Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisiting Kota Bandung SWK Cibeunying

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

PENDAHULUAN Latar Belakang

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

BAB 5 RTRW KABUPATEN

SURVEI PENYIMPANGAN PEMANFAATAN RUANG DESA DI KECAMATAN BLANGPIDIE KABUPATEN ACEH BARAT DAYA JURNAL. Oleh Rahmad Ferdi

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

PANDUAN PENGAMATAN LANGSUNG DI LOKASI/KAWASAN WISATA TERPILIH

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

Kesesuaian Lahan dan Geographic Information System (GIS)

BAB V PENERAPAN KONSEP MAGERSARI DI KAWASAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. atau merevisi peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

BAB V STRATEGI PRIORITAS PENANGANAN KAWASAN PERMUKIMAN CILOSEH

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, jasa, dan industri. Penggunaan lahan di kota terdiri atas lahan

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI. Laporan Akhir

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengertian Sistem Informasi Geografis

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 8,39 % 1,67 % 5,04% Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

Session_01. - Definisi SIG - Latar Belakang - Keunggulan SIG dibanding sistem perpetaan konvensional - Contoh pemanfaatan SIG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. Tentang PEDOMAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

PENDAHULUAN Latar Belakang

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Jombang merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

28 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di dunia, saat ini telah menetapkan sektor pariwisata sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sistem transportasi merupakan prasarana dan sarana yang

Transkripsi:

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisiting Kota Bandung SWK Cibeunying 1 Indri Pebrianto, 2 Saraswati 1,2 Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 e-mail: 1 indripebrianto@gmail.com, 2 sarasshasta@gmail.com Abstrak. Kota Bandung, sebagaimana tercantum pada RTRW Nasional dan RTRW Provinsi Jawa Barat, ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Sebagai PKN, Kota Bandung, selain akan berperan sebagai pintu gerbang dari dan ke kawasan-kawasan internasional, juga akan berfungsi sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi dengan skala pelayanan nasional. Pertambahan penduduk yang tinggi, daya tarik investor untuk membuka usaha di Kota Bandung yang akan mengakibatkan banyaknya jenis perdagangan dan jasa, hal ini pula yang menyebabkan beralihfungsinya sektor permukiman penduduk ke sektor perdagangan dan jasa serta Ruang Terbuka Hijau ke sektor perdagangan dan jasa dan lain-lain. Selain itu, sektor pariwisata di Kota Bandung baik wisata alam, wisata kuliner dan wisata modern menjadi daya tarik yang cukup besar untuk berkunjung ke Kota Bandung. Sejalan dengan itu, permintaan akan ruang sangat tinggi dan tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah dibuat (RTRW Kota Bandung tahun 2011-2031). Oleh sebab itu, diindikasikan adanya ketidaksesuaian antara rencana tata ruang (RTRW Kota Bandung tahun 2011-2031) dengan fakta dilapangan dan indikasi adanya penyimpangan akan tata ruang yang berlaku. Berdasarkan infomasi dan pengamatan dilapangan. Pada SWK Cibeunying perubahan terjadi pada kawasan lindung berupa ruang terbuka hijau dan sempadan sungai dengan kondisi eksisting dominan perubahan menjadi permukiman dengan luas total simpangan sebesar 76,678 Ha. Sedangkan pada kawasan budidaya terdiri dari permukiman yang berubah menjadi kawasan lindung, pertanian lahan basah, ruang terbuka hijau serta lahan kosong dan jasa yang berubah menjadi ruang terbuka hijau dengan luasan simpangan sebesar 86,111 Ha. Rencana pola ruang yang berdasarkan RTRW Kota Bandung tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Ketidaksesuaian pada SWK Cibeunying didominasi oleh ketidaksesuaian pada kawasan lindung, kawasan lindung yang berada di bagian utara SWK Cibeunying yang beralih fungsi menjadi permukiman, sempadan sungai dan sempadan jalur kereta api yang didominasi oleh kegiatan budidaya khususnya permukiman. Kata Kunci : Ketidaksesuaian, Perubahan Fungsi Lahan, Luas Simpangan A. Pendahuluan Kota Bandung yang dulunya di desain untuk sekitar 350.000-500.000 penduduk (Rencana Tata Ruang Karlsten), waktu demi waktu harus beradaptasi dengan pertambahan penduduk yang semakin tinggi. Kota Bandung telah menjelma menjadi kota tempat terkonsentrasinya kegiatan sosial ekonomi masyarakat dengan perkembangan yang sangat dinamis. Hal ini dapat dilihat dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam sosial ekonomi masyarakat yang berdampak pada permintaan ruang kota dan berakibat pada perubahan tata ruangnya. Jumlah penduduk Kota Bandung (berdasarkan proyeksi dalam RTRW Kota Bandung, 2011-2031) yang diperkirakan akan mencapai 4,1 juta jiwa pada tahun 2030 telah melampaui daya dukung Kota Bandung yang sekitar 3 juta jiwa. Selain itu, persebaran penduduk eksisting (2.470.802 juta jiwa pada tahun 2014) juga belum tersebar secara merata. Pertambahan penduduk yang tinggi, daya tarik investor untuk membuka usaha di Kota Bandung yang akan mengakibatkan banyaknya jenis perdagangan dan jasa, hal ini pula yang menyebabkan beralihfungsinya sektor permukiman penduduk ke sektor perdagangan dan jasa serta Ruang Terbuka Hijau ke sektor perdagangan dan jasa dan lain-lain. Selain itu, sektor pariwisata di Kota Bandung baik wisata alam, wisata kuliner dan wisata modern menjadi daya tarik yang cukup besar untuk berkunjung ke 45

46 Indri Pebrianto, et al. Kota Bandung. Sejalan dengan itu, permintaan akan ruang sangat tinggi dan tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah dibuat (RTRW Kota Bandung tahun 2011-2031). Oleh sebab itu, diindikasikan adanya ketidaksesuaian antara rencana tata ruang (RTRW Kota Bandung tahun 2011-2031) dengan fakta dilapangan dan indikasi adanya penyimpangan akan tata ruang yang berlaku. Berdasarkan infomasi dan pengamatan dilapangan. Untuk dapat menjaga konsistensi dari pemanfaatan ruang terhadap rencana tata ruang wilayah, maka setiap pemerintah kota memerlukan upaya pemantauan terhadap pemanfaatan ruang yang berjalan serta mengevaluasi kesesuaian dari pemanfaatan ruang terhadap rencana tata ruang wilayahnya. Untuk dapat mencapai tujuan dari penataan ruang dan mengoptimalkan perkembangan kota, maka perlu dilakukan evaluasi kondisi tata ruang yang ada pada kondisi terkini atau eksisting, demikian juga untuk Kota Bandung. Untuk itulah studi Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisting Kota Bandung SWK Cibeunying ini dilaksanakan. Berdasarkan paparan diatas, bahwa rumusan masalah tata ruang Kota Bandung adalah Apakah pemanfaatan ruang eksisting dengan rencana tata ruang yang diberlakukan sudah sesuai atau belum. Adapun tujuan dari studi Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisting Kota Bandung SWK Cibeunying ini adalah untuk mengkaji pemanfaatan ruang wilayah kota dalam rangka antisipasi dan mewujudkan kesesuaian pemanfaatan ruang terhadap rencana tata ruang wilayah kota yang telah ditetapkan khususnya di SWK Cibeunying. Sedangkan sasaran dari kegiatan Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisting Kota Bandung SWK Cibeunying sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui penggunaan lahan eksisting terhadap rencana tata ruang yang telah ditetepkan di SWK Cibeunying. 2. Untuk mengetahui adanya penyimpangan atau tidak pada rencana tata ruang SWK Cibeunying dengan kondisi eksisting pada saat ini. 3. Untuk mengetahui seberapa besar simpangan yang terjadi di SWK Cibeunying B. Metodologi Secara teoritis, kegiatan evaluasi seyogyanya dilakukan secara berkelanjutan. Data dan informasi dari hasil kegiatan pemantauan digunakan sebagai data masukan dalam proses kegiatan evaluasi. Di dalam kegiatan evaluasi, hasil pemantauan dianalisa dan diolah sehingga menghasilkan informasi bagi penilaian pemanfaatan ruang terhadap rencana tata ruang wilayah. Evaluasi pemanfaatan ruang wilayah kota dilakukan dalam tiga tahap, yaitu : tahap kompilasi data dan informasi, tahap analisis data dan informasi, dan tahap perumusan hasil evaluasi. C. Tinjauan Pustaka Perencanaan adalah urutan pemikiran dan tindakan yang terdiri dari komponen komponen yang saling menunjang dan bergantung antara satu dengan yang lainnya dalam mengolah kebijaksanaan dan data dengan memanfaatkan segala sumber secara efektif dan efisien untuk menghasilkan satu atau beberapa keputusan (output). Dalam modul Pengantar Proses Perencanaan (2007), ada beberapa pendapat tentang pengertian perencanaan, diantaranya sebagai berikut : Volume 2, No.1, Tahun 2016

Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisiting Kota Bandung SWK Cibeunying 47 a. Menurut David A Thomas, perencanaan adalah suatu tahapan tindakan yang berorientasi ke masa depan melalui suatu urutan-urutan tindakan. Dengan demikian perencanaan adalah suatu proses pemikiran dalam upaya mengintegrasikan ekonomi, politik dan sumber daya untuk mencapai kebikajakan dan hasil yang lebih baik di masa yang akan datang. b. Menurut Selly, perencanaan adalah suatu tindakan untuk memperoleh kebijaksanaan yang dirangkaikan ke dalam serangkaian tahapan tindakan dalam kebijaksanaan. c. Menurut W.W.Nash, perencanaan adalah suatu proses dalam mengintegrasikan ekonomi, politik dan sumber daya manusia yang dirangkaikan sebagai suatu sistem untuk mencapai serangkaian kebijaksanaan. d. Menurut Richardson, perencanaan adalah suatu proses pemikiran dimana kebijaksanaan dan pemikirannya itu untuk mencapai hasil yang lebih baik. Perencanaan sebagai proses yang berkesinambungan, terdiri dari: a. Proses yang bersifat terbuka (open sistem), yaitu apabila outputnya merupakan suatu produk akhir (final product) dan dapat bersifat tertutup apabila outputnya berkembang dan merupakan umpan balik yang akan menjadi input baru bagi pengembangan proses untuk memperoleh output baru pula. b. Proses yang bersifat tertutup (close sistem), yaitu suatu perkembangan dari proses terbuka. Perkembangan ini terjadi terutama karena semakin disadari bahwa proses merupakan daur (siklus) yang bersifat terus-menerus mengingat perkembangan yang berjalan akan menuntut masukan baru sebagai usaha perkembangan dari output. Pengertian evaluasi menurut Charles O. Jones dalam Aprilia (2009) adalah evaluation is an activity which can contribute greatly to the understanding and improvement of policy development and implementation (evaluasi adalah kegiatan yang dapat menyumbangkan pengertian yang besar nilainya dan dapat pula membantu penyempurnaan pelaksanaan kebijakan beserta perkembangannya). Menurut PP No. 39 Tahun 2006, Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar. Sistem Informasi Geografis (Geographic Information Sistem/GIS) yang selanjutnya disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis (Aronoff, 1989). Sistem informasi geografis atau SIG atau yang lebih dikenal dengan GIS mulai dikenal pada awal tahun 1980-an. Sejalan dengan berkembangnya perangkat Komputer, baik perangkat lunak maupun perangkat keras, SIG berkembang mulai sangat pesat pada era 1990-an dan saat ini semakin berkembang. Secara umum pengertian SIG adalah suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, sumberdaya manusia dan data yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukan, menyimpan dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis. SIG akan selalu diasosiasikan dengan sistem yang berbasis komputer, walaupun pada dasarnya SIG dapat dikerjakan secara manual, SIG yang berbasis komputer akan sangat membantu ketika data geografis merupakan data yang besar (dalam jumlah dan ukuran) dan terdiri dari banyak tema yang saling berkaitan. Perencanaan Wilayah dan Kota, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016

48 Indri Pebrianto, et al. Secara umum SIG bekerja berdasarkan integrasi dari 4 komponen yaitu : 1. Hardware 2. Software 3. Sumber daya manusia 4. Data D. Analisis Pada SWK Cibeunying perubahan terjadi pada kawasan lindung berupa ruang terbuka hijau dan sempadan sungai dengan kondisi eksisting dominan perubahan menjadi permukiman dengan luas total simpangan sebesar 76,678 Ha. Sedangkan pada kawasan budidaya terdiri dari permukiman yang berubah menjadi kawasan lindung, pertanian lahan basah, ruang terbuka hijau serta lahan kosong dan jasa yang berubah menjadi ruang terbuka hijau dengan luasan simpangan sebesar 86,111 Ha. Untuk lebih jelasnya luas total simpangan pada SWK Cibeunying dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.1 Luas Penggunaan Lahan yang Mengalami Perubahan di SWK Cibeunying RTRW Kawasan Lindung Eksisting (Peta Citra Satelit) Pertanian Lahan Basah 0,952 Permukiman 10,060 RTH Permukiman 4,259 Sempadan Sungai Permukiman Permukiman 61,408 Kawasan Lindung 34,449 Pertanian Lahan Basah 13,183 RTH 10,287 Lahan Kosong 27,955 Luas (ha) 76,678 85,874 Jasa RTH 0,238 0,234 Sumber: Hasil Analisis, 2015 SWK Cibeunying 162,790 Tabel 4.2 Luas Total Simpangan SWK Cibeunying Sumber: Hasil Analisis, 2015 Pola Ruang Luas (ha) Kawasan lindung 76,678 Kawasan budidaya 86,111 Secara keseluruhan SWK Cibeunying Mempunyai Luasan kurang lebih sebesar 2794,569 Hektar. Luas lahan yang mengalami perubahan lahan di SWK Cibeunying Berdasarkan Overlay dari Peta Penggunaan lahan RTRW Kota Bandung dengan Peta Citra kurang lebih sebesar 162,790 hektar, berarti total sipangan yang mengalami perubahan lahan berdasarkan overlay sebesar 17,16% Volume 2, No.1, Tahun 2016

Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisiting Kota Bandung SWK Cibeunying 49 Simpangan Pola Ruang pada Kawasan Lindung di SWK Cibeunying di bagi menjadi 6 kategori yaitu: 1. Hutan lindung berlokasi di jalan Ir. H. juanda, sudah sesuai peruntukkan. 2. Kawasan yang memberikan Perlindungan terhadap kawasan dibawahnya (KBU) berlokasi di Jalan Ranca Bentang dan Dago permai anggulan tidak sesuai peruntukan. 3. Kawasan perlindungan setempat yang sudah sesuai peruntukan berlokasi di Jalan Stasiun Selatan, sedangkan kawasan perlindungan setempat yang tidak sesuai peruntukan atau mengalami perubahan yang besar berlokasi di Jalan Sekeloa Selatan, Jalan Kolam Renang dan Jalan Surapati. Sedangkan kawasan perlindungan setempat yang mengalami perubahan hampir setengahnya berlokasi di Jalan Gunung Mas dan Jalan Siliwangi. 4. Kawasan Ruang Terbuka Hijau di SWK Cibeunying hampir seluruhnya sudah sesuai peruntukkan, kecuali di daerah Jalan Sadangserang dan Jalan Rangga Gading dengan luasan dan fungsi yang kurang sesuai. 5. Kawasan suaka alam dan cagar budaya pada SWK Cibeunying yang mengalami perubahan hampir 100% berlokasi di Jalan Taman Sari (Sungai Cikapundung) dan Jalan Surapati, sedangkan kawasan yang masih sedikit mengalami perubahan berada di Jalan Otista, Jalan Aceh dan Jalan Ganesha. 6. Kawasan lindung lainnya (kawasan pelestarian alam) berlokasi di Jalan Taman Sari sudah sesuai peruntukan. Berdasarkan analisis yang dilakukan, total simpangan kawasan lindung SWK Cibeunying sebesar 42,532% Perencanaan Wilayah dan Kota, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016

50 Indri Pebrianto, et al. Peta Ketidaksesuaian SWK Cibeunying Volume 2, No.1, Tahun 2016