BAB 4 ANALISA PANAS HIDRASI PONDASI BORED PILE JEMBATAN SURAMADU. mengenai diameter dan kedalaman pondasi, kedalaman air laut, dan kedalaman

dokumen-dokumen yang mirip
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini sistem pondasi tiang bor (bored pile) banyak digunakan pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk pondasi dalam. Beton yang tergolong mass concrete, didesain dengan

3.3. BATASAN MASALAH 3.4. TAHAPAN PELAKSANAAN Tahap Permodelan Komputer

Perhitungan Struktur Bab IV

II. TINJAUAN PUSTAKA. tambahan yang membentuk massa padat (SK SNI T ). Beton Normal adalah beton yang mempunyai berat isi kg/m 2

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

Ganter Bridge, 1980, Swiss. Perencanaan Struktur Beton Bertulang

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan

BAB III METODOLOGI. 3.1 Pendekatan. Untuk mengetahui besarnya pengaruh kekangan yang diberikan sengkang

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

LAMPIRAN I PEMERIKSAAN BAHAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Material baja pada struktur baja juga tersedia dalam berbagai jenis ukuran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. 3.1 Diagram Alir Perancangan Struktur Atas Bangunan. Skematik struktur

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013

Struktur Beton Bertulang

Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak

BAB I PENDAHULUAN. maka kegiatan pemerintahan yang berkaitan dengan hukum dan perundangundangan

METODOLOGI PENELITIAN

3.4.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus Error! Bookmark not defined Kadar Lumpur dalam Agregat... Error!

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODELOGI. satunya adalah menggunakan metode elemen hingga (Finite Elemen Methods,

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS TEGANGAN STATIK PADA UNIT SQUARE END A-JACK DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

PENGARUH SUBSTITUSI AGREGAT HALUS DENGAN KERAK BOILER TERHADAP BETON TUGAS AKHIR. Disusun oleh : JEFFRY NIM:

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

BAB V PENUTUP. Pengaruh pemakaian cacahan..., Johanes Chandra, FT UI, 2008

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

DAFTAR ISI. Judul DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 2

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kemajuan suatu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG

ANALISIS PENGARUH LAWAN LENDUT (CAMBER) PADA PEMODELAN JEMBATAN BALANCED CANTILEVER BOX GIRDER ABSTRAK

Bab V : Analisis 32 BAB V ANALISIS

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN <

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

BAB I PENDAHULUAN. banyak diterapkan pada bangunan, seperti: gedung, jembatan, perkerasan jalan, balok, plat lantai, ring balok, ataupun plat atap.

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh pemakaian cacahan..., Johanes Chandra, FT UI, 2008

PERBANDINGAN KEHILANGAN GAYA PRATEKAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR BALOK DI GEDUNG*

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERIAL BETON PRATEGANG BY : RETNO ANGGRAINI, ST. MT

BAB I BETON MUTU TINGGI (HIGH STRENGHT CONCRETE)

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

MEKANIKA BAHAN (TKS 1304) GATI ANNISA HAYU PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS JEMBER

MIX DESIGN Agregat Halus

Perencanaan Campuran Beton WINDA TRI WAHYUNINGTYAS

BAB 3 DATA TANAH DAN DESAIN AWAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA GEOMETRI NON-LINIER PELAT LANTAI DENGAN MENGGUNAKAN SAP2000 DAN PERCOBAAN PEMBEBANAN. Andri Handoko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

Low Heat Concrete Sebuah Inovasi untuk Pengecoran Beton Massa di Indonesia

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Sifat Mekanis Beton Normal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

BebanAksial(lanjutan)

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR RAMOT DAVID SIALLAGAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2.1 Bagian-bagian mesin press BTPTP [9]

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terbuat dari semen dan air membentuk massa mirip batuan. (McCormac.Jack

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMAKASIH... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR GRAFIK...

BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Pengaruh Proses Oversize Piston Terhadap Kinerja Motor dan Pengujian Ketahanan Mekanik Piston Dengan Menggunakan Perangkat Lunak Catia V5R14

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

BAB IV ANALISA DATA. Sipil Politeknik Negeri Bandung, yang meliputi pengujian agregat, pengujian beton

STUDI EKSPERIMEN KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN SEMEN PPC DENGAN TAMBAHAN GLENIUM

STUDI EKSPERIMENTAL PENGGUNAAN PORTLAND COMPOSITE CEMENT TERHADAP KUAT LENTUR BETON DENGAN f c = 40 MPa PADA BENDA UJI BALOK 600 X 150 X 150 mm 3

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidrasi dan menghasilkan suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DISPLACEMENT PADA BATANG PRISMATIS DENGAN LUAS PENAMPANG BERVARIASI. Mekanika Kekuatan bahan 2 nd and 3 rd session

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia, Universitas

TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI PERTEMUAN KE-6 BETON SEGAR

Transkripsi:

36 BAB 4 ANALISA PANAS HIDRASI PONDASI BORED PILE JEMBATAN SURAMADU 4.1 Data-Data Teknis Pondasi Suramadu Pada proses pemodelan struktur pondasi Jembatan Suramadu elemen-elemen diinput menggunakan program Midas/Civil 2006. Data teknis yang diinput adalah datadata mengenai diameter dan kedalaman pondasi, kedalaman air laut, dan kedalaman tanah. Pondasi Jembatan Suramadu menggunakan pondasi bored pile yang memiliki dimensi yang cukup besar dengan kedalaman 94 m dan diameter 2,4 m. Layout dari pondasi Jembatan Suramadu ditampilkan pada gambar 4.1. Gambar 4.1 Layout Pondasi Suramadu

37 Berikut ini adalah data-data yang digunakan dalam pemodelan struktur: a. Data Pondasi Suramadu : Kedalaman = 94 meter Diameter = 2,4 meter Standar = ASTM (RC) Jenis Material = K-300 Spesifikasi Panas = 0,229 kcal.g/kgf. C Panas Konduksi = 1,806 kcal/m.jam. C Koefisien Konveksi = 16,149 kcal/m.jam. C Gambar 4.2 Input Data Material Pondasi

38 b. Data Air Laut : Kedalaman = 20 meter Modulus Elastisitas = 1 kgf/m² Koefisien Termal = 2,5 10-4 1/ C Poisson s Rasio = 0,2 Densitas Berat = 1030 kgf/m³ Spesifikasi Panas = 0,95 kcal.g/kgf. C Panas konduksi = 0.28 kcal/m.jam. C Gambar 4.3 Input Data Material Air laut

39 c. Data Tanah : Modulus Elastisitas = 1 10 8 kgf/m² Koefisien Termal = 1 10-5 1/ C Poisson s Rasio = 0,2 Densitas Berat = 1800 kgf/m³ Spesifikasi Panas = 0,2 kcal.g/kgf. C Panas konduksi = 1,7 kcal/m.jam. C Gambar 4.4 Input Data Material Tanah

40 4.2 Input Data Parameter Setelah memasukkan data-data material dilakukan input nilai untuk creep, shrinkage dan merubah modulus elastisitas beton. 4.2.1 Rangkak (Creep) / Susut (Shrinkage) Pada pemasukan data digunakan kode ACI. Kuat tekan beton pada umur 28 hari adalah 4,1 10 6 kg/m². Dari hasil input data tersebut dapat dilihat grafik dari creep dan shrinkage. Gambar 4.5 Input Creep/Shrinkage

41 Gambar 4.6 Grafik Creep Gambar 4.7 Grafik Shrinkage

42 4.2.2 Elastisitas Pada menu compressive strength dilakukan pembuatan grafik elastisitas beton menggunakan kode ACI. Dari hasil input data dapat ditampilkan grafik elastisitas tersebut. Gambar 4.8 Grafik Elastisitas 4.2 Pemodelan Struktur Pada pemodelan struktur dilakukan dari pembuatan elemen sesuai dari data material yang telah diinput, menyatakan kondisi batas, dan input beban.

43 Gambar 4.9 Model Pondasi dan Penampang Pondasi Pada kasus ini karena bentuk struktur yang simetrik maka pemodelan dan penganalisaan pondasi hanya seperempat bagiannya. Selain untuk mempercepat waktu proses analisa tujuannya adalah untuk pemeriksaan temperatur dan penyebaran tegangan di dalam pondasi. Gmabar 4.10 Model Seperempat Bagian

44 Pada struktur tanah dan air laut diberi perletakan kuat terhadap gaya aksial arah X, Y, Z. Untuk struktur potongan arah X diberi perletakan kuat terhadap gaya aksial arah Y dan potongan arah Y diberi perletakan kuat terhadap gaya aksial arah X. Beban yang diberikan adalah beban yang terjadi secara bertahap terhadap struktur tersebut. Gambar 4.11 Perletakan Struktur Tanah dan Air Laut

45 Gambar 4.12 Perletakan Struktur Pondasi, Tanah, dan Air Laut Pada Potongan Arah X (Tampak Atas) Gambar 4.13 Perletakan Struktur Pondasi, Tanah, dan Air Laut Pada Potongan Arah Y (Tampak Atas)

46 4.3 Analisa Panas Hidrasi Pondasi Bored Pile Jembatan Suramadu Seterlah pembuatan model yang akan dianalisa selesai maka dilakukan input data-data yang dibutuhkan saat analisa perpindahan panas yaitu temperatur yang mengelilingi pondasi. Pada kasus ini temperatur yang mengelilingi pondasi sama dengan temperatur rata-rata air laut yaitu 20 C. Temperatur tersebut diasumsikan konstan terhadap fungsi waktu. Koefisien konveksi juga bersifat konstan berada pada permukaan beton dengan nilai 16,149 kcal/m.jam. C. Gambar 4.14 Grafik Temperatur Luar Pondasi

47 Gambar 4.15 Grafik Koefisien Konveksi Gambar 4.16 Koefisien Konfeksi dan Temperatur Yang Mengeliingi Pondasi

48 Gambar 4.17 Temperatur Konstan Pada Air Laut dan Tanah Sumber panas merupakan panas saat terjadi proses hidrasi beton yang tergantung dari tipe semen dan banyaknya semen yang digunakan. Pada pondasi Jembatan Suramadu digunakan beton mix design, sumber panas yang terjadi dapat dilihat dari grafik pada gambar 4.14. Grafik tersebut dihitung dengan memasukkan nilai adiabatik temperatur (K = 56 C) dan koefisien percepatan reaksi (a = 0,605). Saat menganalisa panas hidrasi dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pada saat 10 jam, 20 jam, 30 jam, 50 jam, 80 jam, 120 jam, dan 170 jam setelah proses pengecoran dengan temperatur awal 20 C.

49 Gambar 4.18 Grafik Sumber Panas 4.3.1 Hasil Analisa Panas Hidrasi Pondasi Bored Pile Jembatan Suramadu Gambar 4.19 Grafik Temperatur Maksimum dan Minimum

50 Gambar 4.20 Grafik Tegangan Maksimum Beton Gambar 4.21 Grafik Tegangan Izin Tarik

51 Gambar 4.22 Grafik Tegangan Izin Tarik dan Tegangan Maksimum 4.3.2 Analisa Tegangan dan Perbedaan Suhu (Δt) yang Terjadi Akibat Panas Hidrasi Pada Pondasi Bored Pile Jembatan Suramadu dengan Nilai Kadar Semen yang Berbeda Pada kasus ini dilakukan analisa panas hidrasi pada pondasi bored pile Jembatan Suramadu dengan mengasumsikan nilai kadar semen 250 kg/m 3, 300 kg/m 3, 350 kg/m 3, dan 400 kg/m 3. Dari hasil analisa didapat grafik tegangan dan temperatur sebagai berikut :

52 a. Kadar Semen 250 kg/m 3 Gambar 4.23 Grafik Temperatur Maksimum dan Minimum pada Kadar Semen 250 kg/m 3 Gambar 4.24 Grafik Tegangan Maksimum Beton pada Kadar Semen 250 kg/m 3

53 Gambar 4.25 Grafik Tegangan Izin Tarik pada Kadar Semen 250 kg/m 3 Gambar 4.26 Grafik Tegangan Maksimum dan Tegangan Izin Tarik pada Kadar Semen 250 kg/m 3

54 b. Kadar Semen 300 Kg/m 3 Gambar 4.27 Grafik Temperatur Maksimum dan Minimum pada Kadar Semen 300 kg/m 3 Gambar 4.28 Grafik Tegangan Maksimum pada Kadar Semen 300 kg/m 3

55 Gambar 4.29 Grafik Tegangan Izin Tarik pada Kadar Semen 300 kg/m 3 Gambar 4.30 Grafik Tegangan Maksimum dan Tegangan Izin Tarik pada Kadar Semen 300 kg/m 3

56 c. Kadar Semen 350 Kg/m 3 Gambar 4.31 Grafik Temperatur Maksimum dan Minimum pada Kadar Semen 350 kg/m 3 Gambar 4.32 Grafik Tegangan Maksimum pada Kadar Semen 350 kg/m 3

57 Gambar 4.33Grafik Tegangan Izin Tarik pada Kadar Semen 350 kg/m 3 Gambar 4.34 Grafik Tegangan Maksimum dan Tegangan Izin Tarik pada Kadar Semen 350 kg/m 3

58 d. Kadar Semen 400 Kg/m 3 Gambar 4.35 Grafik Temperatur Maksimum dan Minimum pada Kadar Semen 400 kg/m 3 Gambar 4.36 Grafik Tegangan Maksimum pada Kadar Semen 400 kg/m 3

59 Gambar 4.37 Grafik Tegangan Izin Tarik pada Kadar Semen 400 kg/m 3 Gambar 4.38 Grafik Tegangan Maksimum dan Tegangan Izin Tarik pada Kadar Semen 350 kg/m 3

60 Gambar 4.39 Grafik Gabungan Tegangan Maksimum untuk Kadar Semen yang Berbeda 4.3.3 Analisa Tegangan dan Perbedaan Suhu (Δt) yang Terjadi Akibat Panas Hidrasi Pada Pondasi Bored Pile Jembatan Suramadu dengan Nilai Temperatur Awal Beton yang Berbeda Pada kasus ini dilakukan analisa panas hidrasi pada pondasi bored pile dengan mengasumsikan nilai temperatur awal beton 15 C, 20 C, 25 C, dan 30 C. Dari hasil analisa didapat grafik tegangan dan temperatur sebagai berikut :

61 a. Temperatur Awal 15 C Gambar 4.40 Grafik Temperatur Maksimum dan Minimum pada Temperatur Awal 15 C Gambar 4.41 Grafik Tegangan Maksimum pada Temperatur Awal 15 C

62 Gambar 4.42 Grafik Tegangan Izin Tarik pada Temperatur Awal 15 C Gambar 4.43 Grafik Tegangan Maksimum dan Tegangan Izin Tarik pada Temperatur Awal 15 C

63 b. Temperatur Awal 20 C Gambar 4.44 Grafik Temperatur Maksimum dan Minimum pada Temperatur Awal 20 C Gambar 4.45 Grafik Tegangan Maksimum pada Temperatur Awal 20 C

64 Gambar 4.46 Grafik Tegangan Izin Tarik pada Temperatur Awal 20 C Gambar 4.47 Grafik Tegangan Maksimum dan Tegangan Izin Tarik pada Temperatur Awal 20 C

65 c. Temperatur Awal 25 C Gambar 4.48 Grafik Temperatur Maksimum dan Minimum pada Temperatur Awal 25 C Gambar 4.49 Grafik Tegangan Maksimum pada Temperatur Awal 25 C

66 Gambar 4.50 Grafik Tegangan Izin Tarik pada Temperatur Awal 25 C Gambar 4.51 Grafik Tegangan Maksimum dan Tegangan Izin Tarik pada Temperatur Awal 25 C

67 d. Temperatur Awal 30 C Gambar 4.52 Grafik Temperatur Maksimum dan Minimum pada Temperatur Awal 30 C Gambar 4.53 Grafik Tegangan Maksimum pada Temperatur Awal 30 C

68 Gambar 4.54 Tegangan Izin Tarik pada Temperatur Awal 30 C Gambar 4.55 Grafik Tegangan Maksimum dan Tegangan Izin Tarik pada Temperatur Awal 30 C

69 Gambar 4.56 Grafik Gabungan Temperatur Maksimum dan Minimum untuk Temperatur Awal Beton yang Berbeda Gambar 4.57 Grafik Gabungan Tegangan Maksimum untuk Temperatur Awal Beton yang Berbeda