BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB V PENGOLAHAN DATA

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

STUDI ALTERASI, MINERALISASI, DAN GEOKIMIA UNTUK PROSPEKSI EMAS DI DAERAH TIGA DESA, BENGKAYANG, KALIMANTAN BARAT

I.1 Latar Belakang Masalah I.4 Lokasi Daerah Penelitian I.6 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian... 4

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... vi. DAFTAR TABEL...

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB IV TEORI DASAR DAN METODE ANALISIS

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

3.2. Mineralogi Bijih dan Gangue Endapan Mineral Tekstur Endapan Epitermal Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah...

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas

BAB III METODA PENELITIAN

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI CONTO INTI PEMBORAN DAERAH ARINEM, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II TATANAN GEOLOGI

Bab IV Sistem Panas Bumi

II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam

ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH GUNUNG BULEUD, DESA GARUMUKTI, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN GARUT, PROVINSI JAWA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EKEPLORASI UMUM BESI PRIMER DI KECAMATAN RAO, KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015

Ciri Litologi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

PARAGENESA MINERAL BIJIH SULFIDA DAERAH CINANGSI, KECAMATAN PEUNDEUY KABUPATEN GARUT JAWA BARAT

Sudarsono dan I. Setiawan

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G


TIPE ENDAPAN EPITERMAL DAERAH PROSPEK BAKAN KECAMATAN LOLAYAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA

Petrologi Tersier Pliosen Intrusi (Tpi) pada Sumur KL , Grasberg, Papua-Indonesia

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

ALBUM PETROGRAFI BATUAN METAMORF MARMER

ZONA POTENSI MINERALISASI VEIN KUBANG CICAU, PONGKOR, BOGOR, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. digemari masyarakat. Hal ini dikarenakan emas selain digunakan sebagai

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014

Lintong Mandala Putra Siregar 1, Fauzu Nuriman 2

DESKRIPSI MINERAL PENGOTOR (GANGUE MINERALS)

I. ALTERASI HIDROTERMAL

Citra LANDSAT Semarang

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama

ESTIMASI TEMPERATUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KEHADIRAN

BAB IV ANALISIS ASPEK PANASBUMI

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mineralisasi Logam Dasar di Daerah Cisungsang Kabupaten Lebak, Banten. (Hasil Penelitian yang didanai oleh HIBAH BERSAING DIKTI )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin

ZONA ALTERASI HIDROTERMAL PADA SUMUR PENELITIAN "VY 2", LAPANGAN KAMOJANG, JAWA BARAT, INDONESIA

SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Bateman (1956) dalam buku The Formation Mineral Deposits pengertian mineral bijih adalah mineral yang mengandung satu atau lebih jenis logam dan

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

ENDAPAN MINERAL. Panduan Kuliah dan Praktikum. Sutarto Hartosuwarno Laboratorium Petrologi dan Bahan Galian Teknik Geologi

SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI. Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi ABSTRAK

KARAKTERISTIK ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS PADA SISTEM EPITERMAL PROSPEK RANDU KUNING, KECAMATAN SELOGIRI, KABUPATEN WONOGIRI, JAWA TENGAH

KETERDAPATAN BAHAN GALIAN GALENA DI DAERAH CIGEMBLONG, KABUPATEN LEBAK, PROPINSI BANTEN

Lampiran 1.1 Analisis Petrografi

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

ALTERASI-MINERALISASI DAN GEOKIMIA ENDAPAN TEMBAGA DI KALI BOKI DESA KUBUNGKECAMATAN BACAN SELATAN KABUPATEN HALMAHERASELATAN PROVINSI MALUKU UTARA

DAFTAR PUSTAKA Browne, P.R.L, 1989, Corbett, G.J., Leach, T.M., 1997, Fisher, R.V. dan Schmincke, H.U., 1984

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

GEOLOGI, ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH CIURUG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas

SKRIPSI DWI RACHMAWATI NIM :

STRUKTUR DAN TEKSTUR ENDAPAN MINERAL

Mineralogi Dan Geokimia Endapan Emas Epitermal Di Paningkaban, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah

Hasil Penyelidik Terdahulu

Transkripsi:

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN 4.1 Alterasi Hidrotermal Daerah Penelitian 4.1.1 Pengamatan Megaskopis Pengamatan alterasi hidrotermal dilakukan terhadap beberapa conto batuan dan urat kuarsa yang diambil dari permukaan. Pengamatan batuan secara megaskopis bertujuan untuk mengidentifikasi jenis batuan, ubahan, mineralisasi, serta tekstur urat yang ada (Lampiran A). Batuan yang berada di daerah penelitian terdiri dari granodiorit, dengan mineralogi yang secara umum terdiri dari kuarsa+k-feldspar+plagioklas+biotit. Beberapa batuan terlihat belum terubah, namun secara keseluruhan batuan yang diamati telah mengalami ubahan. Secara megaskopis terlihat kehadiran mineral sekunder klorit dan epidot yang berukuran halus (Gambar 4.1). Mineral lempung juga hadir sebagai mineral ubahan pada beberapa batuan (Gambar 4.2). Kehadiran mineral sekunder mengubah batuan secara selektif sesuai dengan kandungan unsur dari mineral yang diubahnya. Kehadiran mineral ubahan tersebut menyebar pada batuan dengan kelimpahan yang bervariasi. Epi Kl Gambar 4.1 Batuan terubah dengan mineral ubahan klorit dan epidot. Nomor conto: 2010/AHW/38. (Epi:epidot; Klo:klorit ) Dewi Prihatini (12007012) 24

Gambar 4.2 Mineral lempung sebagai mineral ubahan pada batuan terubah argilik. Nomor conto : 2010/AHW/11A 4.1.2 Pengamatan Mikroskopis Pengamatan mikroskopis yaitu berupa pengamatan petrografi yang dilakukan terhadap 17 sayatan tipis batuan yang diambil dari daerah penelitian (Lampiran B). Tujuan utama dari pengamatan petrografi adalah untuk menentukan jenis batuan dan proses ubahan atau alterasi yang terjadi pada batuan. Dalam studi alterasi, analisis petrografi ini dilakukan untuk mengidentifikasi kehadiran mineral alterasi pada batuan berdasarkan sifat optik serta untuk mengetahui hubungan antar mineral. Selain itu, dari pengamatan petrografi dapat diketahui intensitas ubahan pada batuan tersebut (Tabel 4.1). Tabel 4.1 Intensitas ubahan pada batuan (Morisson, 1995) Intensitas Alterasi Keterangan Lemah Kehadiran mineral sekunder sedikit, yaitu kurang dari 25% Kehadiran mineral sekunder 25-75% Kuat Kehadiran mineral sekunder >75% Sangat Kuat Batuan telah sangat terubah, namun tekstur primer masih dapat dibedakan Total Batuan telah sangat terubah dan tekstur primer tidak dapat dibedakan Berdasarkan pengamatan petrografi yang dilakukan, secara umum jenis batuan di daerah penelitian adalah granodiorit yang terdiri dari kuarsa+plagioklas+k-feldspar+biotit+hornblende yang berbentuk subhedral- Dewi Prihatini (12007012) 25

anhedral dengan ukuran butir berkisar antara 0,05-2,5 mm (Gambar 4.3). Intensitas ubahan yang teramati pada batuan bervariasi dari sedang sampai kuat. Pada beberapa batuan yang telah mengalami ubahan dengan intensitas kuat, jenis batuan asal sulit untuk diidentifikasi. Proses alterasi ditandai dengan kehadiran mineral sekunder seperti kuarsa, klorit, epidot, zoisit, kalsit, zeolit, adularia, albit, serisit, mineral lempung, dan mineral opak, serta setempat terdapat oksida besi (Tabel 4.2). Kuarsa sekunder hadir sebagai mineral ubahan di seluruh sayatan tipis batuan yang diamati. Kuarsa sekunder umumnya mengisi rekahan, berbentuk anhedral, relatif ekuigranular, dan memiliki kontak interlocking (Gambar 4.3). Klorit merupakan salah satu mineral ubahan yang paling banyak ditemui pada sayatan tipis di daerah penelitian. Klorit hadir berserabut, menggantikan mineral mafik, seperti biotit dan hornblende, baik mengubah sebagian maupun sebagai pseudomorf. Dari pengamatan bias rangkap yang bervariasi, diduga klorit yang hadir memiliki kandungan Fe dan Mg yang bervariasi pula (Gambar 4.3). Klorit yang memiliki kandungan Fe yang dominan memiliki warna bias rangkap cokelat, sedangkan klorit yang dominan Mg memiliki warna bias rangkap keunguan. Epidot memiliki ukuran yang bervariasi dari halus sampai sedang (0,05-0,6 mm), umumnya hadir menggantikan plagioklas (Gambar 4.3). A B C D E A B C D E 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 // Nikol A B C D E A B C D E P1 0 0,5 mm Gambar 4.3 Sayatan tipis dari titik lokasi 2010/AHW/01. Sayatan menunjukkan kehadiran mineral primer kuarsa (D1) dan plagioklas (D2), dan mineral ubahan yang terdiri atas: Feklorit (E3), Mg-klorit (A6), epidot (A4), kuarsa sekunder (A3), serisit (B2), dan mineral opak (C1) X Nikol Dewi Prihatini (12007012) 26

Zoisit hadir dalam jumlah yang sedikit dan berasosiasi dengan epidot. Kalsit hadir menggantikan plagioklas serta setempat ditemukan sebagai pengisi rekahan bersama kuarsa. Adularia hadir dalam bentuk rombik dan dalam jumlah sedikit. Albit hadir dalam ukuran yang halus-sedang (0,02-0,1 mm), anhedral dan beberapa menunjukkan twinning. Zeolit hadir mengisi ruang di antara kuarsa, ditemukan dalam persentase yang kecil dan tidak dominan sebagai mineral ubahan pada batuan. Serisit hadir sebagai agregat halus berserabut yang tersebar dalam batuan. Serisit umumnya mengubah plagioklas dan K-feldspar (Gambar 4.4). Mineral lempung hadir sebagai agregat sangat halus dan berserabut menggantikan mineral primer seperti plagioklas dan K-feldspar serta beberapa mineral ubahan lainnya. Mineral opak hadir di setiap sayatan tipis batuan, subhedral-anhedral, dan memiliki ukuran 0,05-0,5 mm. Mineral opak tersebut akan diidentifikasi jenisnya melalui mineragrafi. Namun, dari pengamatan petrografi, mineral opak yang berbentuk prismatik euhedral diperkirakan sebagai pirit dan berasosiasi dengan serisit dan kuarsa sekunder. Overprinting antara mineral menunjukkan adanya perubahan kondisi fluida yang terbentuk pada suhu dan ph fluida yang berbeda. Dari hasil pengamatan petrografi, terlihat bahwa mineral serisit di-overprint oleh epidot (Gambar 4.4) dan kalsit. A B C D E F G H I J 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 A B C D E F G H I J P2 // Nikol 0 0,25 mm X Nikol Gambar 4.4 Sayatan tipis dari titik 2010/AHW/06. Sayatan menunjukkan kehadiran mineral primer kuarsa (F4) dan plagioklas (I7) yang terubah oleh serisit dan epidot (I6) dan overprinting serisit oleh epidot (I7) Dewi Prihatini (12007012) 27

Tabel 4.2 Mineral ubahan dan intensitas ubahan berdasarkan hasil pengamatan petrografi (Kal: Kalsit, Klo:Klorit, Epi:Epidot, Zoi:Zoisit, Zeo:Zeolit, Adu:Adularia, Alb:Albit, K:Kuarsa, Ser:Serisit, Op: Mineral opak, Lem: Mineral lempung) Mineral Kal Klo Epi Zoi Zeo Adu Alb K Ser Op Lem Intensitas No. Conto 2010/AHW/01A 2010/AHW/04A 2010/AHW/05A 2010/AHW/06A 2010/AHW/07A 2010/AHW/08A 2010/AHW/09 2010/AHW/10D 2010/AHW/11C 2010/AHW/12 2010/AHW/13 2010/AHW/14 2010/AHW/15 2010/AHW/38 2010/AHW/39A 2010/AHW/40A 2010/AHW/41A Ubahan Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat 4.1.3 Analisis Uji ASD (Analytical Spectral Device) ASD (Analytical Spectral Device) merupakan analisis spektrometri yang digunakan untuk determinasi mineral yang berukuran sangat halus, seperti mineral lempung. Conto batuan yang akan dilakukan uji ASD harus dalam keadaan kering dan memiliki permukaan yang datar. ASD dilakukan dengan cara menembakkan sinar inframerah terhadap conto batuan yang akan dianalisis. Setiap mineral akan merefleksikan gelombang sinar inframerah dengan panjang gelombang yang berbeda. Hal tersebut yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk identifikasi jenis mineral. Dewi Prihatini (12007012) 28

Uji ASD dilakukan di Laboratorium Pusat Survei Geologi dengan menggunakan peralatan portabel Analytical Spectral Device model TSP 350-2500HR. Peralatan ASD ini terdiri dari spektrometer, probe dan komputer portabel (Gambar 4.5). Gambar 4.5 Alat ASD (Analytical Spectral Device) model TSP 350-2500HR Uji ASD dilakukan terhadap 7 conto batuan dari daerah penelitian untuk mengidentifikasi jenis mineral lempung (Lampiran C). Uji ini dilakukan terhadap conto batuan terpilih yang secara megaskopis dan mikroskopis menunjukkan bahwa batuan telah terubah oleh mineral lempung. Hasil uji ASD dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Mineral ubahan berdasarkan hasil uji ASD (Ill: Illit, Mon: Montmorilonit, Kao: Kaolinit, Mus: Muskovit, Sme: Smektit, Klo: Klorit, Dol: Dolomit) Nomor Conto Ill Mon Kao Mus Sme Klo Dol 2010/AHW/06 2010/AHW/15 2010/AHW/37A 2010/AHW/37B 2010/AHW/38A 2010/AHW/38B 2010/AHW/39 Dewi Prihatini (12007012) 29

4.1.4 Zona Alterasi Hidrotermal Zona alterasi hidrotermal di daerah penelitian ditentukan berdasarkan kumpulan mineral yang telah diidentifikasi dari hasil analisis megaskopis, petrografi, dan ASD. Zona alterasi di daerah penelitian dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu Zona Serisit-Kuarsa-Pirit, Zona Klorit-Epidot-Kalsit, dan Zona Illit- Kaolinit (Gambar 4.6). Nama Mineral Serisit** Kuarsa* Pirit* Zona Serisit-Kuarsa-Pirit-Pirit Zona alterasi ini dicirikan oleh kehadiran mineral ubahan serisit, kuarsa, dan pirit. Jenis batuan yang mengalami ubahan ini adalah granodiorit dengan intensitas ubahan sedang-kuat. Berdasarkan perajahan temperatur, Zona Serisit-Kuarsa-Pirit berada dalam kisaran temperatur 280 0 sampai ~300 0 C (Tabel 4.4). Zona ini diperkirakan berada pada kisaran ph 4-6 dan disebandingkan dengan Zona Filik (Corbett dan Leach, 1998). Tabel 4.4. Kisaran temperatur mineral alterasi pada Zona Serisit- Kuarsa (*= Hedenquist dan White, 1995, **= Morrison, 1995) Suhu Kestabilan Mineral ( 0 C) 0 100 200 300 Zona Epidot-Klorit-Kalsit Zona alterasi ini dicirikan oleh kehadiran mineral ubahan klorit, epidot, kalsit, zoisit, albit, adularia, zeolit, dan dolomit. Jenis batuan yang mengalami ubahan ini adalah granodiorit dengan intensitas ubahan sedang. Berdasarkan perajahan temperatur, Zona Epidot-Klorit-Kalsit berada dalam kisaran temperatur 220 0 sampai ~300 0 C (Tabel 4.5). Zona ini diperkirakan terbnentuk dari fluida dengan ph mendekati netral, yaitu kisaran ph 7-8 dan disebandingkan dengan Zona Propilitik (Corbett dan Leach, 1998). Dewi Prihatini (12007012) 30

Tabel 4.5 Kisaran temperatur mineral alterasi pada Zona Epidot-Klorit-Kalsit (*= Hedenquist dan White, 1995, **= Morrison, 1995) Nama Suhu Kestabilan Mineral ( 0 C) Mineral Klorit* Epidot* Kalsit* Albit** Adularia* 0 100 200 300 Zona Illit-Kaolinit Zona alterasi ini dicirikan oleh kehadiran mineral ubahan kaolinit, illit, smektit, dan montmorilonit. Jenis batuan yang mengalami ubahan ini adalah granodiorit dengan intensitas ubahan sedang-kuat. Berdasarkan perajahan temperatur, Zona Illit-Kaolinit ini berada dalam kisaran temperatur 150 0-170 0 C (Tabel 4.6). Zona ini diperkirakan berada pada kisaran ph 4-6 dan disebandingkan dengan Zona Argilik (Corbett dan Leach, 1998). Nama Mineral Kaolinit Illit Smektit Montmorilonit Tabel 4.6 Kisaran temperatur mineral alterasi pada Zona Illit-Kaolinit (Hedenquist dan White, 1995) Suhu Kestabilan Mineral ( 0 C) 0 100 200 300 4.2 Mineralisasi Daerah Penelitian 4.2.1 Pengamatan Megaskopis Pengamatan dilakukan terhadap beberapa conto batuan yang diambil dari permukaan dan urat kuarsa yang diambil dari lubang tambang yang dibuat oleh penduduk setempat. Kehadiran mineral bijih di daerah penelitian berupa pengisian rekahan (cavity filling) dan menyebar (disseminated) pada batuan. Dewi Prihatini (12007012) 31

Gambar 4.6 Peta zona alterasi di daerah penelitian Gambar 4.6 Peta zona alterasi di daerah penelitian Dewi Prihatini (12007012) 32

Keterdapatan mineral bijih yang dominan di daerah penelitian adalah pada rekahan yang termineralisasi. Rekahan tersebut membentuk urat kuarsa yang berasosiasi dengan mineral bijih sulfida, seperti pirit, kalkopirit, galena, dan sfalerit (Gambar 4.7 a dan b). Selain itu, mineral bijih juga hadir menyebar (disseminated) pada batuan granodiorit yang umumnya telah terubah dengan intensitas kuat (Gambar 4.8). Mineral yang bersifat menyebar pada batuan memiliki ukuran yang relatif lebih halus (<0,1 cm) dibandingkan dengan mineral bijih yang terdapat di dalam urat kuarsa. a Gal b Sfa Mn Cpy Sfa Gambar 4.7 (a) Urat kuarsa yang berasosiasi dengan pirit dan galena. Titik lokasi: 2010/AHW/37, (b) Urat Kuarsa yang berasosiasi dengan manganit, kalkopirit, sfalerit, dan pirit. Titik lokasi: 2010/AHW/38. (: Pirit, Sfa: Sfalerit, Gal: Galena, Cpy: Kalkopirit, Mng: Manganit) Mineral bijih yang dapat diamati secara megaskopis adalah pirit, kalkopirit, galena, sfalerit, manganit, dan malakit (Gambar 4.7 a dan b). Pirit merupakan mineral bijih yang paling dominan. Kehadirannya dapat berasosiasi dengan urat kuarsa maupun menyebar dalam batuan. Dewi Prihatini (12007012) 33

Pirit Gambar 4.8 Pirit berukuran halus (<0,1 cm) yang menyebar (disseminated) dalam granodiorit terubah. Titik lokasi: 2010/AHW/12 Kalkopirit, galena, sfalerit, dan manganit hadir berasosiasi dengan urat kuarsa. Selain itu, malakit juga hadir pada batuan samping urat kuarsa (Gambar 4.9). Jika dilihat dari penyebarannya, mineral bijih yang berasosiasi dengan urat kuarsa banyak ditemukan di bagian barat daerah penelitian, sedangkan di bagian timur daerah penelitian hanya terdiri dari pirit yang bersifat menyebar (disseminated) pada batuan. Mal Gambar 4.9 Malakit yang terdapat pada batuan samping granodiorit terubah. Titik lokasi: 2010/AHW/37 (Mal : Malakit) Tekstur urat kuarsa yang terlihat di daerah penelitian, yaitu comb. Tekstur tersebut merupakan jenis tekstur primer pada urat kuarsa. Tekstur comb merupakan tekstur yag terdiri dari kelompok kristal paralel atau subparalel yang tegak lurus terhadap dinding urat dan memiliki bentuk menyerupai sisir Dewi Prihatini (12007012) 34

(Morrison dkk., 1990). Pada daerah penelitian, tekstur comb terdapat pada urat kuarsa yang memiliki ukuran relatif kecil, yaitu 2-5 cm (Gambar 4.10). Gambar 4.10 Tekstur comb pada urat kuarsa yang mengisi rekahan pada granodiorit terubah. Titik lokasi: 2010/AHW/10 4.2.2 Pengamatan Mikroskopis Pengamatan mikroskopis terhadap mineral bijih dilakukan dengan melakukan pengamatan mineragrafi terhadap sayatan poles dengan menggunakan mikroskop cahaya pantul. Dalam pengamatan mineragrafi dilakukan identifikasi terhadap jenis mineral bijih serta karakteristik tekstur yang menyertainya. Interpretasi tekstur dari mineral bijih ini akan membantu dalam penentuan paragenesis mineral bijih (Craig dan Vaughan, 1981). Pengamatan mineragrafi dilakukan terhadap 12 sayatan poles (Lampiran D). Berdasarkan hasil pengamatan, di daerah penelitian terdapat pirit, kalkopirit, sfalerit, galena, arsenopirit, tetrahedrit, kalkosit, dan kovelit (Tabel 4.7). Secara umum, pirit merupakan mineral logam dominan yang kehadirannya memiliki persentase terbanyak (65%) dibandingkan dengan mineral lainnya. Pirit berbentuk kubik dan berwarna kuning pucat. Secara umum pirit hadir mengisi ruang (open-space filling) antara mineral gangue kuarsa (Gambar 4.11a). Sfalerit berwarna abu-abu dan hadir mengisi ruang antara kuarsa dan mineral bijih lainnya dengan bentuk yang ireguler atau tidak beraturan (Gambar 4.11b). Kalkopirit berwarna kuning terang hadir dengan tekstur mengisi ruang di antara kuarsa dan mineral bijih lainnya (Gambar 4.11c). Dewi Prihatini (12007012) 35

Tabel 4.7 Mineral bijih yang teridentifikasi dari hasil pengamatan mineragrafi (: Pirit, Cpy: Kalkopirit, Sfa: Sfalerit, Gal: Galena, Ars: Arsenopirit, Tet: Tetrahedrit, Kov: Kovelit, Kal: Kalkosit) Mineral Bijih Cpy Sfa Gal Ars Tet Kov Kal No. Conto 2010/AHW/10B 2010/AHW/10C 2010/AHW/10D 2010/AHW/10E 2010/AHW/12 2010/AHW/13 2010/AHW/37A 2010/AHW/37H 2010/AHW/37I 2010/AHW/38H 2010/AHW/39I 2010/AHW/39J a b Sfa Tet Cpy Sfa 0,25 mm 0,25 mm c d Cpy Kal Ga 0,5 mm 0,25 mm Kov Cpy Gambar 4.11 Pengamatan mikroskopis pada paralel nikol (a) Pirit hadir mengisi ruang antara kuarsa, (b) Sfalerit hadir dalam bentuk ireguler (c) Galena, pirit, dan kalkopirit yang mengisi ruang diantara kuarsa (d) Kalkopirit yang digantikan oleh kalkosit dan kovelit (: Pirit, Gal: Galena, Sfa: Sfalerit, Cpy: Kalkopirit, Kal: Kalkosit, Kov: Kovelit) Dewi Prihatini (12007012) 36

Tetrahedrit berwarna abu-abu muda hadir dengan ukuran realtif halus dan menggantikan (replacement) kalkopirit (Gambar 4.11c). Kovelit dan kalkosit juga hadir menggantikan kalkopirit (Gambar 4.11d). Arsenopirit berwarna putih, hadir mengisi ruang di antara kuarsa dan pirit. Galena berwarna putih dan memiliki kenampakan khusus, yaitu triangular pit (Gambar 4.11c). 4.2.3 Paragenesis Mineral Bijih Pengamatan tekstur pada mineral bijih penting untuk membantu dalam penentuan urutan waktu pembentukan mineral atau paragenesis. Selain itu, tekstur yang terdapat dalam mineral bijih dapat membantu dalam menjelaskan estimasi kondisi saat mineral tersebut terbentuk (Craig dan Vaughan, 1981). Dari hasil pengamatan mineragrafi, terdapat beberapa tekstur yang terlihat, baik tekstur primer berupa pengisian ruang (open-space filling), ataupun tekstur sekunder yang berupa tekstur penggantian (replacement). Paragenesis mineral berdasarkan hubungan antar mineral dan tekstur yang terlihat pada sayatan poles menunjukkan bahwa mineral bijih yang terbentuk pertama kali adalah pirit dan arsenopirit. Pirit hadir mengisi ruang di antara kuarsa (open-space filling). Arsenopirit dijumpai mengisi ruang di antara pirit sehingga menunjukkan bahwa arsenopirit terbentuk setelah pirit (Gambar 4.12a). Namun, di beberapa tempat terlihat bahwa pirit hadir memotong arsenopirit (Gambar 4.12b). Berdasarkan tekstur-tekstur tersebut, diperkirakan hubungan antara pirit dan arsenopirit adalah terbentuk bersamaan. Mineral bijih selanjutnya yang terbentuk diperkirakan adalah galena. Galena hadir mengisi ruang di antara pirit dan arsenopirit (Gambar 4.12c dan 4.13a). Kemudian sfalerit terlihat mengisi rekahan pada galena (Gambar 4.13d). Di beberapa tempat sfalerit menunjukkan tekstur khusus, yaitu intergrowth dengan kalkopirit, yang disebut sebagai chalcopyrite disease (Craig dan Vaughan, 1981) (Gambar 4.12d). Tekstur ini merupakan salah satu bentuk eksolusi yang merupakan tekstur sekunder akibat pendinginan. Menurut Barton dan Skinner (1979; dalam Craig dan Vaughan, 1981), tekstur ini dapat terbentuk karena terbentuknya fasa yang berbeda pada larutan akibat dari eksolusi. Fasa larutan yang kaya Cu akan bereaksi dengan sfalerit sehingga membentuk kalkopirit dan menunjukkan tekstur tumbuh bersama dengan sfalerit. Dewi Prihatini (12007012) 37

Berdasarkan tekstur tersebut, diperkirakan sfalerit dan kalkopirit terbentuk bersamaan. a b Ar Ar 0,5 mm 0,25 mm c Ga Ar d Sfa Cpy Ga 0,5 mm 0,05 mm Chalcopyrite disease Gambar 4.12 Pengamatan mikroskopis pada paralel nikol (a) Arsenopirit mengisi ruang di antara pirit, (b) Pirit memotong arsenopirit, (c) Galena mengisi ruang di antara pirit dan arsenopirit (d) Sfalerit dan kalkopirit mengisi rekahan di antara galena Tetrahedrit hadir dengan tekstur replacement menggantikan kalkopirit (Gambar 4.13a). Kemudian kovelit dijumpai hadir menggantikan tetrahedrit dan kalkopirit (Gambar 4.13b dan 4.13c). Kalkosit juga hadir menggantikan kalkopirit (Gambar 4.13d). Kovelit dan kalkosit diperkirakan sebagai mineral yang terbentuk terakhir akibat dari proses pengayaan. Malakit dan manganit diperkirakan terbentuk bersamaan dengan kovelit dan kalkosit dari proses pengayaan. Tabel 4.8 menjelaskan paragenesis mineral bijih di daerah penelitian. Dewi Prihatini (12007012) 38

a Tet b Ars Ars Kov Cpy 0,125 mm 0,25 mm c d Kal Tet Kov Cpy Ga 0,125 mm 0,5 mm Gambar 4.13 Pengamatan mikroskopis pada paralel nikol (a) Tetrahedrit menggantikan kalkopirit, (b) Kovelit menggantikan kalkopirit, (c) Kovelit menggantikan tetrahedrit, (d) Kalkosit menggantikan kalkopirit Pirit (FeS 2 ) Tabel 4.8. Paragenesis mineral bijih di daerah penelitian Mineral Tahap Pembentukan Arsenopirit (FeAsS) Galena (PbS) Sfalerit (ZnFe)S Kalkopirit (CuFeS 2 ) Tetrahedrit (Cu 12 SbS 13 ) Kovelit (CuS) Kalkosit (Cu 2 S) Malakit (Cu 2 CO 3 ) (OH) 2 Manganit (MnO) (OH) Dewi Prihatini (12007012) 39