan tetap sebesar 0,2 % (lihat gambar 1, D = titik leleh ) σ B 0 D 0,002 CD//OB 0,004 0,006 Gambar 1: Tegangan Leleh Baja 0 C ( 2 ) Untuk dasar perhitungan tegangan-tegangan diizinkan pada suatu kondisi pembebanan tertentu, dipakai tegangan dasar yang besarnya dapat dihitung dari persamaan :

Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto 93... ( 1a ) = : 1,5 ( 3 ) Besarnya tegangan-tegangan dan tegangan dasar untuk mutu baja tertentu dalam tabe l 1. Tabel 1 : Harga Tegangan Dasar Tegangan leleh 1 Macam baja Bj 34 Bj 37 Bj 41 Bj 44 Bj 50 Bj 52 Tegangan dasar Kg / cm 2100 2400 2500 2800 2900 3600 2 mpa 210 240 250 280 290 360 Kg / cm 1400 1600 1666 1867 1933 2400 2 mpa 140 160 166,6 186,7 193,3 240 Mpa = mega Pascal-satuan sistem Internasional. 1 Mpa = 10 kg / cm 2. ( 4 ) Harga-harga yang tercantum pada tabel 1 ini adalah untuk elemen-elemen yang tebalnya kurang dari 40 mm. Untuk elemen-elemen yang tebalnya lebih dari 40 mm, tetapi kurang dari 100 mm, harga-harga pada tabel 1 harus dikurangi 10 %. ( 5 ) Tegangan normal yang diizinkan untuk pembebanan tetap, besarnya sama dengan tegangan dasar. ( 6 ) Tegangan geser yang diizinkan untuk pembebanan tetap, besarnya sama dengan 0,58 kali tegangan dasar. = 0,58... ( 1b ) ( 7 ) Untuk elemen baja yang mengalami kombinasi tegangan normal dan tegangan geser, maka tegangan idiil yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan dasar. 1... ( 1c ) ( 8 ) Untuk pembebanan sementara akibat berat sendiri, beban berguna, dan gaya gempa atau gaya angin, maka besarnya tegangan dasar boleh dinaikkan sebesar 30 %. ( 1d ) sem = 1,30... Perhitungan Penampang-Penampang Penampang-Penampang Utuh ( 1 ) Jika suatu penampang berada dalam keadaan tegangan garis, tegangan normal utamanya tidak boleh melebihi tegangan dasar. ( 2 ) Jika suatu penampang berada dalam keadaan tegangan bidang atau tegangan ruang, tegangan idiilnya tidak boleh lebih besar dari tegangan dasar. ( 3 ) Untuk keadaan tegangan ruang, tegangan idiilnya dihitung dengan persamaan : 1 = x2 y2 z2 x y y z z x 3 xy2 3 yz2 3 zx2.. ( 2 ) ( 4 ) Untuk keadaan tegangan bidang, tegangan idiilnya dihitung dengan persamaan : 1 = x2 y2 x y 3 xy2 Apabila : y = 0 maka,... ( 3a )

94 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113 1 = x2 3 xy2... ( 3b ) Apabila : x 0 dan y 0 maka, 1 = 3 xy2 Dalam pemakaian rumus-rumus di atas tegangan tarik dianggap sebagai tegangan positif. ( 5 ) Pada badan dari elemen konstruksi yang menahan lentur dimana terjadi tegangan bidang maka tegangan normalnya tidak boleh lebih dari tegangan dasar, tegangan gesernya tidak boleh lebih besar dari 0,58 kali tegangan dasar, dan tegangan idiilnya tidak boleh lebih besar dari tegangan dasar. Penampang-Penampang Melalui Lubang ( 1 ) Tegangan rata-rata pada suatu penampang yang melalui lubang dari suatu batang tarik, tidak boleh lebih besar dari 0,75 kali tegangan dasar. ( 2 ) Tegangan rata-rata tersebut dihitung dengan persamaan : N r... (4) An N = gaya normal tarik pada batang tersebut. A n = luas penampang bersih terkecil antara potongan 1-3 dan potongan 1-2-3. r = tegangan rata-rata.... ( 5a ) Potongan 1-3 : A n = A - nd 1 t 1 N N u 3 u S2 Gambar 2: Gaya Normal pada Batang Tarik s 2t Potongan 1-2-3 : A n = A - nd 1 t + 2... ( 5b ) 4u A = luas penampang batang utuh. t = tebal penampang. d 1 = diameter lubang. n = banyaknya lubang dalam garis potongan. s 2 = jarak antara sumbu lubang pada arah sejajar sumbu batang. u = jarak antara sumbu lubang pada arah tegak lurus sumbu batang. ( 3 ) Dalam suatu potongan jumlah luas lubang tidak boleh lebih besar dari 15 % luas penampang utuh.

Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto 95 Batang-Batang Tarik ( 1 ) Tegangan rata-rata pada batang tarik didapat dari gaya tarik yang bekerja dibagi dengan luas penampang bersih. Tegangan tersebut harus tidak boleh lebih besar dari tegangan dasar untuk penampang tidak berlubang, dan tidak boleh lebih besar dari 0,75 kali tegangan dasar untuk penampang berlubang. ( 2 ) Kelangsingan batang tarik baja profil untuk konstruksi utama harus lebih kecil dari 240, untuk konstruksi sekunder harus lebih kecil dari 300. ( 3 ) Adanya eksentrisitas gaya yang bekerja pada baja profil harus dipertimbangkan, terutama jika pengaruhnya cukup besar. ( 4 ) Batang tarik yang dibuat dari baja bulat dianjurkan untuk memakai wartel mur yang sesuai dengan ukuran baja tersebut. Sebaiknya wartel mur tidak dipasang pada bagian konstruksi yang mudah dijangkau orang. Diameter batang harus lebih 1 besar dari panjang batang. 500 Sambungan-Sambungan o Sambungan-sambungan harus direncanakan sesuai dengan beban-beban kerja pada batang-batang yang disambung. o Pada prinsipnya sambungan direncanakan hanya memakai satu macam alat penyambung. o Pada sambungan-sambungan yang menghubungkan batang-batang utama, jumlah minimum paku keling, baut atau baut mutu tinggi adalah dua buah, atau bila menggunakan sambungan las gaya minimum yang direncanakan dalam sambungan tersebut adalah 3 ton. o Letak pusat titik berat pada sekelompok paku keling, baut, baut mutu tinggi atau las yang memikul gaya aksial harus diusahakan berimpit dengan garis berat dari profil yang disambung. Apabila titik berat tersebut diatas tidak berimpit dengan garis berat profil maka perencanaan sambungan sebaiknya memperhitungkan juga adanya eksentrisitas. o Apabila bekerja tiga atau lebih gaya aksial yang sebidang pada sambungan yang sama, maka garis kerja gaya-gaya aksial harus bertemu pada satu titik. Bila garis kerja gaya-gaya aksial tersebut tidak bertemu dalam satu titik, maka sambungan tersebut sebaiknya diperhitungkan terhadap momen akibat eksentrisitas. o Apabila profil siku atau kanal disambung hanya pada satu sisi dengan pelat penyambung maka pada perencanaan sambungan sebaiknya diperhitungkan juga terhadap momen akibat eksentrisitas. o Pada sambungan yang memakai paku keling atau baut dengan menggunakan pelat pengisi yang tebalnya 6 mm atau lebih, maka jumlah baut atau paku keling harus ditambah terhadap jumlah paku keling atau baut yang dibutuhkan. Untuk ini diperlukan perpanjangan dari pelat pengisi. Jumlah penambahan baut, atau paku keling dihitung dengan rumus n N Ap N A + Ap Keterangan : n = jumlah penambahan baut atau paku keling. N = gaya yang bekerja pada sambungan. N = gaya izin pada sebuah paku keling atau baut. Ap = luas penampang pelat pengisi. Apabila pelat pengisi ada pada kedua sisi pelat yang disambung, maka Ap = luas penampang pelat pengisi yang tertebal.

96 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113 A = luas penampang pelat yang disambung. o o o o o pelat pengisi perpanjangan pelat pengisi Gambar 3: Perpanjangan Pelat Pengisi Ketentuan pada ( 7 ) tidak berlaku apabila sambungan menggunakan baut mutu tinggi. Dalam satu sambungan, pelat pengisi tidak lebih dari 4 lapis. Pada sambungan las yang menggunakan pelat pengisi dengan tebal 6 mm atau lebih perlu ada perpanjangan pelat pengisi terhadap tepi pelat penyambung, sehingga sambungan las antara pelat yang disambung dengan pelat pengisi tidak bersatu dengan sambungan las antara pelat pengisi dengan pelat penyambung. Ukuran maximum dari diameter lubang paku keling atau lubang baut sama dengan diameter paku keling atau diameter baut ditambah 1 mm. Untuk baut mutu tinggi sama dengan diameter batang baut ditambah 2 mm. 12. Tebal pelat pada sambungan yang memakai paku keling atau baut tidak boleh lebih besar dari 5 kali diameter paku keling atau baut. Apabila panjang lekat baut atau paku keling lebih dari 5 kali dimeter baut atau paku keling maka jumlah baut atau paku keling yang diperlukan harus ditambah dengan ketentuan setiap kelebihan tebal 6 mm ditambah 4 %. Dimana penambahan paku keling atau baut paling sedikit satu buah. Untuk panjang lekat yang mempunyai kelebihan tebal lebih kecil dari 6 mm, maka jumlah baut atau paku keling tidak bertambah. Sambungan-Sambungan Dengan Baut 1. Tegangan-tegangan yang diizinkan dalam menghitung kekuatan baut adalah sebagai berikut. Tegangan geser yang diizinkan : = 0,6... ( 6a ) Tegangan tarik yang diizinkan : ta = 0,7... ( 6b ) Kombinasi tegangan geser dan tegangan tarik yang diizinkan : 1 = 1,56 2...( 6c ) Tegangan tumpu yang diizinkan : tu = 1,5 untuk s1 2 a...( 6d ) tu = 1,2 untuk 1,5 d s1 < 2 d...( 1e ) s1 = jarak dari sumbu baut yang paling luar ke tepi bagian yang disambung. d = diameter baut. = tegangan dasar, di mana persamaan ( 6a ), ( 6b ), ( 6c ) menggunakan tegangan dasar dari bahan baut, sedangkan persamaan ( 6d ) dan ( 6e ) menggunakan tegangan dasar bahan yang disambung.

Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto 97 S1 S S1 Gambar 4: Sambungan Baja dengan Baut 2. Banyaknya baut yang dipasang pada satu garis yang sejajar arah gaya, tidak boleh lebih dari 5 buah. 3. Jarak antara sumbu baut paling luar ke tepi atau ke ujung bagian yang disambung, tidak boleh kurang dari 1,2 d dan tidak boleh lebih besar dari 3 d atau 6 t (gambar 5) di mana t adalah tebal terkecil bagian yang disambungkan. 4. Pada sambungan yang terdiri dari satu baris baut, jarak dari sumbu ke sumbu dari 2 baut yang berurutan tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7 d atau 14 t. 5. Jika sambungan terdiri dari lebih dari satu baris baut yang tidak berseling (gambar 6), maka jarak antara kedua baris baut itu dan jarak sumbu ke sumbu dari 2 baut yang berurutan pada satu baris tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7 d atau 14 t. min 1,2 d max 3 d atau 6 t min 1,2 d max 3 d atau 6 t Gambar 5: Jarak Antara Sumbu Baut s1 s s s s1 S1 u u u S1 Gambar 6: Sambungan Lebih dari Satu Baris Baut yang Tidak Berseling 6. Jika sambungan terdiri dari satu baris baut yang dipasang berseling ( gambar 7), jarak antara baris-baris baut ( u ) tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7 d atau 14 t, sedangkan jarak antara satu baut dengan baut terdekat pada baris lainnya ( s 2 ) tidak boleh lebih besar dari 7 d 0,5 u atau 14 t 0,5 u. Sambungan-Sambungan Dengan Paku Keling 1. Tegangan-tegangan yang diizinkan dalam menghitung kekuatan paku keling adalah: Tegangan geser yang diizinkan :

98 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113 = 0,8... ( 7a ) u u 2,5 d u 7 d atau 14 t s2 7 d - 0,5 u atau 14 t - 0,5 u s2 s2 s2 s2 s s Gambar 7: Sambungan Terdiri Dari Satu Baris Baut Yang Dipasang Berseling Tegangan tarik yang diizinkan :... ( 7b ) ta = 0,8 Kombinasi tegangan geser dan tegangan tarik yang diizinkan : i = 2 3 2... ( 7c ) Tegangan tumpu yang diizinkan : tu = 2 untuk s1 > 2 d... ( 7d ) tu = 1,6... ( 7e ) Untuk 1,5 d s1 2 d s1 = jarak dari paku keling yang paling luar ke tepi bagian yang disambung. d = diameter paku keling. = tegangan dasar, dimana persamaan ( 7a ), ( 7b ), ( 7c ) menggunakan tegangan dasar paku keling, sedangkan persamaan ( 7d ) dan ( 7e ) menggunakan tegangan dasar bahan yang disambung. Baut Mutu Tinggi 1. Baut mutu tinggi tipe geser. o Kekuatan sebuah baut terhadap geser dihitung dengan persamaan : Ng = F. n. No... ( 8a ) o Kekuatan sebuah baut terhadap gaya axial tarik dihitung dengan persamaan : Untuk beban statis : Nt = 0,6 No... ( 8b ) Untuk beban bolak-balik : Nt = 0,5 No... ( 8c ) o Apabila terdapat kombinasi pembebanan tarik dan geser, maka : Ng = F. n. ( No 1,7 T )... F = faktor geser permukaan. = faktor keamanan = 1,4. No = Pembebanan tarik awal ( proof load ). n = jumlah bidang geser. T = gaya axial tarik yang bekerja. ( 8d )

Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto 99 Tabel 2 : Harga faktor Geser Permukaan Keadaan permukaan F Bersih Digalbani Dicat Berkarat, dengan karat lepas dihilangkan Disemprot pasir ( Saud blasted ) 0,35 0,16 0,26 0,07 0,10 0,45 0,70 0,40 0,70 2. Baut mutu tinggi tipe tumpu. Tegangan-tegangan yang diizinkan dalam menghitung kekuatan baut adalah : o Tegangan geser yang diizinkan : ( 9a ) = 0,6... o Tegangan tarik yang diizinkan : ta = 0,7... ( 9b ) o Tegangan tumpu yang diizinkan : Untuk s 1 2 d, ( 9c ) tu = 1,5... Untuk 1,5 s 1 < s 2, tu = 1,2... ( 9d ) Persamaan ( 9a ) dan ( 9b ) memakai tegangan dasar bahan baut. Persamaan ( 9c ) dan ( 9d ) memakai tegangan dasar yang terkecil antara bahan baut dengan bahan batang yang akan disambung. 3. Ring harus dipasang pada bagian bawah kepala baut dan bagian bawah mur. Sambungan-Sambungan Dengan Las o Mengelas dalam sikap-sikap yang sukar, sedapat mungkin harus dihindarkan. o Bertemunya kampuh-kampuh las sedapat mungkin harus dihindarkan. o Gambar-gambar harus dilengkapi dengan keterangan / simbol-simbol mengenai bentuk dan ukuran las. Ukuran yang dicantumkan untuk panjang las adalah ukuran brutto. o Untuk mengelas harus dipergunakan las listrik sesuai dengan peraturanperaturan yang berlaku. Las Tumpul o Pada suatu pelaksanaan yang baik, dimana penampang las sesuai dengan penampang batang, tegangan pada las sama dengan tegangan pada batang, sehingga apabila batang itu telah cukup kuat, maka las itu tidak perlu dihitung lagi. Las Sudut o Panjang netto las adalah :... ( 10 ) Ln = L brutto - 3 a a = tebal las ( gambar 8 ) Kepundan Las Kepala Las s s Las Datar s Las Cekung Las Cembung Gambar 8: Sambungan dengan Las L

100 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113 o Panjang netto las tidak boleh kurang dari 40 mm atau 8a 10 kali tebal teras batang las. o Panjang netto las tidak boleh lebih dari 40 kali tebal las. Apabila ternyata diperlukan panjang netto las yang lebih dari 40 kali tebal las, sebaiknya dibuat las yang terputus-putus ( las terputus ). o Untuk las terputus pada batang tekan, jarak antara bagian-bagian las itu tidak boleh melebihi 16 t atau 30 cm, sedangkan pada batang tarik, jarak itu tidak boleh melebihi 24 t atau 30 cm, dimana t adalah tebal terkecil dari elemen yang dilas. o Las terputus tidak diperkenankan jika dikhawatirkan terjadi pengkaratan pada permukaan bidang kontak dibagian yang tidak ada lasnya, atau pada elemen yang dipengaruhi gaya getar. o Tebal las sudut tidak boleh lebih dari ½ t 2, dimana t adalah tebal terkecil pelat yang dilas. o Apabila gaya P yang ditahan oleh las membentuk sudut α dengan bidang retak las, tegangan miring yang diizinkan adalah : = c... ( 11a ) 1... ( 11b ) C = sin 2 3 cos 2 = tegangan dasar P Pr Py α Bidang retak las Gambar 9: Bidang Retak Las Tegangan miring yang terjadi dihitung dengan : P =... ( 11c ) A Dan tidak boleh lebih besar dari pada tegangan miring yang diizinkan, dimana : P = gaya yang ditahan oleh las. A = luas bidang retak las. Tegangan idiil pada las dapat dihitung dengan : i = 2 3 2... ( 11d ) Atau i = c... ( 11e ) = tegangan normal pada bidang retak las. = tegangan geser pada bidang retak las. Tegangan idiil yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan dasar. Apabila terdapat lebih dari satu komponen tegangan geser, pada persamaan ( 11d ) harus dipakai harga resultante tegangan-tegangan geser itu.

Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto 101 Stabilitas Batang-Batang Tegang Umum 1. Batang-batang tekan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga terjamin stabilitasnya ( tidak ada bahaya tekuk ), hal ini harus diperlihatkan dengan menggunakan persamaan : N A N = gaya tekan pada batang tersebut. A = luas penampang batang. = tegangan dasar. = faktor tekuk yang tergantung dari kelangsingan ( ) dari macam bajanya. Harga dapat juga ditentukan dengan persamaan : E g 0,7.. s g Untuk : s 0,183 maka 1 Untuk : 0,183 s 1 maka Untuk : s 1 maka 2,381 2s 2. Kelangsingan pada batang-batang tunggal dicari dengan persamaan : L k i Lk panjang tekuk batang tersebut. I = jari-jari kelembaman batang itu. Karena batang-batang mempunyai dua jari-jari kelembaman, umumnya akan terdapat dua harga. Yang menentukan adalah harga yang terbesar. Apab ila dapat dipastikan bahwa bahaya tekuk hanya ada pada satu arah, maka diambil harga untuk arah itu. Stabilitas Balok-Balok yang Dibebani Lentur ( KIP ) Balok-balok yang Penampangnya Tidak Berubah Bentuk. 1. Yang dimaksud dengan balok-balok yang penampangnya tidak berubah bentuk, adalah balok-balok yang memenuhi syarat-syarat : h L b 75 Dan 1,25 tb hb ts H = tinggi balok. b = lebar sayap. t b = tebal badan. L = jarak antara dua titik dimana tepi tertekan dari balok itu ditahan terhadap kemungkinan terjadinya lendutan ke samping. 2. Tegangan tekan yang terjadi adalah tegangan tekan pada tengah bentang L, dimana L tidak boleh lebih besar dari tegangan kip yang diizinkan.

102 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113 3. Pada balok-balok statis tertentu dimana pada perletakan pelat badan balok diberi pengaku samping, maka tegangan kip yang diizinkan dihitung dari : Jika c 1 250 ; maka : kip Jika 250 c 1 c 2 ; maka : c 250 kip 1 0,3 c 2 250 Jika c 1 c 2 ; maka : c kip 2 0,7 c1 Lh c1 bt s E c 2 0,63 tegangan dasar 4. Jika pada balok statis tertentu dimana pada perletakan, pelat badan balok tidak diberi pengaku samping maka tegangan kip yang menentukan adalah kip terkecil dan harus memenuhi : t kip 0,042.c 1.c 2 [ b ]3 h 5. Pada balok-balok statis tak tentu, dimana pada perletakan pelat badan balok diberi pengaku samping, maka tegangan kip yang diizinkan dihitung dari : Jika c 1 250; maka : kip Jika 250 < c 1 < c 3 ; maka : c 250 kip 1 0,3 c3 250 Jadi c 1 c3 ; maka : c3 0,7 c1 kip E )(3-2 ) c 3 = 0,21 ( 1 + M ki M ka 2 M jep = M ki dan M ka adalah momen pada ujung-ujung bagian balok antara pelat-pelat kopel yang jaraknya L. M jep = momen pada ujung-ujung balok antara pelat-pelat kopel yang jaraknya L dengan anggapan bahwa ujung-ujung itu terjepit.

Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto 103 6. Jika pada balok statis tak tentu dimana pada perletakan, pelat badan tidak diberi pengaku samping maka tegangan kip yang menentukan adalah kip terkecil dan harus memenuhi : t kip 0,042.c1.c 2.[ b ]3 h Pembebanan Struktur bangunan gedung diperhitungkan terhadap beban mati, beban hidup, beban gempa dan beban angin serta kombinasi dari ketiga jenis beban yang menentukan. Beban Mati { PPIUG 1983 Pasal 1.0 (1) } Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. Dalam menentukan beban mati struktur bangunan sebagai berikut : Beban mati pada konstruksi atap, terdiri dari : - Berat penutup atap - Berat gording - Berat sendiri Rafter - Berat alat penyambung. Beban Hidup pada atap gedung 1. Beban hidup, pada atap dan atau bagian atap serta pada struktur tudung ( canopy ) yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil minimum sebesar 100 kg / m² bidang datar. 2. Beban hidup pada atap dan atau bagian yang tidak dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil yang paling menentukan diantara dua macam beban berikut : a. Beban terbagi rata per m² bidang datar berasal dari beban air hujan sebesar ( 40 0,8 ) kg / m². Dimana adalah sudut kemiringan atap dalam derajat, dengan ketentuan bahwa beban tersebut tidak perlu diambil lebih besar dari 20 kg / m² dan tidak perlu ditinjau bila kemiringan atapnya adalah lebih besar dari 50º. b. Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg. 3. Pada balok tepi atau dari atap yang tidak cukup ditunjang oleh dinding atau penunjang lainnya dan pada kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya beban hidup terpusat sebesar minimum 200 kg. 4. Beban hidup pada atap gedung tinggi yang diperlengkapi dengan landasan helikopter ( helipad ) harus diambil sebesar minimum 200 kg / m² diluar daerah landasan, sedangkan pada daerah landasannya harus diambil beban yang berasal dari helikopter sewaktu mendarat dan mengangkasa dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a. Umum Struktur landasan beserta struktur pemikulnya harus direncanakan terhadap beban-beban yang berasal dari helikopter yang paling menentukan, yaitu apabila terjadi pendaratan yang keras karena mesin mati sewaktu melandas ( hovering ). Beban-beban helikopter tersebut dikerjakan pada landasan melalui tumpuan-tumpuan pendarat. Helikopter-helikopter ukuran kecil sampai sedang pada umumnya mempunyai tumpuan pendarat jenis palang ( skid type ) atau jenis bantalan ( float type ), sedangkan yang ukuran besar mempunyai tumpuan pendarat jenis roda. Tumpuan-tumpuan pendarat

104 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113 dapat terdiri dari dua buah tumpuan utama disamping sebuah tumpuan belakang atau sebuah tumpuan depan. b. Pembagian beban Masing-masing tumpuan pendarat meneruskan bagian tertentu dari berat bruto helikopter, bergantung pada jenis helikopter dan jenis tumpuan pendaratnya. Pada jenisjenis helikopter yang mempunyai tumpuan-tumpuan pendarat utama, masing-masing tumpuan pendarat tersebut pada umumnya meneruskan 40 sampai 45 persen dari berat bruto helikopter. c. Beban rencana Untuk memperhitungkan beban kejut pada pendaratan yang keras akibat mesin mati, maka sebagai beban rencana yang diteruskan oleh tumpuan pendarat harus diambil beban menurut b diatas dikalikan dengan koefisien kejut sebesar 1,5. d. Bidang kontak Untuk perencanaan lantai landasan, beban rencana menurut c diatas yang berupa beban terpusat dapat dianggap disebar terbagi rata didalam bidang kontak tumpuan pendarat. Luas bidang kontak ini bergantung pada jenis helikopter dan jenis tumpuan pendaratnya. Untuk tumpuan pendarat dari jenis roda, dimana masing-masing terdiri dari beberapa roda, nilai-nilai luas bidang kontak yang diberikan adalah jumlah dari luas bidang kontak masing-masing roda, sedangkan untuk tumpuan pendarat dari jenis palang luas bidang kontak tersebut adalah luas bidang palang yang berada langsung sekitar batang penumpu. Pada umunya, lantai landasan dapat dianggap kuat apabila direncanakan terhadap beban terpusat sebesar 50 persen dari berat bruto helikopter yang terbagi rata dalam bidang kontak seluas 600 cm². Beban Angin { PPIUG 1983 Pasal 1.0 (3) } Beban angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positip dan tekanan negatip ( isapan ), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positip dan tekanan negatip ini dinyatakan dalam kg / m2, ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup yang ditentukan kemudian dengan koefisien-koefisien angin yang ditentukan pula. 1. Tekanan tiup. a. Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg / m², kecuali yang ditentukan dalam ayat-ayat ( a ),( c ), dan ( d ). b. Tekanan tiup di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg / m², kecuali yang ditentukan dalam ayat-ayat ( c ) dan ( d ). c. Untuk daerah-daerah didekat laut dan daerah-daerah lain tertentu, dimana terdapat kecepatan-kecepatan angin yang mungkin menghasilkan tekanan tiup yang lebih besar dari pada yang ditentukan dalam ayat-ayat ( a ) dan ( b ), tekanan tiup ( p ) harus dihitung dengan rumus : V2 P= (kg / m 2 ) 16 Dimana V adalah kecepatan angin dalam m / det, yang harus ditentukan oleh instansi yang berwenang. d. Pada cerobong, tekanan tiup dalam kg / m² harus ditentukan dengan rumus ( 42,5 + 0,6 h ), dimana h adalah tinggi cerobong seluruhnya dalam meter, diukur dari lapangan yang berbatasan.

Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto 105 e. Apabila dapat dijamin suatu gedung terlindung efektif terhadap angin dari suatu jurusan tertentu oleh gedung-gedung lain, hutan-hutan pelindung atau penghalang-penghalang lain, maka tekanan tiup dari jurusan itu menurut ayatayat ( a ) s/d ( d ) dapat dikalikan dengan koefisien reduksi sebesar 0,5. 2. Koefisien angin. 1. Gedung tertutup Untuk bidang-bidang luar, koefisien angin ( + berarti tekanan dan - berarti isapan ), adalah sebagai berikut : a. Dinding vertikal : di pihak angin +0,9 di belakang angin -0,4 sejajar dengan arah angin -0,4 b. Atap segi tiga dengan sudut kemiringan : -0,4 ) Di pihak angin : 65º ( 0,02 +0,9 65º 90º -0,4 Dibelakang angin, untuk semua c. Atap lengkung dengan sudut pangkal β : β 22º : untuk bidang lengkung di pihak angin : pada seperempat busur pertama 0,6 pada seperempat busur kedua -0,7 untuk bidang lengkung dibelakang angin : pada seperempat busur pertama -0,5 pada seperempat busur kedua -0,2 β > 22º : untuk bidang lengkung di pihak angin : pada seperempat busur pertama -0,5 pada seperempat b usur kedua -0,6 untuk bidang lengkung di belakang angin : pada seperempat busur pertama -0,4 pada seperempat busur terakhir -0,2 Catatan : Sudut pangkal adalah sudut antara garis penghubung titik pangkal dengan titik puncak dan garis horisontal. d. Atap segitiga majemuk : Untuk bidang-bidang atap di pihak angin : 65º ( 0,2-0,4 ) 65º 90º +0,9 Untuk semua bidang atap di belakang angin, kecuali yang vertikal menghadap angin, untuk semua -0,4 Untuk semua bidang atap vertikal di belakang angin yang menghadap angina +0,4 2. Gudang terbuka sebelah Untuk bidang luar, koefisien angin yang ditentukan dalam ayat ( a ) tetap berlaku, sedangkan pada waktu yang bersamaan didalam gedung dianggap bekerja suatu tekanan positip dengan koefisien angin +0,6 apabila bidang yang terbuka terletak di pihak angin dan suatu tekanan negatip dengan koefisien angin -0,3 apabila bidang yang terbuka terletak di belakang angin.

106 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113 ANALISA DAN PEMBAHASAN Perhitungan Konstruksi Baja Atap Data-data perhitungan kuda-kuda Bahan Kuda-kuda : Baja Wf 200 x 100 x 5,5 x 8. Bahan Gording : Light Channel C 125 x 50 x 20 x 3,2. Mutu baja : Bj 37 ( = 1600 kg / cm² ). Jenis bangunan : Konstruksi tertutup. Bahan penutup atap : Genteng tegola. Berat penutup atap : 8,5 kg / m². Bentang Kuda-kuda : 15 m ; Panjang rafter 1 sisi = 9,1549 m. Jarak Kuda-kuda : 4m. Jenis atap : Perisai. Jarak antar Gording : 1,5 m. Beban angin : 40 kg / m². Kemiringan atap ( ) : 35 º. : Sin = 0,57 ; Cos = 0,82. Perhitungan Gording Dicoba Lip Channel C 125 x 50 x 20 x 3,2. Dengan data data sbb : Berat : 6,31 kg/m. Ix : 181 cm4 Wx : 29 cm3 Iy : 26,6 cm4 Wy : 8,02 cm3 Lx : 300 cm Ly : 150 cm Pembebanan akibat beban mati Berat sendiri gording = 6,31 kg/m Berat atap ( 1,5 x 8,5 ) = 12,75 kg/m Usuk reng ( 1,5 x 32,5 ) = 48,75 kg/m Beban air hujan ( 1,5 x 20 ) = 30 kg/m Berat trekstang = 0,98 kg/m = 98,79 kg/m = 99 kg/m Pembebanan akibat beban hidup Beban terpusat ( P ) = 100 kg/m Pembebanan akibat beban angin Koefisien angin kanan = 0,02 x ( 35 ) 0,4 = 0,3 ( Tekan ) Koefisien angin kiri = - 0,4 ( Isap ) q angin kanan = 0,2 ( 40 ) ( 1,5 ) = 12 kg/m ( Tekan ) q angin kiri = -0,4 ( 40 ) ( 1,5 ) = - 24 kg/m ( Isap ) Momen pada gording qx = q cos α = 99 x 0.82 = 81,18 kg/m qy = q sin α = 99 x 0.57 = 56,43 kg/m Akibat beban mati ( Mx ) = 1/8 ( 81,18 ) ( 4 )2

Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto = 162,36 kgm ( My ) = 1/8 ( 56,43 ) ( 1,5 )2 = 15,87 kgm Akibat beban hidup ( Mx ) = 1/4( 100 cos 35 ) 4 = 82 kgm ( My ) = 1/4 (100 sin 35 )1,5 = 21,5 kgm Akibat beban angin ( Mx ) = 1/8 (12 ) ( 4 )2 = 24 kgm ( Tekan ) ( Mx ) = 1/8 (-24 ) ( 4 )2 = -48 kgm ( Isap ) Kombinasi Pembebanan Mx tot = 162,36 + 82 + 24 My tot = 15,87 + 21,5 Kontrol tegangan Tegangan yang terjadi : Mx My Wx Wy 268,37 37,37 = 29 8,02 = 925,41 + 4,66 = 930,07 kg/cm2 < 1600 Kg / cm2...( OK ) Kontrol lendutan Lendutan yang terjadi : 5 (q cos ) L4 1 P cos L3 x 384 E I x 48 E I x 5 (81,18 / 100)(400) 4 1 100 0,82(400) 3 384 2,1.10 6 181 48 2,1.10 6 181 = 0,98 cm 5 (q sin ) L4 1 P sin L3 y 384 E I y 48 E I y x 5 (56,43 / 100)(150) 4 1 100 0.57(150) 3 384 2,1.10 6 26,6 48 2,1.10 6 26,6 = 0.134 cm y tot x 2 y 2 = 0,98 2 0,134 2 = 0,99 cm. 1 ijin L 360 1 = (400) 360 = 1,111 cm > 0,99 cm..( OK ) = 268,36 kgm = 37,37 kgm 107

108 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113 Perhitungan Kuda-Kuda Dicoba WF 200 x 100 x 5,5 x 8 Dengan data data sbb : Berat : 21,3 kg/m A : 27,16 cm2 Ix : 1840 cm4 Iy : 134 cm4 Wx : 184 cm3 Wy : 26,8 cm3 ix : 8,24 cm iy : 2,22 cm Pembebanan akibat beban mati o Berat gording ( 3 x 14 x 6,31 ) o Berat atap ( 3 x 8,5 x 14,4 ) o Usuk + reng ( 3 x 32,5 x 14,4 ) o Beban air hujan ( 3 x 20 x 14,4 ) o Berat kuda-kuda o Berat alat penyambung ( 10%) Berat per m1 = 265,02 kg = 367,2 kg = 1404 kg = 864 kg = Input SAP = 60 kg = 2960,22 kg. = 2960,22 / 14,4 = 205,57 kg / m1. Beban dalam arah vertikal = 205,57 / cos 350 = 250,86 kg / m1. Pembebanan akibat beban hidup Beban terpusat ( P ) = 100 kg / m Pembebanan akibat beban angin q angin tekan = 0.2 ( 40 ) ( 4 ) = 32 kg / m. q angin isap = -0.4 ( 40 ) ( 4 ) = - 64 kg / m. Kontrol Kestabilan kuda-kuda Dari Output SAP diketahui : N : 997,13 Kg M : 975,45 Kgm D : 318,5 Kg Stabilitas batang tekan Lk = 9,1549 m = 915,49 cm. L 915,49 λ k 111,1cm ~ 111 cm ix 8,24 ω 2,375 { Tabel 3 PPBBI 1984 } Stabilitas terhadap KIP ( Lateral Torsional Buckling ) 200 h 75 = 36,36 75 tb 5,5 L b 10 915,49 1,25 = 45,77 >1,25 = 15,625 20 h ts 0,8 Penampang tidak berubah bentuk.

Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto C1 Lxh 915,49 x 20 2288,73 bxt s 10 x0,8 C 2 0.63 E 0.63 2,1x10 6 826,875 1600 dasar C1 > C2 maka : C 826.875 kip 2 0,7 0,7 1600 2288,73 C1 = 404,6 kg / cm2 3 tb kipp 0,042 C1 C 2 dasar h 3 0,55 = 0,042 2288,73 826,875 1600 20 = 2644,8 Kg / cm2 > 404,6 Kg / cm2.(ok) Kontrol terhadap tegangan N 997,13 Kg σ ω 2,375 A 27,16 Cm 2 = 87,19 Kg / Cm2 < 1600 Kg / Cm2...( OK ) Perhitungan Kolom Pendek Dicoba WF 250 x 175 x 7 x 11. Dengan data data sbb : Berat : 44,1 kg/m. A : 56,24 cm2. Ix : 6120 cm4. Iy : 984 cm4. Wx : 502 cm3. Wy : 113 cm3. ix : 10,4 cm. iy : 4,18 cm. Kontrol Kestabilan Kolom Pendek Dari Output SAP diketahui : N : 905,3 Kg M : 626,9 Kgm D : 322,23 Kg Stabilitas batang tekan Lk = 150 mm = 15 cm. L 15 λ k 3,59 cm ~ 31 cm i min 4,18 ω 1,073 { Tabel 3 PPBBI 1984 }. Kontrol terhadap tegangan N 905,3 Kg σ ω 1,073 A 56,24 Cm 2 = 17,27 Kg / Cm2 < 1600 Kg / Cm2...( OK ) 109

110 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 91-113 Perhitungan Balok Girder Dicoba WF 300 x 150 x 6,5 x 9. Dengan data data sbb : Berat : 36,7 kg / m. A : 46,78 cm2. Ix : 7210 cm4. Iy : 508 cm4. Wx : 481 cm3. Wy : 67,7 cm3. ix : 12,4 cm. iy : 3,29 cm. Kontrol Kestabilan Balok Girder ( Balok terlentur ) Dari Output SAP diketahui : N : 916 Kg M : 260,4 Kgm D : 694,4 Kg Kontrol terhadap tegangan M 26040 KgCm σ max Wx 481Cm 3 = 54,14 Kg / Cm2 < 1600 Kg / Cm2 ( OK ) Kontrol terhadap lendutan L f ijin 360 400 = 1,111 cm 360 f max 1,00 Cm ( Output SAP frame 771 ) = 1,00 Cm < 1,111 Cm...( OK ) Kontrol tegangan geser τ max τ ijin 0,58 σ ijin max τ max = Dmax dimana d h' d = tebal badan h = Tinggi profil tebal sayap 694,4 0,58 1600 0,65 29,1 = 36,71 Kg / cm2 < 928 Kg/ cm2.( OK ) τ max = ANALISA BIAYA Dalam menganalisa biaya suatu struktur atap, diperlukan volume dan analisa harga satuan suatu pekerjaan. Kebutuhan tiap-tiap item pekerjaan dianalisa berdasarkan koefisien dan harga satuan yang berlaku, sehingga bisa didapatkan suatu bentuk harga satuan yang sesuai. Kemudian membandingkan efisiensi biaya dari data awal dengan data hasil analisa sehingga dapat ditarik kesimpulan berdasarkan perbandingan tersebut.