BAB II LANDASAN TEORI. Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti bentuk dan

PENGGUNAAN AFIKS PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 TULANG BAWANG UDIK TAHUN AJARAN 2016/2017. (Skripsi) OLEH ISTI NURHASANAH

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

PROSES MORFOLOGIS DALAM BAHASA INDONESIA. (Analisis Bahasa Karya Samsuri) Oleh: Tatang Suparman

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Chaer (2008:25) mengemukakan bahwa proses morfologi pada dasarnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

AFIKS DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR LAMPUNG POST. Oleh

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) Januari 2014 KATA BERIMBUHAN DALAM LAPORAN PRAKERIN SISWA SMK NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS MAKNA AFIKS PADA TAJUK RENCANA KOMPAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

Analisa dan Evaluasi Afiks Stemming untuk Bahasa Indonesia

EJAAN DAN MORFOLOGI PERTEMUAN KETIGA

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM KARANGAN SISWA KELAS X AK 3 SMK NEGERI 1 KOTA JAMBI. Oleh Tuti Mardianti ABSTRAK

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. 2. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini penulis menggunakan rancangan penelitian deskriptif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Analisis Kebutuhan dan Masalah Analisis Kebutuhan Analisis Masalah

BAB 4 PENUTUP. saran-saran. Berikut ini diuraikan secara berturut-turut (1) simpulan dan (2) saran.

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA MADING DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JURNAL ILMIAH

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab pembahasan, yakni

BAB I PENDAHULUAN. menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini,

BAB I PENDAHULUAN. system tulisan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007: 90,

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

PENYIMPANGAN GRAMATIKAL PADA BERITA UTAMA KORAN KENDARI POS EDISI FEBRUARI

BAB I PENDAHULUAN. aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa tersebut. Sebuah kata dalam suatu bahasa dapat berupa simple word seperti table, good,

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

sebagai kecenderungan baru dalam telaah bahasa secara alami. Dikatakan demikian karena analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi

Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENELURUSAN BENTUK BAKU KATA BAHASA INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KESALAHAN AFIKS DALAM CERPEN DI TABLOID GAUL

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan dipaparkan landasan-landasan teori yang telah ada dan menjadi pijakan dalam pelaksanaan penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

AFIKSASI BAHASA MELAYU DIALEK NGABANG

Awalan catatan contoh perkataan wujud apabila bertemu kata akar kecuali kata akar di bawah.

BAB I PENDAHULUAN. Kata-kata Bahasa Indonesia kaya akan imbuhan. Kurang lebih ada sekitar

Siti Zumrotul Maulida: Merubah, Mengobah atau...,

BAB I PENDAHULUAN. kriya. (Nurhayati, 2001: 69) menyatakan bahwa verba atau tembung kriya

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

BAB II LANDASAN TEORI. tertulis (Marwoto, 1987: 151). Wacana merupakan wujud komunikasi verbal. Dari

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

ANALISIS AFIKSASI DALAM ALBUM RAYA LAGU IWAN FALS ARTIKEL E-JOURNAL. Muhammad Riza Saputra NIM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditemukan hasil yang sesuai dengan judul penelitian dan tinjauan pustaka.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan dan menerima informasi atau pesan.

KATA CINTA DALAM BAHASA INDONESIA KAJIAN MORFOLOGI DAN SEMANTIK

Analisis Pemakaian Afiks pada Kumpulan Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufiq Ismail

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.

Media Informatika Vol. 7 No. 1 (2008) PERANGKAT LUNAK SISTEM PENENTUAN KATA DASAR SUATU KATA DALAM SUATU KALIMAT SECARA OTOMATIS

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum

Oleh Rolina Santi Harianja Trisnawati Hutagalung, S.Pd., M.Pd.

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 2, Nomor 2, Juli Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif)

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN AFIKS PADA KARANGAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SAMBI

KATA BERSUFIKS PADA TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN

BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. gambar. Dengan kata lain, komik adalah sebuah cerita bergambar.

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BERBAHASA TATARAN MORFOLOGI DALAM SKRIPSI MAHASISWA PBSI IKIP PGRI MADIUN TAHUN AKADEMIK 2013/2014.

ANALISIS KESALAHAN EJAAN PADA KARANGAN EKSPOSISI SISWA KELAS X MAN PURWOREJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015 DAN PEMBELAJARANNYA DI SMA

Transkripsi:

6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Morfologis Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain (Samsuri, 1983:25). Proses morfologis juga pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk kata dasar melalui pembubuhn afiks, pengulangan, penggabungan, pemendekan, dan pengubahan status (Chaer, 1998:25). Proses pembentukan kata merupakan bagian dari linguistik yang dibahas dalam bidang morfologi. Morfologi dalam bidang linguistik membicarakan masalah bentuk dan pembentukan kata (Chaer, 1998:3). Morfologi juga bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahanperubahan bentuk kata terhadap golongan dan kata arti (Tarigan, 1985:4). 2.2 Afiks dan Afiksasi Afiks adalah morfem yang membentuk kata yang selalu merupakan bentuk terikat. Afiks dapat dibedakan berdasarkan letaknya terhadap bentuk dasar. Terdapat beberapa afiks dalam bahasa Indonesia, yakni prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran), konfiks, dan simulfiks. Afiksasi ialah proses memberi imbuhan pada kata dasar.

7 2.2.1 Prefiks (Awalan) Prefiks merupakan salah satu jenis afiks yang produktif. Prefiks atau awalan adalah afiks yang ditempatkan di bagian muka suatu kata dasar (Alwi, dkk., 2003: 31). Misalnya, prefiks {-ber} pada kata bermain, bersiul, berjalan, bergurau, belajar. Berikut ini diuraikan jenis-jenis prefiks dalam bahasa Indonesia yang meliputi prefiks {ber-}, {per-}, {ke-}, {se-}, {pen-}, {di-}, {men-}, dan {ter-}. 1) Prefiks {-ber} Dalam pembentukan kata, prefiks {-ber} mengalami perubahan bentuk sesuai dengan kondisi morfem yang mengikutinya (morfofonemik). Terdapat tiga bentuk yang dapat terjadi jika prefiks {ber-} diletakkan pada bentuk dasar. Ketiga bentuk tersebut adalah {be-}, {ber-}, dan {bel-} (Putrayasa, 2008: 17). Kaidah pembentukan prefiks {ber-} adalah sebagai berikut. a) Prefiks {ber-} berubah menjadi {be-} jika ditempatkan pada bentuk dasar yang bermula dengan fonem /r/ atau bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /er/. Misalnya: ber- + serta ber- + runding ber- + kerja beserta berunding bekerja b) Prefiks {ber-} berubah menjadi {ber-} (tidak mengalami perubahan) jika ditempatkan pada bentuk dasar yang suku pertamanya tidak bermula dengan fonem /r/ atau suku kata pertamanya tidak mengandung /er/.

8 Misalnya: ber- + main ber- + kerudung ber- + dasi bermain berkerudung berdasi c) Prefiks {ber-} berubah menjadi {bel-} jika dilekatkan pada bentuk dasar ajar. ber- + ajar belajar 2) Prefiks {ke-} Prefiks {ke-} tidak mengalami perubahan bentuk pada saat digabungkan dengan bentuk dasar. Pengimbuhannya dilakukan dengan cara merangkaikannya di depan kata yang diimbuhinya (Chaer, 1998: 258). Hal yang perlu diperhatikan adalah perbedaan antara ke- sebagai prefiks dan sebagai kata depan. Ke- sebagai kata depan kedudukannya sama dengan kata depan di dan dari. Oleh karena itu, sebagai kata depan penulisannya dipisahkan, sedangkan sebagai prefiks penulisannya digabung dengan kata dasar (Putrayasa, 2008: 22). Pada umumnya prefiks {ke-} melekat pada bentuk dasar yang termasuk golongan kata bilangan, misalnya keempat, kelima, dan seterusnya. Ada juga yang melekat pada bentuk dasar yang bukan kata bilangan, tetapi jumlahnya terbatas (improduktif), seperti kehendak, ketua, kekasih, dan ketahu (Ramlan, 1987: 139).

9 3) Prefiks {se-} Prefiks {se-} berasal dari kata sa yang berarti satu, tetapi karena tekanan struktur kata, vokal a dilemahkan menjadi e (Putrayasa, 2008: 23). Prefiks {se-} tidak memunyai variasi bentuk. Pengimbuhannya dilakukan dengan cara merangkaikannya di muka kata yang diimbuhinya (Chaer, 1998: 262). Misalnya: se- + rumah se- + minggu se- + luas se- + belum serumah seminggu seluas sebelum 4) Prefiks {pen-} Dalam proses pembentukan kata prefiks {pen-} mengalami proses morfofonemik seperti prefiks {men-}. Prefiks {pen-} dapat berubah menjadi {pe-}, {pen-}, {pem-}, {peng-}, {peny-}, dan {penge-} (Chaer, 1998: 266-268). Kaidah perubahan bentuk tersebut adalah sebagai berikut. a) Prefiks {pen-} berubah menjadi {peng-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /k/, /g/, /h/, /kh/, dan semua vokal (a, i, u, e, o). Fonem /k/ tidak diwujudkan tetapi disenyawakan dengan bunyi sengau dari awalan itu atau dengan kata lain mengalami peluluhan, sedangkan konsonan g/, /h/, /kh/, dan semua vokal (a, i, u, e, o) tetap diwujudkan. Contoh: pen- + ambil pen- + garap pengambil penggarap

10 pen- + harap pengharap b) Prefiks {pen-} berubah menjadi {pe-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /l/, /m/, /n/, /ny/, /ng/, /r/, /y/, dan /w/. Contoh: pen- + makan pen- + waris pen- + latih pemakan pewaris pelatih c) Prefiks {pen-} berubah menjadi {pen-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /d/ dan /t/. Fonem /t/ mengalami peluluhan, sedangkan fonem /d/ tetap diwujudkan. Contoh: pen- + datang pen- + tanam pen- + tukar pendatang penanam penukar Selain itu sesuai dengan ejaan yang berlaku, {pen-} digunakan juga pada kata-kata yang dimulai dengan fonem konsonan /c/ dan /j/. Contoh: pen- + cetak pen- + curi pen- + jual pen- + jahit pencetak pencuri penjual penjahit d) Prefiks {pen-} berubah menjadi {pem-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /b/, /p/, dan /f/. Fonem /p/ tidak diwujudkan tetapi mengalami peluluhan dengan bunyi sengau dari prefiks itu. Contoh: pen- + pukul pen- + bantu pemukul pembantu

11 pen- + fitnah pemfitnah e) Prefiks {pen-} berubah menjadi {peny-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /s/. Fonem /s/ itu mengalami peluluhan dengan bunyi sengau prefiks itu. Contoh: pen- + sayang pen- + sadar pen- + saring penyayang penyadar penyaring f) Prefiks {pen-} berubah menjadi {penge-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bersuku satu. Contoh: pen- + tik pen- + cek pen- + bom pengetik pengecek pengebom 5) Prefiks {di-} Prefiks {di-} tidak memunyai variasi bentuk. Bentuknya untuk posisi dan kondisi maa pun sama saja. Hanya perlu diperhatikan adanya di- sebagai prefiks dan sebagai kata depan. Di- sebagai prefiks dilafalkan dan dituliskan serangkai dengan kata yang diimbuhinya, sedangkan di- sebagai kata depan dilafalkan dan dituliskan terpisah dari kata yang mengikutinya (Chaer,1998: 244-245). Contoh: Dia ditangkap polisi tadi malam. Adik sedang belajar di perpustakaan. Pada kalimat di atas, di- pada kata ditangkap adalah sebuah prefiks, sedangkan di- pada kata di perpustakaan merupakan sebuah kata depan.

12 6) Prefiks {men-} Prefiks {men-} adalah imbuhan yang produktif. Pengimbuhannya dilakukan dengan cara merangkaikannya di muka kata yang diimbuhinya. Dalam pembentukan kata, prefiks {men-} mengalami perubahan bentuk sesuai dengan kondisi morfem yang mengikutinya. N (nasal) pada prefiks {men-} tidak bersifat bebas, tetapi akan mengalami perubahan bentuk sesuai dengan inisial morfem yang mengikutinya (Putrayasa, 2008: 10). Prefiks {men-} memunyai enam variasi bentuk, yaitu {me-}, {mem-}, {men-}, {meny-}, {meng-}, dan {menge-}. Keenam bentuk perubahan prefiks {men-} tersebut disebut alomorf dari prefiks {men-}. Kaidah perubahan {men-} tersebut adalah sebagai berikut (Chaer, 1998: 225-227). (1) Prefiks {men-} berubah menjadi {meng-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /k/, /g/, /h/, /kh/, dan semua vokal (a,i,u,e,o). Pada prefiks ini, fonem /k/ juga mengalami peluluhan. Contoh: men- + ambil mengambil men- + kalahkan men- + gulung mengalahkan menggulung (2) Prefiks {men-} dapat berubah menjadi {me-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /l/, /r/, /y/, dan /w/ serta konsonan sengau /m/, /n/, /ny/, dan /ng/. Contoh: men- + latih melatih men- + nyatakan men- + ramaikan menyatakan meramaikan

13 (3) Prefiks {men-} dapat berubah menjadi {men-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /d/, dan /t/. Fonem /t/ pada prefiks ini mengalami peluluhan. Contoh: men- + datang mendatang men- + tanam men- + tarik menanam menarik (4) Prefiks {men-} berubah menjadi {mem-} jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem /b/, /p/ dan /f/. Pada prefiks {mem-} fonem /p/ akan mengalami peluluhan. Contoh: men- + bantu membantu men- + pukul men- + fitnah memukul memfitnah (5) Prefiks {men-} dapat berubah menjadi {meny-} apabila bentuk dasarnya bermula dengan fonem /c/, /j/, /s/,dan /sy/. Fonem /s/ pada prefiks {meny-} akan mengalami peluluhan. Contoh: men- + jawab menjawab men- + sayangi men- + sambar menyayangi menyambar (6) Prefiks {men-} akan berubah menjadi {menge-} apabila diikuti oleh bentuk dasar yang bersuku satu. Contoh: men- + tik mengetik men- + bom men- + tes mengebom mengetes

14 7) Prefiks {ter-} Prefiks {ter-} termasuk awalan yang produktif. Prefiks {ter-} memunyai dua macam bentuk, yaitu {ter-} dan {te-}. Prefiks bentuk {ter-} digunakan pada kata-kata yang tidak dimulai dengan konsonan /r/, seperti terdapat pada kata-kata berikut. ter- + angkat ter- + lena ter- + kejut terangkat terlena terkejut Bentuk {te-} digunakan pada kata-kata yang dimulai dengan konsonan /r/, seperti pada kata-kata berikut. ter- + rasa ter- + rawat ter- + rendam terasa terawat terendam (Chaer, 1998: 251-252) Selanjutnya, Putrayasa (2008: 19) menambahkan bahwa prefiks {ter-} juga dapat berubah menjadi {tel-}. Bentuk {tel-} hanya terjadi pada katakata tertentu seperti telanjur dan telentang. 2.2.2 Infiks (Sisipan) Infiks atau sisipan adalah afiks yang diselipkan di tengah kata dasar (Alwi, dkk., 2003: 31). Infiksasi dalam bahasa Indonesia kini sudah tidak produktif lagi. Pembubuhan infiks dalam pembentukan kata adalah dengan menyisipkan infiks tersebut di antara konsonan dan vokal pada suku pertama kata dasar.

15 Misalnya: gigi + {-er-} tunjuk + {-el-} guruh + {-em-} = gerigi = telunjuk = gemuruh Adakalanya dua buah infiks yang tidak sama digunakan bersama-sama pada sebuah kata dasar. Misalnya: getar + {-em-} + {-el-} getuk + {-em-} + {-er-} = gemeletar = gemeretuk Pemakaian infiks (sisipan) dalam bahasa Indonesia hanya terbatas pada kata-kata tertentu. Infiks yang terdapat dalam bahasa Indonesia adalah {-el-}, {-em-}, {-er- }, dan {-in-}. 1) Infiks {-el-} Dalam proses pembentukan kata infiks {-el-} tidak mengalami perubahan bentuk (Putrayasa, 2008: 26). Contoh: Telunjuk gadis itu luka tergores pisau. Anak itu sedang bermain dengan gelembung-gelembung sabun. 2) Infiks {-em-} Infiks {-em-} tidak memunyai variasi bentuk, dan merupakan imbuhan yang improduktif. Artinya, tidak digunakan lagi untuk membentuk katakata baru (Chaer, 1998: 284). Contoh:

16 Setiap hari aku mendengar gemerincing delman lewat di depan rumahku. Anak itu gemetar ketakutan ketika ketahuan mencuri. 3) Infiks {-er-} Sama halnya dengan infiks {-el-} dan {-em-}, infiks {-er-} juga tidak memunyai variasi bentuk yang lain (Chaer, 1998: 284). Jika dibubuhkan pada bentuk dasar, infiks {-er-} akan tetap berbentuk {-er-}. Contoh: Seruling itu terbuat dari bambu. Gerigi gergaji itu sudah tumpul. 4) Infiks {-in-} Infiks {-in-} juga tidak mengalami perubahan bentuk saat dibubuhkan pada sebuah kata dasar. Contoh: Kita harus menjaga kesinambungan antara kedua pernyataan itu. 2.2.3 Sufiks (Akhiran) Sufiks adalah morfem terikat yang ditempatkan di bagian belakang kata (Alwi, dkk.. 2003: 31). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Putrayasa (2008: 27) yang menyatakan sufiks atau akhiran adalah morfem terikat yang diletakkan di belakang suatu bentuk dasar dalam membentuk kata. Kridalaksana (1996: 64-81) menyebutkan sufiks-sufiks dalam bahasa Indonesia, yaitu sufiks {-an}, {-i}, {-kan}, {-nya}, {-in}, {-al}, {-il}, {-iah},{-if}, {-ik}, {- is}, {-istis}, {-at}, {-si}, {-ika}, {-ir}, {-ur}, {-ris},{-us}, {-isme}, {-is}, {-

17 isasi}, {-isida}, {-ita}, {-or}dan {-tas}. Selain sufiks-sufiks di atas, terdapat pula sufiks serapan lain, seperti {-man}, {-wan}, dan {-wati} (Putrayasa 2008: 31-32).. 1) Sufiks {-an} Penggunaan sufiks {-an} dalam pembentukan kata bahasa Indonesia sangat produktif. Dalam proses pembentukan kata, sufiks {-an} tidak mengalami perubahan bentuk. Jadi, untuk situasi dan kondisi mana pun bentuknya tetap {-an} (Chaer, 1998: 204). Contoh: Seluruh daratan Eropa sudah dikuasai tentara sekutu. Ia pasti akan mendapatkan hukuman yang setimpal. 2) Sufiks {-i} Sufiks {-i} juga tidak memunyai variasi bentuk. Pengimbuhannya dilakukan dengan merangkaikannya di belakang kata yang diimbuhinya. Hal yang perlu diperhatikan kata-kata yang berakhir dengan fonem /l/ tidak dapat diberi sufiks {-i} (Chaer, 1998: 201). Contoh: Garami dulu masakan itu! Tentara itu menembaki benteng musuh. Desa yang akan kita kunjungi berada di balik bukit itu. Kridalaksana (1996: 66) menambahkan bahwa sufiks {-i} memunyai alomorf {-i}, {-wi}, dan {-ni}. Contoh: Setiap manusia harus mempertimbangkan hal-hal surgawi. Ia sedang mengembangkan kekuatan jasmani.

18 3) Sufiks {-kan} Sufiks {-kan} tidak mengalami perubahan bentuk saat dibubuhkan pada kata dasar (Putrayasa, 2008: 28). Contoh: Jangan bidikkan pistol itu kepadaku. Tolong bukakan pintunya. 2.2.4 Konfiks Konfiks adalah kesatuan afiks yang secara bersama-sama membentuk sebuah kelas kata (Putrayasa, 2008: 36). Konfiks diimbuhkan secara serentak atau bersamaan pada bentuk dasar. Konfiks adalah satu morfem dengan satu makna gramatikal (Kridalaksana, 1996: 29). Berikut ini akan diuraikan konfiks-konfiks dalam bahasa Indonesia, yang meliputi konfiks {ke-an}, {per-an}, {pen-an}, {- ber-an}, {ber-kan}, dan {se-nya} (Ramlan, 1987: 158-175). 1) Konfiks {ke-an} Konfiks {ke-an} adalah gabungan prefiks {-ke} dan sufiks {-an} yang secara bersama-sama atau serentak diimbuhkan pada sebuah kata dasar atau bentuk dasar (Chaer, 1998: 260). Umpamanya pada kata dasar nakal yang sekaligus diimbuhkan prefiks {-ke} dan sufiks {-an} itu sehingga langsung menjadi kata kenakalan. 2) Konfiks {per-an} Konfiks {per-an} memunyai tiga macam bentuk, yaitu {per-an}, {pe-an}, dan {pel-an}. Kaidah penggunaannya adalah sebagai berikut (Chaer, 1998: 279-280).

19 a) Konfiks {per-an} Konfiks {per-an} dapat digunakan pada kata dasar yang berupa verba dan adjektiva, yang verba berimbuhannya berprefiks {ber-} atau berimbuhan gabung {memper-}, {memper-i} atau {memper-kan}. Misalnya pada kata-kata seperti perdagangan, pertanian, persembahan, dan sebagainya. Selain itu, konfiks {per-an} dapat juga digunakan pada nomina yang menyatakan makna tentang atau masalah. Misalnya pada kata-kata seperti perkotaan, pertokoan, perindustrian, dan sebagainya. b) Konfiks {pe-an} Konfiks {pe-an} dapat digunakan pada: (a) verba berprefiks {ber-} dalam bentuk {be-}. Seperti pada kata-kata pekerjaan dan peternakan; dan (b) nomina yang menyatakan tempat, wilayah atau daerah. Seperti pada kata pegunungan, pedalaman, pedesaan, dan sebagainya. c) Konfiks {pel-an} Konfiks {pel-an} dapat digunakan hanya pada kata ajar, yaitu menjadi pelajaran. 3) Konfiks {pen-an} Konfiks {pen-an} adalah prefiks {pen-} dan sufiks {-an} yang diimbuhkan secara bersamaan pada sebuah kata atau bentuk dasar. Konfiks {pen-an} memunyai enam macam bentuk, yaitu {pe-an}, {peman}, {pen-an}, {peny-an}, {peng-an} dan {penge-an}. Kaidah

20 morfofonemik pembentukan konfiks {pen-an} di atas akan dijabarkan sebagai berikut (Chaer, 1998: 274-275). (1) Bentuk {pe-an} digunakan pada kata-kata yang dimulai dengan konsonan /l/, /r/, /w/, /y/, /m/, /n/, /ng/, dan /ny/. Misalnya seperti pada kata pelarian, perawatan, penantian, dan sebagainya. (2) Bentuk {pem-an} digunakan pada kata-kata yang dimulai dengan konsonan /b/ dan /p/. Konsonan /p/ akan diluluhkan dengan bunyi sengau dari afiks itu. Seperti pada kata pembinaan, pemisahan, pemotongan, dan sebagainya. (3) Bentuk {pen-an} digunakan pada kata-kata yang dimulai dengan konsonan /d/ dan /t/. Konsonan /t/ pada konfiks ini akan diluluhkan. Misalnya pada kata pendirian, penentuan, penembakan, dan sebagainya. Selain itu, bentuk {pen-an} digunakan juga pada kata-kata yang dimulai dengan konsonan /c/ dan /j/. Misalnya pada kata penjualan, pencegahan, pencarian, dan sebagainya. (4) Bentuk {peny-an} digunakan pada kata-kata yang dimulai dengan konsonan /s/, dan konsonan /s/ itu diluluhkan dengan bunyi sengau dari afiks tersebut. Misalnya pada kata penyaringan, penyetoran, penyusunan, dan sebagainya. (5) Bentuk {peng-an} digunakan pada kata-kata yang dimulai dengan konsonan /k/, /kh/, /h/, /g/, serta vokal (a, i, u, e, o). Konsonan /k/ pada bentuk ini diluluhkan dengan bunyi nasal dari imbuhan itu. Misalnya pada kata pengiriman, penghabisan, pengairan, dan sebagainya.

21 (6) Bentuk {penge-an} digunakan pada kata-kata yang hanya bersuku satu. Misalnya pada kata pengetikan, pengelasan, pengesahan, dan sebagainya. 4) Konfiks {ber-an} Pembentukan kata dengan menggunakan konfiks {ber-an} yaitu berupa prefiks {ber-} dan sufiks {-an} itu diimbuhkan secara bersamaan (serentak) pada sebuah bentuk dasar, seperti pada kata bermunculan. 5) Konfiks {ber-kan} Dalam proses pembentukan kata, konfiks {ber-kan} tidak mengalami perubahan bentuk. Pada konfiks ini, verba yang dibentuk harus berpelengkap (Kridalaksana, 1996: 59). Contoh: Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila. 6) Konfiks {se-nya} Pada umumnya konfiks {se-nya} berkombinasi dengan proses pengulangan/reduplikasi. Misalnya pada kata sepenuh-penuhnya, serajinrajinnya, sekuat-kuatnya, setinggi-tingginya, dan sebagainya (Ramlan, 1987: 174). Konfiks ini juga tidak mengalami perubahan bentuk.

22 2.2.5 Simulfiks Simulfiks adalah gabungan dari dua macam imbuhan atau lebih yang tiaptiap unsurnya tetap memepertahankan arti dan fungsinya masing-masing (Keraf, 1984:115). 1. Simulfiks (men-kan) Simulfiks (men-kan) mewngalami perubahan bentuk yang hampir sama dengan (men) menjadi (mem-kan), (men-kan), (meny-kan), (meng-kan), dam (me-kan). Contoh : men + tiru + kan menirukan men + cerita + kan mencaeritakan men + terang + kan menerangkan 2. Simulfiks (men-i) Simulfiks (men-i) mengalami perubahan bentuk sesuai dengan proses morfofonemiknya sama halnya dengan preifiks (men) yang mengalami perunahan benuk menjadi (mem-i), (men-i), (meny-i), dan (me-i). Contoh : men + sebrang +i menyebrangi men + nikah + i menikahi 2.3 Karangan Karangan adalah penjabaran suatu gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu topik atau pokok bahasan. Setiap karangan yang ideal pada prinsipnya merupakan uraian yang lebih tinggi atau lebih luas dari alinea (Finoza, 2009:234). Ahmadi (1989: 9) mengatakan bahwa pada umumnya karangan dipandang sebagai suatu perbuatan atau kegiatan komunikatif antara penulis dan pembaca berdasarkan teks

23 yang telah dihasilkan. Makna tidak semata-mata diberikan oleh penulis kepada pembaca. Penulis tidak diasumsikan pasti dapat mengomunikasikan secara langsung segala makna yang diinginkannya melalui bahasa yang dihasilkannya kepada pembaca. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karangan adalah hasil karya tulisan seseorang yang berupa karya tulis yang digunakan untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, dan, pendapat kemudian menyampaikanya kepada pembaca untuk dipahami. Suatu karangan yang tersusun sempurna dan baik, betapapun panjang atau pendeknya selalu mengandung tiga bagian utama dan setiap bagian memiliki fungsi yang berbeda (Suyanto, 2011:65). Adapun bagian dalam karangan adalah sebagai berikut. 1. Bagian Pendahuluan Bagian pendahuluan adalah salah satu atau kombinasi dari fungsi untuk (a) menarik minat pembaca, (b) mengarahkan perhatian pembaca, (c) menjelaskan secara singkat ide pokok atau tema karangan, dan (d) menjelaskan kapan dan dibagian mana suatu hal akan diperbincangkan. 2. Bagian Isi Bagian isi sebagai jembatan yang menghubungkan antara bagan pendahuluan dan bagian penutup. Bagian isi merupakan bagian penjelasan terperinci terhadap apa yang diutarakan pada pendahuluan.

24 3. Bagian Penutup Bagian penutup adalah salah satu kombinasi dari fungsi untuk (a) memberikan kesimpulan, (b) penekanan bagian-bagian tertentu, (c) klimaks, (d) melengkapi, serta (e) merangsang pembaca untuk mengerjakan sesuatu tentang apa yang sudah dijelaskan atau diceritakan. 2.4 Pengertian Eksposisi Eksposisi berasal dari katabahasa inggris exposition yang berarti membuka atau memulai. Eksposisi adalah suatu karangan yang memberikan, mengupas atau menguraikan suatu informasi yang dilakukan tanpa disertai desakan atau paksaan kepada pembaca agar menerima sesuatu yang diapaparkannya. Untuk memperjelas uraiannya biasanya eksposisi disertai juga dengan grafik, gambar atau statistik. Karangan eksposisi merupakan karangan yang bermaksud untuk memaparkan pengetahuan dan pengalaman penulis yang diperolehnya dari kajian pustaka atau lapangan dengan tujuan untuk menambah wawasam dan pengetahuan pembaca tentang suatu hal (Dalman, 2011:119). Karangan eksposisi adalah suatu corak karangan yang menerangkan atau menginformasikan sesuatu hal yang memperluas pandangan, wawasan atau pengetahuan pembaca. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karangan eksposisi adalah karangan yang menjelaskan atau memaparkan pendapat, gagasan, keyakinan yang memerlukan fakta yang diperkuat dengan angka, statistik, peta dan grafik tetapi tidak bersifat memengaruhi pembaca. Karangan eksposisi

25 bertujuan untuk menyampaikan informasi tertentu dan menambah wawasan pembaca. 2.4.1 Ciri-ciri Karangan Eksposisi Ciri-ciri karangan eksposisi adalah sebagai berikut. 1. Eksposisi itu karangan yang berisi pendapat, gagasan, dan keyakinan. 2. Eksposisi memerlukan fakta yang diperlukan dengan angka, statistik, peta, dan grafik. 3. Eksposisi memerlukan analisis dan sintesis. 4. Eksposisi menggali sumber ide dari pengalaman, pengamatan, penelitian, keyakinan. 5. Eksposisi menjauhi sumber daya khayal. 6. Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang informatif dengan kata-kata yang denotatif. 7. Penutup eksposisi berisi penegasan. 2.4.2 Tujuan Menulis Eksposisi Tujuan karangan eksposisi adalah sebagai berikut. 1. Memberikan informasi atau keterangan yang sejelas-jelasnya tentang objek, meskipun pembaca belum pernah mengalami atau mengamati sendiri, tanpa memaksa orang lain untuk menerima gagasan atau informasi. 2. Memberitahu, mengupas, menguraikan, dan menerangkan sesuatu. 3. Menyajikan fakta dan gagasan yan disusun sebaik-baiknya sehingga mudah dipahami oleh pembaca.

26 4. Digunakan untuk menjelaskan hakikat sesuatu, memberikan petunjuk mencapai atau menegrjakan sesuatu, menguraikan proses, dan menerangkan pertalian antara satu hal dengan hal yang lainnya (Dalman, 2012: 120). 2.4.3 Langkah-langkah Menulis Eksposisi Langkah-angkah menulis eksposisi adalah sebagai berikut. 1. Menetapkan Tema Tulisan Dalam membuat karangan eksposisi langkah pertama yang harus dilakukan ialah menentukan tema. Tema tulisan inilah yang selanjutnya akan dikembangkan menjadi tulisan. 2. Menetukan Tujuan Penulisan Menentukan tujuan penulisan adalah menerangkan pokok persoalan yang terkandung dalam tema. Untuk itu diperlukan fakta-fakta yang harus disusun dengan sebaik-baiknya agar mudah dipahami pembaca. 3. Mengumpulkan Bahan Tulisan Bahan tulisan eksposisi dapatdoperoleh dri berbagai sumber,,isalnya buku, majalah, surat kabar, dan lain-lain. Bahan tulisan dapat juga diperoleh dari wawancara pakar dalam masalah yang akan dibahas. 4. Menetapkan Kerangka Tulisan Dalam menulis karanga diperlukan juga membuat kerangka tulisan, karena seluruh bahan yang dikumpulkan harus dirinci dan diseleksi dengan cemat. Tujuan membuat kenrangka karangan ini adalah agar penulis mudah mengembangkan isi karangan. 5. Mengembangkan Tulisan

27 Setelah kerangka tulisan selesai, lalu tulisan dikembangkan sehingga pengembangan tulisan dapat dikerjakan dengan baik. Semua pikiran utama dari pikiran yang terdapat dalam kerangka tukisan dikembangkan menjadi kalimat utama dan kalimat penjelas. Tentu dalam pengembangan kalimat utama dan kalimat penjelas dikerjakan dengan memerhatikan penggunaan ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 2.4.4 Jenis-jenis Eksposisi Terdapat beberapa jenis eksposisi dengan metode pengembangan. Jenis pengembangannya adalah sebagai berikut. 1. Metode Identifikasi Metode identifikasi merupakan sebuah metode yang meyebutkan ciri-ciri atau unsur yang membentuk suatu hal atau objek sehingga pembaca dapat mengenal objek itu dengan tepat dan jelas. Dalam keseharian kita sering menggunakan metode ini untuk menjawab pertanyaan apa, siapa dan dimana. 2. Metode Perbandingan Metode perbandingan merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengungkapkan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan atara dua objek atau lebih. Metode ini digunakan untuk membantu pembaca dalam memahami dengan jelas suatu objek yang sudah diketahui.

28 3. Metode Ilustrasi atau Eksemplifikasi Metode ini berusaha memberikan gambaran atau penjelasan yang khusus atau konkret atau suatu prinsip prinsip umum atau gagasan umum. Pada metode ilistrasi penulis ingin menjelaskan suatu prinsip umum atau suatu kaidah yang lebih luas ruang lingkupnya, dengan menunjukkan suatu yang khusus. 4. Metode Klasifikasi Metode klasifikasi merupakan suatu metode untuk menempatkan barangbarang atau mengelopokkan bermacam-macam subjek dalam satu kelas. Kelas merupakan suatu konsep mengenai ciri-ciri yang serupa yang harus dimiliki oleh barang-barangatau sekelompok subjek tertentu. Barangbarang atau bermacam-macam subjek yang dikelompokkan dalam satu kelas harus memiliki pertalian yang jelas dan logis. 5. Metode Definisi Secara umum definisi itu adalah eksposisi terhadap kata-kata. Para pemakai bahasa biasanya selalu membatasi ragam arti kata-kata dalam bahasanya. Semakin jelas pembatasan arti itu bagi penulis maupun pembaca, maka semakin jelas pula komunikasi gagasan atau ide dalam pikiran penulis atau pembaca tersebut. 6. Metode Analisis Analisis merupakan proses penalaran yang menguraikan bagian-bagian fungsional yang membentuk sesuatu yang utuh. Cara menganalisis sesuatu juga bermacam-macan sesuai dengan penglihatan dan penalaran seseorang. Sesuatu yang dianalisis dan bermacam-macam sudut yang

29 menghasilkan penemuan baru mengenal struktur itu akan mencerminkan ketajaman penglihatan dan pemikiran seseorang. Metode analisis memiliki beberapa macam pengembangannya yaitu 1) analisis proses, 2) analisis fungsional, 3) analisis proses, 4) analisis kausal (Keraf, 1982:7).