BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ketiga di dunia setelah Brasil dan Kongo (Zaire) (FWI, 2001) 1. Luas

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

PENDAHULUAN Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

West Kalimantan Community Carbon Pools

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI

NERACA SUMBER DAYA HUTAN NASIONAL TAHUN 2013

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pembangunan Kehutanan

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Pemetaan Keanekaragaman Hayati Dan Stok Karbon di Tingkat Pulau & Kawasan Ekosistem Terpadu RIMBA

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis Kebijakan Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

PENDAHULUAN Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

dikeluarkannya izin untuk aktivitas pertambangan pada tahun 1999 dengan dikeluarkannya SK Menperindag Nomor. 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia menjadi potensi besar sebagai paru-paru dunia,

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

Overlay. Scoring. Classification

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dea Indriani Fauzia, 2013

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Proses Permohonan Izin Usaha HTI (Berdasarkan Permenhut No. P.19/Menhut-II/2007 jo. P.11/Menhut-II/2008)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

PERKEMBANGAN LOI RI-NORWAY DINAS KEHUTANAN PROVINSI RIAU

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sektor Non Kehutanan Oleh : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003

PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis Kebijakan Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

PENATAAN KORIDOR RIMBA

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan tropis terluas ketiga di dunia setelah Brasil dan Kongo (Zaire) (FWI, 2001) 1. Luas kawasan hutan Indonesia berdasarkan paduserasi Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) adalah 120,35 juta hektar (Departemen Kehutanan, 2008) 2. Tipe-tipe hutan utama di Indonesia terdiri dari hutan Dipterocarpaceae dataran rendah yang selalu hijau di Sumatera dan Kalimantan, hutan monsoon dan padang savana di Nusa Tenggara serta hutan-hutan non-dipterocarpaceae dataran rendah dan kawasan alpin di Papua. Selain itu juga terdapat hutan mangrove dan hutan rawa gambut (FWI, 2001) 3. Hutan Indonesia yang mengambil porsi lebih kurang 60% luas daratan Indonesia merupakan sumberdaya alam yang penting. Fungsi utama hutan adalah sebagai salah satu komponen keseimbangan ekosistem, yang mampu mempengaruhi kualitas kehidupan manusia termasuk kelestarian perekonomian (Warsito, 2005) 4. Manfaat sumberdaya hutan yang sedemikian penting belum digali sepenuhnya dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Sejak dimulainya era HPH sumberdaya hutan lebih menonjol peranannya sebagai 1 Forest Watch Indonesia/Global Forest Watch, Potret Keadaan Hutan Indonesia, (Bogor: Forest Watch Indonesia dan Washington D.C.: Global Forest Watch, 2001), p.1. 2 Departemen Kehutanan, Statistik Kehutanan Indonesia Tahun 2007, (Jakarta: Departemen Kehutanan, 2008). 3 Forest Watch Indonesia/Global Forest Watch, loc. cit.. 4 Sofyan P. Warsito, PNBP Bersumber Dana Retribusi Penggunaan Kawasan Hutan Negara Untuk Usaha Pertambangan : Kontroversi PP No. 2 Tahun 2008, Paper didiskusikan dalam Lokakarya Mengurai Kontroversi Pinjam Pakai Kawasan Hutan dalam Pembangunan Berkelanjutan. Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Bogor, 5 Agustus 2005, p.1-2. 1

2 penghasil komoditas kayu apabila dibandingkan komoditas maupun fungsi lainnya. Hal ini diketahui dari data Badan Pusat Statistik yang menunjukkan bahwa dalam perekonomian Indonesia kontribusi sektor kehutanan baik dalam pendapatan nasional maupun devisa berasal dari komoditas kayu (FWI, 2001 5 ; Simangunsong, 2004 6 ). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa output sektor kehutanan identik dengan komoditas kayu sedangkan komoditas lainnya maupun jasa lingkungan berkontribusi sangat kecil atau bahkan belum diperhitungkan dalam perekonomian Indonesia. Besarnya kontribusi yang dihasilkan oleh komoditas kayu dari hutan menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya hutan karena kegiatan eksploitasi hutan. Selain itu, Sumitro (2005) 7 menambahkan bahwa sifat pengusaha yang profit maximizing menyebabkan terancamnya kontinyuitas produksi dan makin susutnya tegakan. Di sisi lain kegiatan rehabilitasi dan pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) tidak dapat mengikuti laju penebangan kayu. Hartono (2002) 8 menyatakan bahwa dari kegiatan pembangunan HTI, dari standing stock yang ada kemampuan HTI menghasilkan kayu adalah hanya 1/3 dari kebutuhan industri. Pengusahaan hutan yang menitik beratkan pada eksploitasi kayu telah menyebabkan terjadinya kerusakan hutan. 5 Forest Watch Indonesia/Global Forest Watch, op. cit., p.5. 6 Bintang C.H. Simangunsong, Briefing Paper #4. The Economic Performance of Indonesia s Forest Sector in the Period 1980-2002 (Jakarta : GTZ-STMC, 2004), p.6. 7 Achmad Sumitro, Ekonomi Sumberdaya Hutan Analisis Kebijakan Revitalisasi Hutan di Indonesia, (Yogyakarta : Debut Press, 2005), p.16. 8 Bambang Tri Hartono, 2002. Can Forest Plantations Alleviate Pressure on Natural Forests? : An Efficiency Analysis in Indonesia. EEPSEA Research Reports ASSN 1608-5434 ; 220-RR1, ( Singapore : Economy and Environment Program for South East Asia, 2002), p.3.

3 Selain kerusakan yang terjadi akibat eksplotasi kayu, tekanan terhadap hutan juga berasal dari kebutuhan lahan untuk kepentingan non kehutanan. Kepadatan penduduk yang tinggi dan kebutuhan akan kawasan budidaya pertanian, perkebunan, perikanan serta pembangunan infrastruktur seperti jalan, perkantoran, kawasan industri dan transmigrasi membutuhkan luasan lahan dalam jumlah besar (Djakapermana et al, 2005) 9. Kawasan hutan dengan kondisi mengalami kerusakan dihadapkan pada konversi untuk kepentingan lain. Sumitro (2004) 10 menyatakan bahwa umumnya deforestasi akan diikuti dengan konversi lahan hutan untuk kepentingan non kehutanan. Konversi kawasan hutan untuk berbagai kepentingan nonkehutanan dimungkinkan oleh peraturan perundangan. Kementerian Kehutanan yang mengalokasikan Kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) untuk kepentingan non kehutanan. P. 53/Menhut-II/2008 menyebutkan bahwa HPK adalah kawasan hutan produksi yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi, permukiman, pertanian, perkebunan Selain itu juga terdapat Keputusan bersama Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan Kepala Badan Pertanahan (P. 364/Kpts-II/1990: 519/Kpts/hk.050/7/1990 : 23/VIII/1990) tentang Ketentuan Pelepasan Kawasan Hutan dan Pemberian Hak Guna Usaha untuk Pengembangan Usaha Pertanian yang menyatakan bahwa kawasan hutan yang dapat dilepaskan menjadi tanah Usaha Pertanian adalah 9 Ruchyat Deni Djakapermana, Santun R.P. Sitorus, Marimin dan Ernan Rustiadi, Perhitungan Nilai Ekonomi Total dalam Rangka Pemanfaatan Ruang Wilayah Pulau Kalimantan Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 16 (3), p. 57-75. 10 Achmad Sumitro, Ekonomi Sumberdaya Hutan Analisis Kebijakan Revitalisasi Hutan di Indonesia, (Yogyakarta : Debut Press, 2005), p.16.

4 kawasan hutan yang berdasarkan kemampuan tanahnya cocok untuk Usaha Pertanian dan menurut tata guna hutan tidak dipertahankan sebagai kawasan hutan tetap atau kawasan untuk keperluan lainnya. Meskipun dimungkinkan oleh peraturan perundangan, kebijakan pemanfaatan kawasan dan alih fungsi kawasan harus didukung kajian yang komprehensif sebagai acuan dalam pembuatan keputusan. Kebijakan tersebut seringkali hanya memperhitungkan variabel nilai guna (use value) dalam bentuk manfaat langsung (direct benefit) tanpa memperhitungkan berbagai dampak yang kemungkinan terjadi kemudian, dalam bentuk antara lain bencana lingkungan (Djakapermana et al, 2005) 11. Hal ini kemungkinan juga terjadi pada perumusan kebijakan penetapan fungsi dari suatu kawasan hutan. Penetapan fungsi dari suatu kawasan hutan di Indonesia didasarkan pada kriteria-kriteria teknis lapangan seperti potensi tegakan, faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan (Djajono, 2006) 12. Penetapan fungsi suatu kawasan hutan dengan cara seperti tersebut di atas tidak memperhitungkan manfaat hutan secara komprehensif. Penetapan fungsi suatu kawasan hutan tanpa memperhitungkan manfaat hutan secara komprehensif tidak hanya terjadi pada kawasan hutan di lahan kering maupun lahan basah, termasuk di lahan rawa gambut. Padahal apabila ditinjau dari pertimbangan ekologi, ekosistem hutan rawa gambut alami mempunyai peranan penting bagi ekosistem dunia terutama 11 Ruchyat Deni Djakapermana, Santun R.P. Sitorus, Marimin dan Ernan Rustiadi, loc. cit. 12 Ali Djajono, Kompleksitas Persoalan Tenurial dalam Perencanaan Ruang Kehutanan, Buletin Planologi No. 02, p. 12 17.

5 dalam kaitannya dengan pemanasan global. Selain itu, dari pertimbangan luasan, lahan gambut Indonesia merupakan yang terluas ke-empat di dunia dan merupakan 50% dari gambut tropis dunia (Najiyati et al, 2005) 13. Penetapan fungsi kawasan hutan tanpa memperhitungkan manfaat hutan secara komprehensif diduga terjadi pada kawasan Hutan Rawa Gambut Merang Kepayang (HRGMK) yang dalam TGHK ditetapkan sebagai Hutan Produksi (HP) dan Areal Penggunaan Lain (APL). HRGMK secara administratif terletak di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Menurut kajian deforestasi yang dilakukan IFCA (2007) dan Suratijaya (2008) dalam Putro (2008) 14 kawasan tersebut merupakan hutan rawa gambut alami yang masih tersisa di pantai timur Provinsi Sumatera Selatan, yang merupakan provinsi dengan kawasan gambut terluas ke-dua di Pulau Sumatera setelah Provinsi Riau. HRGMK seluas lebih kurang 138.200 hektar bersama ekosistem lahan basah di Taman Nasional Berbak dan Sembilang merupakan kawasan keanekaragaman kunci yang tersisa di Pulau Sumatera (Putro, 2008) Selain itu, hasil survey menunjukkan bahwa di kawasan tersebut banyak ditemukan gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter (WI-IP, 2004) 16. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan tersebut penting berdasarkan 15. 13 Sri Najiyati, Lili Muslihat dan I Nyoman N. Suryadiputra, Panduan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan, Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia, Wetlands International Indonesia Programme and Wildlife Habitat Canada. (Bogor, 2005), p.2. 14 Hariyanto R. Putro, Peluang Perdagangan Karbon di Kawasan Gambut Merang Sumatera Selatan, Laporan Akhir. South Sumatera Forest Fire Management Project. (Palembang: SSFFMP, 2008), p.14. 15 Hariyanto R. Putro, op. cit., p.17. 16 WI-IP (Wetlands International-Indonesia Programme), Laporan Survei Kawasan Hutan Rawa gambut Merang Kepahiyang, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. (Bogor :WI-IP, 2004).p.87

6 pertimbangan manfaat ekologisnya. Peran kawasan tersebut menjadi lebih penting apabila mempertimbangkan peran dan sifat hutan rawa gambut. Hutan rawa gambut berperan fungsional sebagai pengendali banjir, pengatur arus, persediaan air dan pencegah intrusi air asin. Hutan rawa gambut juga mempunyai peranan penting dalam perubahan iklim, yaitu sebagai penyimpan dan penyerap karbon dari atmosfer. Meskipun hutan rawa gambut mempunyai berbagai fungsi ekosistem yang penting, tetapi di sisi lain hutan rawa gambut merupakan ekosistem yang fragile dan irreversible. Gangguan pada vegetasi dan tanah hutan rawa gambut akan menyebabkan fungsi ekosistem hutan rawa gambut rusak dan tidak pulih. Dampak kerusakan ini tidak hanya bersifat lokal tetapi juga global. Karena tanah gambut kering yang terbakar akan menjadi penyebab kebakaran hutan dan lahan serta sumber emisi karbon dalam jumlah besar (Wahyunto et al., 2005) 17. Karena sifat hutan rawa gambut yang demikian itu maka diperlukan acuan yang tepat untuk menentukan fungsi kawasan. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) menyatakan bahwa tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai atau rawa merupakan kawasan yang dilindungi. Bahkan dalam Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera dinyatakan bahwa kawasan bergambut Merang ditetapkan sebagai kawasan bergambut yang bernilai konservasi tinggi. 17 Wahyunto, Sofyan Ritung, Suparto dan H. Subagjo, Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan 2004, (Bogor: Wetlands International- Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada, 2005), p. 170

7 Menurut peraturan hukum dan perundang-undangan tersebut di atas, fungsi kawasan HRGMK seharusnya bukan sebagai hutan produksi maupun area penggunaan lain. Sementara itu, saat ini di kawasan tersebut terdapat beberapa perusahaan pemegang ijin IUPHHK HT. Ketidaksesuaian antara pertimbangan ekologis, peraturan yang berlaku dan kenyataan di lapangan membuktikan bahwa penetapan fungsi suatu kawasan hutan belum dilakukan dengan pertimbangan yang komprehensif. Situasi problematik tersebut di atas menunjukkan pentingnya kajian penilaian ekonomi sumberdaya hutan rawa gambut yang komprehensif untuk mengetahui nilai ekonomi total dari kawasan HRGMK dalam rangka penetapan fungsi kawasan hutan yang dapat lebih dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Konsep Nilai Ekonomi Total (NET) atau Total Economic Value (TEV) menguatkan bahwa menilai kawasan hutan tidak hanya berdasarkan nilai manfaat finansial yang berasal dari pemanfaatan langsung saja tetapi juga memperhitungkan seluruh manfaat yang dihasilkan oleh seluruh fungsi ekosistem hutan. Dengan konsep NET ini diharapkan penilaian ekonomi dapat dilakukan secara komprehensif, sehingga sumberdaya hutan dapat diketahui nilai sesungguhnya agar dapat dikelola sesuai dengan kemampuannya. Dengan asumsi bahwa pembangunan perekonomian Indonesia mempertimbangkan kelestarian sumberdaya hutan, maka penilaian ekonomi total kawasan hutan rawa gambut dalam rangka formulasi kebijakan pengelolaan kawasan hutan penting untuk dilakukan.

8 1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang nilai ekonomi kawasan HRGMK dengan kemungkinan pengelolaan sebagai hutan rawa gambut, Hutan Tanaman Industri dan perkebunan kelapa sawit berdasarkan konsep Nilai Ekonomi Total. Secara khusus penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji : (1) Nilai ekonomi kawasan HRGMK apabila tetap dikelola sebagai hutan rawa gambut (2) Nilai ekonomi kawasan HRGMK apabila dikonversi menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI), dan (3) Nilai ekonomi kawasan HRGMK apabila dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit (4) Mendapatkan skenario pengelolaan HRGMK berdasarkan nilai ekonomi total Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang nilai ekonomi berbagai manfaat yang diberikan oleh kawasan HRGMK. Informasi mengenai nilai ekonomi total diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi para pengambil kebijakan dalam rangka penentuan fungsi kawasan HRGMK yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 1.3 Signifikansi Penelitian Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta mengenai maraknya konversi kawasan hutan terutama di lahan rawa gambut menjadi berbagai

9 kepentingan, terutama untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit dan HTI. Dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan untuk konversi kawasan hutan diduga tidak komprehensif karena lebih mempertimbangkan manfaat finansial dari bentuk pengelolaan yang dipilih tanpa memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan. Penelitian ini mencoba melakukan penilaian ekonomi kawasan hutan rawa gambut yang berlokasi di Merang Kepayang. Selain sebagai hutan, penilaian ekonomi terhadap kawasan ini juga dilakukan apabila kawasan ini dikonversi menjadi digunakan untuk hutan tanaman industri dan perkebunan kelapa sawit. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang komprehensif mengenai nilai ekonomi total kawasan HRGMK dalam bentuk hutan maupun sebagai hutan tanaman industri dan perkebunan kelapa sawit. Adanya pemahaman atas penerapan konsep nilai ekonomi total dalam penilaian sumberdaya hutan diharapkan dapat mendorong pengambil keputusan untuk menggunakannya sebagai bahan pertimbangan dalam formulasi kebijakan untuk penetapan fungsi suatu kawasan hutan yang lebih tepat. Hasil penelitian secara akademis diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan terutama dalam kajian penilaian ekonomi sumberdaya hutan. Sehingga dapat menjadi acuan untuk pengembangan ilmu dengan adanya penelitian selanjutnya pada bidang yang sama maupun bidang lain yang terkait.