EFISIENSI KEBUTUHAN PERALATAN PEMANENAN DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI, DI KALIMANTAN BARAT Oleh/By SONA SUHARTANA 1), YUNIAWATI 1) & RAHMAT 2) 1) Peneliti Pusat Litbang Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Bogor. 2) Teknisi Litkayasa Pusat Litbang Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Bogor ABSTRACT Mechanization of logging is much chosen by the company because of its benefit, i.e. produce high productivity. In its utilization needs some aspects, i.e. it is possible technically, benefit able economically, and ecologically is causing a minimum disturbance to their environment. So, it is required the efficient of logging tools utilization. Study was carried out at PT. Finnantara Intiga, in West Kalimantan in 2007. This paper presents the use of efficient logging tools which analyzed based on maximum AAC, production target, and production realization.the result shows that: (1) The use of efficient tool depends on production target, i.e.44 unit of chainsaw for felling, 7 unit of forwarders for skidding, 8 unit of excavators for loading, 85 unit of trucks for transportation, and 4 unit of wheel loaders for unloading; (2) The use of logging tools in field for felling is more than analyzes result, however for skidding, loading, unloading and transportation are less than analyzes result based on maximum AAC, production target and production realization. This condition indicated that the use of logging tools in this company is not efficient. Keywords: Number of tools, logging, efficient, production target. Penulis untuk korespondensi : sona@forda-mof.org & ssuhartana@yahoo.com PENDAHULUAN Peralatan pemanenan berperan penting terhadap kelangsungan kegiatan pemanenan karena dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan perusahaan. Penggunaan peralatan sangat bervariasi seperti sistem motor, manual dan mekanis. Untuk saat ini sistem pemanenan yang dipakai menggunakan alat mekanis seperti Harvester, Feller buncher, Forwarder, Skidder dan sistem kabel, tetapi tidak menutup kemungkinan pada kegiatan pemanenan di hutan skala kecil masih menggunakan peralatan manual seperti : gergaji tangan, kapak, gergaji rantai, sapi dan kerbau. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk kelangsungan dan kelancaran pelaksanaan kegiatan pemanenan kayu terutama penebangan maka penggunaan peralatan yang tepat sangat diperlukan. Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan salah satu program untuk meningkatkan potensi hutan sebagai sumber penyediaan bahan baku bagi industri perkayuan dan perluasan lapangan kerja. Penyediaan bahan baku tersebut tidak terlepas dari kegiatan pemanenan hutan salah satu di antaranya penebangan. Penebangan merupakan kegiatan merobohkan pohon yang kemudian memotong menjadi bagian batang yang layak sarad dan sebagai langkah awal dalam proses pemanfaatan kayu Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009
secara komersial (Suhartana dan Yuniawati, 2005). Penggunaan peralatan dalam kegiatan pemanenan kayu turut mempengaruhi nilai efisiensi pemanfaatan kayu. Dewasa ini telah banyak digunakan peralatan mekanis untuk kelancaran tugas dan cenderung kepada mesin yang lebih ringan, lebih mobile dan computerized yang secara otomatis mengoptimasi nilai pohon yang dipanen. Penggunaan peralatan tersebut dapat memberikan keuntungan pengguna serta kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya relatif tidak berarti. Chainsaw telah banyak digunakan pada penebangan di HTI karena berbagai keuntungan yang didapat, salah satunya pekerjaan lebih cepat selesai. Suhartana dan Yuniawati (2005) menyebutkan bahwa produktivitas penebangan dengan menggunakan chainsaw STIHL tipe 070 dengan teknik penebangan serendah mungkin (TPSM) dan penebangan konvensional (PK) masing-maisng sebesar 15,445 m 3 /jam dan 12,810 m 3 /jam. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan chainsaw dapat meningkatkan produktivitas penebangan yang berarti kayu meningkat serta diharapkan dapat meningkatkan nilai efisiensi pemanfaatan kayu. Penyaradan merupakan kegiatan memindahkan kayu dari tunggak ke tempat pengumpulan kayu sementara (TPn) dengan menggunakan alat sarad mekanis seperti traktor. Penggunaan traktor tersebut dibedakan dalam tiga ukuran yaitu dolok berukuran pendek (short wood system), dolok panjang (tree length system) dan pohon utuh (full tree system). Penggunaan traktor saat penyaradan tidak terlepas dari efisiensi dan efektivitas alat. Dulsalam dan Tinambunan (2001) menyebutkan bahwa produktivitas rata-rata penyaradan kayu dengan traktor FORD 25610 adalah 6,08 m 3 hm/jam dengan biaya sarad rata-rata sebesar Rp 14.574/m 3 hm. Produktivitas ratarata traktor pertanian John Deer 2400 untuk penyaradan kayu adalah 7,162 m 3 hm/jam dan biaya sarad rata-rata Rp 14.055/m 3 hm. Penggunaan traktor tersebut pada kegiatan penyaradan disebabkan karena permintaan kayu yang selalu meningkat, dan jika tidak menggunakan alat tersebut dikhawatirkan tidak bisa memenuhi permintaan pasar dan susahnya mencari tenaga yang memiliki keahlian di bidangnya. Alat pemuatan mekanis membutuhkan biaya yang besar dengan produktivitas setiap jenis berbeda. Kegiatan pemuatan di TPn dapat dilakukan dengan menggunakan Crawler tractor, wheel loader dan excavator. Sistem kerja alat tersebut harus secepat mungkin supaya alat angkut berupa truk dapat segera berjalan dan alat pemuat ini harus kuat serta ulet dengan konstruksi yang juga kuat. Pengangkutan merupakan kegiatan tahap akhir dalam pemanenan. Kegiatan tersebut memiliki 2 tahap yaitu pengangkutan pada jarak dekat dan jauh. Pekerjaan pengangkutan dapat dikatakan lebih mudah dalam pelaksanaannya dibandingkan penyaradan. Hal ini disebabkan jalur-jalur jalan yang akan dilalui sudah dipersiapkan terlebih dahulu. Pada umumnya pengangkutan menggunakan truk memiliki keuntungan yaitu : dapat bergerak dengan lincah, pembuatan jalan untuk truk lebih mudah dan waktu pengoperasian truk lebih panjang yang dapat dilihat dari lama waktu muat dan bongkar. Dengan semakin banyaknya jumlah alat yang ada, maka semakin banyak pula pilihan yang dapat dilakukan perusahaan. Pemilihan alat tersebut harus disesuaikan dengan kondisi hutan yang dipanen. Peralatan yang dipilih adalah secara teknis memungkinkan, secara ekonomis menguntungkan dan secara ekologis Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009 120
menimbulkan gangguan lingkungan yang minimal. Penggunaan peralatan dan jumlah alat yang tepat guna dalam pemanenan kayu sangat diperlukan. Penggunaan jumlah peralatan pemanenan kayu perlu disesuaikan dengan rencana yang ditetapkan sehingga memungkinkan dihasilkan kayu yang dapat menutup biaya yang dikeluarkan. Bertolak dari latar belakang tersebut maka tulisan ini mengetengahkan penggunaan peralatan pemanenan kayu yang efisien di HTI yang dianalisis berdasarkan AAC imum, rencana dan realisasi. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2007 di areal kerja HPHTI PT. Finnantara Intiga, Petak tebang 10031, Distrik Mengkiang. Areal ini termasuk ke dalam wilayah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sanggau, Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan letak geografisnya, kelompok hutan ini terletak di antara 0 o 0 o 50 LU dan 114 o 52-111 o 40 BT. Keadaan areal penelitian memiliki kemiringan lapangan antara 0-25 % dengan ketinggian tempat antara 11-300 meter dari permukaan laut. Jenis tanah berupa organosol gley humus, alluvial, podsolik, litosol. Tipe iklim menurut Schmith & Ferguson termasuk type A dengan curah hujan tahunan 2.962 mm. Keadaan tegakan pada areal penelitian berupa jenis pohon mangium dengan kerapatan antara 600-900 pohon/ha (untuk pohon berdiameter 10 cm ke atas). Keadaan pohonnya sebagian besar tidak memiliki banir. Dalam RKT tahun 2007, perusahaan memungut kayu dari areal seluas 9.849 ha dengan rencana kayu 1.222.013 m3 terdiri dari jenis kayu mangium. AAC imum sebesar 1.933.575 m3. Sedangkan rata-rata kayu per tahun adalah 1.082.802 m3. Harga kayu ini di pasaran lokal adalah Rp 280.000/m 3 (Anonim, 2007). Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan berupa data teknis seluruh alat pemanenan kayu yang digunakan, jumlah alat, lama kerja serta prestasi kerja alat. Data sekunder diperoleh dengan mengutip data dari perusahaan dan wawancara dengan karyawan meliputi data kayu per tahun, luas areal hutan (Ha), potensi hutan (m 3 /tahun) serta data HPHTI. Produktivitas kerja alat dihitung dengan rumus : V P = W di mana : P = produktivitas alat (m 3 /tahun) ; V = volume kayu yang dipanen (m 3 ); W = waktu kerja (jam). Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009 121
Kebutuhan jumlah alat tebang (Suhartana & Yuniawati, 2006) : a. Berdasarkan AAC imum AAC imum Jat AAC = Produktivitas kerja/hari x waktu kerja/tahun b. Berdasarkan rencana Jat R = Produktivitas kerja/hari x waktu kerja/tahun c. Berdasarkan realisasi Jat S = Produktivitas kerja/hari x waktu kerja/tahun di mana : Jat AAC = Jumlah alat pemanenan berdasarkan AAC imum (unit) ; Jat R = Jumlah alat pemanenan berdasarkan rencana (unit) ; Jat S = Jumlah alat pemanenan berdasarkan realisasi (unit). Kebutuhan jumlah alat penyaradan, pengangkutan, muat dan bongkar (SK Menhut No.428/Kpts-II/2003). a. Berdasarkan AAC imum AAC imum JACC = 12 bulan x hari kerja/bulan x trip hari x Kp b. Berdasarkan rencana JR = 12 bulan x hari kerja/bulan x trip hari x Kp c. Berdasarkan realisasi JR = 12 bulan x hari kerja/bulan x trip hari x Kp di mana : JAAC = Jumlah alat pemanenan berdasarkan AAC imum (unit) ; JR = Jumlah alat pemanenan berdasarkan rencana (unit) ; JS = Jumlah alat pemanenan berdasarkan realisasi (unit) ; Kp = Kapasitas alat (m 3 /trip/unit). Analisis biaya peralatan mekanis BP + BA + BB + Pj + BBB + BO + BPr + UP H x 0,9 Bam = ; BP = Pam UPA H x 0,6 x 3% H x 0,6 x 18% H x 0,6 x 2% BA = ; BB = ; Pj = ; JT JT JT BBB 1 =0,20 x HP x 0,54 x HBB; BBB 2 = 0,12 x HP x HBB; BPr = 1,0 x BP; BO = 0,1 x BBB di mana : Bam = Biaya alat mekanis (Rp/m 3 ); BO = Biaya oli/pelumas (Rp/jam) ; H = Harga alat (Rp); Bp = Biaya penyusutan (Rp/jam); Pam = produktivitas alat mekanis (m 3 /jam); BA = Biaya asuransi (Rp/jam); Up = Upah pekerja (Rp/jam); BB = Biaya bunga (Rp/jam); Pj = Biaya pajak (Rp/jam); BBB = Biaya Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009 122
bahan bakar (Rp/jam); Bpr = Biaya pemeliharaan (Rp/jam); HBB = Harga bahan bakar (Rp/liter); UPA = Umur pakai alat (jam); JT = Jam kerja alat per tahun (jam); BBB 1 =Biaya bahan bakar Penebangan, penyaradan, muat bongkar; BBB 2 =Biaya bahan bakar Pengangkutan; HP = Besar daya. Data lapangan, berupa produktivitas, kebutuhan alat, waktu penyelesaian pekerjaan, kayu, dan biaya peralatan mekanis dibandingkan dengan hasil perhitungan berdasarkan rencana kayu dari perusahaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas kerja peralatan pemanenan kayu Produktivitas kerja alat pemanenan kayu dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat produktivitas tertinggi dicapai pada kegiatan bongkar menggunakan wheel loader, yaitu 56,250 m 3 /jam. Hal ini terjadi karena alat yang digunakan memiliki daya mesin besar (180 HP). Dengan daya mesin yang tinggi Tabel 1 menunjukkan tingkat kemampuan alat untuk beroperasi juga tinggi. Kapasitas alat yang besar menyebabkan produktivitas bongkar pun menjadi besar. Sedangkan pada pengangkutan menghasilkan produktivitas terendah (3,333 m 3 /jam). Hal ini disebabkan kondisi jalan yang rusak menuju log-pond, di mana jika hujan turun truk tidak dapat beroperasi. Di samping itu pengerasan pada jalan angkutan hanya seadanya, sehingga menyulitkan truk melewatinya. Dari Tabel 1 dapat dilanjutkan untuk menghitung jumlah kebutuhan alat yang efisien. Hasil analisis terhadap efisiensi penggunaan peralatan pemanenan kayu berdasarkan AAC imum, rencana dan realisasi. dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Produktivitas kerja peralatan pemanenan kayu Aspek Nama Alat Jam kerja Daya (HP) Produktivitas (m 3 /jam) Penebangan Chainsaw Stihl MS 8 jam/hr, 20 3,5 14,418 270 hr/bl,12 bl. Penyaradan Forwarder MF 390 12 jam/hr; 5 trip/hr, 80 16,500 20 hr/bl, 12 bl. Muat Excavator Komatsu 15 jam/hr, 2 trip/hr, 180 30,000 PC 200 20 hr/bl, 12 bl. Pengangkutan Truk Hino HD 135 12 jam/hr, 2 trip/hr, 180 3,333 20 hr/bl, 12 bl. Bongkar Wheel loader 16 jam/hr, 2 trip/hr 20 hr/bl, 12 bl. 180 56,250 Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009 123
Tabel 2. Jumlah kebutuhan alat (unit) Aspek Jumlah Selisih AAC Lapangan AAC Penebangan 70 44 39 69-1 +25 +30 Penyaradan 11 7 6 4-7 -3-2 Muat 12 8 7 3-9 -5-4 Pengangkutan 134 85 75 60-74 -25-15 Bongkar 6 4 4 2-4 -2-2 Kegiatan penebangan menggunakan chainsaw MS 270. Jumlah yang beroperasi di lapangan sebanyak 69 unit memiliki selisih dengan hasil analisis berdasarkan AAC imum (-1unit), rencana (+25 unit) dan realisasi (+30 unit). Kondisi kelebihan jumlah chainsaw menunjukkan ketidakefisienan terhadap penggunaan alat tersebut. Ketidakefisienan tersebut lebih dikhawatirkan lagi bila kayu yang dihasilkan melebihi jatah tebang yang telah ditetapkan, akibatnya dikhawatirkan telah terjadi over cutting. Akan tetapi realisasi (1.082.802 m 3 ) pada perusahaan ini ternyata masih di bawah rencana nya (1.222.013 m 3 ). Untuk jumlah alat yang memiliki kekurangan juga merupakan ketidakefisienan penggunaan alat di mana kayu yang dihasilkan tidak tercapai sesuai dengan jatah tebang yang ditetapkan dan kerugian biaya untuk menutupi semua biaya tetap. Pada kegiatan pengangkutan memiliki kekurangan dibandingkan dengan hasil analisis berdasarkan AAC imum, rencana dan realisasi masing-masing sebanyak -74, -25 dan -15 unit. Kurangnya jumlah alat tersebut menunjukkan bahwa penggunaan truk di perusahaan ini tidak efisien yang diperparah dengan keadaan jalan angkutan yang rusak yang menyebabkan produktivitas menjadi rendah. Produksi kayu Berdasarkan hasil analisis alat yang ditunjukkan pada Tabel 2, maka dapat dihitung kayu dari penggunaan jumlah alat pemanenan yang dianalisis dan ditunjukkan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 terlihat bahwa pada kegiatan penebangan yang memiliki jumlah chainsaw yang berlebih berdasarkan rencana dan realisasi berakibat pada jumlah kayu yang dihasilkan melebihi rencana perusahaan (1.222.013 m 3 /tahun) dan realisasi perusahaan (1.082.802 m 3 /tahun), yaitu 1.910.096,6 m 3 /tahun (jumlah alat di lapangan). Dengan selisih kelebihan kayu yang ditebang tidak seimbang dengan kegiatan pemanenan selanjutnya terutama pengangkutan. Kelebihan kayu sebagian besar tidak dapat terangkut truk sehingga menumpuk di TPn. Hal ini terjadi karena kapasitas alat yang kecil dan jumlah alat yang kurang. Akibatnya kualitas kayu menurun dan merugikan perusahaan. Jumlah chainsaw yang berlebihan dan jumlah truk yang kurang, menunjukkan adanya ketidakefisienan dari penggunaan peralatan pemanenan. Jumlah alat yang berlebihan menyebabkan kayu melimpah. Jumlah alat yang kurang menyebabkan tidak tercapainya rencana yang ditetapkan. Jika penggunaan alat disesuaikan dengan jumlah hasil analisis, terutama berdasarkan rencana, maka kekhawatiran terhadap kelebihan atau kekurangan kayu yang dihasilkan tidak akan terjadi. Hal ini dapat terjadi karena dengan perencanaan yang matang dapat diharapkan perolehan hasil yang baik. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009 124
Waktu Dengan telah diketahui jumlah alat berdasarkan AAC imum, rencana dan realisasi maka dapat diketahui lamanya waktu menyelesaikan pekerjaan yang ditunjukkan pada Tabel 4. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa lama waktu menyelesaikan pekerjaan adalah beragam. Hasil analisis berdasarkan AAC imum, rencana dan realisasi, kegiatan penebangan membutuhkan waktu penyelesaian paling cepat. Untuk mencapai kayu berdasarkan AAC imum (1.933.575 m 3 /tahun), rencana (1.222.013 m 3 /tahun), dan realisasi (1.080.802 m 3 /tahun) masing-masing memerlukan waktu 12,15; 7,67; dan 6,8 bulan. Cepatnya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penebangan dikarenakan jumlah chainsaw di lapangan berlebih. Pada kegiatan muat memerlukan waktu paling lama. Lamanya waktu ini dikarenakan kekurangan alat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jumlah alat yang banyak di satu sisi dapat mempercepat pekerjaan tetapi cepatnya waktu tersebut menjadi tidak efisien jika tidak diikuti pekerjaan selanjutnya. Biaya mesin penggunaan alat Biaya mesin penggunaan alat pemanenan dapat dihitung melalui biaya kepemilikan dan pengoperasian alat seperti pada Tabel 5. Dari data biaya tersebut dapat dihitung biaya mesin masing-masing kegiatan seperti disajikan pada Tabel 6. Besarnya biaya penggunaan alat mekanis menunjukkan bahwa dengan jumlah alat yang banyak, membutuhkan biaya mesin yang besar pula seperti dilihat pada jumlah chainsaw 69 unit sebesar Rp 3.523.802,4/jam sedangkan dengan jumlah alat yang sedikit seperti pada alat bongkar biaya mesin yang dikeluarkan lebih kecil yaitu Rp 910.608/jam. Dengan demikian dari segi biaya mesin, jumlah alat yang berlebihan merupakan ketidakefisienan terhadap produktivitas kerja alat karena tidak sesuai dengan kayu yang diharapkan. Dilihat dari hasil analisis berdasarkan rencana dan realisasi, menghasilkan selisih biaya besar yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dari jumlah alat yang ada di lapangan. Oleh karena itu perlu diperhatikan efisiensi penggunaan jumlah alat yang tepat sehingga tidak ada pemborosan biaya akibat jumlah yang berlebihan. Tabel 3. Produksi kayu (m 3 /tahun) Aspek Produksi kayu (m 3 /tahun) 1 unit AAC lapangan Penebangan 27.682,56 1.937.779,2 1.218.032 1.079.619,8 1.910.096,6 Penyaradan 178.200 1.960.200 1.247.400 1.069.200 712.800 Muat 162.000 1.944.000 1.286.000 1.134.000 486.000 Pengangkutan 14.398,56 1.929.407,04 1.223.877,6 1.079.892 863.913,6 Bongkar 324.000 1.944.000 1.296.000 1.296.000 648.000 Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009 125
Tabel 4. Waktu (Bulan) Kegiatan Jumlah alat (Unit) Waktu (Bulan) AAC Lapangan AAC Penebangan Penyaradan Muat Pengangkutan Bongkar 70 11 12 134 6 44 7 8 85 4 39 6 7 75 4 69 4 3 60 2 12,15 24,41 35,8 20,14 26,86 7,67 15,42 22,63 12,73 16,97 6,8 13,67 20,05 11,28 15,04 Tabel 5. Komponen biaya penggunaan peralatan pemanenan kayu Komponen Aspek biaya Tebang Sarad Muat Angkut Bongkar Harga 1 alat (x Rp 1000,-) 5.500 1.000.000 700.000 400.000 1.000.000 Umur pakai alat 1.000 10.000 10.000 15.000 10.000 (jam) Jam kerja alat 1.000 1.000 1.000 1.500 1.000 (jam/tahun) Asuransi (%/th) 3 3 3 3 3 Bunga bank (%/th) 18 18 18 18 18 Pajak (%/tahun) 2 2 2 2 2 Harga bensin 7.000 - - - - (Rp/liter) Harga solar (Rp/liter) - 6.000 6.000 6.000 6.000 Upah operator + 300 156 135 156 144 pembantu (x Rp 1.000/hari) Jam kerja (jam/hari) 8 12 15 12 16 Daya mesin (HP) 3,5 80 180 180 180 Tabel 6. Biaya mesin penggunaan alat (Rp/jam) Aspek Biaya mesin,rp/jam 1 unit AAC lapangan Penebangan 51.069,6 3.574.872 2.247.062 1.991.714,4 3.523.802,4 Penyaradan 388.024 4.268.264 2.716.168 2.328.144 1.552.096 Muat 359.904 4.318.848 2.879.232 2.519.328 1.079.712 Pengangkutan 240.360 32.208.240 20.430.600 18.027.000 14.421.600 Bongkar 455.304 2.731.824 1.821.216 1.821.216 910.608 KESIMPULAN Kesimpulan penelitian ini adalah (1) penggunaan peralatan pemanenan kayu yang efisien adalah berdasarkan rencana, yaitu untuk penebangan sebanyak 44 unit chainsaw, penyaradan 7 unit forwarder, muat 8 unit excavator, pengangkutan 85 unit truk, dan bongkar 4 unit wheel loader; (2) terdapat kelebihan alat penebangan dan kekurangan alat penyaradan, muat, bongkar, dan pengangkutan antara alat yang beroperasi di lapangan dengan hasil analisis berdasarkan AAC imum, rencana dan realisasi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa penggunaan peralatan pemanenan kayu di perusahaan ini tidak efisien. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009 126
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1992. Cost Control in forest harvesting and road contruction FAO Foresting Paper No.99. FAO of the UN. Rome., 2007. Kerja Tahunan Tahun 2007. PT. Finnantara Intiga. Pontianak. Dulsalam & D. Tinambunan. 2001. Teknik pemanenan hutan tanaman. Prosiding Diskusi Teknologi Pemanfaatan Kayu Budidaya untuk Mendukung Industri Perkayuan yang Berkelanjutan, tanggal 7 Nopember 2001 di Bogor. Hlm. 91-113. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Keputusan Menteri Kehutanan No.428/Kpts-II/2003 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Alat-alat Berat. Tanggal 18 Desember 2003. Suhartana, S & Yuniawati. 2005. Meningkatkan kayu pinus melalui penebangan serendah mungkin: Studi kasus di KPH Sumedang, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Info Hasil Hutan 11(2):87-96. Pusat Penelitian dan Pengambangan Hasil Hutan. Bogor. Suhartana, S & Yuniawati. 2006. Effisiensi penggunaan chainsaw pada kegiatan penebangan: studi kasus di PT. Surya Hutani Jaya, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 24(1):63-76, Februari 2006. Pusat Penelitian dan Pengambangan Hasil Hutan. Bogor. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009 127