ANALISA KELAYAKAN USAHA PEMBIBITAN AYAM KAMPUNG (LOKAL) PENGHASIL DAY OLD CHICK (DOC) DI TINGKAT PETANI (STUDY KASUS KELOMPOK PETERNAK AYAM BURAS "BAROKAH" DI CIAMIS) (Feasibility Analysis of Native Chicken Breeding Farm at Farmer Level: Case Study of Native Chicken Farmer Group Barokah in Ciamis District) BROTO WIBOWO dan T. SARTIKA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRACT Native chicken is very important for Indonesian people as meat and egg producers. Pattern raising of native chicken is variation depending on its environmental condition and goal of raising. Intenive raising of the birds is entailed good planning particularly in economic aspects. An economical analysis was conducted on a group of native chicken farmers Barokah locating in district of Ciamis, West Java, of which producing chicks intensively. The group raising 300 hens and 60 cockerels for egg producesr and for hatching eggs produced by using 5 machines of egg hatchery. The result of analysis showed that this breeding could be extended to 6 years by considering the profit obtained (Rp.3.449.097,-), break event point (1482 birds), break even point of selling cost (Rp.3949/bird), internal rate of return (IRR) for 6 years (37,28). Key Words: Native Chicken, Intensive rearing, Financial Analysis ABSTRAK Ayam kampung merupakan alternatif pilihan bagi masyarakat Indonesia sebagai sumberdaya alam penyedia pangan bergizi dalam bentuk daging maupun telur yang sangat dibutuhkan. Pola pengembangannya beraneka sesuai dengan keadaan lingkungan maupun tujuan pemeliharaanya. Pengembangan pola Intensif diperlukan perencanaan yang lebih detail yang meliputi aspek ekonomi, karena pada pola intensif maka orientasi kegiatan condong ke arah komersial. Pada tahun 2009 kelompok peternak ayam kampung "Barokah" yang berlokasi di Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis telah melakukan usaha rintisan pembibitan ayam kampung penghasil DOC secara intensif. Usaha ini menggunakan sebanyak 360 ekor ayam dewasa (300 ayam induk dan 60 ekor ayam pejantan) sebagai penghasil telur, sedangkan untuk penghasil DOC digunakan 5 unit mesin tetas dengan kapasitas masing-masing 400 butir. Usaha yang dilakukan kelompok Barokah ini perlu dianalisa dari sisi ekonomi dengan pendekatan analisa kelayakan usaha yang meliputi analisa rugi-laba, analisa titik impas dan analisa internal rate of return (IRR). Hasil analisa menunjukkan bahwa usaha pembibitan dapat dilanjutkan sampai 6 tahun di kemudian hari, hal ini didasarkan bahwa usaha mendapat keuntungan sebesar Rp.3.449.097, Titik Impas Produksi sebesar 1482 ekor dan Titik Impas harga jual sebesar Rp.3949/ekor, IRR hasil perhitungan selama 6 tahun kegiatan diperoleh nilai sebesar 37,28%. Kata Kunci: Ayam Kampung, Pola Intensif, Analisis Finansial PENDAHULUAN Ayam kampung (lokal) telah berkembang secara luas di berbagai wilayah Indonesia, kemampuan beradaptasi dengan lingkungan menyebabkan keberadaanya diakui oleh masyarakat sebagai bagian kehidupan yang tak terpisahkan. SARTIKA.T et al. (2007) telah berhasil membukukan 41 rumpun ayam lokal yang hidup di Indonesia baik asli maupun pendatang yang sudah menempuh siklus produksi minimal 3 generasi. Lebih lanjut dikatakan bahwa ayam lokal mempunyai multi fungsi yaitu sebagai penyanyi, upacara adat, hias, aduan dan penghasil daging dan telur 714
Selama lima (5) tahun terakhir (2004 2008) secara Nasional populasi dan produksi telur ayam buras mengalami kenaikan, populasi naik sebesar 13.813.725 ekor atau 4,98%. (dari 276.989.054 menjadi 290.802.779), produksi telur naik sebesar 67.167 ton atau 39% (dari 172.147 ton menjadi 239.314 ton), sedangkan produksi daging mengalami penurunan sebanyak -53.430 ton atau 6,3% (dari 846.097 ton menjadi 792.667 ton). Namun demikian pada tahun 2008 peranan ayam kampung dalam menyumbang produksi daging Nasional mencapai 307.540 ton atau 14.69% (DITJENNAK, 2008). Ayam kampung mempunyai potensi pasar yang cukup besar, daging ayam kampung mempunyai rasa dan tekstur yang khas sehingga disukai masyarakat Indonesia bahkan dapat dikatakan mempunyai segmen pasar tersendiri (DIWYANTO, 1998), dalam (SARTIKA.T. et al., 2007), lebih lanjut dikatakan pada beberapa masakan tertentu seperti ayam goreng Ny Suharti, mbok Berek dan ayam bakar Taliwang hanya cocok menggunakan ayam kampung dan masakan tersebut disukai Turis Manca Negara, sehingga ayam buras dapat dikatakan telah go international. DITJENNAK (2006) dalam SARTIKA.T. et al. (2007) mengatakan bahwa budidaya ayam kampung sebagian besar (70%) dipelihara secara tradisional dan hanya 30% yang dipelihara dengan mengikuti program intensifikasi ayam buras (INTAB). Pengembangan ayam kampung dapat ditempuh melalui berbagai cara tergantung dari tujuan yang mendasarinya (komersial, atau subsisten). Dikenal beberapa pola pengembangan ayam kampung antara lain Pola Ekstensif, Semi Intensif dan Intensif, pola-pola tersebut diterapkan peternak sesuai dengan kondisi lokasi maupun tujuan usaha. Khusus pada Pola intensif dengan tujuan komersial maka diperlukan persiapan yang matang yaitu teknologi, pengetahuan dan permodalan karena kebutuhan ayam sepenuhnya tergantung dari peternak, sehingga peternak akan menanggung beban biaya untuk kebutuhan hidup dan berproduksi. Usaha yang bersifat komersial perlu adanya perencanaan yang matang, sehingga dapat dievaluasi atas kegiatan yang sedang berlangsung untuk dilanjutkan atau dihentikan. Beberapa cara evaluasi usaha secara finansial antara lain dengan menggunakan analisa Internal Rate of Return (IRR). BAMBANG dan NESIA (1992) mengatakan bahwa IRR merupakan suatu tingkat pengembalian modal yang digunakan dalam suatu proyek, yang nilainya dinyatakan dalam persen (%) pertahun. Suatu proyek yang layak dilaksanakan akan mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari nilai discount rate. Nilai IRR adalah merupakan suatu nilai tingkat bunga dimana nilai NPV-nya sama dengan nol (NPV = 0). IRR = 1 + NPV NPV NPV (I I ) Peternak pada umumnya melakukan budidaya ayam kampung masih menggunakan bibit yang berasal dari hasil keturunan dari ayam yang dipelihara sebelumnya. Hal ini disebabkan karena belum tersebarnya secara meluas dalam jumlah maupun wilayah terhadap bibit ayam yang berkualitas yaitu Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) yang merupakan hasil penelitian dari Balai Penlitian Ternak (BPT). Dalam rangka mengatasi kebutuhan bibit maka pada tahun 2009 kelompok peternak ayam kampung Barokah di Kabupaten Ciamis telah merintis usaha pemeliharaan ayam kampung penghasil DOC secara intensif. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat kelayakan usaha yang dilakukan oleh kelompok Barokah ditinjau dari aspek ekonomi, antara lain mengetahui keuntungan atau kerugian, titik Impas harga penjualan/ekor, ttik impas tingkat produsi dan mengetahui tingkat IRR dalam jangka 6 tahun ke depan. MATERI DAN METODE Pengamatan dilakukan pada tahun 2009 di lokasi Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis, Jawa-Barat pada Kelompok Peternak Ayam Kampung Barokah. Sebanyak 360 ekor ayam dewasa (300 ekor betina dan 60 ekor pejantan) dipelihara secara intensif pada kandang postal bersekat, setiap sekat terdiri dari 6 ekor (5 ekor betina dan 1 ekor pejantan). Produksi telur yang dihasilkan diutamakan 715
sebagai bahan baku penetasan. Berdasarkan waktu pengumpulan telur dan tingkat produksi telur maka disediakan sebanyak 5 buah mesin tetas masing-masing dengan kapasitas 400 butir. Data yang diambil adalah data teknis maupun ekonomi, data teknis meliputi (an s (produksi telur, daya tetas, fertilitas telur, mortasiltas DOC), sedangkan data ekonomi meliputi harga (DOC, pakan dan peralatan kandang, tenaga kerja). Berdasarkan data yang diperoleh maka dilakukan Analisa finansial yang meliputi input-output, Break Even Point (BEP) tingkat produksi DOC (ekor) dan tingkat harga DOC (Rp/ekor) dan perhitungan Internal Rate Of Return (IRR) dalam jangka 6 tahun kegiatan. Budidaya dan manajemen usaha pembibitan ayam kampung Berdasarkan tingkat produksi telur dan masa koleksi telur maka dapat diperhitungkan bahwa dibutuhkan sebanyak 5 mesin tetas dengan kapasitas 400 butir. Masa koleksi telur selama 5 hari akan menentukan jumlah kegiatan penetasan sebanyak 6 kali per bulan. Ayam dipelihara secara tertib baik dari segi pencegahan dan pengobatan terhadap kesehatannya. Telur yang dihasilkan untuk selanjutnya menjadi bahan baku penetasan dalam rangka menghasilkan DOC. Beberapa Variabel teknis dan ekonomis digunakan dalam perhitungan untuk menegtahui kelayakan usaha pembibitan. Koefisien teknis: a. Produktivitas telur: 40% b. Konsumsi pakan: 100 gram/ekor/hari c. Masa afkir induk: 18 bulan masa prod. d. Pengumpulan telur: 6 hari sekali e. Telur layak ditetaskan:70% f. Fertilitas telur: 90% g. Daya tetas telur: 80% dari telur fertil h. Mortalitas DOC: 2% Koefisien ekonomi: Harga bibit induk: Rp 65 000/ekor Harga ayam pejantan: Rp 85.000/ekor Harga mesin tetas kapasitas 400 butir: Rp 800.000/unit Harga telur konsumsi (tak layak tetas): Rp 1200/butir Harga telur cacat: Rp 1000/butir Harga telur infertile: Rp 900/butir Harga DOC: Rp4500/ekor (an sex) Harga ayam afkir betina: Rp 40.000/ekor Harga ayam afkir pejantan: Rp 50.000/ekor Harga upah tenaga kerja: Rp 700.000/org/bln. Harga pakan: Rp 3700/kg. HASIL DAN PEMBAHASAN Profil kelompok peternak ayam kampung "Barokah" Kelompok peternak ayam kampung "Barokah" berlokasi di Lingkungan Karang, Kelurahan Ciamis, Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis, telah melakukan usaha rintisan pembibitan ayam kampung penghasil DOC dalam rangka mengembangkan ayam kampung dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Lokasi usaha Kelompok Barokah memiliki beberapa keunggulan, yaitu kemudahan transportasi dengan kendaraan roda 4, kemudahan komonikasi melalui tilpon dan internet, penerangan listrik dari PLN. Di tengah-tengah kepadatan penduduk usaha ayam kampung diterima olah masyarakat, karena telah menjaga keindahan lingkungan dengan menerapkan berbagai inovasi baru antara lain pembuatan biogas, pelaksanaan Inseminasi Buatan dan penggunaan pakan serasi, penggunaan bibit unggul (ayam Kampung Balitnak) dan pengelolaan perkandangan. Penerapan inovasi baru ini merupakan respon kelompok yang memilki tenaga muda dan berbakat sebanyak 3 personil dengan jenjang akademis masing-masing S1 pada bidang Peternakan sehingga diharapkan mampu menggerakkan laju pengembangan ayam buras sebagai mana yang diharapkan Pemerintah Daerah. Pada tahun 2009 Kelompok Barokah oleh Pemerintah Daerah (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis) diajukan menjadi peserta Lomba Tingkat Nasional mewakili Jawa Barat, dengan harapan menjadi kebangkitan baru setelah era tahun 90-an, yang mana Kabupaten Ciamis menjadi juara 716
Nasional ayam Buras. Bentuk kepengurusan sesuai fungsinya adalah Ketua, Sekretaris, Bendahara, Seksi Produksi dan Pemasaran, Seksi pakan dan Seksi Keswan. Kelompok Barokah telah mempunyai tata ruang dalam pelaksanaan kegiatan usaha ayam kampung, demikian juga fungsi-fungsi ruang sesuai denga penggunaannya. Terdapat: Ruang Sekretariat (1 unit), ruang penetasan (1 unit), Ruang Gudang pakan (1 unit), Kandang penampungan (1 unit), Kandang anak (1-30 hari) 1 unit, Kandang dewasa (2 unit), Kandang bibit (induk dan pejantan) 2 unit. Salah satu dari berbagai alasan peternak untuk memelihara ayam kampung karena pemasaran produk ayam kampung (telur dan ayam hidup) sangat mudah dan mempunyai harga yang stabil tinggi. Kelompok Barokah saat ini menjadi incaran para pedagang ayam ketika mencari bahan untuk dipasarkan kepada konsumen. Kegiatan menghasilkan DOC mengikuti beberapa ketentuan dengan maksud agar usaha dapat berkesinambungan. Ketentuan yang dimaksud antara lain: 1. Pemeliharaan ayam (induk) dimulai dari ayam siap bertelur (dewasa). 2. Pemeliharaan induk selama 18 masa produksi untuk selanjutnya dilakukan afkir 3. Pada saat yang sama ketika melakukan pengafkiran maka dilakukan penggantian ayam baru yang diawali dengan status dewasa. 4. Telur yang ditetaskan adalah telur setelah 2 bulan masa produksi (penundaan untuk menetaskan telur). 5. Kegiatan pemeliharaan ayam sebagai penghasil telur untuk ditetaskan menjadi satu kesatuan dengan kegiatan penetasan untuk menghasilkan DOC. 6. Kegiatan direncanakan selama 6 tahun. Mengacu pada berbagai ketentuan tersebut maka kegiatan penetasan produksi DOC setiap tahun dapat dirinci seperti pada Tabel 1. Tabel 1, menunjukkan bahwa selama 6 tahun kegiatan maka pada tahun III dan VI kegiatan penetasan berlangsung secara penuh (12 bulan ) sedangkan pada tahun I, II, IV, dan V kegiatan penetasan dalam 1 tahun hanya berlangsung masing-masing 10 bulan, karena yang 2 bulan disebabkan telur yang dihasilkan belum layak ditetaskan. Penggantian ayam afkir dilakukan secara all-in dan all-out, sehingga dalam masa kegiatan selama 6 tahun (72 bulan) terjadi 4 kali penggantian ayam. Kejadian peremajaan ayam dapat dirinci sebagai berikut: Tabel 1. Keragaan kegiatan produksi DOC dan telur Konsumsi selama 6 tahun kegiatan Tahun Produksi Waktu Kejadian pada bulan ke- Keterangan I Telur konsumsi 2 bulan 1 2 DOC 10 3 12 II Telur konsumsi 2 7 8 DOC 10 1 6 dan 9 12 III Telur konsumsi 0 DOC 12 1 12 1V Telur konsumsi 2 bulan 1 2 DOC 10 3 12 V Telur konsumsi 2 7 8 DOC 10 1 6 dan 9 12 VI Telur konsumsi 0 DOC 12 1 12 717
Pemasukan ayam Kejadian I, pemasukan ayam dewasa untuk awal kegiatan, sebelum tahun I. Kejadian II, pada bulan ke-18, pada saat itu terjadi penggantian ayam baru. Kejadian III, pada bulan ke-36. Kejadian IV, yaitu pada bulan ke- 54. Pengafkiran ayam dilakukan setelah 18 bulan masa produksi Kejadian I, yaitu pada pertengahan tahun II kegiatan Kejadian II, pada akhir tahun III, atau pada bulan ke-36 kegiatan; Kejadian III, pada pertengahan tahun V, yaitu pada bulan ke-54; Kejadian IV, pada akhir tahun VI atau bulan ke-72. Pada Tabel 2, menunjukkan bahwa investasi yang diperlukan untuk melakukan kegiatan pembibitan ayam kampung penghasil DOC pada sakala 360 ekor dan 5 mesin tetas, beserta perangkat yang diperlukan maka dibutuhkan sebanyak Rp. 80.235.000, yang terbagi dalam kegiatan budidaya ayam penghasil telur sebesar Rp. 53.785.000 dan kegiatan penetasan sebesar Rp. 26.450.000. Pada Tabel 3, menunjukkan bahwa biaya pemeliharaan ayam penghasil telur yang paling tinggi adalah pada bagian biaya pakan yang menempati sebesar 76,18% dari biaya total, sedangkan pada penetasan biaya yang paling besar adalah biaya tenaga. Telur yang ditetaskan tidak dihitung karena sudah dihitung dalam biaya produksi pemeliharaan ayam. Pada Tabel 4 ditunjukkan bahwa hasil perhitungan menyatakan bahwa BEP produksi DOC sebesar 1482 ekor, padahal usaha pembibtan ini mampu melebihi BEP produksi yaitu sebesar 1689 ekor, sehingga usaha dapat dikatakan layak. Demikian pula pada BEP harga jual, dalam perhitungan diperoleh bahwa BEP harga jual sebesar Rp. 3949/ekor. Tabel 2. Jumlah dan jenis investasi usaha pembibitan ayam kampung penghasil DOC, skala 360 ekor.pada awal tahun Uraian Harga satuan (Rp) Nilai (Rp) Usia teknis (tahun) Penyusutan per bulan (Rp) Kegiatan Budidaya ayam Bangun kandang (100 m 2 ) 275.000 27.500.000 8 286.456 Tempat pakan (60 buah) 13.500 810.000 5 13.500 Timbangan (1 buah) 150.000 150.000 5 2.500 Tangki sprayer (1 buah) 200.000 200.000 5 3.333 Gerobak roda 3 (1 buah) 150.000 150.000 5 2.500 Tempat minum (30 buah) 12.500 375.000 5 6.250 Ayam betina (induk) (300 ekor) 65.000 19.500.000 1,5 450.000 Ayam jantan (60 ekor) 85.000 5.100.000 1,5 125.000 Sub total 53.785.000 Penyusutan/bulan (biaya tetap) 889.539 Kegiatan penetasan telur Mesin tetas, kapas. 400 butir, 5 buah 800.000 4.000.000 7 47.619 Alat candling 1 buah 50.000 50.000 5 833 Ruang penetasan, 1 unit 20.000.000 20.000.000 10 166.667 Kandang indukan (DOC), 8 buah 300.000 2.400.000 5 40.000 Sub total 26.450.000 Penyusutan/bulan (biaya tetap) 255.119 Total investasi 80.235.000 718
Tabel 3. Jumlah biaya tidak tetap dalam usaha pembibitan ayam kampung penghasil DOC 1. Pemeliharaan ayam tetua (360 ekor) per bulan Biaya tidak tetap (Rp) Rp (%) Pakan induk + pejantan ( 360 x 100 gr x 30 x Rp 3700) 3.966.000 76,18 Kesehatan (paket_) 100.000 1,92 Sanitasi (paket) 50.000 0,96 Listrik 120.000 2,30 Sekam 50.000 0,96 Total biaya tidak tetap 4.316.000 Biaya tetap (penyusutan) 889.539 17,08 Biaya operasional/bulan 5.205.539 100 2. Kegiatan penetasan telur per bulan Biaya tidak tetap (Rp) Rp Tenaga pemanas (5 mesin x Rp 100.000) 500.000 34,12 Egg tray (kapasitas 30 butir) 10.000 0,68 Tenaga kerja penetas dan prod telur (1 0rang x Rp 700.000) 700.000 47,77 Total biaya tidak tetap 1.210.000 Biaya tetap (penyusutan) 255.119 17,41 Biaya operasonal/bulan 1.465.119 100 Total biaya operasional (kegiatan 1 dan kegiatan 2) 6.670.658 Padahal usaha pembibitan ini mampu menjual DOC diatas harga BEP, sehingga usaha dapat dilanjutkan. Keuntungan yang diperoleh setiap bulan mencapai Rp. 3.449.097, dimana B/C mencapai 1,51. Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pengeluaran biaya produksi ( biaya tetap dan tidak tetap) mencapai Rp 72.948.000 pada tahun I. Pada tahun ke-2, 3 dan 5 terdapat kenaikan dari pada tahun ke-1, 4 dan 6 hal ini disebabkan adanya pembelian ayam baru sebagai pengganti ayam yang sudah masa afkir. Terlihat bahwa antara penerimaan dengan biaya pada tiap tahun kegiatan dari tahun ke-1 samapai dengan tahun ke-6 terdapat selisih positif, artinya usaha tersebut mendatangkan keuntungan. Berdasarkan data arus kas biaya dan keuntungan selama 6 tahun dengan memperhatikan tingkat discount rate yang berlaku sebesar 15%, maka menggunakan daftar tabel discount faktor akan diperoleh Net Present Value pada masing-masing discount faktor yang diinginkan. Perhitungan IRR ini dilakukan melalui try and error pada tingkat discount faktor tertentu, hingga diperoleh nilai NPV sama dengan nol, atau NPV negatif, selanjutnya dipersandingkan antara NPV negatif dengan NPV positit yang paling dekat jaraknya. Perhitungan nilai IRR menggunakan rumus IRR = 1 + NPV NPV NPV x (I I ) = 35 + 3769/((3769 -(-4482)) x (40-35) = 35 + (3769x5)/(8251) = 35 + (18845/8251) = 35 + 2,28 = 37,28% - I adalah nilai df 35% - I adalah nilai df 40% - NPV adalah nilai NPV pada df 35% = 3769 - NPV adalah nilai NPV pada df 40%= - 482 719
Tabel 4. Jumlah penerimaan pada usaha pembibitan ayam kampung penghasil DOC Penerimaan dalam bentuk fisik per bulan (butir/ekor) Produksi telur (300 40% 30 x butir) 3600 Jumlah telur rusak (5% 3600 butir) 180 Jumlah telur utuh (95% 3600 butir) 3420 Jumlah tak layak tetas ( 30% 3420 butir) 1026 Jumlah telur layak tetas ( 70% 3420 butir) 2394 Jumlah telur fertil (90% 2394 butir) 2155 Jumlah telur infertil (10% 2394) butir 245 Telur yang menetas (80% 2155) butir 1724 Jumlah DOC hidup (98% 1724) ekor 1689 Ayam afkhir betina (ekor)/18 285 Ayam afkir jantan(ekor)/18 57 Penerimaan dalam bentuk uang per bulan Rp a) Penjualan telur cacat (5% 180 butir Rp 1000 ) 180.000 b) Jumlah telur tak layak tetas (30% 1026 butir Rp 1200 ) 1.231.200 c) Jumlah telur infertil (10% 2394 butir Rp 900 ) 215.460 d) Penjualan DOC ( 80% 2155 butir 1 ekor Rp 4500) 7.601.429 e) Penjualan pupuk kandang 100.000 f) Ayam afkhir betina (285 Rp 40 000)/18 633.333 g) Ayam afkir jantan (57 Rp 50.000)/18 158.333 Total penerimaan ( a + b + c + d + e + f + g) 10.119.755 Keuntungan ( 10.119.755-6.670.658) 3.449.097 B/C: (10.119.755 / 6.670.658) 1,51 BEP harga jual DOC (Rp/ekor) Rp 3.949/ekor BEP jumlah produksi DOC (ekor) 1482 ekor 720
Tabel 5. Arus tunai biaya dan penerimaan kegiatan pembibitan selama 6 tahun (Rp 000) Uraian Tahun kegiatan Biaya 1 2 3 4 5 6 Pakan 47.592 47.592 47.592 47.592 47.592 47.592 Kesehatan 1.200 1.200 1.200 1.200 1200 1.200 Sanitasi 600 600 600 600 600 600 Listrik 1.440 1.440 1.440 1.440 1440 1.440 Sekam 600 600 600 6.00 600 600 Ayam induk 19.500 19.500 19.500 Ayam pejantan 5.100 5.100 5.100 Tenaga pemanas 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 Egg try 120 120 1.20 1.20 120 1.20 Tenaga kerja 8.400 8.400 8.400 8.400 8.400 8.400 Total 65.952 90.552 90.552 65.952 90.552 65.952 Penyusutan Bangunan kandang ayam 3.437 3.437 3.437 3.437 3.437 3.437 Tempat pakan 135 135 135 135 135 135 Timbangan 25 25 25 25 25 25 Tangki sprayer 333 333 333 333 333 333 Gerobak roda 3 25 25 25 25 25 25 Tempat minum 62 62 62 62 62 62 Mesin tetas 571 571 571 571 571 571 Alat candling 8 8 8 8 8 8 Ruang penetasan 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 Kandang indukan 400 400 400 400 400 400 Total 13.896 6.996 6.996 6.996 6.996 6.996 Biaya total 72.948 97.548 97.548 72.948 97.548 72.948 Penerimaan Telur konsumsi (produksi 2 bulan) 8.640 8.640 8.640 8.640 Telur rusak 1.800 1.800 2.160 1.800 1.800 2.160 Telur tak layak tetas 12.312 12.312 14.774 12.312 12.312 14.774 Telur infertil 2.202 2.205 2.646 2.205 2.205 2.646 Penjualan DOC 76.005 76.005 91.206 76.005 76.005 91.206 Ayam induk afkir 11.400 11.400 11.400 11.400 Ayam pejantan afkir 2.850 2.850 2.850 2.850 Kotoran kandang 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200 Total 102.159 116.412 126.236 102.162 116.412 126.236 721
722 Tabel 6. Arus kas biaya dan keuntungan dalam (Rp 000) dan perhitungan IRR Tahun Investasi Biaya operasi Total biaya Penerimaan Keuntungan df 15% 0 80.235 0 80.235 0-80.235 1-80.235 1-80.235 1-80.235 1 65.952 65.952 102.159 36.207 0,8696 31.486 0,74 26.819 0,714 25.863 2 24.600 90.306 90.552 116.412 25.860 0,7561 19.553 0,55 14.189 0,51 13.194 3 24.600 90.306 91.752 126.236 34.484 0,6575 22.673 0,41 14.014 0,364 12,566 4 65.952 65.952 102.162 36.210 0,5718 20.705 0,3 10.903 0,26 9.425 5 24.600 90.306 90.552 116.412 25.860 0,4972 12.858 0,22 5.767 0,186 4.807 6 67.152 67.152 126.236 59.084 0,4323 25.542 0,17 9.761 0,133 7.846 15.445 15.445 0,4323 6.677 0,17 2.552 0,133 2.051 Total 154.035 469.974 552.147 705.062 152.915 59.258 3.769-4.482 NPV 15% df 35% NPV 35% df 40% NPV 40% Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010 722
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai IRR sebesar 37,28% dimana hasil ini melebihi tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 15%. Dengan demikian usaha pembibitan ayam kampung penghasil DOC dinyatakan layak untuk dilakukan selama 6 tahun mendatang. KESIMPULAN Usaha pembibitan sebagai penghasil DOC sangat layak untuk dilakukan dalam jangka 6 tahun mendatang. Volume produksi dan harga jual DOC per satuan unit dinyatakan melebihi dari hasil perhitungan BEP produksi maupun BEP tingkat harga. Demikian pula hasil perhitungan B/C melebihi angka 1. Hasil perhitungan prediksi perencanaan usaha selama 6 tahun ditunjukkan bahwa IRR sebesar 37,72%, hal ini melebihi discount rate 15%. DAFTAR PUSTAKA BAMBANG, P. dan NESIA D. 1992. Ekonomi Teknik, Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor, Bogor. DITJENNAK. 2006. Statistik Peternakan Indonesia. Direktorat Jenderal Peternakan. Departeman Pertanian Republik Indonesia, Jakarta. DITJENNAK. 2008. Statistik Peternakan Indonesia. Direktorat Jenderal Peternakan. Departeman Pertanian Republik Indonesia, Jakarta. STATISTIK INDONESIA. 2008. Badan Pusat Statistik Indonesia. SARTIKA, T. dan B. GUNAWAN. 2007. Karakteristik sifat-sifat produktivitas ayam kampung betina fase produksi pada populasi dasar seleksi. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 21 22 Agustus 2007. Puslitibang Peternakan. Bogor. hlm. 576 582. SARTIKA, T dan S. ISKANDAR. 2007. Mengenal Plasma Nutfah Ayam Indonesia dan Pemanfaatannya. Balai Penelitian Ternak, Puslitbang Peternakan, Bogor. 723